Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Republika
Tipe: Koran
Tanggal: 2017-03-04
Halaman: 07

Konten


MA LAYANAN epatuhan dan in Resiko ah Bukopin Syahputra , Direktur a dan Akademik Purnomo an), Cabang SB Hadi ril, dan Direktorat a dan Akademik Murwanti foto sai ganan MoU in Jasa n Produk Syariah di pad Sumedang, Kamis (2/3). Indonesia 144 Ribu (4.6 persen dari target Produksi Petani Sumber: KKP ta ton. nasional saat on per tahun, tuk konsumsi 16 Indonesia m garam. Ang- daripada vo- sebelumnya ya panen ga- cuaca. Sinar mas menentu- ng dihasilkan ian Kelautan at, petani ha- uksi 144 ribu 6 persen dari ditetapkan. ed: satya festiani REPUBLIKA SABTU, 4 MARET 2017 Pelni Tunggak Utang Miliaran pada Negara INTAN PRATIWI JAKARTA-Inspektorat Jendral Kementerian Perhubungan menemukan adanya tunggakan pembayaran kewajiban dari salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) (Pelni). Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan Cris Kuntadi mengatakan, PT Pelni belum melunasi kewajiban kepada negara sebesar Rp 64,91 miliar. Jumlah ini merupakan 40,85 persen dari total temuan kerugian negara dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang sebesar Rp 158,9 miliar. Kerugian negara yang terkait dengan PT Pelni, yaitu kelebihan pembayaran pekerjaan Public Service Obligation (PSO) angkutan perintis dan hutang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang belum dibayar. "Saya berharap BUMN di lingkungan Kemen- terian Perhubungan dapat menjadi contoh bagi perusahaan swasta nasional dalam menindak- lanjuti hasil temuan, baik hasil temuan yang dila- kukan oleh Itjen Kementerian Perhubungan, Ba- dan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), maupun Badan Pemerika Keuangan (BPK)," ujar Cris, Jumat (3/3). Untuk itu, Itjen Kementerian Perhubungan te- lah melakukan koordinasi dengan Direktorat Jen- deral Perhubungan Laut dan PT Pelni untuk segera menyelesaikan hasil temuan Itjen yang terkait dengan kerugian negara. Cris mengatakan, pihak inspektorat membe- rikan waktu hingga 20 hari ke depan sampai pada batas waktu yang ditentukan agar PT Pelni segera melunasi kewajibannya terhadap negara. Ia me- ngatakan, pihaknya sudah meminta Kuasa Peng- guna Anggaran (KPA) untuk memasukan PT Pelni ke dalam daftar hitam. "Saya juga sudah koordinasi dengan pihak Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pe- merintah (LKPP) agar Pelni tidak mendapatkan pekerjaan selama dua tahun," ujar Cris. Namun, ia juga menekankan, masuknya PT Pelni dalam daftar hitam bukan berarti kewa- jibannya membayarkan kewajiban terhadap negara bisa terhapus. Ia mengatakan, perusahaan tetap harus menyetorkan nilai kelebihan pembayaran pekerjaan tersebut kepada kas negara. Menanggapi hal tersebut, PT Pelni mengaku, akan berkoordinasi lebih lanjut dengan inspektorat terkait hal ini. Manager Komunikasi dan Hubu- ngan Kelembagaan PT Pelni Akhmad Sujadi me- ngatakan, pihaknya akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Inspektorat Kemehub terkait dugaan be- lum dilunasinya kewajiban negara oleh PT Pelni kepada pemerintah. Ia mengatakan, sebagai BUMN pihak PT Pelni sudah menaati peraturan yang ada. "Menanggapi rilis Inspektorat Jenderal Kementerian Perhu- bungan yang dikeluarkan Jumat (3/3), PT Pelni akan berkoordinasi dengan Irjen Kementerian Per- hubungan untuk kewajiban tersebut. Sebagai BUMN, PT Pelni taat pada regulasi," ujar Akhmad melalui pesan singkat. a Asing mulai dengan FACTA te Credit Transactions nesia dan Amerika Se- makatan itu pemerintah iapkan infrastruktur angkan laporan antar- melalui OJK. ed: satya festiani dengan konsep-konsep yang dibawa oleh inisiatif-inisiatif global. Karena kepentingan negara tersebut, kepenti- ngan nasional itu adalah di atas segala kepentingannya. Ini kadang-kadang kita kurang menyadari hal ini," ujar dia. Sebagai gambaran, ide untuk merea- lisasikan keterbukaan informasi perban- kan berawal dari semakin banyaknya tindakan penghindaran pajak yang dilakukan melalui kecanggihan teknologi. Wajib pajak mengelak dari kewajiban perpajakannya dengan skema transaksi keuangan berlapis dan kompleks melalui entitas di luar negeri dan penempatan aset di offshore financial center. Tantangan ini membuat negara-ne- gara G20 kemudian memberikan man- dat kepada OECD dan Global Forum untuk membangun standardisasi keter- bukaan informasi perbankan. Indonesia sendiri memilih bergabung dengan 100 negara lainnya yang menyatakan komit- mennya untuk memerangi kejahatan ke- uangan dan perpajakan melalui AEoL. ed: satya festiani perti ini akan kami te- ol. Lembaga Keuangan K. Setelah itu, datanya tjen Pajak. Nah, selan- jak melaporkan ke oto- ngkutan," katanya. tu, Anggota Komisi XI usetyo menilai, hingga um ada pandangan yang merintah dan parlemen. lemen sangat hati-hati erbukaan yang bersifat keterbukaan informasi manan nasional. nta pemerintah untuk isipasi teknis yang leng- ari segi teknologi infor- bijakan ini benar dija- arus selalu berhati-hati AKBAR NUGROHO GUMAY/ANTARA IPLOMASI EKONOMI Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo Kiri) bersama Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi (kanan) me- unjukkan lembar nota kesepahaman tentang peningkatan diplomasi konomi di Jakarta, Jumat (3/3). REPUBLIKA SABTU, 4 MARET 2017 tajuk Nama Besar di Kasus Pasukan Medsos? Korupsi KTP-el K omisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini se- dang menangani kasus tindak pidana korupsi pengadaan elektronik KTP (KTP-el). Kerugian ne- -gara dalam kasus ini cukup fantastis, diperkirakan mencapai Rp 2,3 triliun. Hingga saat ini, KPK baru menetapkan dua tersangka. Yakni, mantan direktur jenderal kependudukan dan catatan sipil Kemendagri Irman dan mantan direktur pengelola in- formasi administrasi kependudukan Ditjen Dukcapil Kemen- dagri, sekaligus pejabat pembuat komitmen Sugiharto. Kemarin, Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan banyak nama besar yang terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi pengadaan KTP-el itu. Karena itu, ia memperingatkan publik untuk bersiap-siap mendengarkan nama-nama, yang akan disebutkan dalam sidang dakwaan kasus ini nanti. Agus tidak menyebut pelibatan nama-nama besar itu dalam hal apa. Sejauh ini kita mengetahui ada sejumlah politikus yang pernah diperiksa KPK terkait kasus ini. Di antaranya, Ketua DPR Setya Novanto, mantan menteri dalam negeri Gamawan Fauzi, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, mantan ketua Fraksi Partai Demokrat DPR M Jafar Hafsah, mantan pim- pinan Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa, mantan ketua Komisi II Chairuman Harahap, dan mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum Apakah nama-nama itu termasuk yang dimaksud? Agus enggan menyebutkan. Yang jelas, menurut dia, banyak sekali. Dia pun berharap, disebutkannya nama-nama besar dalam kasus itu tidak menyebabkan terjadinya guncangan politik. Kita berharap, KPK serius menangani kasus ini. Kita juga berharap KPK tidak bermain teka-teki. KPK jangan sekadar menyebutkan nama-nama besar itu di pengadilan. Itu tidak akan berdampak apa-apa. Jika mereka memang berperan dalam kasus korupsi tersebut, mestinya KPK menjerat mereka. Mungkin sebagai pihak yang mengakibatkan kerugian negara, memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau menerima dan memberi suap. Jangan tebang pilih. Jangan hanya mencari korban mereka yang tidak punya beking politik. Kedua tersangka, Irman dan Sugiharto, sudah mengajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang membantu penegak hukum untuk membongkar perbuatan pidana. Mestinya KPK bisa menggali lebih jauh dari mereka, siapa saja yang terlibat dalam skandal ini. Jangan biarkan mereka yang bersalah melenggang tanpa tersentuh hukum. KPK juga menerima total pengembalian Rp 250 miliar dari korporasi dan 14 orang individu. Pembagiannya Rp 220 miliar dikembalikan oleh korporasi dan Rp 30 miliar dikem- balikan oleh individu. Sebagian dari 14 orang yang mengem- balikan itu adalah anggota DPR. Dari fakta ini saja sudah dapat diduga ada kasus suap di situ. Pengembalian uang suap tidak serta merta memupuskan unsur pidananya. Kita masih yakin KPK masih bisa memberikan rasa ke- adilan kepada publik kendati hal itu agak pudar akhir-akhir ini. Kita semakin jarang mendengar KPK mengungkap kasus- kasus besar yang fantastis. Kalaupun melibatkan nama besar, itu pun kasusnya dinilai remeh-temeh. Kasus KTP-el adalah korupsi besar, yang melibatkan na- ma-nama besar. Publik akan melihat bersama-sama, apakah KPK berani membongkarnya. Jangan biarkan kepercayaan masyarakat semakin memudar. ■ suarapublika Mendidik Anak Sesuai Zaman "Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya karena mereka hidup bukan di zamanmu." (Ali Bin Abi Thalib) Pendidikan menjadi keharusan bahkan kebutuhan bagi masyarakat di abad ke-21 ini. Perkembangan zaman yang berakibat berubahnya pola pikir dan gaya hidup menjadi tantangan mendidik generasi agar tidak tenggelam oleh zaman dan terjerumus pada keburukan. Generasi sekarang hidup pada zaman berbeda yang penanganannya pun berbeda, tetapi harusnya tetap dalam koridor hukum Allah. Diperlukan metode khusus dalam mendidik generasi Islam abad ke-21 ini. Salah satu langkah adalah dengan mengajak anak berpikir kritis terhadap setiap informasi yang diterima agar tidak serta- merta menerimanya. Ini diawali dengan penanaman akidah Islam sehingga menuntun mereka membedakan antara informasi benar atau salah. Menjadi kewajiban kita untuk bersama mewujudkan generasi mulia di era pergulatan pemikiran yang terjadi saat ini. Ema Sunifah Jl Purworejo Km 26, Desa Burat, RT 01/RW 03, Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo Krisis Dunia Pendidikan Publik kembali disuguhi pemberitaan bangunan sekolah yang ambruk di daerah Karawang. Ini bukanlah hal baru dalam dunia pendidikan kita. Bangunan sekolah ambruk atau tidak layak huni, merupakan potret buram dunia pendidikan kita. Krisis pendidikan juga ditandai minimnya fasilitas, tingginya buta huruf, gaji guru kurang memadai, metode pengajaran tidak efektif, dan rendahnya akses terhadap pendidikan komprehensif. Bagaimana bisa diharapkan mencetak sumber daya manusia berbobot jika kualitas pendidikannya saja patut dipertanyakan. Chaya Yuliatri Mahasiswi Sastra Inggris Universitas Terbuka Yogyakarta REPUBLIKA Terbit sejak 4 Januari 1993, Republika hadir sebagai pelopor pembaruan media massa Indonesia. Harian ini memberi warna baru pada desain, gaya pengutaraan, dan sudut pandang surat kabar negeri ini. Sebagai koran, kemudian portal berita pertama di Tanah Air, media ini keseimbangan baru dalam tata informasi. Republika terbit demi kemaslahatan bangsa, penebar manfaat untuk semesta. ahirkan. Semua naskah yang dikirim ke Redaksi dan diterbitkan menjadi milik Harian Republika. Semua wartawan Harian Republika dibekali tanda pengenal dan tidak menerima maupun meminta imbalan dari siapa pun. Semua isi artikel/tulisan yang berasal dari luar, sepenuhnya tanggung jawab penulis yang bersangkutan. Semua isi artikel/tulisan yang terdapat di suplemen daerah, menjadi tanggung jawab Kepala Perwakilan Daerah bersangkutan. MAHAKA GROUP Seusai Pilkada, ke Mana HARIQO WIBAWA SATRIA Direktur Eksekutif Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi ada 3 Oktober 2015, sa- ya diajak ke Kuala Lum- pur oleh Nazaruddin Nasution, mantan du- bes Indonesia untuk Kamboja. Kami meng- ikuti ASEAN Roundtable Forum di Kementerian Luar Negeri Malaysia. P Acara dibuka mantan perdana menteri Malaysia, Tun Sri Haji Abdullah bin Haji Ah- mad Badawi. Saat sesi istirahat, saya mengo- brol dengan peserta dari Malaysia. Ia kesal soal asap dari Indonesia. Saya menyarankan untuk protes saja melalui media sosial (med- sos). "Wah jangan, nanti kami diserang peng- guna medsos Indonesia, jumlah kalian ba- nyak," katanya. Rupanya, dia paham warga- net Indonesia 'galak'. Dia juga tahu, ketika warganet Indonesia gotong-royong menyin- dir Perdana Menteri Australia Tonny Abbott. Tagar #KoinUntukAustralia dan #Coin- ForAustralia jadi trending pada Februari 2015, lantaran Tony Abbott mengungkit ban- tuan tsunami Aceh 2004. Sesampai di Jakarta, saya berpikir, orang Malaysia saja mengerti potensi kita di med- sos. Karena itu, jangan sampai potensi ini tidak berkembang karena saling serang yang berlebihan pada pilkada serentak. Mari kita hitung, pilkada serentak 9 De- sember 2015 diikuti 810 pasangan, pilkada serentak 15 Februari 2017 diikuti 153 pasang- an. Dengan perkiraan semua kandidat punya tim medsos, jika dijumlahkan setelah 15 Februari 2017, ada 963 tim medsos dengan jumlah pasukan beragam. Pasukan ini ada yang terdaftar, ada juga yang tidak mau terikat sama sekali dengan tim sukses. Banyak sekali yang bisa dilakukan dengan pasukan sebesar itu, misalnya, akhir Januari 2017 lalu beredar petisi daring (online) penggalangan dukungan internasional untuk Papua Merdeka. D ngan teman-teman lama tanpa harus repot-repot ikut reuni. Media sosial ju- ga memudahkan kita saling sapa dan berta- nya kabar tanpa harus tatap muka. Namun, sekarang keadaan sudah jauh berubah. Kini, media sosial sudah menjadi hutan belantara, tempat opini yang berkaitan dengan berbagai masalah di masyarakat di- bentuk untuk kemudian memicu perdebatan berkepanjangan. Dalam dua tahun belakang- an, media sosial makin panas karena dipe- nuhi kepentingan politik. Bahayanya lagi, media sosial dimanfaatkan sebagai gerbang lahirnya berita bohong. Pihak yang merasa emosional terhadap suatu postingan, langsung menyebarkannya ke orang banyak. Masih atas dasar emosi pula, berita yang belum jelas kebenarannya ini telanjur menyebar ke mana-mana dan menimbulkan bermacam reaksi. Pada dasar- nya, otak manusia memiliki tiga bagian, yaitu belakang, tengah, dan depan. Otak belakang bertugas mengatur kinerja organ tubuh kita. Seperti, jantung, sistem pernapasan, pencer- naan, semuanya bekerja tanpa kita sadari. Kemudian, ada otak tengah yang bekerja secara primitif. Bagian otak yang satu ini merekam yang kita lalui, alami, dan berbagai pengalaman di sepanjang hidup kita. Otak di bagian ini pula yang memberi label suka atau tidak suka terhadap berbagai hal. Tentunya, berdasarkan apa yang selama ini kita jalani atau pernah alami. Sedangkan otak depan, bertanggung jawab merasionalisasi hal yang kita lihat atau dengar. Sebelum ide masuk tahap rasionalisasi di otak depan, ide itu harus melalui seleksi di otak tengah terlebih dahulu. Hal yang membawa perasaan baik atau kita sukai, akan dianggap relevan dengan diri kita. Begitu pula sebaliknya. Hal yang menimbulkan rasa tidak suka akan secara langsung terbuang dari pikiran kita karena dirasa tak relevan di otak tengah kita. Dengan proses berpikir seperti ini, pada dasarnya ma- nusia selalu menyeleksi hal yang dilihatnya. Rasionalisasi yang selama ini sering kita de- ngar pun lebih tepat disebut proses mencari Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Irfan Junaidi Wakil Pemimpin Redaksi Nur Hasan Murtaji Redaktur Pelaksana Koran: gan.com Subroto Redaktur Pelaksana Newsroom: Elba Damhuri Redakt the Da Redaktur Pelaksana Online: Mamin Maman Sudiaman Redaktur Khusus: Ikhwanul Kiram Mashuri, Nasihin Masha Redaktur Senior Agung Vazza Wakil Redaktur Pelaksana: ulu, media sosial pernah me- nyenangkan. Di awal kehadir- annya, media sosial adalah tempat kita bisa bertemu de- Firkah Fansuri, Heri Ruslan, Kumara Dewatasari, Joko Sadewo Ford sadewo Asisten Redaktur Pelaksana Asten Hedg Priyantorio Oemar, Stevy Maradona, Ferry Kisihandi, Mansyur Faqih, Didi Purwadi, Muhammad Subarkah, Budi Raharjo e Sekretaris Redaksi: Hamidah Sagaf Perwakilan Jawa Barat Rachmat Santosa Basarah (Kepala Perwakilan) Irfan Fitrat Pribadi (Kepala Redaksi) Perwakilan DIY-Jateng & Jatim: Fachrul Ratzi (Kepala Perwakilan) Yusuf Assidiq (Kepala Redaksi) Semestinya, kita kompak dan serentak menyikapinya. Namun saat itu, kita kurang fokus, di antaranya karena sibuk dengan hi- ruk pikuk pilkada di medsos. Semoga setelah pilkada ada tindakan konkret pengguna med- sos menyikapi aksi yang merugikan kepen- tingan nasional itu. Jika dikelompokkan, setidaknya ada tiga isu utama di medsos, yang bisa jadi ladang berbagi ilmu para alumnus akademi pilkada serentak. Pertama, isu keamanan, seperti penipuan, pemerkosaan akibat kenalan di medsos, dan kejahatan internet lainnya. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketidaktahuan terhadap apa yang dilarang di medsos, seperti ujaran kebencian, menyebar berita bohong atau hoax, menghina SARA. Di isu keamanan ini, para alumnus aka- demi pilkada serentak bisa berperan banyak dengan aktif mengampanyekan internet sehat. Solusinya banyak, di antaranya me- minta tanggung jawab pengusaha medsos. Dalam kasus hoax dan fitnah, misalnya, ini bisa dideteksi dengan teknologi tapi tidak akan akurat 100 persen, karenanya manual juga harus dilakukan. Jadi, para pengusaha medsos harus menambah SDM di kantornya untuk menghadapi hoax dan fitnah. Solusi lainnya adalah term of use saat se- seorang membuat akun medsos harus diubah dalam format tanya jawab. Contoh, "Jika kami memberikan akun Twitter ini, Anda berjanji tidak melakukan fitnah?" Kesimpulannya, kita tidak antimedia buatan luar, tetapi Indonesia harus punya mesin pencari dan medsos buatan sendiri. Isu kedua di medsos adalah kreativitas, maksudnya bagaimana mendorong peng- guna medsos Indonesia menjadi produsen konten sesuai minat dan bakatnya. Di sini pasukan medsos alumnus pilkada bisa membagi ilmunya kepada pengguna medsos. Keluar dari Echo Chamber SETYANAVIDITA LIVIKACANSERA Wartawan Republika Intinya, pemerintah harus memaksa Twit- ter, Facebook, Instagram, dan Google meng- uji kelayakan seseorang mendapatkan akun medsos. Terkait keamanan, yang perlu diperhati- kan juga adalah keamanan data. Apakah de- ngan terus menggunakan produk luar, seperti Twitter, Facebook, Youtube, Instagram, Google, dan lain-lain, kita aman? Karena me- reka memiliki semua data kita. pembenaran ketimbang kebenaran. Begitu dunia digital hadir menyapa, pro- ses yang selama ini terjadi di dunia nyata, terjadi juga di dunia maya. Ketika berinter- aksi di media sosial, hal-hal yang sesuai de- ngan kita, akan kita bagikan karena terasa relevan. Namun, hal yang tidak sesuai dan tidak relevan, kita lewatkan begitu saja tanpa ada tindakan lebih jauh. Sejak Google men- jadi raksasa di industri digital, mereka mem- berlakukan algoritma yang mirip cara kerjanya dengan otak tengah manusia. Informasi yang berada paling atas di la- man Google adalah link-link yang selama ini paling banyak menjadi rujukan. Benar atau tidaknya sebuah informasi terkesampingkan. Sepanjang ia banyak menjadi rujukan, kebe- narannya hampir tidak akan dipertanyakan. Sebagai contoh model bisnis yang sukses be- sar, strategi ini kemudian ditiru, misalnya oleh Twitter, Facebook, dan Instagram. Di dunia digital berbasis like dan dislike, setiap aplikasi media sosial sudah terbiasa mem- baca berbagai kebiasaan kita. Selama ini, media sosial selalu membaca tema-tema apa yang kita suka, teman-teman seperti apa yang bisa mereka sarankan untuk kita. Termasuk menganalisis sentimen ber- dasar pada komentar yang kita lontarkan ke- tika berinteraksi. Dengan sistem yang akan selalu menyodorkan apa yang kita suka, di sinilah fenomena echo chamber lahir. Seperti namanya, echo chamber adalah situasi di mana kita hanya mendengar suara kita sendiri. Di dunia maya, kita membaca apa yang di- sodorkan berdasarkan yang kita sukai, ber- teman dengan orang yang rata-rata banyak kesamaan pandangan dengan kita. Manusia yang bernaung di dunia maya, rata-rata seka- rang hidup pada pemahaman dan kebenar- annya sendiri. Karena terus mendapat feeding dari algoritma yang memanjakan otak tengah manusia, semakin sulit bagi kita membayang- kan ada orang lain yang berpikir berbeda. Dalam tahap inilah fenomena echo chamber ini berujung pada banyaknya pertikaian. Sebenarnya, sebelum era digital datang, tidak susah menemui orang yang sulit me- nerima pandangan berbeda dan merasa be- nar sendiri. Namun hadirnya Google, Face- book, dan kawanannya, makin meng-amplify fenomena echo chamber ini. Para pengguna media sosial pun bagai hidup di bubble-nya sendiri-sendiri. Situasi Google dengan over the top (OTT) lainnya yang hingga saat ini Alamat Redaksi: Jl. Warung Buncit Raya No. 37, Jakarta 12510 T.021.780 3747 (Hunting), 021.791 84744 (iklan) F.021.780 0649, 798 3623 (Redaksi), 021.798 1169 (iklan), 021.791 98442 (Sirkulasi dan Berlangganan) Email Redaksi Republika: sekretariat@republika.co.id Percetakan: PT Republika Media Mandiri Jl. Rawa Ball 2 No. 1 Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Opini 7 Salah satu pelajaran penting dari pilkada serentak adalah boleh jadi kita menganggap, konten yang kita produksi ataupun yang kita sebar menguntungkan kelompok kita, tetapi belum tentu menguntungkan NKRI. Sebelum ada internet, kita sering meng- kritik media, seperti tv, radio, koran, sekarang di era medsos, kita semua sudah jadi media itu sendiri. Kita dituntut menjalankan kritik- kritik kita kepada media karena hari ini dan sampai kiamat nanti, kita adalah media. Alamat Perwakilan: Republika Jawa Barat Jl. Mangga No. 47 Bandung 40114 T. 022.87243363-87243364, F022 8724 3365 Republika DIY-Jateng & Jatim: J. Perahu No. 4, Kota Baru, Yogyakarta T. 0274, 544.972, 566028, F. 0274.541.582 Surat Izin Usaha Penerbitan Pers: SK Menpen No. 283/SK/MENPEN/SIUPP/A7/1992, Anggota Serikat Penerbit Surat Kabar: Anggota SPS No. 163/1993/11/A/2012 Saat pilkada serentak banyak sekali kon- ten yang diproduksi pasukan medsos para kandidat, seperti tulisan, foto, meme, info- grafis, videografis, film pendek, komik, dan lainnya. Lazimnya kompetisi, konten isinya mempromosikan kandidatnya, mengkritisi kandidat lain. Sekarang konten-konten tersebut tinggal diubah untuk mempromosikan produk lokal, pariwisata, budaya, kuliner, dan lainnya. In- tinya, konten-konten yang mempromosikan dan membela Indonesia. Namun kritik terhadap pemerintah harus tetap dilakukan. Para pemilik akun medsos dengan peng- ikut banyak, sebaiknya juga jangan pelit-pelit, apalagi memasang tarif dalam membantu promosi pariwisata, produk Indonesia. Ingat masih banyak usaha rumahan yang mampu produksi, tetapi tak punya biaya promosi. Paradigma beberapa instansi pemerin- tahan yang masih ingin dilayani di internet juga sebaiknya diubah. Sudah saatnya peme- rintah dengan laman dan akun medsosnya juga proaktif memuat konten yang dibuat warga. Terakhir adalah isu kolaborasi terkait kepentingan nasional. Misalnya, dalam menyikapi Google, Facebook, Twitter yang berusaha menghindari pajak, gerakan sepa- ratisme, radikalisme, Freeport, Blok Maha- kam, serta isu strategis lainnya. Kita harapkan, ke depan lebih banyak warganet yang lebih mengedepankan ke- pentingan nasional. Jika ada kebijakan peme- rintah yang memperjuangkan kepentingan nasional, ya didukung. Sebaliknya, jika ada kritikan oposisi terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro kepentingan nasional, ya kita dukung juga. Posisisi anak muda seperti ini tam- paknya lebih bermartabat. menunggak pajak kepada Pemerintah Indonesia, sebenarnya bisa dibilang bukan 'dosa terbesar' mereka. Wartawan Senior: Harun Husein, Nurul S Hamami, Selamat Ginting, Siwi Tri Puji Budiwiyati, Rakhmat Hadi Sucipto Kepala Desain: Sarjono. Kepala Infografis: Muhamad Ali Imron. Kepala Penyunting Bahasa: Ririn Liechtiana. Kepala Digital: Desi Purwo Wijianto Staf Redaksi: Alwi Shahab, Syahruddin El-Fikri, Andi Nur Aminah, Andri Saubani, Agus Yullanto, EH Ismail, Dewi Mardiani, Endro Yuwanto, Fitrilyan Zamzami, Indira Rezkisarį Irwan Kelana, Israr, Khoirul Azwar, Nashih Nashrullah, Natalia Endah Hapsari, Nidia Zuraya, Nina Chairani Ibrahim, Musiron, Ratna Puspita, Reiny Dwinanda, R Hiru Muhammad, Teguh Firmansyah, Wachidah Handasah, Yeyen Rostlyani, Yogi Ardhi Cahyadi, Edwin Dwi Putranto, Hafidz Muftisany, Abdullah Sammy, Agus Raharjo, Ahmad Islamy jamil Amri Amrullah, Ani Nursalikah, A Syalaby Ichsan, Bilal Ramadhan, Bowo Pribad, Citra Listya Rini, Darmawan, Desy Susilawati, Djoko Suceno, Dwi Murdaningsih, Dyah Ratna Meta Novia, Eko Widiyatno, Erdy Nasrul, Erik Purnama Putra, Esthi Maharani, Fernan Rahadi, Friska Yolandha, Ichsan Emrald Alamsyah, Indah Wulandari, Lilis Sri Handayani, Mohammad Akbar, Muhammad Fakhruddin, M Hafi, Neni Ridarineni, Nur Aini, Qommarria Rostanti, Rusdy Nurdiansyah, Satya Festian, Setyanavidita Livikacansera, Yulian ingsih, Tahta Aidilla, Agung Supriyanto, Wihdan Hidayat, Prayogi, Rakhmawaty Lalang, Yasin Habibi, Raisan Alfarisi, Bambang Noroyono, Gita Amanda Jatnikawat, Angga In- drawan, M Iqbal, Satria Kartika Yudha, Rizky Jaramaya, Gilang Akbar Prambad, Rr Laeny Sulistyawat, Nora Azizah, Lida Puspaningtyas, Dessy Suciati Saputri, Ratna Ajeng Tejomukti, Reja Irfa Widodo, Fuji Pratiwi, Halimatus Sa'diah, Mas Alamil Huda, Sadly Rahman, Agung Sasongko, Hazliansyah, Yudha Manggala Priana Putra, M Amin Madani Fan Firatmaja, Karta Raharja Ucu, Puti Almas, Rahmat Fajar, Fauziah Mursid, Debbie Sutrisno, All Mansur, Melisa Riska Putri, Sonia Fitri, Umi Nur Fadhilah, M Fauzi Ridwan, Maspril Aries (Palembang Ahmad Baraas, Mutia Ramadhani (Bali) Ahmad Fikri Noor, Eric Iskandarsyah, Kiki Sakinah, Lintar Satria Zulfikar, Eko Supriyadi, Issha Haruma Marniati, M Nursyamsi, Sapto Andika Candra, Binti Sholikah, Christiyaningsih, lit Septyaningsih, Sri Handayani, Dadang Kurnia, Rizma Riyandi, Adysha Citra R, Andrian Saputra, Aprilia Safitri Ramdhani, Dian Fath Risalah, Febrian, Fira Nursyabani, Fuji Eka Permana, Hasanul Rizqa, Intan Pratiwi, Retno Wulandhart, Rossi Handayani, Umar Mukhtar, Wilda Fizriyani, Anggoro Pramudya, Sand Sopia, Wisnu Aji Prasetyo, Frederikus Dominggus Bata, Wahyu Suryana, Rizkyan Adhiyuda, Kamran Dikarma, Dian Erika Nugraheny, Zuli Istiqomah, Ali Nugroho, Dwina Agustin, Mabruroh, Noer Qomariah Kusumawardhani, Rahayu Subekti, Rizky Suryarandika, Shelbi Asriant, Kabul Astuti, Idealisa Masyrafina Crystal Liestia, Muhyiddin Tentunya, bila dibandingkan model bisnis mereka yang begitu banyak memunculkan pertikaian. Pertemanan mendapat ujian berat ketika ada perbedaan pendapat di dunia maya. Belum lagi, perbedaan pendapat de- ngan teman kerja sehari-hari atau bahkan keluarga. Saat ini, sudah bukan cerita baru lagi ketika ada grup WhatsApp keluarga men- jadi panas akibat ada yang memaksakan pendapatnya, kemudian tak bisa diterima anggota keluarga lainnya. Untuk mengatasi fenomena echo chamber ini, ada dua hal yang mungkin bisa menjadi solusi. Pertama, Google bersama OTT lainnya, perlu meng- ubah model bisnisnya, sebelum perpecahan yang makin berbahaya terjadi. Apabila susah mengharap raksasa-rak- sasa ini berubah, kita bisa mulai dari diri kita. Keinginan keluar dari echo chamber harus datang dari diri sendiri. Keluar dari bubble bisa dilakukan dengan memperbanyak ba- caan atau sumber informasi yang lebih varia- tif. Ketika ada yang memiliki pandangan ber- beda dengan kita, semua itu sebenarnya ter- jadi karena memang ada perbedaan cara pandang di otak tengah masing-masing. Bisa karena pengalaman hidup yang berbeda, konsep parenting yang tidak sama, atau kejadian yang membekas dan terjadi jauh sebelumnya. Tidak perlu juga terlalu reaktif, kemudian memaksa orang lain me- miliki pandangan yang sama dengan kita. Ke- inginan bersikap reaktif defensif menghadapi perbedaan sebenarnya juga tak lepas dari kondisi sosial saat ini. Rumah dibangun lebih terisolasi, sekat antartetangga juga semakin diperjelas. Hasilnya, jangankan mencoba mengerti orang lain, usaha untuk terkoneksi dengan orang lain pun jadi hal yang sangat sulit dila- kukan. Sebagai upaya menjaga harmonisasi, kita bisa belajar dari Pemerintah Kanada yang melakukan pendekatan fun theory kepada warganya. Di pemberhentian bus, orang-orang yang menunggu bisa duduk di ayunan yang sudah disiapkan. Ketika ada orang lain yang duduk di ayunan sebelahnya, kemudian keduanya saling menganyun akan terdengar musik dari ayunan tersebut. Dengan begitu, suasana lebih menyenangkan tercipta antardua orang yang sebelumnya sama sekali tidak saling kenal itu. Direktur Utama: Agoosh Yoosran Wakil Direktur Utama: Mira Rahardjo Djarot Direktur Operasional: Arys Hilman Nugraha Komisaris Utama: Erick Thohir Komisaris R Harry Zulnardy Adrian Syarkawie Rudi Setia Laksmana Rosan P Roeslani Manajer Senior Keuangan, SDM, dan Umum: Ruwito Brotowidjojo GM Marketing dan Sales: Yukaningsih Yamin Manajer Legal: Satyo Andhiko Manajer Iklan: Indra Wisnu Wardhana Manajer Produksi: Nurrokhim Manajer Sirkulasi: Haryadi B Susanto Harga Berlangganan: Rp 87.000 r bulan. Harga Eceran Pulau Jawa Rp 3.500 per eksemplar. Harga Eceran Luar Jawa: Rp 4.500 per eksemplar (tambah ongkos kirim) Rekening Bank: a.n PT Republika Media Mandiri Bank BSM, Cab. Warung Buncit, No. Rek. 003.011.3448 Bank Mandiri, Cab. Warung Buncit, No. Rek 127.000.424.0642 Bank Lippo, Cab. Warung Buncit, No. Rek. 727.30.028.988 Bank BCA Cab. Graha Inti Fauzi, No. Rek 375.305.6668 Bank BNI Syariah, Cab. Fatmawati, No. Rek. 021.159.324.0 Color Rendition Chart 4cm