Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bali Post
Tipe: Koran
Tanggal: 1996-05-29
Halaman: 08

Konten


4cm HALAMAN 8 Seputar Kasus Adat di Bali Dicari: Lembaga Profesional Beberapa kasus adat di Bali yang sempat mencuat bisa disebut di antaranya, kasus Kutri (Gianyar), Desa Adat Sangkan . Bhuana (Klungkung) dan Peneng (Tabanan). Benarkah munculnya kasus adat itu karena pengaruh era globalisasi dan munculnya nilai-nilai baru di masyarakat? Untuk mencari jawaban penyelesian kasus adat, sebuah diskusi berjudul "Mencari Format Penyelesaian dan Upaya Antisipasi terhadap Kasus-kasus Adat", diseleng- garakan Lembaga Bantuan Hukum Satya Yustisia, Sabtu (25/5) lalu di kantor LBH Satya Yustisia. Berikut hasil rangkuman Nyoman Sutiawan. MAN DI ALAM ASRI EMUKIA P kan dengan desa dinas. Dengan po- sisi lembaga adat seperti anak per- ak itu, wajar kalau kasus adat sulit dituntaskan, karena peran desa di- nas lebih dominan dalam mengam- bil keputusan dan menyelesaikan persoalan di tingkat desa. Tanah, salah satu pemicu kasus adat di Bali. enyelesaian kasus adat oleh badan/lembaga yang tidak profesional dan tidak pro- porsional, dapat mengaki- batkan kasus adat yang tim- bul makin meruncing dan melebar. Dampak dari semua itu bisa men- imbulkan konvensi buruk bagi oto- nomi desa adat. Karenanya, perlu penanganan yang proporsional su- paya tidak menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak. Adalah Dosen Hukum Adat Uni- versitas Warmadewa, Made Suwi- tra, S.H. yang mengatakan, agar ka- sus adat tidak meruncing dan me- lebar semestinya dikembalikan ke- pada desa adat sesuai aturan hukum yang berlaku. Peranan desa adat ini di dalam menyelesaikan kasus adat sangat penting, karena lembaga ini satu-satunya yang diharapkan lebih arif dan bijaksana di dalam menye- lesaikan kasus adat. Dikatakannya, jika mengacu pada Perda Bali No. 06 tahun 1986, yang berhak menyelesaikan kasus adat adalah lembaga desa adat. Karenanya, penanganan kasus adat haruslah dikembalikan ke otonomi desa adat bersangkutan untuk mem- peroleh kepatutan sesuai awig-awig desa adat. Karena sesuai dengan konsep agama Hindu, awig-awig ibarat sepat siku-siku bagi warga desa adat dalam mencapai ketertiban dan keseimbangan alam kosmos dan kosmis. Sulitnya penuntasan kasus-kasus adat, menurut Bendesa Adat Gelgel Putu Astawa dari Desa Adat Gelgel Kamasan, Klungkung, karena masih ada kesenjangan komunikasi dalam upaya sosialisasi aturan-aturan atau Perda yang menyangkut tentang ot- onomi dan wewenamg desa adat. Keterputusan sosialisasi itu menyebabkan perangkat atau praju- ru desa adat menjadi ragu-ragu menangani atau menyelesaikannya. Dalam arti bahwa merasa tidak mempunyai kewenangan atau juga tidak tahu akan otonominya. "Ter- us terang kami merasa ragu-ragu dalam menanganinya," kata Asta- wa. Kasus adat di Pura Ibu Br. Sang- ging Kamasan misalnya, pihaknya sudah siap ikut menangani sesuai Perda No. 06/1986. Namun, keburu dibawa ke atas. Karenanya, menurut Gelebet, kepala desa dan lurah lebih domi- nan perannya, maka terkesan praju- ru adat kurang berwibawa. "Supaya desa adat di Bali bisa eksis dan ber- peran di mata masyarakat, Bali per- lu menjadi daerah istimewa. Di mana perlu adanya pengakuan yang lebih baik dari pemerintah dalam praktik di tingkat lembaga adat," ka- tanya. Kenyataannya, desa adat sering tak berfungsi otonom dalam penye- lesaian kasus adat. Pengamat tata Dalam konteks sekarang, Gele- ruang Bali Ir. Nyoman Gelebet men- bet menyarankan agar sistem dan gatakan, kini terjadi keterpinggiran struktur kepemimpinan di tingkat lembaga desa adat bila dibanding- desa dibenahi serta desa adat diberi PURI GADING JIMBARAN BALI wewenang penuh menangani dan menyelesaikan kasus-kasus adat yang terjadi di Bali saat ini. "Kalau tidak ada kewenangan seperti itu, wibawa lembaga adat akan mero- sot dan ditinggalkan masyarakat pendukungnya," kata dosen Arsitek- tur Fakultas Teknik Unud itu. Mendukung saran tersebut, Dos- en Unhi Drs. Nyoman Prastika men- yatakan, pembinaan desa adat di Bali hendaknya dilakukan bersifat sosial religius. Karena itu, orang yang duduk di kepengurusan lem- baga adat perlu menambah penge- tahuan pola-pola dasar desa adat yang hakiki dan spiritual guna men- garahkan pembangunan pada sasa- ran yang tepat. "Selain itu, suasana patut atau tertib masih dibatasi suatu ajaran desa kala patra atau desa mawac ara. Kalau kita ingin tertib dan pat- ut, terutama dalam menyelesaikan masalah adat, kita harus menghor- mati wewenang dan otonomi desa adat di satu sisi, dan sisi lain, praju- ru adat haruslah memahami hakikat dari awig-awig yang ada," katanya. Apa penyebab munculnya perka- ra (kasus) adat? Dosen Hukum Adat Fakultas Hukum Unud, Koti Canti- ka, S.H. mengatakan, kasus adat (murni) muncul karena ketidakhar- monisan unsur Trihita Karana (parahyangan, pawongan dan pale- mahan). "Jika ketiga unsur ini tidak seimbang lagi maka apa yang dis- epakati bersama dalam awig-awig tidak akan berarti," kata anggota pembina lembaga desa adat yang te- lah mengabdi delapan tahun di masyarakat itu. Menurut Koti pula, perlu dibe- dakan antara perkara adat murni, nonadat dan campuran. Termasuk perkara nonadat, meliputi unsur ek- stem yakni kepentingan pribadi, sentimen pribadi, balas dendam, dan kepentingan-kepentingan ek- stern lainnya. Sedangkan perkara adat campuran yakni percampu- ran antara perkara adat murni den- gan nonadat. Dia mencontohkan kasus Sidem Bunut (Bangli) sebagai kasus/perka- ra adat yang menyebabkan ketidak- harmonisan parahyangan. Dalam kasus itu, salah satu pihak tidak mengakui Kahyangan Tiga yang ada di desa tersebut. Bukti lain yang ter- kait dengan ketidakseimbangan un- sur pawongan yakni kasus di Basangbe dan Sangkan Bhuana. Sedangkan yang terkait dengan ketidakseimbangan unsur palema- han adalah kasus tanah adat di Peneng, Luwus (Tabanan). Nilai Baru Kepala Divisi Pertanahan LBH Satya Yustisia, I Made Saryana me- nilai, maraknya kasus-kasus adat PURI GADING JIMBARAN - BALI LANGKAH PASTI INVESTASI YANG PENUH HARAPAN UNTUK MASA DEPAN PEMUKIMAN YANG NYAMAN DAN STRATEGIS PURI GADING HADIR DIKAWASAN LINGKUNGAN ASRI DENGAN ALAM PERBUKITAN 3) I yang muncul ke permukaan saat ini karena belum adanya pembaruan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat, termasuk dalam men- gantispasi pergeseran nilai. Pendapat senada dilontarkan sar- jana antropologi Anak Agung San- tikarma (Degung). Menurutnya, merebaknya kasus-kasus adat di Bali sekarang karena manusia Bali se- bagai human agency membawa nilai-nilai baru yang note bene menginginkan perubahan. Selain itu, dampak era globalisasi dan informa- si yang hampir tidak ada batasnya, memang mengkondisikan sebagian besar manusia menginginkan pe- rubahan ke arah lebih baik sesuai nilai kemanusiaan. Kalau melihat secara historis munculnya kasus adat di Bali, tambah Degung, bukan fenomena baru. "Anak mula uli pi- dan gumi Baline kene (memang se- jak dulu Bali seperti ini)," katanya. Maksudnya, persoalan-persoalan adat bukan baru sekarang muncul, tetapi ada sejak dulu. "Dan jika or- ang-orang tua di Bali diminta penda- patnya soal kasus adat, jawabannya sederhana, suba biasa, artinya wa- jar," katanya. Salah satu langkah mencegah terjadinya kasus adat, menurut I Made Saryana, awig-awig yang tidak sesui dengan kehidupan sekarang harus dihapuskan. Karena di era kemerdekaan ini hak dan ke- wajiban sebagai warga negara sama. Namun dalam kenyataannya, masih ada diskriminasi yang tercermin dari sor singgih yang tak pada tempat- nya, sehingga adat terkesan kurang dinamis dan kurang mampu ber- adaptasi dengan zaman. Metode penyelesaian yang dipa- kai selama ini, dinilai Saryana kurang terpilah-pilah dengan baik, sering over lapping sehingga permasalahannya terselesaikan dengan baik. Adat se- bagai alat pemersatu dengan aturan- aturannya yang seharusnya dipahami dengan baik, justru makin jauh bergeser dari tujuan semula. Direktur LBH Satya Yustisia, Putu Alit Bagiasna menyarankan sikap arif dan bijaksana Parisada dan pembina lembaga desa adat Bali dalam menangani kasus-kasus adat yang ada. Cukup relevan menurut- nya, jika saat ini dibentuk sebuah lembaga pengkajian adat yang ber- orientasi kerakyatan dan bersumber dari bawah serta melibatkan desa adat. "Bukan sekadar comot orang untuk didudukkan menjadi pengu- rus," kata Ketua IPHI Bali (Ikatan Pemuda Hindu Indonesia) itu. Dalam pengamatannya selama ini, organisasi-organisasi sosial yang ada seperti ormas dan LSM, ngeri ikut terlibat dalam mencari penyelesaian kasus adat yang terjadi di Bali. Kare- na kasus adat cenderung kriminal dan sangat sensitif. Padahal menurutnya, LBH tak pernah menolak menanga- ni kasus-kasus adat, apalagi yang ber- nuansa kitidakadilan. Pengkajian Hukum Adat KATA adat yang berasal dari istilah Arab, berarti kebiasaan. Bangsa Indonesia mengartikannya sebagai kebiasaan yang baik. Pertanyaan- nya, adat yang baik itu yang bagaimana? Jika dilihat dari sudut pandang zaman modem, beberapa awig-awig desa adat yang sudah mengakar namun tidak sesuai, harus dipilah-pilah lagi. Menurut Pemimpin Ashram Canti Dasa Candidasa, Karangasem, Gedong Bagoes Oka, adat sebagai sesuatu yang dinamis, di Bali dike- nal memiliki hukum tertulis dan tak tertulis. Justru hukum adat yang tidak tertulis ini menyebabkan hukum itu bersifat dinamis. "Berarti hukum adat yang tak tertulis dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan mampu menerima pengaruh dari luar, untuk mengganti bagian-bagian yang usang," katanya. Namun pekerjaan menginventarisasi bagian-bagian adat yang us- ang, menurut pengamat agama Ketut Gunadika, B.E., bukan pekerjaan gampang. "Dengan cara menghapus bagian yang usang bukan berarti hukum adat itu akan lenyap atau diganti dengan hukum yang baru," katanya. Gunadika menawarkan jalan keluarnya, jika bagian-bagian yang usang itu ingin diganti, sebelum melangkah lebih jauh bisa dibuat Ko- misi Daerah (Komda) yang khusus mengkaji hukum adat yang ber- laku. Dengan catatan, orang-orang yang duduk di Komda ini bisa men- yatukan persepsi, berdialog sesuai konsep desa mawacara dan konsep desa pekraman yang sangat ampuh mempersatukan masyarakat. Agar kasus adat tidak berakhir di tempat diskusi atau forum, Komda yang dibentuk haruslah bersifat independen yang unsur-unsurnya dari pemerintah, pemuka agama (Parisada), pemuka adat (pembina adat) dan cendekiawan. Dari segi konsep dan pemikiran keilmuwan perlu melibatkan perguruan tinggi di Bali, serta pakar hukum adat dan lemba- ga bantuan hukum. Lebih jauh Gunadika menjabarkan, tugas dan fungsi Komda ini, pertama-tama menginventarisasi semua bagian adat yang ada di Bali dan merumuskan pikiran-pikiran yang dapat diterima semua pihak. Selain itu, tugas Komda membantu menyelesaikan kasus-kasus adat yang mengemuka, dan mengkaji ulang pelaksanaan hukum adat di Bali. Tawaran untuk membuat lembaga pengkajian adat ini datang dari advokat Wayan Sudirta S.H. Juga Ir. Nyoman Gelebet yang menyaran- kan lembaga ini harus berorientasi kerakyatan, dan orang-orang yang duduk di dalamnya berdasarkan aspirasi rakyat paling bawah. Dia me- nilai, lembaga adat yang ada sekarang sangat lamban mengantisipasi kasus adat. "Karena itu, alangkah baiknya lembaga pengkajian adat ini ikut membantu lembaga adat yang dibentuk pemerintah," katanya. Mengikuti Budaya Indonesia Menurut Dosen Hukum Adat Unud Koti Cantika, S.H, hukum adat dalam perubahan dan perkembangan zaman, tetap memiliki ciri-cirinya yang khas, yang menjadi identitas dari masyarakat di mana hukum adat itu tumbuh. Ciri-ciri hukum adat yang tidak mudah berubah, katanya, adalah unsur-unsur agama yang dikandungnya. "Seperti di Bali, antara agama dengan adat hampir tidak bisa dipisahkan. Jika kita memandang dari sudut lebih luas, kita hidup di negara kesatuan republik Indonesia, maka ujung-ujungnya, adat seharusnya mengikuti perkembangan bu- daya Indonesia," ujarnya. Pada diskusi panel tersebut juga mengemuka saran-saran dari para peserta yang relevan dengan zaman serba terbuka ini dan hak asasi manu- sia (HAM). Misalnya, penjatuhan sanksi kesepekang (pengucilan) hendaknya jangan dilakukan secara sewenang-wenang, melainkan di- laksanakan sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. Pen- jatuhan sanksi melalui pemikiran yang jernih dan matang, didasari atas segala kebijaksanaan dan kepatutan. Jangan sampai sanksi kesepekang dijatuhkan atas dasar sentimen pribadi dengan berkedok pelestarian hukum adat. "Masalah pribadi yang mengatasnamakan adat ini sering menimbulkan persoalan adat makin kabur," ujarnya. Menurut Koti Santika, kasus adat yang mengemuka belakangan ini, karena faktor ekonomi, politik, dan status sosial. Yang paling dominan menurut pengamatan Ir. Gelebet, banyak berawal dari tanah. Misalnya, persengketaan tanah karang desa, tanah ayahan desa, dan tanah laba pura. "Kalau sudah tanah menjadi hal yang disengketan, sementara adat dan budaya Bali berada di atasnya, maka hancurlah budaya itu," katanya. (sut) Bali Post- BIASI RABU WAGE, 29 MEI 199 Catatan tentang Kas PRINSIP-PRINSIP kemanusiaan, Tat Twam Asi, prinsip-prinsip welas asih yang diajarkan agama Hindu adalah landasan dan sumber yang mewarnai norma dan sanksi adat di Bali. Oleh karena itu, saya makin heran saja, kalau akhir-akhir ini banyak or- ganisasi yang berbau adat di Bali memberikan sanksi yang begitu berat. Bahkan sudah menjurus pada tin- dakan brutal dan kejam pada otanya sendiri yang justru harus dilindunginya. Kasus perusakan rumah dan pengucilan warga Kerandan Culik, Karangasem, perusakan rumah dan kasus penguci- lan di Sangkan Bhuana Klungkung, dan kasus pen- gucilan di Krambitan, Tabanan sangat mengguncang dan mengganggu perasaan saya sebagai orang Bali yang beragama Hindu. Apakah sanksi-sanksi seperti itu memang sudah pantas dan adil dikenakan kepada mereka? Apakah sudah ada proses yang terbuka, jujur dan tidak memi- hak dalam memeriksa dalam menjatuhkan sanksi adat tersebut sesuai dengan jiwa dan fitrah hukum adat Bali sendiri? Apakah sudah diberikan kesem- patan yang cukup untuk melakukan pembelaan diri bagi yang dikenakan sanksi tersebut, dan apabila benar-benar terdapat kesalahan, apakah sanksi terse- but sudah setimpal dengan perbuatan yang dilaku- kannya, mengingat adanya berbagai tingkatan sanksi yang diatur, dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Yang paling tidak kalah pentingnya, apakah sank- si-sanksi yang dijatuhkan itu masih sesuai dengan perkembangan zaman dan sumber-sumber hukum yang hidup dan berkembang di sekitar kita seperti halnya ajaran dan hukum-hukum agama Hindu, nilai-nilai proklamasi, nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Tiap organisasi, tak terkecuali organisasi peguyuban, organisasi adat, sampai organisasi pal- ing modern, bahkan juga organisasi politik, selalu memiliki norma-norma sekaligus sanksi-sanksinya, seperti halnya organisasi adat di Bali. Tanpa norma dan sanksi, keajegan organisasi tidak akan dapat berlangsung terus. Tanpa sanksi yang tegas, anggo- ta organisasi tidak akan punya disiplin. Menurut kelaziman yang ada, sanksi yang diberlakukan um- umnya berjenjang seperti sanksi adat Bali dari yang paling ringan berupa teguran lisan, kemudian tegu- ran tertulis, lalu ada sanksi denda, dan sanksi skors- ing atau pengucilan, sampai sanksi pemecatan. Tujuan Mendidik Di Bali, sanksi adat yang dijatuhkan kepada ang- gotanya, pada awalnya memiliki tujuan utama un- tuk mendidik dan meningkatkan kualitas anggota- anggotanya yang tidak disiplin, agar menjadi lebih disiplin. Bahkan manusia yang kurang baik agar menjadi manusia yang lebih baik (sujana). Sanksi adat menghendaki agar manusia durjana bisa men- jadi manusia sujana. Tujuan sanksi justru untuk me- manusiakan manusia itu sendiri, bukan memojok- DANA PUNIA Bali Post, masih menerima titipan dana punia Anda yang dimuat setiap Rabu, untuk beberapa pura yang memerlukan antara lain: Pura Pancaka di Mataram, Pura Segara Suci di Jateng, Pura Rak- sa Wira Bengkalis di Riau, Pura Petitenget di Krobokan, Pura Ge- lap Besakih, Pura Waikabubak di Sumba Barat, Pura Jagat Sebu- di di Karangasem, Pura Dharma Jati di Jatim, Pura di Irian Jaya, Pura Giri Shanti Bhuwana Nganjuk di Banyuwangi, Pura Bukit Amerta di Banyuwangi, Pura Bukit Dharma Durga Kutri di Gianyar, Pura Siwa Prasta di Lobar, Pura Mandharagiri Semeru Agung di Jatim, Pura Ranget di Lobar, Pura Lingkuk Bune di Lobar, Pura Ujung Desa di Mataram, Pura Sekartaji di Jatim, Pura Boyolali di Jateng, Pura Blambangan di Jatim, Pura Maospahit di Canggu, Pura Gunung Pengsong di Lobar, Pura Pengubengan di Besakih, Pura Desa/Puseh Desa Adat Denpasar, Pura Pucak Tinggah di Tabanan, Pura Pucak Sangkur di Tabanan. Pura Adya Dharma di Salatiga, Pura Giri Indraloka di Jambi, Pura Kerthi Bhuwana di Lampung, Pura Ulun Danu Batur di Songan Kintamani, Pura Dalem Kusha Agra di Mataram, Pura Giri Kusuma di Bogor, Pura Jagat Natha di Riau, Pura Wisnu Murti di Klaten Jateng, Pura DhaliAgra- hita di Malang, Pura Payogan Agung Mulawarman di Kutai, Pura Payogan Agung Mulawarman di Kutai, Pura Agung Kertha Bhu- wana di Kediri Jatim, Pura Agung Utara Segara di Bitung, Pura Dharma Sari di Mataram, Pura Jagat Natha di Jembrana. kan dan menghancurkan or- ang-orang tertentu yang men- jadi anggotanya. Oleh I Wayan Sudirta dengung nilai- m Sanksi organisasi adat di Bali, tidak bisa disamakan dengan sanksi-sanksi organ- isasi kemasyarakatan lainnya. Kare- na sanksi adat didominasi, bahkan dipenuhi unsur-unsur dan latar belakang kerohanian dan ke- imanan. Karena mengkristal- nya nilai-nilai yang disebut pada hukum adat di Bali pada umumnya berasal dan bersumber dari ajaran aga- ma Hindu, nilai yang san- gat agung dan dipenuhi rasa cinta kasih antarses- ama. Karenanya, menurut pengamatan dan pendap- at saya pribadi, sanksi adat di Bali tidak men- genal unsur balas den- dam, sebab agama Hindu tidak mengenal ajaran balas dendam. Kalau ada sanksi yang berbau balas dendam, itu berarti sudah menyimpang dari jiwa hu- kum adat Bali itu sendiri. Apalagi sampai ada sanksi melarang seseorang sembahy- ang ke pura; suatu sanksi yang terlalu jauh dan di luar wewenang organisasi, karena hubungan manu- sia dengan Tuhan sangat personal si- fatnya. Menurut hemat saya, sanksi pengucilan (kesepekang) seperti yang terjadi di Krambitan kekuasaan dan tempat-tempat lainnya di Bali, rasanya tidak co- Rasanya su cok lagi dengan nilai-nilai yang menjadi acuan bagi penegak huku suatu masyarakat beradab dan modern seperti di In penyelidikan d donesia sekarang ini. Karena, kalau diukur dengan mengambil lang nilai-nilai proklamasi, nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai kasus adat demi UUD 1945 dan nilai-nilai agama Hindu yang sarat mengakibatkan dengan nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai keadilan, di mata masya nilai-nilai persamaan dan senasib serta sepenanggun- meresahkan ma Selama ini gan, rasanya pengucilan seperti itu sudah waktunya ditinggalkan oleh masyarakat adat Bali. Jika toh mere- baga adat bese ka salah, apakah tidak ada sanksi yang lebih manu- banyak dalam siawi yang dapat dijatuhkan kepada mereka, sanksi bau adat. Bahka denda atau teguran tertulis, misalnya. Saya jadi bert- lembaga adat b anya-tanya, jangan-jangan sanksi tersebut dijatuhkan kan peneranga untuk mengalihkan persoalan pokok yang lebih pent- memberikan vi ing dan prinsipil sifatnya. ern, sesuai den Catatan Masa Lalu Karenanya, Menurut saya, biarlah sanksi pengucilan itu men- nilai adat Bali jadi catatan sejarah masa lalu kita. Mungkin ia cocok bisa berlangsun dan bisa diterima oleh masyarakat pada zaman prake- ak juga nilai-n Jumlah yang dimuat hari ini Jumlah penerimaan sebelumnya Jumlah penerimaan seluruhnya I Wayan Sudirta, S.H. Rp 1.866.000 untuk Pura di Irian Jaya Br. Segarayasa, MS Maasdam Holland America Line Made Sari Utami, JI. Bakungsari Kuta Kadek Mardani Klungkung Made Suwecana, Jl. Gn. Sangga Buana 43 Dps IGN Sutedja, Jl. Gn. Lempuyang Blok VI C No. 7 Dps Ari, Ade dan Nyoman Denpasar Jumlah yang dimuat hari ini Jumlah penerimaan sebelumnya Jumlah penerimaan seluruhnya sen memil 5.000 Graha Wicaksana Jumlah yang dim Jumlah penerima Jumlah penerima Rp 2.444. Br. Segarayasa M America Line Rp 373.000 untuk Pura Agung Setya Dharma di Dompu Suta/Djagri/Gunartha, KP. PBB Raba Bima, Rp 63.000 Rp 35.052.000 Rp Ta Rp 35.125.000 WG Noprianto, S. Kasud, Jl. Palapa Komang Bayu Ba JI. D. Maninjau G Rp 23.000 W Rp Rp 15.000 10.000 Rp Rp 5.000 Rp Rp Rp 5.000 63.000 1.803.000 Rp 1.866.000 Sujadi, JI. Tukad (Panorama Tours WG Noprianto, S De Jus, Tembau Jumlah yang dim Jumlah penerima Jl. Soekarno-Hatta 17 Raba Bima NTB Ny. Anak Agung Gede Astawa, Rp 15.000 Jumlah penerima Jl. Soekarno Hatta 17 Raba Bima NTB Rp. Ari, Ade dan Nyoman Denpasar Rp 20.000 5.000 SIM Rp 2.824.500 untuk Pura Agung Segara Suci di Jawa Tengah Br. Segarayasa, MS Maasdam Holland America Line Ni Made Widiasih Kls III A2 SMK Swastiastu Dps Rp Jumlah yang dimuat hari ini Rp 5.000 45.000 saudara kita yang Rp 23,000 Jumlah penerimaan sebelumnya Jumlah penerimaan seluruhnya Rp 328.000 antara lain: Rp. 373.000 Kadek Mardani Klungkung Rp 10.000 mor, Wiliawan per Wayan Suartono, JI. Waturenggong Rp 190.000 untuk Pura Aditya gajah, Aryanti per Gg XVIII No. 5 Denpasar Rp 2.000 kepala membesar Ari, Ade dan Nyoman Denpasar Jumlah yang dimuat hari ini Jumlah penerima sebelumnya Jumlah penerimaan seluruhnya Rp 5.000 ana penderita tum Rp 40.000 Ni Komang Suparmi, S.E., Br. Tabang Wayan Kari pende Rp Rp 2.784.500 2.824.500 Ds. Bebetin Sawan Buleleng Rp. 5.000 kepala membesar I Ketut Nasa Arnawa, S.H., JI. Palapa 35 Dps Rp. 5.000 Redaksi Bali Post Rp 35.125.000 untuk Pura Gelap Besakih Br. Segarayasa, MS Maasdam Holland America Line I Putu Suryadana, S.H., JI. Patimura ening Bali Post di No. 6 Tabanan Rp 5.000 I Gusti Gde Getas, Penatih Denpasar Rp Rp 23.000 | Ketut Darmaja, S.H., JI. Hayam Wuruk Rp 1.331. Gg XV No. 9 Dps Rp 5.000 5.000 WG Noprianto, S.E., Nakula I/A Denpasar Rp Kasud, Jl. Palapa No. 1 Kupang NTT Surya, Jl. Flores 1/8 Denpasar 20.000 Jumlah yang dimuat hari ini Rp 20.000 Ikatan Mahasisw Rp 10.000 Jumlah penerimaan sebelumnya Rp 170.000 Rp. 190.000 Beasiswa Politek Rp 5.000 Gde Sujana-De Rawamangun di Jakarta Jumlah penerimaan seluruhnya Bali Post menerim Komang Mardika Sumbangan Anda Untuk memenuhi permintaan Anda kami Tampil lagi dengan sentuhan arsitektur Tradisional Bali TAHAP KE-2 TYPE 68 dan 48 SENIN JUMAT jam 9.00 - 17.00 SABTU - MINGGU jam 10.00 - 14.00 TETAP BUKA FASILITAS : • PAM 24 jam Sarana Pendidikan Sarana Peribadatan Taman yang Asri Jalan dengan Hotmix dan paving Lebar Jalan : Jalan Utama 18 m ⚫ Jalan Sekunder 12 m Jalan blok 10 m Jalan lingkungan 7m - 8m Tersedia jaringan telepon HUBUNGI PENGEMBANG Sarana Olah raga - Lapangan Tenis - Lapangan Basket Lapangan Bulutangkis 10 menit dari Air Port Lokasi di Kawasan elit pariwisata ⚫ 200 m dari Kampus Udayana Security 24 jam Bangunan dengan antirayap PT. MITRASURYA CEMERLANG KANTOR PERWAKILAN JL. IMAM BONJOL NO.336F TELP. 483482 REI NO. 00.01089 DENPASAR - BALI C. 1502 ERICSSON JAMINAN MENUJU PUNCAK EKSEKUTIF !! SPESIFIKASI : Dimensi: 13 x 4,9 x 2,6 cm PENERIMAAN MAHASISWA BARU PROGRAM PENDIDIKAN Plus JAMINAN KERJA & JOB TRAINING ANGKATAN KE V DA PA Persen Angs Dipl. In Bussiness Administration - 2 Tahun Grati Espass ERICSSON TERKECIL DI KELASNYA U • Hanya 190 GR ● Battery NIMH Type 3009 Stand By Time 14 Jam Talk Time 110 menit Type 3008 Stand By Time 32 Jam Talk Time 240 menit ● Mudah digunakan Power Max 2 Watt Komunikasi Fax / Data Garansi 12 Bulan & Jaminan Purna Jual Sole Agent PT. ERINDO UTAMA ke Denpasar bo JI Teuku Umar Bali Cool JI. Imam Bonjol 231-B Denpasar Telp. 484586 JI. Imam Bonjol ke Kuta HUBUNGI : DISTRIBUTOR BALI: PT. BAHAGIA PRATAMA UTAMA Dealer Resmi Telkomsel JI. Imam Bonjol 231B Denpasar Ph: 484586 Fax. 483965 LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN PROFESI INDONESIA Untuk memenuhi permintaan pasar kerja dan mempersiap- kan SDM yang berkualitas serta memiliki keterampilan yang handal di dunia bisnis guna persiapan memasuki era globalisasi yang ditandai dengan telah disepakati AFTA dan APEC, Kembali moan LP31 memberi solusi bagi bagi calon tenaga kerja dimasa datang dengan membuka program pendidikan diploma yang lulusannya benar-benar siap untuk menghadapi era globalisasi tersebut. FASILITAS Lab. Komputer PC-AT 486 DX 2/100, monitor color SVGA. Hardisk 50K) MB. Program Under Windows, LAN System, satu siswa. satu komputer, Seluruh ru- ang Kuliah Pull AC. Dosen Praktisi berpengalaman. Per- pustakaan mini, buku, disket seragam dilengkapi, kantin, tempat parkir luas, kursus gratis, pinjaman dana belajar dan BEASISWA bagi yang berprestasi, dll. I Diploma Sekretaris - 2 Tahun Diploma Perdagangan Internasional - 2Tahun Diploma Komputer Akuntansi 1 Tahun Diploma Komputer Informatika - 1 Tahun Diploma Komputer Pariwisata - 1 Tahun * Tour & Travel * Front Office InternationalPublic Relation (Bekerja sama dengan RMIT Australia, S1) SYARAT PENDAFTARAN : Foto Copy STTB (Surat Keterangan Lulus), Minimal SLTA/Sederaja Menyerahkan Pas Foto ukuran 3x4 (2 Lembar) Uang pendaftaran Rp. 35.000 INFORMASI & PENDAFTARAN LP31 Cabang Bali d/a Gedung BLK JI. Imam Bonjol Km. 7 Phone/Fax. 755216. Denpasar LP3I Cabang - Bali Jl. Teuku Umar No. 310 (Br. Buagan), Phone. 237468, Denpasar. Pendaftaran tanggal 01 Mei s/d 01 Juni 1996. PENGURUS YAYASAN: Penasehat H, Bustanil Arifin, SH. (Mantan Menkop RI/Kabulog) Pembina Prof. Dr. H. Yuyun Wirasasmita, MSc. (Mantan Rektor Unpad/Rektor Ikopin) Drs. H. Marzuki Usman, MA (Kepala Badan Analisa Keuangan dan Moneter Depkeu) Ketua Yayasan Alex Arifin, MBA. (Wirausahawan) Direktur Utama M. Syahrial Yusuf, SE (Sekjen Himpunan Kursus di Indonesia Pengurus HIPMI DKI, Anggota Kadin). C.1569 Uang mu Angsuran Bonus: F FEROZ ASTRA Hub PT JI PT JI PT JI PT PT < PO MIN C. 1603