Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bali Post
Tipe: Koran
Tanggal: 1996-12-22
Halaman: 02

Konten


2cm 4cm HALAMAN 2 Bukan Omong Kosong Ibu Turut Banting Tulang ADA yang bilang menjadi ibu adalah persoalan memilih: di rumah atau bekerja. Tetapi di era posmodernisme dewasa ini, urusan ibu makin kompleks, tidak lagi masalah pilih- memilih, melainkan penggabungan keduanya sebagai kekuatan yang jika disatukan sangat berperan dalam memperkuat bahtera rumah tangga. Benarkah? "Omong kosong kalau ada yang bilang wanita karier bisa membagi waktu," kata Yenny A. Sastraatmadja, S.H. "Kalau ia cuma sekretaris dan karyawan yang menangani pekerjaan ringan mungkin bisa, tetapi kalau mana- jer atau owner tidak mungkin." Membagi waktu untuk karier dan rumah tangga, sangat sulit. Apalagi sebagai ibu dari sekian anak-anak yang perlu perhatian. Yenny yang awalnya seorang wanita karier di bidang advertes- ing mengatakan, idealnya seorang ibu berada di rumah bersama anak-anak. Istri seorang pengusaha asal Jakarta ini berprinsip, selama dalam masa bayi hingga usia 3 tahun, seorang anak yang dilahir- kan susah payah harus selalu di- pantau kondisinya. Segala macam perkembangan yang terjadi tidak boleh lepas dari amatan seorang ibu. "Sayang kan, kalau seorang ibu tak tahu kebutuhan anak anaknya gara-gara karier. Mu- ngkin hanya saya bilang, saya in- gin tahu perkembangan anak dari A sampai Z," komentar ibu dua anak ini. SOAL PERUT - Masih soal perut ibu rumah tangga di Bali. pembantu," tuturnya. Bukan Omong Kosong Namun bukan rahasia lagi, emansipasi menciptakan banyak pilihan dan meluasnya ruang ger- ak kaum hawa. Bukan soal me- milih karier atau rumah tangga yang dimasalahkan seorang ibu dewasa ini, tetapi bagaimana kari- er dan rumah tangga jalan berir- ingan. "Mungkin kawan kita itu keliru, karena karier sebetulnya bisa berjalan beriringan dengan kewajiban seorang ibu di dalam rumah," ujar pengamat perilaku, Drs. Ketut Pande Suastawa, M.S. "Hanya, jika karier dan ibu ru- mah tangga dijalankan sama- sama, tak mungkin bisa mencip- takan kesuksesan keduanya." " Hal yang memungkinkan ibu- ibu membanting tulang baik di jalan, di kantor, di pusat-pusat pertokoan, tidak lepas dari tuntu- tan ekonomi. Banyak dijumpai ibu-ibu di Bali akhirnya terjun sebagai buruh bangunan, buruh jalanan, tukang sapu dan peker- jaan lain dengan alasan tadi. Tun- tutan perut merupakan masalah urgen yang mesti dipecahkan den- gan bekerja, sebab seorang sua- mi sekarang ini, belum tentu mampu menjawab masalah ma- terial. Sehingga jika seorang ibu potensial mengembangkan kari- er, Pande Suastawa tidak menut- up kemungkinan suami memberi kan peluang bekerja di luar ru- mah. Sebagai seorang suami, kata Pande, mesti demokratis dalam bersikap dan menentukan lang- kah-langkah apa yang harus di- lakukan istri. Yenny memang ingin menepis kemungkinan-kemungkinan negatif yang terjadi pada diri anak seperti stres, kurang gizi, kasih sayang, dsb. Karena itu, ia sangat tidak menginginkan kehadiran baby sitter ataupun pembantu di dalam rumah menggatikan posi- si ibu. Banyak contoh menyebut- kan, seorang ibu yang banting tu- lang di luar rumah, meninggalkan anak-anak tak terurus. "Saya lihat di sekeliling saya banyak ibu yang tak dekat dengan anak. Mereka Kenyataan tersebut memang serahkan anak-anaknya kepada telah dibuktikan. Menjalani bahtera rumah tangga selama be- lasan tahun, Pande yang dikaru- niai 4 anak tetap menjadi figur seorang bapak. Artinya, anak anak tidak mengalami krisis fig- ur guru rupaka dan beralih ke guru pengajian. Komunikasi yang tetap terjaga menjadi jaminan bahwa anak-anak tak akan lari dari tokoh idolanya di rumah. Di sisi lain, hal yang bisa men- ciptakan iklim sejuk di rumah adalah bagaimana antara ayah dan ibu bisa membagi pengertian. Misal kalau seorang istri masih sibuk, sang suami bisa menggan tikan posisinya di rumah. "Asal jangan pekerjaan menyusui bayi, pekerjaan memasak nasi dan mencuci piring kan bisa dilaku- kan seorang ayah," komentarnya. Menurut Pande, istri berkari- er sebetulnya hanya opini pria. Kenapa wanita karier selalu dipertentangkan, kata dia, tidak lepas dari ambisi pria yang tidak ingin dikalahkan wanita. Benar- kah? Menurut Dra. I Gusti Ayu Suasthi, M.Si., tidak menjadi masalah ibu itu berkarier di luar rumah asalkan tidak meninggal- kan alias lupa pada keluarga. "Saya tidak mengatakan saya ini ibu yang ideal, cuma saya me- mang sedang merintis jalan se- bagai ibu yang ideal itu bagaima- na," katanya. Dosen Unhi Denpasar ini men- gatakan, selama ini masih cukup mampu mengatasi persoalan. Se- bagai istri dari seorang suami yang juga dosen, Suasthi menge- mukakan, sempat mengalami fase-fase romantis dan fase yang penuh tantangan dalam berumah tangga pada 1 - 5 tahun berkelu- arga. "Syukur karena sama-sama BPM/070 dosen membuat kami saling mengerti. Saya sendiri selalu mendukung karier suami. Tetapi saya juga siap berkomentar jika ada hal-hal yang tak boleh dilak- sanakan suami," ujarnya. Sebagai seorang ibu, Suasthi pun cukup demokratis memberi- kan pilihan-pilihan. Dalam soal menu makanan sehari-hari mis- alnya, ia menanyakan kepada anak-anak secara bergiliran masak menu apa hari ini dan be- sok? Memang acap terjadi beda selera antara anak yang satu dan yang lainnya. Akan tetapi, pola giliran menunjuk selera menu masakan membuat suasana tetap tenteram. Kata Suasthi, ada lagi hal-hal yang bisa ditentukan se- luruh keluarga seperti dekorasi rumah, merek dan bentuk mobil, pertamanan dan lain-lain. "Di sini kita terlibat bersama-sama. Jadi bukan semata urusan saya atau suami, anak pun ikut terlibat di dalamnya," komentar Suasthi. Kepentingan anak yang merasa dilibatkan dalam urusan rumah tangga menciptakan iklim yang kondusif. Menurut Pande Suastawa, acuan funda- mental yang tak boleh dilepas dalam kehidupan rumah tangga adalah upaya penyesuaian diri. Seorang istri akan melindungi suami, atau seorang ibu melin- dungi anaknya, tergantung se- berapa jauh kemampuan penye- suaian diri mereka. Jadi bukan soal memilih jadi ibu rumah tangga atau tukang sapu, gur, buruh bangunan, dosen, dan lain-lain. Karena ibu yang se- harian di rumah pun kadang tak beres melindungi "sorga" di ru- mahnya. (rab) Pintar, Berwibawa, dan "Satyeng Laki" KEMASYHURAN Dewi Drupadi se- bagai wanita yang mumpuni, memang tak perlu diragukan lagi. Masyarakat Bali malah sudah memandang istri Pandawa itu adalah simbol kebijakan kaum hawa. Padahal, putri Raja Drupadi ini menyerahkan cintanya pada lima orang lelaki. Ironis memang, lantaran pada dekade sekarang tak mungkin seorang wanita dipersunting lebih dari seorang pria sekaligus. Lantas, dari mana bisa mengata- kan Drupadi adalah simbol wanita ideal? "Kalau bisa bersikap seperti Drupadi, itu- lah wanita ideal. Saya kira kebijakan Drupadi melayani suami dan rakyat, sangat diperlukan ibu-ibu yang hidup pada abad modern," kata Sri Hartamimba, aktivis Forum Persatuan Ma- hasiswa Hindu Dharma (FPMHD) Unud. Menurut mahasiswi Fakultas Ekonomi Unud ini, Drupadi menyerahkan cintanya pada Pandawa bukan lantaran suka nyeleweng dan ingin tahu tubuh lelaki lebih dari satu. Sikap yang diambilnya itu justru simbol ke- luhuran budi wanita. Pandawa, kata Mimba, melambangkan kelengkapan sifat-sifat manu- sia di dunia. Bima simbol kekuatan, Dar- mawangsa cermin kebajikan, Arjuna figur kemenangan, Nakula adalah potret ketampan- an, dan Sahadewa ahli ilmu pengetahuan. Drupadi malah mampu mengayomi kelima sifat tersebut, yang pada dasarnya menguku- hkan dharma di dunia. "Sekarang, kaum ibu- ibu harus bisa membuat keluarganya tenter- am. Kendati punya suami yang cerewet, anak yang berbeda temperamen, harus berusaha menciptakan kedamaian," katanya diploma- tis. ganya pusing. Saya kira para wanita perlu me- mahami ajaran satyeng laki, setidaknya ben- teng moral itu dapat mengendalikan rasa ego dan tinggi hati di kalangan wanita elite mod- ern," tambah mahasiswa berprestasi Unud 1995 ini. Dijelaskan, satyeng laki adalah ajaran kese- tian seorang wanita pada suaminya. Jika kon- sep ini sudah bisa dipegang, tak mungkin mere- ka akan mengeluh dalam mendampingi suami dan mengurus anak-anak. Dicontohkan, saat suami dan anak-anaknya mendapat kesulitan, seorang ibu tampil dengan siraman kasih say- ang. "Bukan malah ngomel dan sok tahu. Dalam suasana apa pun, ibu-ibu harus menun- jukkan kodratnya sebagai wanita. Bila perlu harus mengalah dan berkorban demi keluarga. Menurut Mimba, permasalahan yang bi- asanya memicu kaum wanita keluar jalur "ke- wanitaannya", adalah kebutuhan hidup versi abad teknologi. Harta dan kekayaan, karier, pengakuan dan kemewahan duniawi cen- derung mendapat porsi paling tinggi dengan kedok persamaan derajat. Kondisi inilah yang membuat para wanita tidak mau mengalah, karena merasa sudah bisa segalanya. Untuk itu, pembekalan nilai-nilai keagamaan- fal- safah tentang perilaku luh luih dan pengabdi- an seorang ibu- perlu diresapi lebih dalam. Pintar dan Berwibawa Sementara kalangan anak baru gede (ABC) berpendapat, ibu yang ideal adalah yang pintar dan berwibawa. "Di zaman modm ini, menjadi ibu harus pintar dan ber- wibawa," kata Adi Gunawan, bintang pela- jar kelas III SLTPN 6 Denpasar. Mimba mengakui, kondisi zaman memang Menurut Ketua OSIS SLTPN 6 ini, telah berubah. Permasalahan yang dihadapi sekarang tingkat pendidikan sudah makin ibu-ibu pun tidak sama seperti dulu. Urusan maju. Konsekuensinya, ibu-ibu pun dituntut rumah tangga, karier, sampai hubungan di- punya wibawa dan pintar mengurus anak-anak plomasi dengan suami, sering menjadi sum- dan suami. Jika masih mengandalkan sikap 'ber malapetaka bagi sebuah keluarga. Ia men- mengalah dan kulo nuwun (menerima apa yayangkan polemik ini muncul bukan hanya adanya-red), dikhawatirkan justru memberi lantaran sikap suami atau anak yang kurang peluang bagi para bapak bersikap nyeleweng. ajar. Tak jarang keretakan rumah tangga jus- Ibu yang pintar akan membuat suaminya tru diakibatkan perilaku kaum hawa. Parah- malu dan risi berselingkuh. Kalau sudah di nya, mereka malah merasa menang dengan hargai suami dan punya karisma di rumah jalannya sendiri kendati harus mengorbankan tangga, anak-anak pun akan selalu meperha- anak-anak dan derajat keluarga. "Ini yang tikan nasihatnya," kata Adi. perlu dihindari. Akan sangat disayangkan, kedudukan dan karier malah membuat kelur- Pendapat senada diberikan Yessika. Siswi kelas III SLTPN 4 Denpasar ini mengatakan, Lintas Wisata tak jarang ibu-ibu diremehkan oleh suamin- ya lantaran bodoh dan bersikap tertutup den- gan perkembangan zaman. Dalam kesehari- an misalnya, seorang ibu tampil kumal (tidak bisa merawat diri), dan memilih berdiam di rumah menunggu suami datang kerja. Mere- ka itu sudah pasti tidak paham, bagaimana mengarahkan dan mendukung bakat anak- anaknya meraih prestasi. Lantas, kalau dih- adapkan pada masalah-masalah yang muncul di masyarakat, dia kebingungan tak karuan. "Ibu-ibu harus cantik dalam arti luas. Semua anggota keluarga harus mencintainya," sam- bungnya. Dikatakan, tanggung jawab seorang ibu masa kini jauh lebih berat dibanding masa lalu. Sekarang mereka tidak saja harus men- gurus anak, melayani suami dan tugas kan- tor/profesi yang digeluti menambah "kerja" kaum wanita modern. Untuk itu, kesiapan mental dan wawasan berpikir yang luas ad- alah modal utama mengantisipasi tantangan yang ada. "Menjadi ibu yang ideal sangat sulit, sebab mereka harus pintar segalanya. Di kantor disegani teman, di rumah disayang suami dan anak-anak." Sementara Vivi yang Ketua majalah Cit- ra SMUN 4 Denpasar menilai, figur ibu ide- al adalah dualisme tantangan para wanita masa kini. Di samping beban ini menjadi tang- gung jawab kaum hawa, golongan laki-laki mestinya juga ikut terlibat. Paling tidak beru- saha menciptakan suasana yang harmonis, agar mereka dapat menjalankan kodratnya se- bagai wanita. "Saya setuju, kalau ibu ideal itu harus pintar, cantik, berwibawa dan setia pada suami. Tetapi untuk bisa tampil seperti itu, peran anak-anak, suami, dan lingkungan harus mendukung dong," katanya. Menurut Vivi, kompleksnya permasalah- an yang dihadapi kaum ibu-ibu menyebab- kan mereka perlu bantuan orang lain. Tak jarang seorang wanita yang sudah berusaha bersikap arif, kembali stres lantaran ulah sua- mi yang kelewat batas. Datang dari kantor bukan melihat anak-anak belajar, namun da- pat surat dari polisi akibat tindakan kriminal. 'Kalau sudah begitu, sulit tampil sebagai ibu ideal," katanya sambil menambahkan, semua kendala tersebut adalah tantangan ibu-ibu modern yang harus dihadapi. (jep) BINTANG 5 Tanggal 9 Desember 1996 bertempat di Hotel Imperial Bali, Ka- kanwil Depparpostel Bali Prof. Dra. N.K. Mardani menyerahkan Piagam Golongan Kelas Hotel, Restoran dan izin Biro Per- jalanan Wisata. Dari kurang lebih 60 perusa- haan yang menerima pia- gam, tampak DGM Opera- tion Hotel Imperial Bali, Ida Bagus Segara meneri- ma Piagam Bintang 5 un- tuk Hotel Imperial Bali yang kedua kalinya. F Bali Post ENOMENA Duka Istri Ketua Parpol BUKAN rahasia, risiko keselamatan Ketua Parpol tak seringan untaian debu di permukaan kulit. Ia harus siap dicerca sekaligus dipuja mas- sa. Bagaimana risiko seorang istri yang suamin- ya menjadi ketua Parpol. R.R. Nilawati, istri Ketua DPD PDI Bali, IGKG Adnyana, sudah kebal menghadapi situa- si-situasi genting yang mengaduk kepekaan perasaannya. "Ada dua pilihan, takut atau bera- ni. Saya bersyukur, ternyata saya pilih berani," katanya. Sementara Feria Khalid mengaku, keselama- tan sang suami yang seorang Ketua PPP diser- ahkan sepenuhnya kepada Tuhan. "Setelah itu, saya berusaha menenangkan diri," tandasnya. Memang, dibanding istri kebanyakan orang, istri seorang tokoh partai politik dituntut memi- liki SDM plus. Ia harus bersabar secara plus, setia secara plus, berkeberanian secara plus, serta lemah lembut secara plus. Hal itu berkait den- gan 'kredebilitas' posisi sang suami. Di sisi lain kredibilitas itu, menghasilkan kon- sekuensi berkurangnya waktu untuk keluarga. Mengapa? Karena ketua Parpol harus menyedi- akan jam terbang cukup tinggi guna keperluan konsolidasi kepartaian kepada anggota, mulai tingkat wilayah sampai tingkat desa. Selain itu ia pun harus tunduk pada tugas-tugas mendadak. Terlebih, memasuki hari-hari menjelang pemi- lu. Namun uniknya, tak jarang tugas konsolida- si itu tidak diimbangi pengawalan yang mema- dai. Padahal, risiko keamanan seorang ketua Parpol, bisa dianggap cukup rawan. Atau setidaknya, tak bisa disepelekan. Berbeda den- gan seorang pejabat pemerintah yang ke mana- mana selalu mendapat pengawalan khusus. "Jika demikian, menurut saya, pengawal ket- ua Parpol, ya istrinya sendiri," kata Nilawati. Ia mengambil contoh pengalamannya ketika menemani Adnyana memantau sebuah aksi de- montrasi sejumlah kader PDI (atas pertimban- gan tertentu, tanggal serta tempat aksi tidak dit- ulis red). Saat itu, tak sedikit pun ia beringsut 'dari sisi sang suami. "Meski demikian, kecil atau banyak, saya was-was juga menyaksikan gemu- ruh teriakan para pendemo," akunya. Namun, ia bertekad sekeras mungkin mene- kan perasaan was-was. "Yang ada dalam pikiran dan perasaan hanya satu, saya harus melindungi suami," ujarnya. Ketika itu, Nilawati juga mem- posisikan diri sebagai 'mata kedua' sang suami. Ia harus mengawasi pendemo-pendemo yang tidak terawasi oleh Adnyana. Fungsi mata kedua terse- but, juga berlaku ketika menemani suami keluar rumah bukan untuk kepentingan partai. "Waktu naik mobil ke pusat perbelanjaan, saya selalu peka pada orang-orang yang menga- wasi suami saya. Uniknya, justru suami saya tidak mengerti kalau diawasi. Di situlah, fungsi mata kedua, mulai saya jalankan," paparnya. Masih tentang upaya melindungi keselama- tan suami, wanita berdarah Yogya yang tiga pu- luh tahun menemani Adnyana itu, memiliki satu pengalaman menegangkan yang tak mungkin terlupa sepanjang masa. Yakni, kenekatan me- manjat tembok depan rumah untuk mengintai beberapa petugas keamanan yang berkerumun di samping rumah. Peristiwa itu terjadi menje- lang Pemilu 1992. Katanya, tujuan memanjat tembok itu untuk memberi kode kepada Adnyana supaya loncat ke tembok belakang, jika petugas keamanan mendatangi rumah. "Terus terang saja, ketika itu rumah kami sering didatangi pihak keaman- an," ceritanya lebih lanjut. Lain Nilawati, lain pula Feria. Menurut wan- ita berdarah Malang - Jawa Timur yang mulai 1983 menjalani bahtera rumah tangga dengan Khalid Abdullah Kharamah Ketua DPD PPP Balidan dikaruniai empat anak ini, fungsi perlindungan dapat diwujudkan secara tidak langsung. Sebagai misal, kebiasaannya mengam- bil semua tanggung jawab persoalan rumah tang- ga jika sang suami dihadapkan pada persoalan kepartaian yang serius. Langkah itu bertujuan meringankan beban suami terhadap urusan ru- mah tangga. Ia juga mengaku jarang terlibat se- cara langsung dalam permasalahan politik sang suami. "Kalau memang masalahnya benar-be- nar serius, paling banter saya hanya memberi dukungan moral dan mengingatkan untuk sabar serta berserah diri pada Tuhan," tuturnya. Khalid sendiri, katanya, jarang membawa masalah politik ke dalam kehidupan keluarga. Bahkan ketika terjadi kasus di Singaraja pun tidak segera memberitahu keluarga. "Saya sendiri tidak tahu, justru anak saya yang perta- ma yang mengetahui lebih dulu, itu pun lewat Bali Post, padahal hampir semua teman-teman Khalid sudah mengetahui," jelasnya. Menurut Feria, Khalid sengaja tidak mem- beritahu keluarga agar terhindar dari kekhawat- iran dan kecemasan. Kendati demikian, sekali waktu Khalid minta pendapat istri terutama yang menyangkut tanggung jawabnya di keluarga karena kesibukan politik menyita seluruh aktiv- itasnya. Barangkali, cara mewujudkan perlindungan kepada suami banyak detentukan latar belakang sang istri. Mengapa Nilawati cenderung melaku- kan perlindungan secara langsung. Karena, mu- lai pertama kenal dengan Adnyana - sekitar tahun 1966 ia sudah tertarik dengan dunia partai. Sementara Feria, mengenal dunia partai, setelah menikah dengan Khalid, tahun 1983. Kata Feria, pengetahuannya lebih banyak dipenuhi soal bisnis (dagang), karena memang ia dibesarkan di tengah-tengah keluarga peda- gang. Berbeda dengan latar belakang suaminya yang sejak kecil hidup di tengah-tengah keluara yang sangat menyukai politik praktis. Akan tetapi, sebagai pendamping, mau-tidak mau dirinya harus belajar menyukai politik. Leb- ih-lebih setelah diseret oleh suami untuk aktif di Wanita Persatuan Dewan Pimpinan Wilayah PPP Bali. Bagi dia, persolan aktif di organisasi politik tidak terlalu mengkhawatirkan kendati dia mengaku masih harus belajar banyak dari sua- mi dan rekan-rekan yang sudah lama berkecim- pung di dunia politik praktis. Meskipun aktif di wanita persatuan dan mu- lai menggemari politik, istri orang nomor satu di OPP PPP Bali ini mengaku jarang terlibat dengan persoalan politik atau pekerjaan yang dihadapi suaminya. Biasanya sebagai istri hanya memberi duku- ngan moral dan rela menangani persoalan kelu- arga sendirian. Oleh karena itu, di keluarga Fer- ia, pendidikan anak dan pengawasan lebih ban- yak memerlukan peranan sang aba (ayah). Na- mun jika kesibukan politik seperti menjelang pemilu atau berkampanye terpaksa sang istri yang bertanggung jawab penuh. Namun, Feria menuturkan, meskipun sudah bertahun-tahun mengikuti jejak suami berkeci- mpung dalam politik, jiwa dagangnya tidak da- pat hilang begitu saja. Karena itu, hingga kini dia tetap menggeluti bisnis yaitu bisnis dagang kain kiloan. Karena tidak ingin mengganggu rutinitas tugasnya, dia melakukan bisnis di ru- mah. Dengan demikian, waktunya lebih banyak untuk keluarga. Sebab tidak harus tiap hari bek- erja di luar rumah. Berbeda dengan keseharian Nilawati di ru- mah. Ibu dua anak itu mengaku tidak melaku- kan pekerjaan apa-apa selain sebagai ibu rumah tangga dan pendamping langsung aktivitas kepartaian sang suami. Tak jarang, perasaan dan pikirannya sulit tenang kalau Adnyana mengha- diri acara-acara partai sendirian. "Oleh sebab itu, setelah kewajiban di rumah selesai, waktu saya hanya untuk kegiatan politik bapak (Adn- yana - red)," tegasnya. (pam/wah/ria) Dra. Ni Made Sujangsih Rela Ditinggal Suami SEORANG istri pejabat harus pandai- pandai mengatur waktu. Misal dalam tugas apa istri harus mendampingi suami dan saat mana suami harus didampingi istri. Demikian Dra. Ni Made Sujangsih, istri Direk- tur RSUP Sanglah dr. IGLM Rudiartha, MHA. Menurut ibu 4 orang anak ini, suami selalu si- buk dengan tugas-tugas dinasnya. Sebelum sang suami menjabat direktur, banyak aral melintang. "Pendidikan kami sem mentok sampai berstatus perawat saja," jelas Sujang- sih. Kesempatan baru muncul tahun 1990-an. Sang suami IGLM Rudiartha, waktu itu pun melanjutkan pen- didikan ke Australia mendalami bidang menajemen rumah sakit (Management Hospital Administration). Diting- gal pergi Sujangsih nyaris mengalami stres. Betapa tidak. Suami jauh di mata. Lantas Sujangsih menyiasati itu. Diam-diam, ia melanjutkan pendidikan di bidang sosial politik Universitas Mahendra- data, Denpasar. "Saya pun bisa membuat keju- tan di mata suami," ujarnya. Ketika suami sudah berhasil menyelesai- kan studinya di negeri orang untuk mengam- bil pendidikan Management Hospital Admin- istration, yang sangat menggembirakan, ia juga berhasil menyelesaikan studi di Univer- sitas Mahendradata. Sujangsih menuturkan, saat ditinggal sua- mi menuntut ilmu di negeri orang, empat or- ang anaknya bisa hidup rukun dalam penga- wasan. Kala itu, semua anak-anaknya disa- rankan mengikuti les di luar pelajaran sekolah. Mereka berhasil menyelesaikan les- les di antaranya bahasa Inggris, organ, kom- puter dan ada juga mengambil les mondel- ing. "Kalau bisa semestinya cara beginilah perlu ditempuh sebagai seorang ibu (is- tri) ideal di mata bapak," katanya seraya menambahkan waktu itu, ada pembantu rumah tangga yang turut mengasuh putra-pu- trinya, sehingga tidak ada halangan yang terlalu prin- sipil. Sujangsih menge- mukakan, sekarang sudah betah di ting- gal pergi menunai- kan tugas-tugas negara. "Tetapi in- gat," kata dia, "Kunci sebagai istri pejabat harus ada rasa saling percaya dan memahami tugas- tugas suami mau- pun tugas-tugas is- tri yang juga se- bagai pegawai negeri sipil." Kalau tidak ada rasa sal- ing percaya pada masing-masing diri, sulit mewujudkan keharmonisan keluarga. Walau dua-duanya pejabat, Sujangsih mengaku tak ketinggalan dalam melakukan upacara Panca Yadnya. Sebagai umat Hin- du, apalagi memiliki jabatan Kasubsi Ru- mah Sakit di Dinas Kesehatan Kodya' Den- pasar, ia merasa selalu punya waktu melaku- kan upacara Panca Yadnya. Tiap ada upac- ara Panca Yadnya, baik itu Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Buta Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya, ia setia mendapingi sua- mi. Ini harus dilaksanakan sebagai umat be- ragama. "Kita hidup selalu mohon restu kepada Tuhan untuk keselamatan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara," ujarnya. Kata Sujangsih, biasa-biasa saja sebagai istri pejabat, alias tak ada sesuatu yang is- timewa. Cuma salah satu bekal, "Yang pent- ing sebagai istri selalu mendukung menyele- saikan tugas-tugas suami sebagai abdi nega- ra," kilahnya. (dra) ARTIS DANGDUT - Rombongan artis dan- gdut Golkar menikmati paket wisata arung jer am (rafting) di Sungai Ayung Ubud bersama Sobek, baru-baru ini. Dengan mengenakan kaos kuning, ke-15 artis dangdut Golkar itu bergoyang-goyang melewati jeram-jeram sungai. Minggu Umanis, 22 Desember 1996 SOROT "Ibu Kita Raminten" INILAH kisah Raminten, istri Markeso, yang mela- hirkan 13 anak. Kemiskinan yang alang-kepalang, membuat keluarga kelas bawah itu "menjual" 12 anaknya kepada orang lain. Anak-anak tersebut tum- buh dan besar dengan keluarga asuh. Hanya yang paling bungsu mereka putuskan untuk diasuh sendi- ri. Raminten bukan bidadari Nawangwulan, istri Jaka Tarub yang bisa memasak sebutir padi tanpa ditum- buk menjadi seperiuk nasi. Dalam novel "Ibu Kita Raminten" karya Muham- mad Ali, pengarang asal Surabaya, dikisahkan Ra- minten memiliki tubuh awet dan padat walau tanpa minum setetes jamu. Di mata Markeso, Raminten leb- ih jelita dari bidadari Nawangwulan. Justru itulah yang membuat Markeso bergairah tiap malam. Tiap bayi lahir diserahkan pada orang lain. Waktu luang Rami- anten-Markeso banyak. Tiap tahun dia bisa mence- tak anak, seperti tak peduli dengan kemiskinan yang melilit jalan hidupnya. Pasangan Raminten-Markeso masih bisa ber- syukur dapat bertahan hidup dengan segala gairah. Diam-diam mereka juga bahagia karena anak-anakn- ya yang diasuh orang lain tumbuh cerdas dengan masa depan cemerlang, yang kelak ada yang men- jadi dokter, mubalig, hakim, dan pemborong. Selain itu, semua keluarga yang mengasuh anak-anaknya tiba-tiba menjadi keluarga kaya, makmur, dan ba- hagia. Ketika hamil untuk anaknya yang ke-13, Ramint- en-Markeso berdiskusi panjang. Markeso yakin ka- lau dia asuh anaknya sendiri, mereka akan kaya, dengan angan-angan di kepala bahwa "anak mem- bawa rezeki". Namun nasib bicara lain. Di luar dug- aan, anak terbungsu ini yang diberi nama Stambul "benar-benar celaka 13". Sejak kecil dia nakal, he.... setelah dewasa menjadi pembunuh. Dia pun diadili dan sang ibu Raminten dituduh terlibat dalam kasus itu. Sidang pengadilan dipimpin seorang hakim, salah satu anak Raminten tanpa mereka kenal jelas, satu sama lainnya. Raminten bebas, sí "Celaka 13" ma- suk penjara. Raminten berbeda dengan Men Brayut. Wanita ku- mal, miskin, rambut penuh tuma (kutu) itu melahir- kan pelekutus (delapan belas) anak. Semuanya mereka asuh. Saat Galungan tiba, urusan dapur, sesaji, upacara dikerjakan oleh Pan Brayut, sement- ara Men Brayut sibuk mengurus anaknya. Di Bali, Men Brayut sering dijadikan contoh keluarga yang tak pantas ditiru apa lagi dalam konteks program KB, karena banyak anak, padahal cerita ini menunjuk- kan bahwa kelak anak-anak Brayut menjadi manu- sia mulia. Sama dengan putra-putri Raminten - kec- uali si "Celaka 13" menjadi orang-orang sukses. Men Brayut dan Raminten adalah ibu yang ideal. Dengan caranya sendiri-sendiri, mereka menjadikan anaknya orang-orang mulia, sukses, sehingga men- jadi aset bangsa yang berharga. Tindakan Raminten untuk menyerahkan anak-anaknya pada orang lain sama sekali bukan tindakan keliru. Kemiskinan yang membelenggunya membuat Raminten mengambil langkah yang tepat. Kalau saja Raminten memaksa diri mengasuh sendiri anaknya, tanpa punya rumah, nasi, dan baju memadai, pastilah ke-13 anaknya akan mendapat celaka. Masa depan mereka akan suram. Mungkin semuanya akan menjadi pembunuh, seper- ti Stambul. Raminten bukan bidadari Nawangwulan yang pu- nya kesaktian menyulap sebutir padi menjadi sepe- riuk nasi. Raminten bukan juga pengusaha, konglom- erat wanita karier yang dengan sekali telepon bisa mengantongi uang jutaan rupiah. Kemiskinan Ramint- en membuat dia mampu menunjukkan kepada kita bahwa mendidik generasi muda adalah tanggung jawab bersama, dengan kerelaan orang-orang yang berada. Dewasa ini banyak ibu seperti Nawangwulan, yang dengan mudah menumpuk kekayaan, baik melalui us- aha atau kuasa. Mereka pantas menjadi orangtua asuh, karena kekayaan yang bertumpuk pastilah mubazir tanpa disumbangakn kepada orang miskin atau yang benar-benar memerlukan. Menjadi orang- tua asuh pada zaman modern ini, seperti terbayang keluarga-keluarga yang mengasuh anak Raminten - Markeso, bukan berarti membuang-buang rezeki teta- pi justru membuka saluran hadirnya pahala lebih ban- yak, dan kebahagiaan yang lebih sejati. Keluarga - keluarga yang mengasuh anak Raminten semuanya menjadi kaya, bahagia. Raminten adalah sosok ibu yang ideal pada za- mannya, yang mengetahui betul kondisinya sehing- ga bisa membukakan jalan yang tepat buat anak- anaknya, Seperti penyair besar Kahlil Gibran, penuh sampaikan bahwa "anakmu bukanlah milikmu, dia putra-putri sang hidup yang rindu pada diri sendiri". Ibu yang ideal bukanlah ibu yang memaksakan ke- hendaknya pada putra-putrinya. Akan tetapi, ibu yang sadar akan kondisinya sebagai bagian dari kehidu- pan dan sadar untuk membangun kehidupan ini men- jadi lebih baik. Kehebatan Raminten adalah bahwa dia "bisa merasa", bukan "merasa bisa" memelihara anaknya dalam kondisi miskin. Tetapi, untuk menjadi ibu ide- al, orang tidak perlu meniru gaya hidup Raminten, orang bisa memetik hikmah, bukan meniru seratus persen gaya hidup Raminten yang tiap tahun menc- etak anak. ●Darma Putra Anggota Redaksi Denpasar: Agustinus Palgunadi, Pasma, Riyanto Rabbah, Sri- anti, Sri Hartini, Suana, Suarsana, Su- darsana, Sueca, Sugendra, Suja Adnyana, Sutiawan, Emanuel Dewata Oja, Artha, Alit Suamba, Subagiadnya, Sugiarta, Su- tarya, Wahyuni, Wilasa, Kasubmahardi, Martinaya, Mas Rus- citadewi, Rusmini, Umbu Landu Paranggi. Bangli: Karya, Bule- leng: Tirthayasa, Gianyar: Alit Sumertha, Jembrana: Edy Asri, Karangasem: Dira Arsana, Klungkung: Daniel Fajry, Taban- an: Alit Purnatha, Jakarta: Wisnu Wardana, Muslimin Hamzah, Bambang Hermawan, Darmawan, Sahrudi, Dadang Sugandi, Alosius Widiyatmaka, Djamilah, Rudiyanti, Sri Wulandari, Su- harto Olii. NTB: Agus Talino, Nur Haedin, Suyadnya, Raka Akriy- ani, Siti Husnin, Izzul Kairi, Syamsudin Karim, Ruslan Effendi. Surabaya: Endy Poerwanto, Bambang Wiliarto. NTT: Hilarius Laba. Yogyakarta: Suharto. Wartawan Foto: Arya Putra, Djo- ko Moeljono. Bali Post Del, Dwi Yani, Legawa Partha, Nikson, PESTA TUBAN - Dana Rp 13 juta untuk acara tahunan Pesta Tuban-diselengga- ran kelompok hotel yang ada di Tuban-yang dijad- walkan berlangsung bulan ini disumbangkan untuk renovasi Pura Uluwatu. Tampak dalam foto, beber- apa pemilik maupun gener al manager hotel hadir di ruang Bupati Badung dalam acara penyerahan cek Rp 13 juta yang diterima Bupati Badung I Gusti Alit Putra di kantornya, baru-baru ini. Minggu Uman dr. Co Pera Bagaimana so ideal di mata And Wah, sebetuln jawab. Ideal itu ba tergantung berbag lingkungan tempa belakang kehidupa muanya mempen saya sendiri meli fungsi pokok ibu, anak, memelihara membimbing me ibu yang bertang dalam artian menja ya memelihara, ju bagaimana masa Dr. dr. Ti Jika I NAMA Pro Ketut Suryan sudah tidak asi yang sehari-ha sebagai psikiat bersuara "voka lestarikan buda ing keberhasila mengembangk keilmuannya. T kah pendampi diam-diam bany masukan untuk kariernya? Ad Tjokorda Alit H DSFK, dosen b kologi Fakultas Unud yang tak suaminya. pendapatnya terl sesan istrinya, d na mereka mem tangga yang Berikut wawanc dengan Dr. dr. T K. Adnyana, DS NGO WATER H HANYA 450 WATT ISO 9001 K