Tipe: Koran
Tanggal: 1996-12-22
Halaman: 11
Konten
M on 80116 50 mis, 22 Desember 1996 W awan Parasara dam Itu Orang Lain guwangsa yang kaya raya it dana punia untuk dana a Brahmana Bhrguwangsa tah, dan semua pula men- enda dan kekayaan yang tidak wajar lagi diminta. an perilaku para Brahmana , raja pengganti dan para a marah besar dan hendak mada seluruh keluarga be- wangsa itu. Sebelum besar Brahmana Bhrgu- ganti dan para kesatria anakan persembahan dan upacara, untuk memohon a para leluhurnya hendak besar Brahmana Bhrgu- disepakati dan ditetapkan, I sendiri, seluruh kesatria para prajuritnya menggem- rga besar Brahmana Bhr- n-nya. Terjadilah pembunu- arta benda dan kekayaan Da daya kaum Brahmana k tahu bertempur, mengh- haya bersama prajuritnya empur. Sehingga hanya ata, sebagian besar kelu- Bhrguwangsa itu mati ter- myelamatkan diri dari amu- wa dengan para prajuritnya pertempuran itu. rian keluarga besar Brah- ada seorang putri yang ikut diri. Putra Brahmana Bhr- ankan diri itu sedang hamil ali berlari, putri Brahmana n putranya melalui pupun- ng lahir dalam pelarian itu Orwa, karena Urwam Bhit- paha ibunya. Madhyahna a terang benderang, lebih ari pada waktu siang. Se- an prajurit yang mengejar Brahmana Bhrguwangsa ekat putri brahmana yang rwa itu, menjadi buta kare- a yang terang benderang , dari segala penjuru di se- erdatangan golongan Brah- tuk berlindung. Sehingga kat sinar terang benderang ana Orwa. Akhirnya para n para prajuritnya yang te- ampun dan menyembah apat melihat kembali. Ber- mana Orwa itu, walaupun atria Haihaya dan para pra- embali. Setelah dapat meli- a Haihayawangsa dengan tikan pengejaran dan pem- Brahmana Bhrguwangsa Ngurah Oka Supartha ang kita cita-citakan bagi dupan menjadi lebih baik. dengan membawa moder- masyarakat pada peningka- mgan yang sehat, dan peng- ■menjadi modal utama ke mikian, prinsip Advertizing dapat diterapkan secara ber- at. tua Lab. Informasi Seni Tri- 3. Soka No. 4 Ubud, 80571, ARA 51 9-223959 BALI Stereo nz as tersendiri New Address 89 Minggu Umanis, 22 Desember 1996 Umadewi, Ibu Pertiwi, Epos Wanita Sejagat DALAM khazanah Sastra Klasik Bali terdapat istilah Istri Utama. Sosok wanita teladan berkonotasi mistik yang mengata- si zaman, tanpa dibatasi oleh wak- tu, sehingga kapan pun ke- beradaannya. Istilah ini bukan saja hanya merujuk kepada wan- ita di dunia nyata keseharian, melainkan juga tokoh spiritual wanita dewi, Goddess. Kemuliaan seorang Dewi sebagai pencerminan dari kitab suci, dia dipuja dan dipuji di dunia para dewa dan manusia. Di dunia mis- tik dia dipuji sebagai Rangke Sari tokoh pelipur lara dan kepada sia- mengharapkan suatu kemuliaan seperti turun dari alam surga, bersama-sama dengan Smara Sari lambang dari gairah eksotis sebagai pencarian yang dikehendaki dalam binar dunia pa tari dan teater masa bahari. Satu cabang lagi berkembang berupa filsafat. Apabila perkemban- Agan tatwa darsana ini ditelusuri dari awal, mula kepercayaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa akan bertemu dengan Sang Hyang Para- ma-purusa (= Brahman) dan kon- sep selanjutnya bertemu dengan se buah konsep pengejawantahan beru- pa Sakti. Dua hakikat konsep dasar yang berbeda tetapi menyatu saling isi mengisi, saling ketergantungan satu sama lain, sebagaimana mua- tan positif dan negatif dalam sebuah kemampuan mencipta kekuatan. Dinamisator, kreator, energi dan penggerak energi, seolah-olah di antara male dan female dalam se- buah kesatuan genre, kemampuan mahasakti sebagai pencipta, Sang Kreator. Kadi angganing duhung (keris) kalawan warangka (sarung) menjadi sebuah kesatuan yang me- nembus segala menuju pencapaian Oleh I Ketut Suwidja cita-cita. Bagaikan tangan dikenda- likan jiwa melepas panah dan men- genai sasaran. Purusa bersama den- gan Pradhana atau Prakrti. Demikianlah Sang Hyang Para- ma-purusa bersama Sakti, loro loro ning atunggal mung siji, siji mung loro, dua itu satu dalam alam ciptaan. Rangke Sari bersama Am- bar Kawi. Ambar Wong dan Ambara Madya mengembara menjadi lam- bang perjuangan dan pencarian, sur- vival, mencari Asmara Sari dan Ken Nuksemari. Banyak peristiwa dial- ami dalam pencarian masing mas- ing berdua satu sama lain sebelum menemukan kebersamaannya yang abadi, pengalaman berdimensi spir- itual, niskala, dan pengalaman hidup keseharian yang nyata, saka la. Sekali lagi dalam tradisi bertu- tur orang Jawa dan Bali lama, dan Sumatera lama Istri Utama Ga- luh, permata yang memiliki ster cahaya berkilauan Ujung = Rat- na Duhita, Dewi yang sangat mulia Umadewi= Ibu Pertiwi, alam ker- ohanian dialah bhu. Agar mudah di mengerti oleh manusia pada umum- nya dipandang sebagai wanita uta- ma, yang memelihara dengan penuh kasih sayang, menciptakan segala yang ada dengan penuh kerelaan, memperhatikan pertumbuhan dan kesuburannya. Pemuja Sakti disebut kaum Sak- ta. Menurut Dr. Radhakrisnan dalam bukunya Indian Philosophy 1958 halaman 734, pemujaan Sakti pada awalnya sekali dijumpai di dalam Rg-Veda. Dalam salah satu lagu pujaan Sakti hadir sebagai wujud kekuatan, penyangga bumi yang berada di Surga. Dia energi yang utama, oleh Dia jagatraya ini disangga. Mashab Saiwa menjadi- kan beliau sebagai Sakti Dewa Siwa. Dengan perlahan-lahan pe- mujaan Sakti sebagai Ibu Jagatraya dapat mengubah ritual ritual Veda. Pustaka yang berhubungan dengan mashab ini di dalam Hinduisme dis- ebut sebut kitab Tantra. Tantrayoga terkenal karena penghormatannya terhadap wanita, yang dipandang sebagai inkamasi Ibunda Yang Suci: vidyah samastas tava devi bhed striyah samastah sakala jagatsu. Kidung Sudamala sekitar abad 16 Maschi merekam bahasa kasih antara Siwaguru dengan Umadewi dengan pertanyaan sudahkah lam- bang persatuan dua badan dan jiwa yang menyatu ini sebagai perwu- judan Ardhanareswari telah berjalan harmonis sebagaimana layaknya. Sehingga Umadewi benar-benar bhakta (= murid yang bakti tanpa reserve pada Guru sejati) yang ju- jur dan setia terhadap guru dan sua- mi. Pikiran manusia menghendaki tiada gading yang tak retak. Retak yang bisa terobati sehingga mewu- jud jati mula. Siwa mewujud seor- ang anak gembala tanpa sepenge- tahuan Dewi mengagumi kemole- kan dan jelita-Nya tanpa menying- gung norma-norma. Suatu kebenaran abadi adalah langgeng, tidak lekang hingga melampaui zaman apa pun, tat- wa darsana, filsafat Ketuhanan menjadi sumber inspirasi budaya dan seni. Tuhan dengan lila, senang hati, mencipta serasi dan setimbang demi tegaknya dhar- ma, maka terciptalah Hanuman melalui Dewi Anjani tanpa mela- lui proses sebagaimana peran manusia lelaki perempuan, kare- na Tuhan atau Bhatara Guru san- gat Mahakuasa. Inilah "agama" manusia Jawa dan Bali, dengan san- gat indahnya dirangkai oleh Pujang ga dan Ki Dalang, agar pikiran bah- wa Hanuman anak "haram" men- jadi sima. Betapa pun jauhnya jar- ak pemisah dengan godaan mara ba- haya tokoh mistik Mas Cucek se- jak kecil hingga dewasa akan ber- temu dengan Nuksemari, cinta se- badan dan sejiwa tiada yang lain. Kidung Ambar Kawi sebuah kisah perjalanan kasih sayang tanpa din- odai yang lainnya. Umat manusia menjaga dan melestarikan perlambang ini agar tidak berbuat semena-mena ter- hadap kaum lemah, wanita. Mela- lui wahyu Tuhan bisa dibaca Kitab Kejadian 2: 24 dan Epesus 5:31, itulah sebabnya orang meninggal- kan ibu bapanya serta berdamping dengan istrinya, dan keduanya itu akan menjadi sedaging adanya. Melalui Wahyu Tuhan umat manusia pantang melecehkan dan menyiksa kaum wanita serta meng- hormati hak asasinya dengan ber- laku adil terhadap sesama. Al Qur'an surah ke-4Annissa ayat 135. Apa yang terjadi kini di zaman ini sangat berbeda dengan harapan. Banyak pelecehan dan siksa ter- hadap kaum lemah. Di situ ada ban- yak permasalahan yang tidak habis- habis kalau dibicarakan. Satu con- toh dari ribuan kejadian malahan lebih, kita kutip dari sebuah harian terkemuka di negeri ini (luar Bali): sejumlah bocah berusia 12-15 tahun, menjadi korban peadofil- ia dan sodomi (kejahatan seks terhadap anak-anak) di kawasan wilayah Kuta. Diduga di Kuta ada sindikat pemasok anak-anak sebagai objek pelampiasan seks lelaki dewasa. Wanita-wanita kecil itu Pulo Sekar 7-11-1996 KECEMBURUAN PEREMPUAN tah," tambahnya dengan tawa yang makin keras, sekeras gemu- ruh dalam dada saya. Benar, ejekan-ejekan itu akhirnya sangat mengganggu saya. Menyita waktu, tenaga dan pikiran saya. Sesungguhnyalah saya terpancing dengan ucapan- ucapannya. Nurani saya tak bisa menolak bahwa ada kenyataan di mana perempuan sangatlah pencemburu. Tetapi kenapa harus cemburu pada perempuan lain? Bukankah ini berarti men- ghalangi kemajuan wanita lain, yang pada akhirnnya akan meng- hambat perjuangan wanita pada umumnya. Mungkin kecemburu- an wanita pada wanita lainlah yang menjadi penyebab tak tere- alisasinya emansipasi wanita sampai kini, pikir saya akhirn- ya. "PEREMPUAN tak bisa dipisahkan dari cemburu,' demikian komentar salah seor- ang teman laki-laki saya sambil melirik pada saya, berharap saya akan tersinggung. "Sudah men- jadi hukum alam kalau perem- puan itu sangat pencemburu dan rasa persaingan antar-perempuan itu tinggi sekali, sangat emosion- al dan tanpa logika. Anehnya yang diajak bersaing adalah ka- umnya sendiri. Coba saja kalau dalam sebuah kantor ada perem- puan baru yang lebih muda dan sedikit bisa bergaul, pastilah pe- rempuan yang lain akan mem- buat gosip-gosip murahan untuk menjatuhkan perempuan baru tersebut. Belum lagi jika perem- puan itu bisa kerja dan berpresta- si, maka bisa dibayangkan tan- tangan yang dihadapinya. Kasi- han sekali nasib perempuan yang ingin maju, bisa porak-poranda karena kecemburuan perempuan Saya mencoba mereka-reka lain," tambah teman tadi sedi- asal muasal kecemburuan pe- kit bernada keluh. Saya tidak rempuan pada perempuan lain. tahu apakah teman lelaki di Lihat saja seorang perempuan hadapan saya sungguh-sungguh yang merasa dirinya cantik, pal- iba dengan keadaan perempuan ing popular di kalangan laki-laki seperti itu atau malah semacam akan memusuhi perempuan lain cibiran halus. Pura-pura kasihan yang dianggap akan mengancam padahal maunya melecehkan. kepopulerannya. Maka dengan Maka lepas dari maksud te- cara-cara yang tak masuk akal man lelaki tadi, harus saya akui perempuan tadi akan menyerang celotehannya membuat saya ber- perempuan baru tersebut, dan pikir, tentu untuk kemudian membela diri kalau bisa. "Yang pencemburu itu bukan saja perempuan, dan sifat iri itu bukan didominasi kaum hawa. Sifat itu bawaan semua manusia yang tak yakin akan kemam- puannya, yang tak percaya diri dan tak mau menerima ke- beradaannya," kata saya agak bijaksana, mencoba tidak ter- pancing. Perempuan Itu Lemah kalau perempuan baru tersebut juga sangat tergantung pada "ke- san popoler" tadi, bisa dibayang kan persaingan yang tak sehat pun akan terjadi. Persaingan ini bisa diungkapkan dalam bentuk pakaian dan perhiasan, per- hatian-perhatian yang berlebi- han, gaya ramah yang kelewa- tan, sampai pada penyebaran gosip-gosip murahan. Atau con- toh lainnya sering kita dengar, bahwa seorang ibu yang tetang- ganya punya televisi berwarna akan berusaha membeli televisi berwarna yang lebih besar, atau bentuk-bentuk fisikal yang lain. Kecemburuan-kecemburuan Teman tadi malah terkekeh- kekeh, makin keras dengan eje- kannya. "Tapi kenyataannya yang pencemburu itu kan keban- yakan perempuan, yang dicem- burui perempuan juga, itu sudah hukum alam Geg, tak bisa diban- seperti itu, memang lebih bany- Agenda Kantong Apresiasi '96 Timbangan SENI '96 Melepas Tahun Tikus, Melayani Tahun Kerbau... Edisi KHUSUS Tutup BUKU Jagat BUDAYA Bali 1996 JAGA di BPM Edisi 29 Desember 1996 Bali Menggugat Bali'96 Introspeksi Karang Awak (Bali Menggugat Bali....) Selasa TENGAH MALAM, pukul 00.00 WITA 31 Des'96 Antara Gragatsu-Teater 37 dan TS Bedahulu.... (Ikuti Edisi yad ....) Paradise Solo-Run'97 Dan Tahun Mekepung pun punya STOP PRESS'97..... Pemanasan Menjelang Pesta Emas BP'98 Solo-Run- Real Solo-Run - Paradise Solo-Run 25 Kota se-Nusantara 19 Januari'97-28 Oktober'98 Jambore Budaya Banten Ajang Dialog Kreatif, Momentum Temu Seni 1996 26-28 Desember 1996, Pantai Emas Talanca Banten Warih Wisatsana dan Tan Lioe le dari Bali diundang meramaikan Acara Tutup Tahun Jabar.... ak dilakukan kaum hawa, yang anehnya juga ditujukan kepada kaum perempuan. Kenyataan ini membuat tantangan berlipat bagi perempuan dan jika seorang per- tempuan berhasil lolos dari himpitan kecemburuan ini, dap- at dibayangkan betapa akan kuat- nya perempuan itu. Tapi pertan- yaannya, berapa persenkah dari wanita-wanita korban cemburu tersebut yang bisa kuat dan ber- tahan, sementara ia juga harus berhadapan dengan tantangan lain, sebagaimana layaknnya manusia lain, makhluk hidup yang lain? Tidakkah para perem- puan ini bisa bersatu, mendorong perempuan lain, mendobrak dominasi laki-laki? Tentu saja hal itu tak mungkin dilakukan, selama perempuan masih tidak percaya diri (karena kelemahannya) memerlukan le- laki sebagai tempat bergantung, bukan berdasarkan asas saling memerlukan. Pada pribadi pe- rempuan seperti itu yang diper- juangkan hanyalah bagaimana memenangkan perhatian lelaki, dan menyingkirkan perempuan lain. Perjuangan perempuan yang lemah tadi hanya diarahkan untuk mengalahkan perempuan lain, bukan mengalahkan lelaki, ataupun yang terpenting men- galahkan diri sendiri. Perempuan lain yang dipakai sebagai sasa- A Bali Post PRESIASI Sketsa Subagio ●Sajak hari IBU POSBUD Sajak • Raudal Tanjung Banua MENCARI PADANG SUARA IBU Jalanan. Lambaimu kekal memintal sisa kata diperih lidah b Begitu lalaikah langkahmu sampai atau usia hanya mencandai waktuku sekadar menghiburnya Ada jarang batu di ujung jalan? Tak pernah luput wajahmu dari ingatku, Ibu juga suara-suara yang engkau bisikkan kini berdesingan bagai anak panah meraba urat leherku akupun ingin meraba sembilu matanya. Di padang tak berdinding. Tak ada yang memagarku dari serbuan Tapi ada yang mentertawakanku bila lari sembunyi Siapa yang akan memburu atau menjadi buruan? Tak gamang aku. Aku tak gamang bertimang dengan pelukmu "Mari bersulang dengan peluhku," ajakmu. Aduh, Ibu sedari kecil bersulang susumu sekarang peluhmu Apakah nanti juga darahmu? Ah, padang lengang ini kian tak bersentuh adakah ia bertepi? ran kecemburuan perempuan di- kan perempuan lain dan bukan akibatkan karena ia menganggap laki-laki. Maka sebagai manusia perempuan itulah yang paling yang kebetulan perempuan saya mudah dihadapi; karena perem- ingin katakan bahwa kecemburu- puan lebih lemah dari laki-laki. --an perempuan adalah kebodohan, Padahal kalau kita runut dari Anggapan perempuan in se- awal, bahwa persoalan kecembu- bagai saingan adalah hal yang ruan itu bermula dari rasa tidak sangat memalukan. Maka, kalau percaya diri perempuan, maka pun rasa cemburu itu masih ada, yang seharusnya diperangi ad- rasakanlah, tusukan ke dalam dan alah diri sendiri. Saingan perem- menangkanlah dengan logika. puan adalah dirinya sendiri, bu- AASM Ruscitadewi AASM Ruscitadewi Mawar Jinggah Mawar Jingga di natar mrajan menawarkan harumnya (warna yang sangat kukenal, membuatku tak kuasa berpaling) Tanah gersang tak tersiram batang kering dan daun yang koyak dimakan ulat (kubiarkan menjadi irama pertumbuhan bunga) Mawar Jingga di natar mrajan mekar dari doa. Riki Dhamparan Putra Surat Kepada Ibu Selalu kutanyakan Berapa ngarai lagi mesti kugali agar terlerai gelombang ini, Ibunda Kapal kapal terus berlayar Helai tangismu yang hanyut membawaku karam dalam pinta demi pinta Beribu camar telah kulepas Jauh dalam sujud sim dalam kabut yang menggenang di teba teba jalan Entah berapa lautan lagi Selamatkan aku Ibunda Beribu hilal telah berganti Aku tak tergambar di dalamnya Wayan Sunarta Ibu tak perlu kau risaukan, ibu jejak langkah cintaku telah terhenti di sini selalu saja ada bagian dari keheninganku yang entah Nyoman Wirata Pohon Putih Ibu Tikus ini Ibu, tikus celurut ké hilir-hilir selokan yang dibahasakan jadi pengembaraan yang kan kukatakan ruang kusam tak berwajah dicampakkan dari bale-kambang berukir Tapi sunyi dimanapun bermata tajam hanya kebebasan di sini bisa menyediakan ruang untuk aku mengumpat jika pulang akan kau mandikan aku dengan air ibu ⚫l Ketut Suwidja LAGU HARAPAN CAMAR LAUT Kepada: Sutilah binti Buyang Camar laut melanglang mengatas awan 15 km dari permukaan laut ke darat Daratan yang dibengkalaikan manusia Di atas tanah kosong Disana sini bekas bongkaran Ada bedeng papan kayu Drum bocor bergelimpangan Bikin kalut suasana Ada bangkai buldoser setengah terbenam Seperti tanah gersang induk pohonnya Warna putih ini warna putihmu meranggas tak jadi hutan aku memburu ke kali-kali penuh jelaga ke kuburan-kuburan tak bernisan ke relung-relung sungai dan jantung di dalam tubuhku Air putihmu simpanan purbakala yang terhisap jutaan tahun dari bumbung darahmu lewat buah dadamu yang kian waktu mengeriput Waktu perempuanmu Ibu waktu penuh mimpi sejak perawan hingga melahirkan memimpikan anak di pangkuan kini menggelinjang muntah tanda tanya dan sering mual menumpang mobil zaman yang penuh sesak bau apak dan selera tinggi untuk saling menikam Tulislah dengan air susumu bahwa ada seorang pemburu nyang kau katakan moyangku Tulis di pohon-pohon di kelir putih dan ayahku ibu, dengan kasih apa kau asuh aku belajar paham akan cinta bumi yang mempersembahkan ketulusan hati bagi mereka yang selalu merasa lapar jalan mana lagi mesti kutempuh bagai pecinta sekaligus pesakitan aku telah merasa paham sebagai bagian dari semesta alam biarlah aku di sini, ibu MW tak perlu kau risaukan lagi aku akan jadi lampu blenjong di situ nenek moyangku menembang aku akan melihat bayang-bayangku di situ ngigal dan mungkin bertarung Nuryana AS Asmara Kaukah Itu Rembulan : Ibu kaukah itu rembulan berbinar-binar di rumpun mawar ngembarai sukma anak tercinta wingin mengantarnya ke surga BANDUNG, BATAGOR, NATAL Sesaat aku ingin menulis tentang banyak ketimun. Sebuah kota yang ramah. berserakan. Bandung pasti punya Natal. Tapi kisah seorang peda- gang Batagor terasa lebih penting dari kisah tiga raja majus yang telah ribuan kali diceritakan or- ang tiap malam Natal. Sebuah kota yang dingin. Ny- eri yang menusuk lengan, aku rin- du akan panas Denpasar. Sayang- nya, kalau di Denpasar pastilah aku sedang mengutuki panas. Betapa tak tahu terimakasih. Alam yang lelah oleh keinginan keinginan kita. Berjalan merun- duk, menghindari lobang-lobang trotoar yang menganga. Sebuah lampu minyak dekat perempatan: Terangnya mengganti bulan yang malam ini lagi sembun- yi. Ini malam yang begitu dingin dan toh masih saja ada orang yang terjaga. Seorang pedagang terkan- tuk dekat meja kayu, acar ketimun Goes Aryana RARAS ya. "Pake para?" tanyanya. Aku tak tahu apa itu para, tapi kelihatannya boleh juga. Jadi pake para saja, mungkin tambah kentang, atau tam- bah apa saja, toh aku tak tahu apa itu Batagor. Mungkin enak (seenak babi guling?) atau bisa jadi rasanya seperti cyanida direndam cuka. En- tahlah. Ini malam kedua aku disini, jadi musti sempat mencicipi makan- an Bandung, seaneh apa pun itu. Yang kayak bantal guling itu mu- ngkin terigu, atau kol digulung? entahlah, pokoknya makan saja! Ia memandangku dengan wajah aneh. "Hari ini, Batagomya kurang bagus masaknya pak!" katanya sambil hendak menutup lagi itu pan- ci yang berkepul-kepul uapnya. Matanya juga bicara. "Bapak se- baiknya tidak usah beli saja karena Batagor saya hari ini tidak enak Di beberapa langkah engkau telusuri negri ini, sungguh tak berbatas, hingga kakimu menja- di kumal, menjadi luka, menjadi susut. Percayalah, Aku tak sang- gup menghitungnya! Pijakku ter- lampau pendek. Untuk berdiri saja, aku tak mampu, aku masih butuhkan tongkat abadi kasihmu, agar matahari dapat tegak lurus tikamkan kemuning. Kemajuan ini seakan takkan lekang sebagai ayun kakimu, meski tertatih. Na- mun engkau sangat terbiasa, wa- lau kadang terpuruk kadang ny- eri. Ketegaran sempurna engkau kodratkan. Ibu. Di hari perayaan ini, geri- mis tampaknya sangat tergesa had- irkan hujan, lalu aku menepi. Sun- gai Ijo Gading telah ceritakan en- gkau sepenuhnya, meski terkadang kurang fasih pelavalannya. Mu- ngkin saja karena logat pinggiran- nya yang sangat kental, atau telah menjadi pikun seperti engkau adan- Ibu. Aku alirkan haru berlum- pur hingga kemuara. Engkau kena- kan lagi brokat merah jambu itu. Lekat warnanya telah menjadi Ibu. Di tepi ljo Gading aku kian kusam sejak aku menghadiahkan saja menepi, walau langkah tuamu Senyum tuamu ungkapkan keba- kan aku tanpa bayang-bayang, teta- hagiaan apa adanya, dan walau pi bodohku tak kuasa mencari. Mu- engkau sadari, kemajuan ini tengah ngkin aku masih terlampau muda melaju sekencang angin, entah ke- untuk menjadi terbiasa. mana. Bicarakanlah sesuatu, Ibu.... Bicarakanlah sesuatu, Ibu. rasanya, saya malu menjual masa- kan yang tidak enak" kata matan- ya. Mata saya, yang seringkali dus- ta, tak kuat menatap mata jujur itu. Pedagang ini pastilah orang gila. Dari pakaiannya saja saya tahu ia bukan dari kelas menengah Indo- nesia, minimal pasti lebih miskin dari kakek saya di desa. Jangan-jan- gan gerobak dorong itu pun bukan milik pribadinya. Yang jelas, ia pas- tilah sangat butuh uang, kalau tidak, masak ia musti jualan Batagor malam-malam di kota sedingin Bandung dan bukannya melingkar di balik selimut seperi teman saya Maryoto saat ini. la pastilah gila, karena hanya orang gila yang me- nolak setetes air di padang pasir hanya karena merasa tidak layak mendapatkannya. "Saya ingin makan Batagor, tak peduli itu enak atau tidak," kata saya. Dan saya adalah pembohong Goes Aryana NATAL (: kartu pos buat Vivi) Teringat aku akan katamu, dik. Ketika lonceng gereja mendent- ing nusa yang kudus. Di altar, kau sambut aku dengan senyum sehe- lai daun cemara, lalu kita menja- di awan angan kaukah itu rembulan bergoyang-goyang seorang wanita menyiram bunga di halaman sepanjang kehidupan rindu wewangian kaukah itu rembulan di kerling kelopak mawar berpendaran cahya luka peradaban zaman cermin hati kasmaran terbesar abad ini. Si pedagang tahu, dan karenanya ia tetap ragu-ragu membungkus batagor itu. "Batagor ini tidak enak pak," ia masih beru- saha meyakinkan saya. Gila! Ia tam- pak merasa berdosa saat saya per- gi, sebungkus batagor di tangan saya mencongkel-congkel nuraninya. Ini kota yang selalu mendung karenanya bintang jarang muncul. Batagor itu ternyata memang kaukah itu wahai kekasih Tuhan? tidak enak. Mungkin kurang ma- tang atau bisa jadi adonan tepung- nya kurang pas. Tak tahulah. Saya seperti itulah hidup, seperti itulah bukan ahli batagor. Tapi mengin- Natal. Seperti juga wajah jujur tak gat pedagang tua, yang saya tak dikenal, yang selalu setia menjaga tahu namanya dan mungkin saya lampu-lampu kecil di perempatan memang tidak perlu tahu, batagor jalan saat dingin malam membeku- ini terasa bagaikan hidangan ter- kan langkah dan mengacaukan pan- akhir dalam hidup saya. Begitu dangan. Karenanya kita takkan per- kenyal, tak terlalu pedas, tak juga nah tersesat. Selamat Natal! terlalu manis. Dan dalam dingin Bagaimana makan malammu hari yang makin menusuk ia terasa han- ini? gat saat menyentuh bibir. Mungkin I Wayan Juniartha mengejar aku Aku berlari keringat yang sirami warna puti- mengejarmu. Percayalah. Aku te- hmu, lalu bernyanyilah sebait lah pasti pula untuk berlari, mes- yang kau bisa. Janganlah telan- ki tak aku pastikan pematang jur kau harapkan hadirku serta. mana kan tertuju. Sejauh ini aku Aku telah tentukan jalan berse- masih domba itu, demikian kau belahan, dan di ujungnya tidak adanya. jua temukan selingkuh. Aku masih serupa dombamu. Pada tengah malam, perayaan ini telah menyerupai prosa yang kudus. KAUT Aku bukanlah malaikat kege- lisahanmu. Aku juga bukan fir man penyejukmu, seperti doa- di sepasang domba-domba. Kau doa. Bait-baitku hanyalah seben- berlari mengejar aku-aku berlari tuk kata, kesunyian prosa. Kita mengejarmu, lalu berputar-mel- telah kehilangan taman firdaus, ingkar-menjadi matahari, mata ketika terlambat disadari kota ini hati kita. Tegalan rumput alang- tidak lagi lega bernapas. Mu- alang di sudut kota, menjadi tar- ngkin kota kita menjadi terbiasa ian canda kita, walau disadari tak dengan cerutu mesin-mesin, lalu sesekali kita beriring. Mungkin aku pertanyakan kemana nyany hujan terlalu cepat! ian burung-burung gereja itu. Serunai kita kian berkabut. nya sebagai doa kesembuhanmu. tak juga terhenti. Engkau tinggal- Musim semi ini tak sempurna adanya. Domba-domba menjadi Semasih kita menjadi domba- basah, dan bulunya seputih yang domba, di kota ini tidaklah tersi- kita miliki. Cobalah untuk berlari sakan tempat lagi. Teruslah ber sekali lagi dan janganlah sesekali lari ke seberang. Dan di kaki ce- menoleh ke belakang. Kau berlari mara itu, berteduhlah. Sekatlah Padang rumput para angon lisut tak jadi semak Orang terbuai dengan ilusi Ini tanah kontraktor yang sedang macet Jadi pergunjingan tanah Tuan Besar Kuasa Kaki tangan dan induk semang kaum diktator. Angin panas mendesah pelahan ketika camar laut mengibas mengirai bulu Makin ke atas menembus awan mengarungi mega mendung Membiarkan tetes embun melingkari matanya Membasahi paruh dan merasakan sentuhan itu pada cakarnya. Kendati panas bumi membias jauh di bawah Perdu pada lipatan Padang tekukur Kaktus Tandus. Sarang tak mungkin disangga laut pikirnya karena bahtera sendiri terkeping keping jadi partikel samudra dan pasir. Mengusik kedamaian mereka dengan panas cahaya dan deru mesin pembabat Limbah air kali dan muara laut jadi jelaga Bangkai ikan menyebar hingga ke anak pulau di seberang sana semenanjung. Apa yang bisa dikenang oleh sekelamin camar laut Pada tepi hijau pantai dulunya ini Kini oleh tangan berlangir min- yak pelumas Oleh jemari berlumur darah Apa yang mungkin dikenang di atas lahan padang gambut Karena akar dan batang rontok telah mengurai luruh. DES 196 tuny SUDACIO HALAMAN 11 Luh Anita Kuntiadi PEREMPUAN DI TEPI SUNGAI kelam biji matanya perempuan berkebaya legam membungkam air sungai yang meneriakkan sepotong syair mengisahkan daun daun beringin di jantung bercabang cabang kendi di tangan berdecak decak terhadap langkah kaki yang tidak lagi disebut gemulai meski jejak masih terbentuk di tanah lumpur tak ada cetakan untuk bentuk lain perempuanmu masih legam menyangsikan kemuraman cahya senja sebab tadi pagi burung burung belajar terbang membuatnya menirukan gita laut siul mendayu kian lirih menyusuri liuk sungai lupakan senja makin tenggelam Kurnia Effendi RAHASIA HATI UTARI dari cerpen Ryana Mustamin Aku seperti pernah membaca kisah itu Jauh beratus hari lalu, entah di mana Engkau dengan rahasia yang terkunci, meletakkan selembar silet tipis pada batinku Namun aku harus menjadi lautan, yang rela menerima seluruh jumlah garam pada celah-celah lukaku. Dan menyimpannya menjadi warna biru Kita adalah sebuah jiwa yang dibelah Engkau diletakkan dalam almari kaca, karena pandai memikat mata rabun mereka Dan aku terlempar ke tengah jalan, yang berisi dengan pertarungan watak manusia sesungguhnya Hanya gelap malam sanggup memahamiku Kini tak kudengar lagi suaramu yang memercikkan pertengkaran. Kita telah berpisah oleh garis Waktu Kini, di kamarmu, airmataku membasahi kejujuranmu The Oberoi LOMBOK INDONESIA EXECUTIVE VACANCIES The Oberoi Group of Hotels will be soon opening their second luxury boutique resort, The Oberoi, at Medana Beach in Lombok Indonesia. This is an excellent opportunity for first-class profes- sionals to become part of an exciting new venture and commence a career with hotels of distinction. The Oberoi Group has a fine reputation to uphold, a reputation founded on a commitment to the growth, development and wel- fare of our people upon whom we rely for our success. We invite applications for the following positions: CHIEF ACCOUNTANT We ideally seek a Chartered Accountat from a recognised univer- sity in Indonesia or abroad who has strong computerisation skills preferably including hotel systems. The candidate should also be able to work independently and fully understand Indonesian tax regulations. PERSONNEL & GENERAL AFFAIRS MANAGER A graduate in Labour Law or Personnel Management from a recognised university, the successful applicant will have a good knowledge of the labour and civil laws of Indoensia, a strong background in training and development and fluency in Indone- sian. This position will also involve all liaison with government departments. Please apply within 10 days with a recent photograph to: GENERAL MANAGER THE OBEROL, LOMBOK Medana Beach, Tanjung, PO Box 1096, Mataram 83001, NTB, Indonesia. Telephone (62-370) 38444, Facsimile (62-370) 32496 U. 30476 B. 49 Menjual: BAJU KAOS Harga Murah Untuk Warna (Ready Stock !) Kuning Merah Hijau UD. SIDHARTA JL. DURIAN 10 TELP. 222578 DENPASAR-BALI 2cm 4cm
