Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Analisa
Tipe: Koran
Tanggal: 1997-07-27
Halaman: 10

Konten


ANALISA-MINGGU, 27 JULI 1997 Kesenian "Hadrah" Brunai yang Mirip Rebana yang dikembangkan dari negeri jiran Serawak, Malaysia: masing mempunyai rentak pukulan yang tersen PELAKSANAAN Musa- baqah Tilawatil Qur'an (MTQ) Nasional ke-18 di Jambi terasa lain dari yang lain. Satu kumpulan "Hadrah" bi- asanya diberi tanda pengenal dengan jumlah anggota menca- pai 25 orang dengan menem- Selain keikutsertaan negara tetangga dan kehadiran negara Afrika Selatan, juga tampil kes- enian dari Negara Brunai Da- russalam pada malam Ta'aruf cukup memukau masyarakat Jambi. patkan tiga atau emaf orang untuk membawa satu jenis rent- ak pukulan, katanya. H.Sulaiman (57) sesepuh adat masyarakat Jambi juga merasa heran melihat penampi- lan kesenian "Hadrah" dari Bru- nai Darussalam yang ternyata hampir sama dengan kompan- gan atau rebana yang biasa di- lakukan bangsa Indonesia, yak- ni kesenian yang bernafaskan Islam. Dengan anggota yang hanya delapan orang, tim kesenian dari Brunai Darussalam ternyata mampu memikat puluhan ribu masyarakat Jambi dan para ka- filah ketika menyaksikan pe- nampilan kesenian "Hadrah" itu. Ketua delegasi Brunai Da- russalam pada Pertukaran Mis- si Muhibbah Tamaddun Islam, Haji Ismail bin Haji Mohd. Arshad mengatakan, "Hadrah" adalah perkataan Arab yang berarti sejenis zikir yang meng- gunakan kompangan atau reba- na kecil. Di Brunei, alat gendang yang digunakan dalam "Hadrah" adalah Tar' dimana bentuk dan bahan buatannya sama dengan Kompangan tapi 'Tar' kecil sedikit saiznya dan dibahagian tepinya terdapat tiga giring-gi- ring. "Giring-giring itulah yang membedakan antara kompa- ngan, rebana dengan Tar," kata Haji Ismail. Berdasar kaji-selidik (baha- sa Brunei) atau penelitian para guru, "Hadrah" bermula pada tahun-tahun 30-an di Brunei, KENDURI "Tron Ulaut" yang berarti turun ke laut merupakan pesta budaya ma- syarakat nelayan yang biasanya dilangsungkan sekali dalam setahun sebagai rasa syukur para nelayan atas rahmat Allah yang, telah mereka terima dari hasil laut. Sekali dalam setahun, tepat- nya pada musim Barat, saat- saat gulungan ombak mendebur di pesisir pantai di Aceh, para nelayan itu menyelenggarakan kenduri turun ke laut secara besar-besaran yang dihadiri ribuan masyarakat nelayan. Upacara ini dimaksudkan untuk meminta restu kepada Allah SWT agar diberi kemu- dahan rezeki dan tangkapan ikan yang melimpah ruah dan yang lebih penting agar para nelayan terhindar dari bahaya sewaktu mereka mengarungi lautan lepas. Kenduri laut merupakan adat turun temurun di kalangan masyarakat nelayan di Aceh. Upacara ini dikoordinir oleh "Panglima Laot" berserta pe- muka-pemuka nelayan di daerah Pengembangannya melalui dua cara, pertama menelusuri kedatangan ahli peniagaan Is- lam Serawak, yang disebut 'orang Kuching' dan kedua mela- lui kunjungan orang atau penia- ga Brunei ke Negeri Serawak. itu. Hal ini sudah menjadi kete- tapan hukum adat nelayan. "Kita sebagai manusia harus Ahli perniagaan Serawak itu bukan saja mahir berniaga, bahkan juga mahir tentang ilmu keagamaan seperti membaca Al-quran, berzikir, dan berhad- rah, karena selain menjalankan perniagaan juga mengajar anak- anak tentang ilmu keagamaan. Dikatakannya dalam mem- pelajari "Hadrah", seorang mu- rid lebih dulu harus mengetahui jenis pukulan "Hadrah", karena waktu untuk menguasai satu- satu pukulan "Hadrah" tidaklah dapat ditentukan, selain bergan- tung kepada kerajinan murid itu sendiri. Seorang murid yang rajin akan dapat menguasai satu-satu pukulan itu dalam waktu tiga sampai empat bulan. Keheba- tan satu-satu kumpulan "Had- rah" bergantung kepada kesung- guhan serta kerajinan ahli yang menjadi pembinanya. TUJUH PUKULAN Pukulan "Hadrah" dibagi dan diatur sebegitu rupa sehingga bila kesemuannya serentak, maka pukulan itu akan berpadu, menjadi kumpulan bunyi yang menarik. Pukulan "Hadrah" dibagi tu- juh jenis pukulan yang disebut pukulan satu, dua, tiga, empat, lima, enam, dan pukulan tujuh, serta ada juga pukulan yang dirangkum dalam tiga jenis kumpulan, misalnya pukulan satu, edar satu pecah satu dise- but satu pukulan, kemudian pukulan dua, edar dua dan pec- ah dua dikira juga satu pukulan, demikian seterusnya masing- Kenduri "Tron Ulaut" di Pesisir Pantai Aceh pinggir pantai masih diteruskan oleh para nelayan di Aceh.. Pada upacara adat yang dipusatkan di Desa Lamteu- ngoh, Kabupaten Aceh Besar, tampak hadir Gubernur Aceh Syamsuddin Mahmud, Bupati Aceh Besar Teuku Untung Juana, Ketua DPD Golkar Tingkat-1 Aceh, Teuku Djohan, pemuka adat setempat dan "Panglima Laot" serta sekitar 6.000 nelayan. Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Aceh, Zainuddin Hamid me- ngatakan, tradisi kenduri laut ini merupakan tradisi ma- syarakat nelayan Aceh sebagai ungkapan tanda kesyukuran Esei Sekalipun jumlah konsumen kelas menen- gah ke atas meningkat pesat di dunia ini karena banyaknya informasi yang mereka peroleh secara cepat, namun industri perik- lanan menemukan dasar humor sebagai alat yang paling efektif dalam promosi iklan in- ternasional. Humor rias wajah dan lelucon yang agak kasar merupakan dua cara efektif untuk men- gomunikasikan promosi periklanan interna- sional, sementara humor lain yang cukup rumit gagal mencapai sasaran, kata konsultan strategi periklanan global. Haji Abdul Razak bin Ab- dul Hai, anggota tim kesenian dari Brunai Darussalam menge- mukakan, pengaruh perubahan zaman sudah tidak dapat die- lakkan, begitu juga "Hadrah", sehingga beberapa unsur baru telah diterapkan kedalamnya. elucon bersifat kekanak-kanakan yang menarik perhatian masyarakat antara lain ber- sifat universal serta mengundang senyum masyarakat di benua lain, kata Simon Anholt, direktor World Witers, kepada Reuter. Senikata "Hadrah" ada dalam bahasa Arab, kebanyakan ben- jaminan hidup bagi mereka yang berpredikat sastrawan negara. tuk puisi atau syair yang memu- ji keagungannya, kebesaran. serta kegemilangan riwayat hidup Rasullullah SAW, kelu- arga dan para sahabat baginda Rasul. "Hal ini diperlukan untuk menyesuaikan dengan kehen- dak masa sehingga perlu diper- tahankan untuk diterima ma- syarakat ditengah banjirnya seni modern," katanya. World Witers telah memberikan saran kepada beberapa perusahaan besar seperti Microsoft, Nike, dan Coca-Cola yang meng- gunakan strategi periklanan global. Contoh yang baik pada iklan yang meny- ilangkan batasan budaya, yakni salah satu merk dagang perusahaan saus tuna pedas dari Argentina. "Iklan tersebut memuat gambar sepasang celana pendek yang ada di atas tali jemuran, dengan satu lubang di bagian be- lakang karena terbakar," kata Anholt. Pihak-pihak tertentu di Bru- nei telah memberikan kesem- patan kepada "Hadrah" dengan peristiwa tertentu di negeri ini, karena inisiatif itu bukan saja untuk mengenalkan dan meng- hidupkan "Hadrah", bahkan leb- ih jauh lagi merupakan suatu langkah untuk menggalakkan masyarakat agar memandang dan menyintai segala nilai asli yang diwarisi para pendahulu. "Penerimaan 'Hadrah' oleh orang tua-tua itu telah mem- perkaya khazanah seni dan bu- daya tanah air serta berjaya mentradisikannya dalam beber- apa upacara majelis tertentu," kata Airwan, bib Haji Malik, anggota delegasi kesenian dari Brunei. (yan hendrik/anspek) selalu ingat dan bersyukur kepada Yang Maha Pencipta KETIKA sang kreator merenungi sekuntum bunga bersayap de- yang memberi laut dan darat kat sebuah kolam hatinya berdebar-debar bagaimana kalau kukata- serta sekalian alam jagad ini," kan kepada dunia, bahwa manusia abad dua puluh satu akan berteriak- demikian sepotong kalimat yang teriak tentang dirinya sendiri. Mereka mencari kesejukan alam-mereka pernah lahir dari mulut seorang menjerit-jerit minta dikasihani - minta supaya kemanusiaan ditegak- "Panglima Laot" ratusan tahun kan. Kemanusiaan yang selama ini terbentur diakar-akar prasangka manusia itu sendiri, sebagai mahluk yang kadang-kadang melawan fit- Untuk merealisasikan nase-rah alam-terlalu serakah dengan tidak mengindahkan perimbangan silam. hat "Panglima Laut" itu, maka tradisi kenduri Tron Ulaot upacara makan bersama di Iklan yang bersifat humor seringkali meraih hadiah pada festival periklanan inter- nasional yang diselenggarakan setiap tahun, karena sifatnya yang universal, katanya. Namun, banyak iklan yang sangat populer di pasar domestik dan secara jujur iklan yang menggunakan humor yang cukup rumit tidak laku, katanya."Hampir 90 persen iklan yang beredar di Inggris, menurut kami, benar-be- nar lucu, tapi kurang dapat dimengerti apabi- la iklan tersebut diterjemahkan ke dalam ba- hasa lain. Hal itu bukan disebabkan oleh bahasa, melainkan karena budaya." disekitarnya. Apa konsekwensinya tidak mereka pikirkan. Nenek moyang yang Pada umumnya iklan internasional yang hanya diterjemahkan ke dalam bahasa lokal tidak laku, karena iklan tersebut tidak hanya ditujukan pada budaya lokal, katanya. "Masyarakat berpendapat bahwa men- ciptakan iklan yang dapat menarik perhatian kalangan muda di benua Eropa, seperti génar- asi MTV, adalah hal yang mudah, padahal itu merupakan buah pikiran yang keliru," kata mereka kepada Allah SWT yang telah memberikan rezeki. Humor Kunci Sukses Iklan Internasional Ia mengharapkan, agar ken- duri laut ini tetap dilestarikan, karena selain mengungkapkan rasa syukur, juga tradisi ini sudah dilakukan turun temurun oleh nelayan di daerah Aceh ini. MENGADAKAN PENGAJIAN Anholt. "Mereka semua memiliki kebudayaan mereka sendiri-sendiri dan mencoba berbic- ara dengan mereka sebagai satu kelompok sangat sulit," katanya. Untuk menarik sebanyak mungkin pemir- sa, beberapa pembuat iklan menghindari hu- mor secara bersamaan dan menggunakan image yang cukup sederhana untuk menyam- paikan pesan mereka. Dan sebagai hasilnya, kata Anholt, banyak perusahaan iklan internasional bersikap lu- nak dan menonjolkan serangkaian kemusta- hilan mencolok orang yang menggunakan produk kosmetika atau minuman dengan ling- kungan yang tidak masuk akal. SULIT Dalam tradisi kenduri "Tron Ulaot" ini, sebelum acara dimulai, tepatnya pada malam hari, puluhan nelayan yang membaur dengan para santri setempat, mengadakan pengaji- an. Ada yang mengkhatamkan Qur'an 30 juz, Dalail Khairat (membaca zikir) hingga larut malam. sa/heru ds./anspek) Sedangkan dari Medan Am- ran Eko Prawoto 6 sketsa, Kuntara DM 7 sketsa dan Togu Sinambela 6 sketsa. Satu- satunya peserta dari Binjai, Iyok menghadirkan 8 sketsa. Pameran ini berlangsung sejak 24 hingga 31 Juli 1997, (idp) Seni : Seekor Jembalang Burung Gagak Memanggil- manggil Namamu Pasar yang paling sulit untuk para peran- cang iklan asing adalah wilayah Timur Ten- gah. Anholt menyebutnya sebagai kebudayaan daerah tambang. REBANA Malaysia Sorga bagi Sastrawan Anak Negeri? "Tugas tersebut sangat rumit. Contohnya Anda tidak dapat menggunakan gambar wan- ita yang menggunakan pakaian minim; dan bendera nasional yang kadang-kadang mem- punyai arti keagamaan," katanya. an hukum para sultan di negara kesadaran akan pentingnya sas- Malaysia dikenal sebagai salah satu dari berpenduduk mayoritas Melayu tra saja belum tumbuh kuat sedikit negara berkembang di dunia yang sangat memperhatikan kesejahteraan sastrawannya karena pemerintah negara itu memberikan dalam diri pejabat kita," katan- ya. Oleh: N.A.Hadian Namun demikian, katanya, akan halnya masalah yang dikaitkan dengan periklanan internasional, beberapa perusahaan telah melakukan pendekatan dengan cara yang be- nar. Menurut dia, merek dagang internasional dikatakan berhasil jika para konsumen pada setiap pasar percaya bahwa produk tersebut telah menjadi bahan pembicaraan beberapa orang yang mengetahui kebutuhan mereka, bukan oleh orang asing yang disampaikan melalui penerjemah. Promosi iklan yang dilakukan oleh pe- rusahaan minuman ringan menyaingi Pepsi dan Coca Cola yang selalu menggunakan budaya local untuk menarik konsumen. "Di India, Pepsi menampilkan promosi iklan yang menggambarkan olah raga cricket dan bintang pop India," kata Anholt dengan menambahkan bahwa perusahaan tersebut sekarang sudah membangun perusahaan yang menyaingi Coca Cola yang memasang iklan Eropa Rayayang menonjolkan sepak bola yang sangat sedikit penggemarnya di India. (anspek) NEGERI jiran yang kini termasuk salah satu negara industri baru di Asia itu di- lukiskan peneliti Pusat Kajian Malaysia Fakultas Sastra Uni- versitas Sumatera Utara (FS- USU), Wan Syaifuddin Edwin MA, sebagai sorga bagi sas- trawan anak negeri. Hingga kini, negeri "Hang Tuah" itu dilaporkan memiliki delapan sastrawan yang di- anugerahi Yang Dipertuan Agung Malaysia predikat sas- trawan negara. Beberapa di antara mereka yang berpredikat sastrawan negara karena sumbangsihnya yang besar kepada pembangun- an bangsa melalui melalui karya sastranya itu adalah Krismas (almarhum), Shahnon Ahmad, Muhammad Haji Salleh, dan Nur SM. Menurut Syaifuddin yang merampungkan pendidikan magister bidang ilmu sastra dari Universiti Sains Malaysia, sastrawan negara memperoleh semacam "jaminan hidup bu- lanan" dari negara antara 3.000 hingga 5.000 ringgit. "Penghargaan berupa jamin- an hidup bulanan dari pe-mer- intah Malaysia itu belum ter- masuk fasilitas lain yang diteri- Tujuh orang pelukis dari Ja- karta, tiga dari Medan dan satu dari Binjai, pameran Sketsa di Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU) Medan. Pameran itu, dibuka oleh Kepala TBSU, Anwar,SH Ka- mis (24/7) sore. Ke tujuh pelukis dari Jakarta itu masing-masing Titis Jaba- ruddin menyertakan 4 lukisan sketsa, Iprint 3 sketsa, Soemaryo Hadi 2 sketsa, Rip V Dinar 6 sketsa, william R 2 sketsa dan I Made Wiraadikesuma 2 sketsa. ma para sastrawan negara," ka- tanya. Mereka yang melakukan per- jalanan "kreatif" ke luar negeri biasanya mendapat fasilitas tam- bahan dari pemerintah sepu- langnya dari perjalanan itu. la mengatakan, bagi sas- trawan negara yang hanya men- ulis satu larik puisi saja saat berada di Berastagi, kota wisata di Sumut, misalnya, negara akan mengembalikan semua ongkos perjalanan sang penyair mulai dari transportasi, penginapan, hingga konsumsi. Pelukis Jakarta dan Sumut, Pameran Sketsa di TBSU Kendati mendapat pelayanan yang baik dari negara, tidak be- rarti kebebasan mereka berkrea- si sebagai sastrawan yang kritis dan menjunjung tinggi kebe- naran akan dibatasi negara. "Sejauh yang saya ketahui, mereka tampak tidak dibatasi negara untuk mengembangkan kreativitasnya sebagai sas- trawan kritis, sebagaimana ter- lihat dari isi karya sastrawan negara semisal Shahnon Ahmad dan Samad Said." katanya. Prosa Shahnon Ahmad ber- judul "Sultan Baginda" misal- nya justru mengritik Perdana Menteri Mahathir Mohammad dan "Tunggul-Tunggul Grigis" mempertanyakan hak kekebal- sejak pagi hari sampai malam. Pameran yang mereka sebut sebagai "Pameran Sketsa GO RESAN Januari-Desember III". ini menurut Kepala TBSU Anwar SH menjadi jembatan komunikasi timbal balik antara para pelukis Jakarta - Medan untuk dapat berkreasi serta menunjukkan identitas dirinya sebagai seorang pelukis kreatif. Dengan pameran ini, lebih mendorong perhatian dan upaya meningkatkan daya cipta pelu- para pelukis Medan untuk daya ciptanya. kis Medan untuk meningkatkan Dalam katalog, turut membe- rikan kata sambutan, M.Sulebar Soekarman, seorang pelukis, pengajar tetap Instit Jakarta (1KB). Kesenian selama ini dimitoskan sekarang menjadi sebuah jeruk purut yang ter- buang di celah-celah pagar kawat berduri - mesin-mesin dengan suara daging jadi dagingnya babi-babi hutan. nya menderu-deru keras menembus lubang kuping telah tumbuh ber- segala kecentang perenangan alam - kau harus masuk kedalam Sang kreator kau tidak usah terlalu berlarut-larut dalam menganalis lambang-lambang hidup ini. Biarlah, biar segala berlalu, betapa pun manusia selalu mendurhakai ibunya sendiri. Bukankah ibunya sudah- lama pergi. Kita harus mencari ibu baru tidak perlu meratapi masa lalu. Masa lalu adalah gelombang yang tidak bergelombang lagi. Be- nar, jangan kau terpaku dengan duniamu dulu. Dunia kini adalah du- nia model kulit labi-labi. Kau lihat aku si mahluk bahagia. Aku beri tahu kepadamu saat- nya sekarang kita menjilat-jilat - aku mengisap-isap air liurku sendiri. Aku senang sama munafikus-munafikus-aku mau bersahabat kepa- danya. Persetan itu sama si Dodot pencipta kepinding yang katanya agar diganti dengan kepinding asli. Nah, kau dengar ini sang kreator- manusia pemuas nafsu hewaniah. Orang seni bukan malaikat. Tapi ma- nusia. Manusia pemikir, manusia perenung, dan manusia yang selalu menetaskan kemanusiaan. Lihat, dan dengar ini, malaikat bukan mah- luk budaya dia cuma patuh sama perintah Al Chalik. Kita lebih agung darinya. Mau kemana kita sekarang. Orang seni, itu dia si burung gagak yang memanggil-manggil si jembalang, si bayang-bayang rapuh-yang terbang kiat kemari. Jem- balang seni makin menakutkan. Matanya marak merebakrebak kian jauh- menembus angkasa dan sebentar jatuh menimpa daun jelatang- merimbun anak berduri-dibawa angin warna lembayung. Di laut yang bukan laut, tapi laut si gagak si jembalang seni pergi bertarung ke pantai gulita bersama kelam air laut-yang berembun,-wajahnya seperti pucat,- rindu sama langit yang kemarin menjelma jadi kaca jendela pak Jur- dut. Aku anak dunia. Aku warga dunia siapa mau ikut. Marilah, ma- ri pecahkan gelap itu. Gelap kita jadikan arca-kita tukar dengan nilai sejarah manusia serta awas di sini banyak halilintar yang memburu- buru matahari. Dari ranting ke ranting hinggap-serta dalam gulita itu dunia mendidih berobah pekat saat orang bertanya: adakah kini ma- nusia yang berjalan dengan kakinya sendiri. Aku menangis. Aku ter- sedu. Aku cuma jembalang-jembalang. Siapakah yang mau dengar lagi omonganku perempuan- perempuan berkerudung mencari lembaran-lembaran dunia. Malam yang terus malam,-melangkah merangkaki bukit-bukit terjal, kemu- dian aku kembali bercakap-cakap tentang dunia yang kian angkuh itu. Jembalang seni dan si gagak berparuh pohon sauh siap mencurahkan isi alam-tapi tiba-tiba dunia berkata: Keadilan telah tercecer di jalan- jalan-terpengkeh-pengkeh. Wajahnya makin bopeng, matanya makin rabun. Kebenaran mereka cincang-cincang didepan pintu rumah Ja- burdot. Betapa dunia telah kehilangan impiannya dari pan kita. Kita tak lagi bisa menatap nilai-nilai tak lagi bisa menyaksikan kasih sayang sang ibu menyusui sambil nyanyi-nyanyi kecil disamping ayun- an anaknya. Bersiaplah, kita mau berangkat berlayar ke dunia lain,- dunia yang tak bertehnologi, tapi lebih canggih dari segala yang cang- gih. Di sini tidak lagi canggih, tapi namanya wah, wah. Tehnologi wah, ah tak panya bahasa lagi. Di sini berlaku hukum siapa kau siapa aku. Kau ya kau. Aku ya aku. Kemanusiaan di sana adalah kemanusiaan tak berbumi, tapi adil. Keadilan di sini adalah keadilan yang berdiri tegak selurus-lurusnya. Jembalang seni cuma rasa pikir yang kesasar, sedang si burung gagak adalah cubitan-cubitan riak samudera dalam igau-igau bebek di kandang singa. Dunia menjerit terus. Dunia mera- tap terus-dan kepalanya jungkir balik diputar raksasa anak jadah yang kesasar lari ke kota. Hoi jembalang seni si burung gagak, hoi bumi- langit yang tak berbumi langit siapa yang berdosa sekarang akukah atau kau?. Sudahlah mari kita perangi suara-suara yang menyesatkan hati ma- nusia, mari kita lanjutkan perjalanan ini ke dunia dalam dunia. Tapi bukan dunia. Dunia kita adalah dunia logika - rasio. Logika dan ra- sio, itu masih dibawah nol. Siapa yang percaya padaNya, itulah maha dari segala maha. Mahanya berada di mana-mana dengan Qun, ja- dilah !!! itu. "Jadi, jangan dianggap para sastrawan negara itu sudah dibe- li pemerintah dengan predikat yang diberikan itu," katanya. Bahkan, dengan karyanya yang mampu mempengaruhi visi rakyatnya, mereka tampil sebagai mitra sejajar pemerin- tah dalam ikut membangun Malaysia yang kokoh dan berp- ijak pada nilai peradaban Me- layu. Pengaruh tulisan para sas- Malaysia; trawan di tengah masyarakat majemuk itu di- nilai sangat kuat, seperti terlihat dalam polemik Sastra Islam yang konon berhasil memanc- ing perhatian rakyat Malaysia secara luas. Syaifuddin mengatakan bah- wa, seperti yang pernah diakui Krismas (almarhum), hadiah berupa uang yang diberikan pemerintah kepada sastrawan negara antara lain bersumber dari kutipan pajak penjualan buku sastra yang ditulis mere- ka. "Uang dari hasil kutipan pa- jak penjualan buku sastra yang ditulis mereka itu dikembalikan negara kepada mereka dalam bentuk jaminan hidup tadi," ucapnya. TUJUH RIBU JUDUL Di Malaysia, setiap tahun, terbit sedikitnya 7.000 judul buku baru, termasuk di dalamn- ya karya terbaik sastrawan neg- eri itu. Apa yang dialami sastrawan negeri jiran itu pernah mengun- dang komentar penyair senior Sumut, Drs. Z. Pangaduan Lu- bis. Lubis mengakui bahwa na- sib sastrawan di negeri jiran itu umumnya memang lebih berun- tung dibanding rekan mereka di Indonesia, berkat kesadaran tinggi pemerintah Malaysia. "Namun, saya merasa tak perlu dan tak ingin menarik per- hatian para pejabat kita agar seperti Malaysia dalam mem- berikan apresiasi nyata kepada sastrawan-besarnya, karena hal itu memang sudah seharusnya menjadi kesadaran pribadi pejabat kita, walaupun tidak di- ucapkan," katanya. Ia mengatakan, kini sulit mencari pejabat tinggi negara yang piawai dalam menulis buku, termasuk karya sastra kre- atif, seperti yang pernah ditun- jukkan tokoh nasional seperti HAMKA, Hatta, Muhammad Yamin, dan Mohammad Natsir. "Karena itu, sastrawan kita tak usah berharap banyak akan ada kebijakan seperti yang dia- lami sastrawan di Malaysia, jika CERPEN PEREMPUAN itu yakin ia akan bahagia. Betapa dirinya tak pernah sepi. Sebab, hampir tiap mata lelaki yang meliriknya, pasti menilai ia perempuan anggun, molek, denok atau entah sebutan apa yang lebih menarik dari itu. Ia juga cukup mengerti, semua itu modal awal ketika ia mulai melangkah. Karenanya, ia tak pernah acuh untuk berkarir apa sa sekalipun. ja, walau yang penuh resiko "Kau tidak takut, Mara", seorang lelaki menanyai perem- puan itu. "Aku dilahirkan untuk mela kukan pekerjaan ini", jawabnya mantap. "Walau yang penuh bahaya sekalipun", gugat lelaki lain. "Ya, sebab aku adalah bahaya itu", perempuan itu makin yakin dengan keberadaannya. Sekarang ia masih melangkah. Menyusuri trotoar-trotoar panas di kakilima perjalanan karirnya. Sesekali matanya nekad hinggap di dasi-dasi lelaki jetset. Malah polantas yang lagi sibuk mengatur jalananpun sempat dibuatnya ngiri, sampai matanya nyasar mengikuti arah langkah perem- puan itu. "Kau akan kemana, Mara?", sapa lelaki lain di sebuah tikungan. "Aku akan kemana-mana', ujarnya sedikit lirih. Kerongkongannya terasa pahit, kering, entah berapa jam ia sudah melangkah. Beberapa tetes lelehan ludahnya ditelannya kem- bali, melewati lehernya yang jen- jang mulus, yang pernah dijilat entah oleh berapa lelaki. Kemu- dian sampai di dadanya yang mengembang empuk, yang juga pernah dijamah entah oleh barapa pejantan. Perempuan itu memegang perutnya, kemudian dipilin pilin- nya sesaat. "Ah, tak apa-apa", gumam- nya lemas untuk dirinya sendiri. "Kau ada di sini, Mara?", seorang lelaki telah memegang pundaknya, lembut. Lelaki ber- dasi, berstelan jas itu menga- jaknya duduk di serambi gedung bertingkat tempatnya bekerja. "Aku selalu ada di sini Mas", tukas perempuan itu kemudian. "Hah, itu berbahaya sekali, Mara", dengan sedikit gusar lelaki itu menahan geram. "Aku akan memikul apapun bahaya itu, Mas", potong perem- puan itu cepat. Setelah ia menerima beberapa lembar kertas berharga dari lelaki itu, iapun melangkah lagi. Entah istana Seterusnya, dilihat dari per- spektif pemasyarakatan bidang sastra ke tengah masyarakat pun, menurut Syafwan Hadi Umri, pemerhati sastra yang juga Kabid Kesenian Kanwil Dep- dikbud Sumut, Malaysia tam- pak lebih berhasil dibanding- kan Indonesia. "Keberhasilan Malaysia dalam sosialisasi sastra ke dalam berbagai strata sosial di sana antara lain terlihat dari kegaira- han masyarakatnya membaca karya sastra di sana," katanya. Kegiatan membaca dan me- nikmati ketiga "genre" sastra (puisi, prosa, dan drama) di neg- eri itu ternyata tidak hanya ter- batas pada kalangan pelajar se- kolah menengah dan maha- siswa, tetapi masyarakat "awam" pun didorong membaca buku berbau sastra. Shafwan yang mengaku tel- ah beberapa kali berkunjung ke Malaysia dalam rangka studi banding ataupun ikut kegiatan sastra sekolah melihat tingkat keterbacaan sastra di sana su- dah lebih tinggi dan lebih melu- as hingga ke luar lingkungan sekolah. "Saya pernah tertegun men- dengar seorang supir taksi yang saya tumpangi dalam satu kun- jungan kerja ke Kuala Lumpur 1995 dengan lancar menutur- kan jalannya cerita prosa klasik kita, 'Siti Nurbaya'," katanya. "Ketika itu saya sempat ber- tanya-tanya dalam hati, bagaim- ana bisa seorang supir taksi memahami secara baik kisah 'Siti Nurbaya' berikut para tokoh dalam prosa itu, sekaligus dapat pula memberikan gambaran kejiwaan para tokohnya," ucap- nya. Shafwan melihat bahwa tid- ak hanyá novel klasik Indonesia yang banyak dibaca di sana, melainkan juga karya lain sas- trawan Indonesia pasca-Kemer- dekaan seperti novel Mochtar Lubis dan Budi Darma. "Apa yang dapat kita tarik sebagai pelajaran dari negara yang pernah meminta kita men- girimi guru untuk mengajarkan berbagai cabang ilmu itu di antaranya adalah keseriusan dalam memasyarakatkan sastra di sekolah dan luar sekolah," katanya. Di samping itu, yang tak ka- lah pentingnya adalah harga buku sastra pun relatif terjang- kau semua lapisan masyarakat, termasuk kalangan supir taksi tadi, sehingga memungkinkan "eksklusivisme sastra" tak muncul di negeri itu, tambahn- ya. (rahmad nasution/anspek) mana yang ingin ia capai. Sebab ia tak pernah puas hanya dengan sebuah cinta. Walau cin- tanya kini menancap di tanah ker- ing nan gersang, namun perem- puan itu yakin, ia akan mencapai istana. Di sana ia bisa meneguk hujan, memakan "khuldi" keabadian, menikmati minuman dari "alkautsar", bahkan di istana itu juga ia ingin meraih "firdaus", Ya, perempuan itu memang betul-betul rakus kenikmatan, ia tamak, sembrono, "mukhtalin fakhura' akan kenikmatan itu. Ia telah melam- paui batas. Apa Ma'e di kampungku adalah orang rakus, sebab ia makan apa saja yang bisa dimakan. Tak ada seleksi makanan bagi perutnya, dari ketela panggang sampai putih manggapun dilahapnya. Bila ada kenduri, ia pasti akan dapat jatah satu bakul penuh. Ya, ia memang rakus. Rakus makan bagi Apa Ma'e, mungkin hanya sebagian kecil dari apa yang telah menimpa perempuan itu. Betapa tidak, bila sungkan berbuat apa saja demi ia tak pernah lagi sungkan cintanya. Pernah pula cintanya melambung 'menaiki' lift-lift gedung bertingkat, namun di kali yang lain menjelma menjadi peluru yang memasuki senapan senapan berbayonet. Siap untuk meledak, seandainya pelatuk- nya digerakkan. Tapi perem-. puan itu tak jera, bahkan ia makin acuh dengan orang-orang.. "Kau rakus sekali, Mara", mengomel orang-orang. Beberapa jenak perempuan itu menatap ke orang-orang. Kemu- dian ia menunduk, memper hatikan lekuk dadanya yang turun naik, pertanda ia lelah sekali. Ditepuknya pinggulnya yang molek, seraya diacungkan- nya ke orang-orang. "Aku rakus untuk diriku", gumamnya kemudian. Ia yakin dengan jawaban itu. Untuk apa ia persembahkan kerakusannya itu buat orang lain, bila orang-orang hanya akan mengumpatnya.. Terutama perempuan-perempuan jalang yang sudah tiga atau empat kali 'bersuami', dan perempuan- perempuan yang sering merintih di lorong-lorong gelap. Bagaimana mungkin perempuan- perempuan itu bisa menekuni karirnya, bila orang-orang sekuler masih mengintipnya di dinding cinta. Perempuan itu telah mem- buangnya, ya, ia telah terpisah dari hati yang merintih atau jiwa wanita yang meronta-ronta. Kini ia bebas mengepuk sayap ke awan atau turun ke relung bumi, tak ada yang menghalanginya lagi. PUISI HARTA PINEM PERSEMBAHAN DAUN-DAUN Persembahanku hanya daun-daun yang kupetik dari kesunyian ladang air mata anak-anakku sebagai taruhannya bayar segala hutang yang kau tagih dari perih telah kuhadapi siksa penjajahan dari tangan ke tangan dan inilah persembahan kami hatiku setumpuk daun-daun, seporsi daging segar serta secawan anggur mawar setelah nikmati perhentian di hari Minggu pagi terimalah kealpaan ini sebab rindu kami sangatlah dalam pada terbitnya matahri cinta di esok pagi maka terimalah persembahan ini sebagai pertanda kefanaan kami di bumimu yang kian pasti Medan, 1997 ANCHI SOFT COOP. DESA KECIL HALAMAN 10 Mentari pagi datang lagi mengintip-intip daun-daun jendela gedung kecil di kaki gunung berdiri sempoyongan, bertopi tepas sesekali, manusia melintas hanya terdengar gemerincing bambu-bambu sepi, tetapi tidak sunyi mereka sudah biasa, turun gunung naik gunung menggodok lahan di pagi hari menganyam tikar di kala senja bersantai di beranda rumah mendengar ocehan-ocehan kodok diselimuti dingin udara gunung NANANG SURYADI LADANG TEMPAT BAPAK KITA RAJIN BEKERJA nylur yang lambai, batin mengeja akan abadikah ini semua Medan, 1997 hutan perawan, hamparan tanah pertanian nan subur di ladang-ladang tempat bapak kita rajin bekerja seribu tanya menghajar rasa akan abadikah ini semua ditengah jaman nggombalisasi diterkam kuku jaman ditengah taring-taring pembangunan yang nganga mulutnya: siap lahap semua 6. ladang hutanku tak perawan lagi tiap hari terjadi pemerkosaan terhadapnya dan mengalirlah airmata dari batin yang eja, lampu-lampu kota 20 401 FDD nogo0 olini AXC yang berwarna. and she 2810 ZASTOON Malang, '97 "Huh, betapa bodohnya," um- pat perempuan itu, entah untuk siapa. Rakus Oleh: M.N. Age "Berarti kau liberalis, Mara", terdengar ocehan dari lantai di atas loteng. Perempuan itu menyapu pan- dangan ke seisi ruangan. Ia tak menemukan siapa-siapa. Lorong- lorong di lantai ataspun ia telusuri, namun ruang-ruang berdebu itu tak berpenghuni apa- apa. Kecuali hanya dirinya sen- diri. Dari perempuan yang sedang melangkah satu-satunya menuju pintu tangga ke sebuah taman. Di dahan eucalyptus, taman itu menggayut sebuah sangkar perak cucakrawa yang sering mem- bangunkan perempuan itu diwaktu pagi. Burung terkurungpun masih punya kebebasan, setidaknya kicauan- nya yang tiap pagi masuk ke kamar perempuan itu. Tapi perempuan itu yang merasa telah liberal dengan melepas segala yang Perempuan itu marah, menudingku sebagai lelaki sok suci. Mau tak mau, aku harus pingitannya, toh, kini ia terpingit membebaskan perempuan itu dari oleh dirinya sendiri. aku pautanku. Sejak itulah ia mulai mengepak sayap ke awan, memulung cinta di mana-mana. Sampai kemarin, menemukannya tertatih-tatih di lorong cinta. Lalu kuberi ia setetes air, barangkali bisa men- dinginkan dadanya yang sedang membara oleh dendam dan sakit hati. Tapi ternyata airkupun telah jenuh, jenuh oleh kemerdekaanku dengan cinta. Sebab itulah, aku tak mau perempuan itu men- dulang hatiku sekali lagi. Biarpun ia menyimpan dendam dan sakit hati kepada lelaki-lelakinya di dalam hati yang teramat kecil sekalipun, namun kemerdekaan ku bukanlah hanya sebatas abad. Barangkali seandainya aku masih dibelenggu oleh im- perialisme kekecewaan, mungkin pelabuhanku masih bisa menam- batkan cinta. Tapi kini pasang telah berlalu, walau surut kini belum tiba. Karena demikian, perempuan itu kuacuhkan dari pelayaranku. terpaksa "Aku akan mati saja", ucap perempuan itu lirih dengan den- dam berapi-api. "Barangkali, kau bodoh karena cinta, Mara", suara tadi mengomel lagi. "Tapi, tapi aku sudah tak punya cinta", bantah perempuan itu. "Benar, wahai Mara, karena dulunya kau telah amat rakus dengan cinta", suara itu agak keras. bisa terlelap bersama mimpi- mimpi indahnya tentang seorang perempuan. Begitulah perempuan itu, ia tak menyangka kalau im- piannya akan membuat ia jatuh terseok-seok, terseret dari satu cinta ke cinta yang lain lagi. "Betapa sakit dan memalukan, Mara", suara hati perempuan itu. Seandainya ia sempat memikirkan itu dulunya itu ketika matahari masih sepenggalah, barangkali sekarang tak kan ada orang-orang yang berani mengumpatnya. Apalagi mencaci maki dan mencemoohnya sebagai perempuan rakus. Sebab, akupun akan berani untuk membelanya. Mengapa tidak, bila ia pernah jadi kekasihku, perempuan yang pernah kuberikan sepucuk cinta. Namun ketika aku sedang ter- paut, ternyata perempuan itu sudah 'rakus'. Lalu kukatakan kejujuranku : "Yang itu tak mungkin kita lakukan, Mara". Perempuan itu terdiam. Ia tak tahu harus menjawab apa atas tudingan tersebut. Ia tertunduk lesu, seraya meremas-remas jemarinya yang lentik. Pikirannya kalut, kacau, keruh karena jenuh oleh cinta. Ingin sekali ia bisa kembali mengencerkan kekeruhan itu. Tak ada air yang mungkin untuk menyejukkan hatinya, walau sekalipun. Ibarat air di daun talas, begitu juga air- air yang pernah hinggapdi hatinya, kini kering tak berbekas. Sebab, kepanasan dalam cintanya, mengakibatkan nuansa fatamorgana saat mentari masih pagi. Ya, perempuan itu telah ter- tipu oleh nuansa. Betapa ia merindukan keindahan, namun paginya telah ia hancurkan karena kerakusannya itu. Ketika tadi pagi orang-orang mendapatkan perempuan itu mati Ia terjatuh dalam gumulan ber- di tali gantungan dalam kamar- sama lelaki yang selalu setia nya yang berdebu dan terkunci merenggut mahkotanya. Ia dari dalam, mungkin ada sesal melakoni pagi, laksana seorang yang mengaliri hatiku. Tapi, ah, suami yang rindu istrinya di perasaan.. itu telah kutekan tengah malam yang dingin. Tapi dalam-dalam sampai kempes, siapa sangka bila istrinya sedang atau meledak sekalian. Dengan berada dalam dekapan lelaki lain, demikian, aku yakin tak kan jadi yang sesaat lagi akan jatuh 'rakus' atas 'kerakusannya" terseok-seok, seperti kuda habis perempuan itu. berpacu. Namun suami itu masih Lhokseumawe, 97. (5 QUE "Ya, barangkali itu lebih baik", aku juga sakit hati oleh kecewa. ANA J J di B bersa siona berla Agus luas pilih yang Kua den; itu sata kaw Rhu dan Rec pas dap gar L d ya pe di se p h W M tu P be 19 17 U d. se p le Ta a da A pa W la. Sit da du N ta ut te: na ag ri ya me di ke ha da Ar ro mu ku ya ng ber jiw rul