Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bali Post
Tipe: Koran
Tanggal: 1989-02-19
Halaman: 06

Konten


4cm HALAMAN VI TITIAN KEADILAN MARTIN89 Cerpen IGB. Wisata kap ratap pilu mereka yang gagal rai penyiksaan. Entah apa yang me- reka alami di bawah sana. Mungkin tertancap keris nan runcing, atau tenggelam di dasar sungai. Mena- tap ngarai di bawah titian keadilan- pun aku tak memiliki keberanian. Ngarai itu tampak begitu mengeri kan. Betapa asingnya alam ini bagi- Ketika sampai di tepian titian keadilan, bulu kudukku merin- ku. Di mana-mana kabut putih pe- ding. Semayup telingaku menang- kat mengaburkan pandangan. Aku Kisuke ERASA limbung diriku. Serasa melangkah. Menapak jalan berko- ral kurasakan berjalan di atas tumpukan duri. Aku bagaikan ta- mu asing di sini; di dunia mana se- genap makhluk menghadapi siksa- an. Buah karma yang dikecap se- masa hayatnya. "SUATU waktu, pada masa pe- merintahan Sadanobu Matsudira, kira-kira pada permulaan abad ke- 19," demikian tulis Oogai Mori, si pengarang Jepang Modern yang juga putra seorang dokter dari Tsu- wano, propinsi Shimane, "Ketika senja musim gugur dihiasi oleh bu- nga Sakura wihara Ciong yang ber- guguran karena terpanggil oleh suara lonceng senja, terlihatlah Perahu Takase ditumpangi oleh seorang hukuman yang masih asing dan belum pernah dikenal sebe- lumnya. "Ia, seorang lelaki, ber- umur kurang lebih 30 tahun. Namanya Kisuke. Alamatnya, tak seorang pun tahu. Tak ada pula seorang anggota keluarganya yang turut mengantarnya. Ia, kini, me- mang sendiri, meluncur di atas Per- ahu Takase menuju sebuah dunia yang baginya amat indah dan me- nyenangkan. Sebuah dunia yang teramat istimewa. Itulah, dunia pembuangan bagi seorang hukum- an: Osaka. Demikian, suatu hari, Kisuke pulang larut malam. Kamar hanya diterangi sinar lampu tetangga yang temaram. Dan di pojok, terli- hat olehnya adiknya bersimpah da- rah, mengerang kesakitan. "Rasanya, penyakitku tak akan ter- sembuhkan. Karenanya, aku ingin menyudahi hidupku lebih cepat, agar bebanmu menjadi lebih ringan," kata sang adik kemudian. "Aku pikir, dengan mengiris leher sendiri aku akan cepat mati. Ter- nyata, hanya nafasku yang tersem- bul melewati lobang luka tenggo- rokanku. Aku telah berusaha men- dorong dan menghujamkan pisau cukur ini lebih dalam, tapi rupanya meleset. Pisau ini cukup tajam. Kalau kau menghujamkannya de- ngan tepat, barangkali aku akan segera mati," bisik sang adik pula. Tak khayal lagi, betapa tersen- taknya Kisuke, ketika di puncak erangan adiknya memandangnya. dengan tajam sembari berucap, "Cepat, Kisuke, tolonglah tusuk- kan pisau itu!" Dan betapapun ke- ras dan berat pergulatan batin Ki- suke ketika itu, toh dia memilih untuk tetap menolong adiknya. Dia pun menghujamkan pisau cu- kur bermata tajam itu ke leher adiknya, bukan karena apa-apa, tapi karena rasa setianya terhadap saudaranya. Dia pun dengan sigap 'membebaskan' adiknya dari beb- an kesengsaraan, setelah berpikir membawanya ke dokter adalah pertolongan yang memperpanjang rasa sakit saja. Tiada lebih! Dalam keadaan leher yang tinggal tercan- (Bersambung ke Hal IX, kol 8) Kelir •Ignatius Suharto Wahyu Senapati (72) hitasuka, Ringkasan Cerita yang lalu : Sesuai dengan petunjuk, Kum- bhayana bersamadi di gunung Ma- hendra. Tujuh hari kemudian ia memperoleh karunia warastra Cundhamanik. Lalu, bagaimana perjalanan Mahasenapati Ganda- mana? Berikut inilah dia. Tapi, Kisuke, si lelaki hukuman, demikian tenang. Bahkan, dia tampak tersenyum gembira. Dan Shobeei, si nakhoda Perahu Taka- se, penasaran tak alang kepalang dibuatnya. Namun, di ujung cerita Kisuke, toh akhirnya ia terenyuh juga. ***** ALKISAH, karena wabah pe- nyakit, kedua orang tua Kisuke meninggal ketika ia masih kanak- kanak. Pada mulanya, Kisuke de- ngan seorang adik lelakinya tum- buh tanpa hampiran kelaparan. Mereka Kisuke dan adiknya -- bisa mengerjakan pekerjaan kecil yang diberikan oleh orang-orang sekitar kepada mereka. Orang- orang sekitar berlaku bagai seekor induk anjing menaungi, me- nyayangi, dan menyangga hidup anak-anaknya. Si kakak-beradik pun terus berusaha bekerja apa sa- ja, asal tidak terpisah. Dan akhirnya, tibalah giliran ga- ris nasib campur tangan dalam ke- hidupan mereka. Ketika mereka bekerja di pabrik tenun Nishijin, sang adik sakit keras. Pekerjaan terpaksa dilakukan sendiri oleh Ki- K Tatahari sudah terbit dan teng- namun Mahasenapati Gandamana belum menemukan tanda-tanda di mana Kumbhayana berada. Di tengah hutan Sang Mahasenapati melihat sebuah pondok terpencil. Di seki- tarnya ditanami berbagai pohon buah-buahan dan ada pula kebun sayur-sayuran. Ia turun dari kuda- nya, menambatkannya pada seba- tang pohon, lalu berjalan kaki mendekati rumah itu. "Sempura, Bapa!" Mahasena- pati Gandamana menyapa seorang laki-laki yang sudah lanjut usia. Orang tua itu sedang membelah se- bongkah kayu. "Mari, silakan duduk, Pangeran!" kata orang tua itu sete- lah sejenak memperhatikan tamu- nya. "Pun Bapa sudah menduga bi- la siang hari ini akan ada tamu. Sejak tadi pagi burung prenjak di sebelah timur rumah anggancer terus." Ia meletakkan kapaknya, lalu duduk di tikar. Sang Mahasenapati heran, dari mana orang tua itu tahu bahwa di- rinya ini seorang pangeran. Ia per- caya, orang itu memiliki kawas- kithan. suke. Demikian, untuk waktu yang lama hingga mereka terhimpit hu- tang. Keinginan hidup dan sema- ngat kerja Kisuke, walau sampai tengah malam, tak juga mampu menutupi lobang penderitaan yang menganga di antara mereka. "Tak enak benar, membiarkan kau be- kerja sendirian," sambut sang adik setiap malam, setiap Kisuke da- tang membawa obat untuknya, di sela-sela erangannya sendiri. Kisu- ke masih saja tersenyum ikhlas; se- nyum seorang kakak kepada adiknya. "Ananda menghaturkan sung kem, Bapa," kata Sang Mahasena- pati sambil mencium lutut orang tua yang ramah itu. menghaturkan Pangeran." "Ampun, Bapa," kata Sang Ma- hasenapati setelah duduk angapu- rancang. "Dari mana Bapa tahu bahwa Ananda adalah putra raja Pancala?" "Pertama, wadana Pangeran se- rupa benar dengan sinuwun Prabu Gandabayu. Kedua, gelang Gur- dakencana yang ada di pergelang- an tangan kiri Pangeran itu. Sinu- wun Prabu dulu juga mengenakan gelang itu." "Benar, Bapa. Ini hadiah dari Kangjeng Rama Prabu, Ananda terima ketika Kakang Sucitra diwi- suda menjadi raja Pancala." "Ya itu! Semula Pun Bapa heran, mengapa ksatria Atasangin itu yang diwisuda menjadi raja; meng- bukan apa wangsa Prabu Gandabayu?" "Salahkah kami mempercayakan bangbang-aluming praja kepada Kaka Prabu Drupada?" Sang Ma- hasenapati merasa dirinya disa- lahkan. tak mampu melihat apa-apa. Pan- danganku kabur. Tak satu pepo- honan pun kutampak tumbuh di si- ni. Gersang dan tandus. Panas ma- tahari mengangkang melecut kulit. Angin panas dan gerah menderu- deru menimbulkan suara-suara aneh dan mengerikan. Bersamaan hembusan angin itu, terhembus pu- la sejuta debu mengangkasa, amat menyakitkan mata. Berkali-kali kukucek mataku, melepaskan de- bu-debu yang menghalangi pan- dangan. Sudah hampir tiga hari aku ter- dampar di tepi titian keadilan. Seki- an kali aku berusaha melewati titian itu, selalu gagal. Saat pertama aku sampai di sini, sudah kucoba meniti titian keadilan itu. Namun begitu kakiku menginjak ujung titian, ti- ba-tiba lenturlah titian itu bagaikan karet elastis. Nyaris aku terpelan- ting diterkam ngarai di bawah sana. Syukur aku masih sempat menjang- kau bibir ngarai itu, sehingga sela- matlah diriku. Bersamaan dengan itu, kudengar titian keadilan itu se- perti tertawa mengejek: "Pengecut sekali kamu, he, manusia kerdil yang mau jadi raja-diraja!. Begini- kah watakmu yang sesungguh- nya?!" Aku semakin kecut sambil menjauhi bibir ngarai itu, menutup telinga dengan telapak tangan. Tak berani aku mendengar cemoohan itu. Serasa teriris ngilu batinku mendengarnya. Titian itu begitu kejam bagiku. Titi- an ajaib. Titian yang tiada meng- enal belas kasihan bagi insan-insan seperti diriku. Ketika kubuka te- lingaku, titian itu kembali terkekeh mentertawakan kegagalanku: "He, manusia kotor, beginilah alam di sini! Tak ada sanak saudara. Tak ada perikemanusiaan. Masing- masing makhluk mempertanggung- jawabkan dosanya endiri. Di sini tak mengenal istilah: pangkat, mar- tabat, harkat dan derajat. Semua sama. Siapa sedikit meraup dosa, loloslah dia melewati aku. Sampai- lah dia ke alam nan abadi, dikeru- bungi para bidadari nan jelita." Hening sejenak. Kuakui ucapan itu benar adanya. Alangkah kotornya diriku, hingga tak kuasa meniti titian ajaib itu. Sampai seharian penuh aku tak ber- anjak lagi. Aku takut ke mana- titisan Wisnu. Ketika itu, titisan "Berbahagialah Sinuwun Prabu Gandabayul Putranya begini ga: Mahasenapati baru kali ini tahu hal Wisnu yang satunya siapa?" Sang gah, tampan dan penuh trapsila." Orang itu menyebut nama raja Pancala yang lalu. "Pun Bapa itu. "Siapa lagi kalau bukan Sang ma- Judul Buku Penulis Penerjemah Penerbit uku terjemahan dari karya ini dimulai dengan kata pengantar penerjemah tentang alasan-alasan penerjemahan buku ini. Alasan pertama, sejak hubungan diploma- tik antara RI dan RRC dibekukan tahun 1967, sehingga tidak me- mungkinkan adanya kontak lang- sung untuk mengkaji negeri dan bangsa tersebut, maka terpaksalah kita di Indonesia bergantung pada karya ahli bangsa lain seperti buku ini. Alasan kedua, penerjemah menganggap buku ini penting un- tuk diterjemahk ke dalam baha- sa Indonesia, karena sering kali pandangan dan pengetahuan keba- nyakan orang Indonesia tentang Cina masih belum beranjak dari keadaan tahun 1960-an. Padahal Cina telah banyak berubah sejak meninggalnya Mao pada tahun 1976. Bila kita selalu mempunyai pandangan dan pengetahuan yang kadaluwarsa seperti itu, maka di- khawatirkan akan banyak kecu- rigaan dan kewas-wasan yang sebe- narnya tak perlu lagi, dan malah akan menghambat hubungan kita dengan suatu kekuatan yang harus diakui mewakili seperempat umat manusia. Dalam kehidupan inter- nasional yang modern, kita perlu saling mengenal, dan tidak meng- enal seperempat umat manusia su- dah tentu merupakan kekurangan yang serius dan boleh jadi dapat mengakibatkan kesalahan fatal da- mana. Semua serba asing di sini. Tak seorang pun mau menolong di- riku. Ke mana harus kucari saha- bat-sahabatku yang dulu member- ikan segala kenikmatan. Mereka- mereka yang senantiasa me- nyembah-nyembah dan mengelu- kan diriku bagaikan seorang Maha- raja. Mulai tuan-tuan pengusaha besar sampai para pelamar kerja hingga perempuan-perempuan cantik menggiurkan. Akulah dulu raja mereka. Setiap perempuan yang gila harta senantiasa berebut mencari kesempatan mengejar diri- ku. Aku senantiasa memperoleh su- guhan kenikmatan wanita-wanita cantik menantang, ke manapun aku pergi mengadakan kunjungan. Aku senantiasa mabuk kenikmatan du- niawi. Aku seorang pesakitan yang dibelenggu derita. Kesemuanya ini akibat semasa hidupku senantiasa berlumur noda. hapatih Suwanda? Itulah sebabnya dialah yang menjadi Senapatinya. "Sekarang Ananda baru ingat. Sumantri memiliki senjata Cakra- baskara, sehingga Prabu Arjuna- wijaya terpaksa harus triwikrama untuk menghadapi senjata sakti tersebut. Dan Cakrabaskara ada- lah senjata Bathara Wisnu," kata Sang Mahasenapati seperti menje- laskan kepada dirinya sendiri. La- lu, siapa titisan Wisnu yang men- dampingi Sri Ramaregawa?" "Tentu saja Leksmana. Hanya saja ketika itu baik Sri Rama, mau- pun Leksamana, keduanya tidak pernah triwikrama. Bila tiba saat- nya nanti, dalam waktu bersamaan kedua titisan Wisnu sama-sama triwikrama." 1) "Bapa, di negeri mana Bathara Wisnu akan tumitis kembali?" "Di negeri Mandura dan Astina. Hanya saja mereka tidak disebut sebagai raja Mandura atau raja As- tina; dan juga tidak disebut sebagai Senapati Mandura atau Senapati Astina." "Lalu, disebut raja mana dan se- napati mana, Bapa?" "Nah, yang ini, Pun Bapa tidak tahu." Tapi kini, di dunia asing yang teramat mengerikan ini, aku menja- di makhluk kerdil. Kini tahulah aku, bahwa segala kenikmatan du- niawi tidak kekal. Manusia lahir dengan "Catur bekal": SUKA, DUKA, LARA dan PATI, yang suka atau tidak mesti dijalani. Di dunia fana tak sempat aku merenu- ngi hidup. Aku senantiasa disuguh- kan kenikmatan semu, yang tiada artinya lagi di alam tempatku ter- dampar saat ini. Ketika kesadaranku datang se- saat, angin panas ganti berhembus sejuk, kegelisahanku sedikit teroba- ti. Sepasang merpati bercengkera- ma. Warna sayapnya warna-warni menyilaukan, seakan mencemooh tingkah laku percintaanku di masa silam. Semayup telingaku menang- kap denting genta dan mantram su- ci mengaum. Kudengar pula suara gambelan nan merdu membelah angkasa. Barangkali saja para roh- roh suci tengah memuja ke Agung- an-Nya diiringi para bidadari cantik jelita. Alangkah bahagianya mereka itu -- menikmati kebahagia- an abadi. : Cina dan Masyarakatnya : David Bonavia : Dede Oetomo : Erlangga, Jakarta, 1987 Aku ingin seperti itu jua, tapi titian keadilan, satu-satunya jembatan ke alam bahagia tak mampu kulewati. Titian itu selalu lentur bila kuinjak. Tujuh kali sudah kucoba, tiada ha- silnya. Aku senantiasa gagal. Pada kesempatan ketujuh kucoba meniti, "Ampun, Bapa." Mahasenapati Gandamana menyadari kelanca- ngannya. "Ananda juga tidak suka kalau dikatakan sebagai orang mu- da yang suka mencobai orang tua. Ananda mohon pangaksama. Per- kenankan Ananda mengatakannya sendiri. Ananda diutus oleh Kaka Prabu Drupada supaya mencari Kumbhayana, mitra seperguruan- nya. Sampai sekarang Ananda be- lum menemukan tanda-tanda di mana ia berada." lam sikap dan tindakan kita meng- alasan ketiga, mungkin ini yang tak kurang pentingnya, di tengah- tengah kita sekarang hidup hampir 5 juta orang Indonesia yang sebagi- an atau semua nenek moyangnya dari negeri Cina. Harapan penerje- mah adalah bahwa dengan meng- enal negeri nenek moyang sauda- ra-saudara kita itu, mata kita dapat terbuka untuk menilai mana di an- tara mereka itu yang masih dekat dengan kebudayaan negeri nenek moyangnya dan mana yang sudah jauh, sehingga perlakuan kita ke- pada orang-orang etnis Tionghoa CINA dan masyarakatnya 127 "Sekarang, apakah Bapa tahu, mengapa Ananda sampai di sini?" "Apa yang harus Pun Bapa kata kan? Kalau Pun Bapa mengatakan bagai orang tua yang suka pamer tahu, nanti Pun Bapa dikatakan se- dan tidak tahu malu. Kalau Pun Bapa mengatakan tidak tahu, pa- dahal tahu, lalu apa namanya itu?" perguruan?" MAIL buat rusak wajahnya, dan mem- buat patah lengan kirinya. "Ketika itu ia memang berkata begitu, tetapi setelah ia berjumpa dengan Pratiwimba Maharsi Ra- maparasu, ia berjanji tidak akan menuntut balas lagi. Itulah sebab- nya ia dikaruniai warastra dan ka- mahotpatan. Walaupun cacat le- ngan kirinya, dalam wedastra sung- guh mahotpata." "Kumbhayana berjumpa dengan pratiwimba Maharsi Parasurama? Itu artinya apa?" Sang Mahasena- pati belum tahu tentang adanya pratiwimba. "Maharsi Ramaparasu sudah layu di tangan Sri Rama Regawa. Ia mempunyai peninggalan beber- apa warastra dan senjata lainnya di dalam gua di gunung Mahendra. Barangsiapa ingin memilikinya, ia dapat minta kepadanya melalui olah-tapa menurut petunjuk prati- wimba Sang Maharsi. Yang kuat dan mampu melaksanakannya akan memperoleh warastra atau senjata dan mahatmya lainnya. Kumbhayana ternyata kuat dan mampu, sehingga ia memperoleh apa yang dimintanya. Sayang, se- gala yang diperolehnya kurang be- gitu menolong dirinya. Ia terikat akan janjinya, bahwa segalanya itu hanya akan diajarkannya kepada para siswanya. Jadi, orang lainlah buahnya." yang benar-benar akan memetik "Kalau demikian, Kumbhayana mendirikan akan suatu Bali Post berburu kupon pem- Ikhwal Cina yang belum Banyak Kita Kenal bagian makanan dan izin tinggal Mereka asalnya disebut turun ke desa" yang pada perte- ngahan tahun 1960-an disingkirkan ke komune-komune terpencil dan daerah perbatasan liar untuk "dididik kembali" oleh para petani dan membuka lahan-lahan pertani- an baru untuk menanam lebih ba- nyak tanaman pangan. Itulah sua- (Bersambung ke Hal XI, kol 6) 'aku menyaksikan seorang lanjut usia berbusana pendeta me- nyeberangi titian itu dengan tenang. Sedikit pun tiada tampak ketakutan di wajahnya yang suci dan bersinar- sinar itu. Aneh, titian itu tidak len- tur; malahan kokoh dan kuat, se- hingga orang lanjut usia itu sampai di seberang. Aku mengikuti orang suci itu, ber- harap tidak jatuh. "Bapak, tolong- lah aku. Ajaklah aku serta ke seber- ang," bisikku padanya. Dia tak me- noleh sedikitpun. Menatap lurus ke depan. seakan tiada perduli. Kusoba mengikutinya. Namun ba- ru saja melangkahkan kaki hendak keujung titian, topan prahara ber- hembus kencang, terjangannya be- gitu dahsyat. Aku terpelanting men- jauh. Mataku tersumbat debu. Ber- samaan dengan itu kudengar titian itu berkotbah: "Beginilah akibat- nya kalau semasa hidupmu kau tak tahu siapa dirimu yang sebe- narnya. Kuresapi kata-kata itu. Kuakui semasa hidupku sama sekali kutak tahu siapa diriku, darimana aku berasal dan untuk apa aku dilahir- kan. Tapi kini setelah berhari-hari tersiksa di padang tandus dan ger- sang serta gagal melewati titian kea- dilan, barulah aku sadar dari mim- pi buruk. Kuakui nasihat-nasihat para orang tua dan kaum bijaksana yang dulu kuacuhkan adalah benar adanya. Bahwa sesungguhnya kita berasal dari Yang Maha Tunggal. Oleh karena tenaga hidup spiritual "atman" bersenyawa dengan alam semesta serta memberi hidup pada badan kasar, khususnya manusia, menyebabkan timbulnya "awi- dya". Akibat selanjutnya Atman ti- dak menyadari lagi sifat-sifat diri- nya dan luluh, akhirnya lupa sama sekali. Kelupaan itu menyebabkan Atman menderita, mengalami suka dan duka, lahir, serta menjelma berulangkali. Proses yang senantia- sa berkelanjutan, sebelum Atman dan si manusia mulai menumbuh- kan kesadaran tentang hal itu. Semua nasihat bijaksana itu kini mengiang-ngiang di telingaku dan menusuk relung sanubariku paling dalam. Mengingat semua itu air mataku meleleh. Aku menangis. (Bersambung ke Hal XI, kol 1) di sekitar kita pun akan lebih dida- sarkan kepada pengertian yang le- bih mendalam. Membaca buku ini seakan kita dibawa sendiri oleh penulisnya berkeliling di negeri Cina daratan yang selama ini hanya kita kenal. secara samar-samar. Lepas daripa- da ideologi politik dari negeri "naga merah" itu, dalam hati kita akan hanyut oleh suatu rasa kagum bagaimana negeri dengan pendu- duknya yang semilyard itu memba- ngun dirinya, menerjang segala bentuk hambatan dan kesulitan se- hingga mereka dapat bertahan hi- dup sebagai bangsa besar yang ter- hormat. Buku ini terbagi menjadi 20 bagian (bab). Masing-masing bab secara ilmiah populer diuraikan as- pek-a penting dari berbagai data dan masalah-masalah yang di- hadapi Cina sekarang. Meliputi an- tara lain keadaan sosial, pendu- duk, politik, generasi muda, per- tumbuhan ekonomi, perubahan- perubahan sosial yang sedang ter- jadi dan sebagainya. Dimulai de- ngan "Prolog" penulis melukiskan secara singkat tentang geografis serta jumlah penduduk Cina seka- rang, yang jumlahnya mendekati angka 1 milyar. Jumlah mereka meningkat kira-kira duabelas juta tiap tahun, suatu angka yang se- padan dengan seluruh jumlah pen- duduk Australia. Mereka sudah berjumlah lebih banyak dari pen- duduk Amerika Serikat dan selu- ruh Eropa dijumlahkan jadi satu. Namun GNP mereka kurang dari GNP Perancis. (hal. 1). Kota-kota besar di Cina dilukiskan penulis "bagaikan aliran air pasang di suatu kehormatan." "Kalau demikian, Ananda akan menemuinya di negeri Astina saja." "Jangan! Pun Bapa sudah meng- atakan, ia akan datang sendiri ke Pancala. Percayalah kepada Pun Bapa!" "Tanpa anganthi Kubhayana, Ananda tidak dibenarkan kembali ke Pancala, kecuali kalau ditimbali Kaka Prabu. Kembali hanya kare- na ditimbali, tanpa anganthi Kum- bhayana, itu berarti Ananda telah gagal." "Juga tidak! Dialah contoh ma- prenjak prinia familiaris (Lat). anggancer = terus-menerus berki- cau, hitasuka= selamat, bahagia. wadana B profil. bangbang- aluming praja timbul- tenggelamnya negara. alum-layu. 1) Kresna dan Arjuna dalam Hari- wangsa. pratiwimba = bayang- "Tidak! Sama sekali tidak salah. sebab Wahyu Kraton Pancala su- dah manunggal dengan Prabu Dru- pada sejak ia masih bernama Suci- tra. Dan Pangeran sendiri telah ka- sinungan Wahyu Senapati, Wahyu Kraton dan Wahyu Senapati pada dasarnya adalah satu, tetapi dalam kenyataannya manjing ke dalam dua pribadi. Ya, tidak berbeda de- ngan tumitisnya Bathara Wisnu. Wisnu hanya satu, tetapi berulang kali tumitis ke dalam dua pribadi." Dari cara bicaranya tampaknya ia pengagum Wisnu. nusia yang boleh diperibahasakan sebagai Sumur lumaku tinimba. Artinya, sumur yang minta ditimba airnya. Sebagai seorang guru, di- alah yang mencari siswa. Bukan- kah seharusnya, siswalah yang mencari guru? Namun Pangeran jangan heran. Bila saatnya tiba nanti, akan bermunculanlah "kumbhayana-kumbhayana" yang kehausan mencari siswa, bersaing menjual pengetahuannya, dengan pamrih mendapat upah, demi mengisi perutnya, dan kalau bisa untuk menimbun kekayaannya." bayang. warastra = panah sakti. kamahotpatan keajaiban. we- dastra ilmu panah-memanah. mahotpata ajaib, luar biasa. layu mati. mahatmya kesaktian. (Bersambung). "Kumbhayana tidak perlu dicari. Pada waktunya nanti ia akan da- "Prabu Arjunawijaya sudah jelas tang sendiri ke Pancala," kata orang tua itu sambil tersenyum gembira. berjanji akan datang kembali un- "Ya, memang; sebab ia telah "Lalu, di mana Kumbhayana akan "menjual" perolehannya itu?" "Tentu saja di negeri Astina, ne- geri yang kaya raya itu. Sebab, ci- tuk menuntut balas kepada Anan- ta-cita hidup Kumbhayana ha- da. Ananda telah terlanjur mem- nyalah mengejar kemuktian dan "Kembali tanpa anganthi Kum- bhayana kegagalan!" bukanlah suatu ti "Lalu, selama belum ditimbali oleh Kaka Prabu, Ananda tinggal di mana? Bertapa di gunung seper- dia? Atau menjadi pengembara?" "Pangeran tinggal di Kraton Astina!" jawab orang tua itu tegas. "Bapa ini bagaimana? Ananda sungguh bingung. Ananda akan menjumpai Kumbhayana di Asti- na, tidak boleh. Ananda bertanya: harus tinggal di mana, dijawab ha- rus tinggal di Kraton Astina. Ke- hendak Bapa itu apa?" "Pangeran tinggal di Kraton As- tina tidak untuk berurusan dengan Kumbhayana, tetapi untuk sesuatu yang lebih luhur, yaitu untuk suatu panggilan yang berkaitan dengan Wahyu Senapati yang ada pada Pangeran." Catatan: m Seri Brush Up Your English: English Idioms and How To Use Them Oleh Soejono Ts Ralat Episode-71: Alinea ke-2 dari bawah seharusnya : Matahari melongok di atas cakrawala sehingga di dalam gua tidak segelap yang diduga. Kumbhayana pun melo- ngok ke dalam gua. Terlihat olehnya: .... dst. (Redaksi) 302. leak out Seseorang sering suka merahasiakan langkah atau perbuatan- nya. Tetapi betapapun hal itu akan diketahui umum, cepat atau lambat. Diketahui menggunakan idiom pertama Minggu ini. She tried to keep his marriage a secret, but news of it soon leaked 308. lend an ear out. = Ia mencoba merahasiakan perkawinannya, tetapi berita ten- tang perkawinannya itu segera diketahui umum. segera diketahui umum. 303. leaps and bound Dengan cepat bahasa Inggrisnya yang telah umum ialah rapidly atau juga quickly. Tetapi alangkah baiknya kalau Anda memiliki variasi atau cara yang lain. Idiom nomor 303 membantu Anda. His business has grown by leaps and bound. = Usahanya telah berkembang dengan cepat. 304. a) leave something behind Sifat manusia antara lain pelupa, karena sifat itulah sering orang ketinggalan sesuatu yang diperlukan. On our way we discovered that we had left behind our box of fishingtackle. = Di tengah perjalanan, kami mendapatkan bahwa kita telah lupa/ketinggalan kranjang peralatan memancing. Semua pemakai bahasa Inggris tahu bahwa bergegaslah bahasa Inggrisnya hurry. Ada yang disebut bahasa "slang" di dalam bahasa Inggris. Nah, idiom di atas itu termasuk bahasa "slang" itu yang berarti sama dengan hurry. Come on. Shake a leg or we shall never get there on time. = Mari. Bergegaslah atau kita tak kan pernah tiba di sana pada waktunya. delta sungai yang maha luas, para penghuni kota Cina muncul dari gang-gang dan blok-blok aparte- men mereka sekitar waktu fajar." (hal. 3). b) leave alone. Apapun kesulitan yang dihadapi, seseorang sering tak ingin di- 310. let be campuri atau diganggu, atau agar ditinggalkan sendirian. Father said that he wished to be left alone. = Ayah berkata bahwa ia ingin tidak diganggu. Excuse me, what's up with you? Can I help you? No, thank you. Leave me alone, please. = Maaf, ada apa dengan Anda. Dapatkah saya membantumu? = Terimakasih, tidak. Izinkanlah saya sendirian. 305. shake a leg Suasana kehidupan pasca Mao selanjutnya dilukiskan antara lain dengan "arus pemuda dan pemudi yang bergelora berhimpun di kota- kota besar Cina, dengan nekad 306. stretch one's legs Take a walk atau go walking adalah yang biasa terdengar untuk berjalan-jalan. Anda diberi tambahan untuk mengatakan itu dengan idiom di atas. Let's streich our legs before breakfast. 307. lend a hand = Marilah kita berjalan-jalan sebelum sarapan. Seorang ibu yang sudah berumur membawa barang banyak, sehingga kelihatannya repot sekali. Kalau Anda seorang lelaki yang sesuai dengan sebutan bahasa Inggris a gentle man, yang kemudian menjadi a gentlemen, seorang lelaki yang halus dan tahu sopan santun, Anda pasti akan menawarkan bantuan Anda. Excuse me, madame, allow me to lend a hand with your luggage? = Maaf, bu, boleh kiranya saya membantu dengan barang- barang ibu? C 2000 ** FASILITAS: Pusat Hidangan Kolam Renang Billyard Pusat bermain anak & remaja Istana Sepatu Salon Sudah mulai membudaya di Indonesia bahwa sementara seseo- rang mengucapkan sambutan atau berpidato, yang diundang membuat gaduh seperti kegaduhan di dalam pasar Sanglah yang sudah ditutup sekarang. Ibu Tien Soeharto sampai berpesan kepada salah seorang pemimpin gerakan wanita Indonesia mengenai hal itu. Mendengarkan, yang lebih dikenal dengan listen to (hear itu mendengar) itu, dapat pula digantikan dengan idiom di atas. Catatan: On time itu tepat pada waktunya. He comes on time 312. let down artinya ia datang tepat pada waktunya. Rapat dimulai pukul 8 pagi, ia datang pada pukul 8 pagi tepat. Tetapi rasanya kurang benar, kalau ada penyiar radio swasta yang berkata; Saya temani Anda sampai pukul 9 on time. Gantilah on time itu dengan sharp. Atau mengapa tidak: Saya temani Anda sampai pukul 9 tepat. Lebih afdol, kan? Berbahasa Indonesia baik dan lengkap. In time 313. let know itu tidak terlambat. Rapat pukul 9, Anda datang pukul 08.50. You come in time. MINGGU, 19 FEBRUARI 1989 If the audience would only lend an ear to what the Chairman has to say on the organisation policy, some of our problems would be more easier. = Kalau saja hadirin mau mendengarkan apa yang dikatakan ketua rapat mengenai kebijaksanaan organisasi, beberapa masalah akan lebih mudah. 309. at lenght After a long journey they arrived at lenght in Bali. = Setelah perjalanan yang jauh, akhirnya mereka tiba di Bali. Seseorang suka mengganggu seseorang, sehingga orang itu tak pernah merasakan kedamaian dalam hidupnya. Hal itu bisa juga terjadi pada binatang, kucing umpamanya. Karena kasihan meli- hat hal itu, teman Anda berkata: Biarkan dia. Engkau tak akan mendapat keuntungan apapun dengan mengganggunya. Let him be! You won't gain anything by worrying him. 311. let bygones be bygones Orang sering menyesali sesuatu hal, tetapi apa hendak dikata, kata orang. Yang lalu, biarlah berlalu, katanya, lain kali berhati- hatilah sebelum melangkahkan kaki. PASAR SWALAYAN T TIARA DEWATA TIARA DEWATA SUPERMARKET We finally decided to let bygones be bygones. Next time we promi- se to be more careful. = Akhirnya kami memutuskan untuk membiarkan yang sudah berlalu, biarlah berlalu, Kami berjanji untuk lebih berhati- hati lain kali. PUSAT PERBELANJAAN PALING LENGRAP! Orang memang sering dikecewakan. Yang semula dijanjikan, pada akhirnya tidak terlaksana, sehingga ia kecewa. He promised to help me, but at the last minute he let me down. Selain mengecewakan, let down atau let me down juga bisa berarti: Jangan mengkhianatiku. 314. let pass Sebelum seseorang meninggalkan suatu tempat untuk menuju tempat lain, ia berkata: Segera setelah saya tiba di Honolulu, saya akan memberitahu Anda. Jangan khawatir, tambahnya. I'll let you know as soon as I get to Honolulu. = Kuberitahu Anda segera setelah saya tiba di Honolulu. Mulut swasta, gurau anak-anak muda, memang bebas mengata- kan apa saja tentang seseorang. Kalau dilayani banyak terjadi. apa yang sering dikatakan stress. Sebaiknya "cuek saja" kata para kawula muda itu. Orang Belanda mengatakan: Last 't maar waaien de wereld gaat toch rond draaien. "Cek aje atau tak memperdulikan itulah let pass. I heard what he said about me but I decided to let it pass.. = Saya mendengar apa yang dikatakannya mengenai saya, tapi saya tak mempedulikannya/ saya cuek saja. CHO LEBIH BAIK BELANJA DI.... TIARA DEWATA Jn. May Jend. Sutoyo (Ex Gelanggang Remaja Udayana) Tep (0361) 28415, 28626 Derpasar-Bali C 1908 MINGGU, Mer embaca yang Pga Anda sela sehat walafiat at an Yang Maha E ingin mengang permasalahan pentingnya dala hidupan rumah dihadang oleh permasalahan. penulis anggap e rawat Cinta Sesa an penulis mem tersebut karena an dilaksanakan beberapa jenis p justru apa bila akan menjadi melangkah selam ma usia perka nyaklah perma dan sering kita Penulis katakan bentuk permasa salnya istri sulit dengan keluarga ipar atau merta yang sering men salahan bagi p samping masala dak bisa punya sakitan, punya nyeleweng, tida masih banyak dirumah tangga serasian dalam depan, maka p kandas ditenga lesaikan dengan Oleh karena menyajikan to tersebut guna dan saling peng yang lainnya, se suatu tujuan p tangga yang ba sepanjang masa suatu rumah ta sejahtra tidakla ucapkan denga kata-kata, tetap yang keras dan perjuangkan k dengan penuh berupa materi Usah Jika ada kema jalan untuk mer perkawinan. Ib nam tumbuh-tu mau berbunga i bak. Maka di tumbuh-tumbul ngan memberi disiram dengan dan mencabut yang menggang itu. Terakhir tida agar tidak muda ngan-tangan ya gung jawab. Den dengan merawat Kapa Ke alau terlont perti terseb tentu saja ada y an menjawab: nggak bermutu. las kok dipersoa kalau kita sakit kita seharusnya Benar. Hanya nungkan 'saat' y seharusnya? Ap baru merasa me berdenyut? Atau memang sudah dan hanya terba pat tidur? Atau merasa perlu, ten kita saja. Karena wa faktor utama. lah diri sendiri. It pertimbangan, y ta pergi ke dokte ke dokter. Fakt ikut sertakan, k nyebabkan masa mit dan sangat re Bila kita seha mana saja, mel. makan apa saja, mauan kita send ke dokter tak la Depues Color Rendition Chart