Tipe: Koran
Tanggal: 1997-10-31
Halaman: 04
Konten
Color Rendition Chart 2cm upy SOLOPOS, JUMAT WAGE, 31 OKTOBER 1997 SOLOPOS Diterbitkan oleh PT Aksara Solopos Surat izin: SK Menpen No. 315/SK/MENPEN/ SIUPP/12 Agustus 1997 Pemimpin Umum: Dr H Sukamdani S Gitosardjono Wakil Pemimpin Umum: Lukman Setiawan- Pemimpin Redaksi: Danie H Soe oed-Pemimpin Perusahaan: Bambang N Rahadi Dewan Redaksi: Banjar Chaeruddin, Cyrillus I Kerong, Firdaus Baderi, KRT Kresna Handayaningrat, Moch. Effendi Aboed, Sjarifuddin-Redaktur Pelaksana: Y.A. Sunyoto Redaktur: Agus Widyanto, Anggit Noegroho, Bambang Harsri Irawan, Chandra Prabantoro, Duto Sri Cahyono, Mulyanto Utomo, Quirinto, Riadho Solikhin, Sarsitowati, Verdy Bagus Hendratmoko Bercermin dari kasus Nasiroh Berita tentang dibatalkannya hukuman pancung terhadap Nasiroh -seorang tena- ga kerja wanita (TKW) asal Indonesia- yang dituduh membunuh majikan lelaki- nya, dapat dianggap sebuah keputusan yang memenuhi keinginan sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebab, seperti kita ketahui bersama, belakangan ini merebak sejumlah aksi demonstrasi yang menuntut agar pemerin- tah Indonesia memperhatikan nasib Nasi- roh. Aksi yang dilakukan berbagai kalang- an masyarakat Indonesia itu juga dituju- kan kepada pemerintah Arab Saudi me- lalui Kedubesnya di Jakarta. Para pendukung aksi tersebut menun- tut agar Nasiroh segera dibebaskan dari hukuman pancung yang dijatuhkan kepa- danya setelah dituduh menembak majikan lelakinya. Jadi ketika berita bahwa Nasiroh akhirnya dibebaskan oleh pemerintah Arab Saudi, maka seolah-olah tuntutan para demontsran itu telah mencapai hasil yang memuaskan. Namun sebetulnya jangan dilupakan satu hal, keputusan lolos dari hukuman pancung itu dapat diambil pihak pene- gak hukum di Arab Saudi karena pihak ke- luarga korban -isteri majikan Nasiroh- memberi pengampunan atau memaafkan TKW asal Indonesia itu, sebagai pencer- minan rasa kemanusiaannya, meski itu terhadap seseorang yang dituduh telah membunuh suaminya. Mengikuti peristiwa di atas sejak awal, alangkah baiknya kalau kita semua meli- hatnya dengan kepala dingin, tidak terburu nafsu atau langsung menghujat sistem hukum Arab Saudi, dengan dalih mem- bela salah seorang warga negara kita yang dijatuhi hukuman karena dituduh melakukan kesalahan di negara lain. Membela setiap warganegara itu me- mang suatu kewajiban tidak tertulis dan merupakan suatu tindakan mulia. Masa- lahnya, pembelaan itu haruslah propor- sional dan tidak emosional, apalagi kalau kemudian malah mengutuk sistem hukum negara lain. Kita tetap wajib menghor- mati norma-norma hukum yang berlaku di negara lain. Karena itu sudah sepantasnya kalau kita akan membela salah seorang war- ganegara kita yang sedang menghadapi masalah di negara lain, sebaiknya pem- belaan itu haruslah tidak menyimpang dari sistem hukum yang berlaku di negara di mana warganegara kita itu sedang menghadapi masalah. Artinya, pembelaan itu harus dilak- sanakan dalam jalur tata hukum di negara bersangkutan, sehingga mau tidak mau kita harus memahami sistem hukum terse- but secara mendalam. { bersalah atau tidak dan kalau memang ter- bukti bersalah, kita serahkan biar huku- man apa yang patut diterimanya atas kesalahan yang diperbuatnya itu. Lalu bagaimana kita memposisikan diri kita dalam membela seorang wargane- gara kita yang dianggap bersalah? Sebaiknya kita hanya meletakkan diri sebagai saksi untuk memastikan apakah warga negara kita telah memperoleh hak- hak hukumnya. Seperti, adakah pembelanya, apakah peradilan atasnya telah berlangsung jujur, adil dan transparan dsb. Kalau itu belum terpenuhi, maka kita wajib mengupayakan semua itu sehingga warganegara kita yang menjadi terdakwa dapat menjalani proses hukum yang jujur dan adil. Jika semua azas itu sudah terpenuhi dan kemudian ternyata warganegara kita dinyatakan bersalah, maka hal itu harus kita terima dengan lapang dada. Kita pun harus siap menerima konsekuensi hukum yang akan diberlakukan terhadap si ter- dakwa, bukan lantas kita memprotesnya, apalagi kemudian malah menuntut pem- bebasannya. Itu jelas suatu tindakan yang tidak benar dan kurang terpuji, sebab bagaimana pun juga seseorang yang dinyatakan bersalah, maka yang bersangkutan harus meneri- ma ganjaran atas kesalahannya itu, di mana pun peristiwa itu berlangsung. Kalau kebetulan ia sedang berada di Malaysia, Arab Saudi atau Amerika Serikat sekalipun, biarlah sistem hukum di negara masing-masing yang menentukan nasib si terdakwa, meski si terdakwa itu kebe- tulan adalah warga negara Indonesia. Mengapa demikian? Sebab pada dasar- nya, negara kita juga pemah menjatuhkan sanksi-sanksi hukum-termasuk di antara- nya hukuman mati- kepada warganegara asing yang dianggap melanggar sistem hukum kita. Itu suatu hal yang wajar-wajar saja di dalam tata hubungan antarnegara dan harus diterima dengan kepala dingin serta hati yang lapang. Seperti apa helm standar itu? Sejak diberlakukannya UU No 14/1992 tentang Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada tanggal 17 September 1993, timbul masalah khususnya mengenai penggunaan helm standar seperti apa yang wajib digunakan oleh para penge- mudi/penumpang kendaraan bermotor roda dua atau lebih, yang tidak mempergunakan rumah- rumahan, sebagaimana diatur dalam pasal 23 ayat 1 hurufe ; Kembali kepada persoalan Nasiroh, kita tentu patut mensyukuri karena kebe- saran hati keluarga korban maka war- ganegara kita ini akhirnya lolos dari pan- cungan. Meski begitu, kasus ini haruslah men- jadi pelajaran yang sangat berharga bagi semua pihak, khususnya Departemen Tenaga Kerja. Melalui pembelaan yang sesuai jalur hukum itu lah, kita berusaha melihat per- soalan hukum si terdakwa dengan kaca mata jernih. Biarlah sistem hukum itu yang menentukan, apakah terdakwa bangsa. POS PEMBACA Pengirim harap menyertakan fotokopi identitas yang masih berlaku Maksud UU mewajibkan bagi para pengemu- di/penumpang melengkapi diri dengan helm adalah demi keselamatan si pengemudi/penum- pang untuk menghindari cidera kepala bila ter- jadi kecelakaan. Di lain pihak aparat kepolisian sebagai pihak yang bertugas mensosialisasikan UU tersebut setiap kali selalu mengadakan razia. Masalahnya sampai saat ini belum ada standar helm yang wajib digunakan untuk memenuhi ketentuan UU tersebut, sehingga pengemudi/ penumpang asal mempergunakan tutup kepala yang menyerupai helm merasa dirinya sudah mematuhi UU. Mungkin benar apa yang dikatakan Ny. Siti Hardiyanti Rukmana, kini sudah saat- nya bagi pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pengiriman tenaga kerja Indone- sia (TKI) ke luar negeri. Sebab, pada kenyataanya kebijakan tersebut-seperti kita ketahui bersama- hanya menguntungkan dari sisi finansial saja. Sayangnya keuntungan finansial itu tidak sepadan dengan harga yang harus kita tanggung bersama sebagai sebuah Aparat kepolisian pada sisi yang lain meng- anggap pendapat pengemudi/penumpang itu adalah salah, sehingga pada waktu ada razia lalu lintas di wilayah Surakarta, seperti yang terjadi pada tanggal 27 Oktober 1997 lalu, aparat kepoli sian beranggapan helm ciduk/batok yang terbuat dari plastik seharga sekitar Rp 3.000 dianggap bukan helm yang dimaksud UU. Lantas penge- mudi/penumpang dianggap tidak memakai helm dan kepadanya digiring ke Polsek terdekat. Berhubung hal ini merupakan kendala dalam melaksanakan Gerakan Disiplin Nasional yang sedang digalakkan, maka saya berpendapat bah- wa instansi yang berwenang dalam hal ini Dephub, Kepolisian, Deperindag, BPPT atau yang terkait perlu segera melakukan koordinasi menetapkan helm standar ke dalam suatu Peraturan Pelaksanaan dari UU No. 14/1992, dengan satu syarat agar dihindari unsur mono- poli suatu merk tertentu. Dengan demikian dapat dihindari perbedaan persepsi dan memberi ketegasan bagi semua pihak. Sutarto JL Kaliwingko 3 Grogol, Solo 57552 Terima kasih Ki Djoko Saya adalah pelanggan Harian SOLOPOS dan pernah minta tolong Yth. Ki RM Djoko MP Haminjoyo BA, ahli supranatural yang mengasuh rubrik tanya jawab supranatural di SOLOPOS halaman 15, setiap hari Rabu (sekarang Senin). Begini. Saya pernah terkena tragedi, yakni kehilangan sepeda motor Honda Astrea di sela- tan Pasar Kartosuro pada tanggal 18 September 1997 pukul 10.00 WIB (Espos 21/10). Dari petunjuk-petunjuk Ki Djoko, terbukti saya berhasil menemukan bukti sepedar motor saya yang hilang dan akhirnya sekarang sepeda motor tersebut telah berhasil saya temukan. Meskipun sudah dipreteli dan ditempatkan di dua tempat terpisah, atas bantuan teman saya seorang polisi, barang beserta malingnya berhasil ditangkap. Terbukti kewaskithaan Ki Djoko dapat saya banggakan. Dan SOLOPOS beruntung memi- likinya sebagai sarana pelayanan masyarakat umumnya dan pelanggan-pelanggan SOLOPOS pada khususnya. Ungkapan perasaan senang, bahagia dari seorang Purnawirawan ABRI/Ko- passus seperti saya yang tidak jadi kehilangan ini sudah saya panjatkan kepada Tuhan YME. Namun kurang lengkap apabila saya belum me- nyampaikan ucapan terima kasih yang tak ter- hingga kepada SOLOPOS dan Ki Djoko yang dipakai sebagai lantaran-Nya. Menjadikan perpustakaan sebagai lambang peradaban ika terjadi perubahan dalam dunia pendidikan, J biasanya perhatian kita ditujukan kepada terjadi di Indonesia sekarang ini, yakni meniru Masalah penyediaan buku yang memadai dan universitas Islam. Jadi, dunia Barat dan Timur perpustakaan memang dibahas juga, tetapi kedu- mencontoh sistem pendidikan tinggi dan sistem dukannya hanya dipandang sebagai sarana penun- perpustakaannya dari dunia Islam. jang jika dibandingkan dengan ketiga unsur pendi- dikan tersebut. Hubungan antara perpustakaan, univesitas, dan buku merupakan kesatuan yang tak terpisahkan. Oleh karena itu, penerbitan buku diberikan priori- tas utama. Bagaimana mungkin perpustakaan dap at berdaya guna manakala tanpa diikuti dengan pe- nerbitan buku. Di negara maju, tidak mungkin orang mendiri- kan sekolah sebelum tersedia koleksi perpustaka- an menurut besar minimum yang ditentukan. Salah satu hasil penelitian di Amerika Serikat mengung- kapkan bahwa hanya 5% waktu belajar yang diguna- kan oleh peserta didik untuk bertatap muka dengan guru; sedangkan sisanya digunakan untuk mem- baca buku, baik di kelas, di perpustakaan, atau di Kemajuan dunia Islam terjadi, mencoba terus rumah. Selebihnya untuk bersemuka dengan guru. memerangi kebodohan umat. Sumber daya manu- Memang benar, buku ajar yang baik di negara sianya meningkat terus melalui menyuburkan pe- maju selalu dikhawatirkan oleh pihak guru kare- nerbitan buku. Demikian pula Barat berhasil me- na bakal menggeser kedudukan-nya. Dan, ini ter-ngejar ketertinggalan peradabannya dan mereka bukti bahwa buku yang ditulis dengan baik lebih belajar dari dunia Islam, -membuka diri melalui berhasil daripada guru yang tidak baik mengajar- sikap menerima buku sebagai media kebangkitan nya. Buku yang baik bekerja sama dengan guru yang baik lebih besar hasilnya daripada hasil yang dicapai oleh buku atau guru tersebut secara sendiri- sendiri. Barat. Terima kasih SOLOPOS-ku tanpa kau lahir di Solo, mungkin nasib saya tertulis lain. Kusno Soedjarwadi Bibis Luhur Ngemplak Solo GAGASAN Kabag Iklan: Engky Harnani-Kabag Sirkulasi: Stefianus V. Genewa-Staf Redaksi: Amir Tohari, Arif Fajar S, Budi Sarjono, Dwi Asih SR, Dwiyatno, Imbang Pambudi, Iskandar, Jaja Suteja, M Dindien Ridho, Mediansyah, Mh Zaelani Tammaka, Musfarayani, Nila Sofianti, Nuni Kurniati, Nuri Aryati, Pardoyo, Rahmat Wibisono, Rahayu M, Rina Yurini, Rochimawati, R Widagdo HP, Sholahuddin, Siti Atikoh M, Soenaryo, Sri Efiati, Trianto Hery S, Wahyu Susilo, Yayus Yuswoprihanto, Puguh Tri S (Kudus), Sholeh Hadi (Semarang), Sigit Oediarto (Purwokerto), Yuliantoro (Yogyakarta)-Alamat Redaksi/Perusahaan: Jl. Slamet Riyadi No. 325 Solo 57142 Telp. (0271) 724811 (hunting) Fax. (0271) 724833 Pengaduan Iklan dan Sirkulasi: (0271) 724811-Rekening Bank: Bank Danamon Cabang Solo A/C 051000002217-Harga Langganan: Rp. 15.500/bulan-Tarif Iklan: Display Hitam Putih Rp. 4.000/mm kolom, Berwarna Rp. 6.000/mm kolom, Kolom Rp. 2.500/mm kolom. Baris Rp. 2.500 (min. 2 Baris), Keluarga Rp. 3.000/mm kolom. Lambang peradaban Indonesia yang masih memprioritaskan pemba- ngunan pertanian dan industri, tampaknya belum menerima bila perpustakaan dinilai sebagai lam- bang peradaban. Kendatipun dalam GBHN secara tegas dinyata- kan bahwa perpustakaan sebagai salah satu sarana pendidikan yang terus disempurnakan dan lebih diberdayakan, namun belum tampak di daerah daerah (masyarakat), di sekolah, apalagi di lingku- ngan keluarga. Gedung yang dibangun dengan berbagai fasilitas yang memadai, baik lokasi perpus takaan, koleksi buku-buku yang dipajangkan (kuan- titas, kualitas, dan tirasnya), juga jaminan trans- portasi untuk mudah dicapai oleh segenap pencari informasi masih perlu dibenahi. Tampaknya belum terlihat nyata sekarang ini fasilitas perpustakaan yang memadai bila diban- dingkan dengan gedung megah lainnya yang ber- munculan di tengah peradaban kota. Dunia Barat dalam upaya mendiskreditkan bang- sa lain, selalu mengukur tingkah laku bangsa terse- but dalam menyingkapi perpustakaan. Pembangun an perpustakaan ini sejalan pula dengan pemba- ngunan universitas. Di Kairo, misalnya, ada Univer- sitas Al-Azhar, di Bagdad ada Universitas Nizami- yah; di Spanyol ada Universitas Cordova. Bagaimana mungkin ada buku bila tidak ada penulis. Oleh karena itu, para pakar muslim saat itu giat menerbitkan buku. Kurang penghargaan Manakala upaya peningkatan kecerdasan ma- syarakat dan bangsa dapat diwujudkan melalui pe nyertaan program pembangunan dan pemberda- yaan perpustakaan dengan segala kelengkapan modernitas peralatannya, disertai dengan pembe- rian penghargaan yang tinggi kepada pakar pusta- kawan, maka akan besar pengaruhnya terhadap upaya akselerasi pencerdasan bangsa dan kema- juan nyata peradaban masyarakat dan bangsa. Perpustakaan terkait erat dengan penerbitan, dan tidak akan berkembang dengan baik tanpa ada pakar pustakawan yang bekerja di perpustakaan. Hingga saat ini, dunia kerja pustakawan belum banyak diminati generasi muda. Jurusan perpus- takaan di perguruan tinggi tidak populer karena akan melahirkan pakar pustakawan yang belum mendapat santunan baik dari pemerintah maupun masyarakat. Hal ini tampak dari kecilnya peminat untuk masuk menjadi ahli pustaka. gungjawab". Menurut dia, pers nasional harus berimprovisasi dan berkreasi. Pers nasional tidak boleh jadi robot dan hanya mengikuti apa yang ditentukan dari atas. Pers nasional diberi kebebasan untuk membu- at pengertian yang memberi nilai kemuliaan bagi kehidupan. Tetapi, kalau niat pers nasional jahat, maka kebebasan itu tidak diberikan (Forum Keadilan, 3/11/1997:77). Andaikan para pustakawan ini mendapat keduku- kan yang setaraf dengan seorang dekan fakultas di perguruan tinggi, maka profesi pustakawan Universitas-universitas Islam ini merupakan per- akan banyak diminati generasi muda. Penghargaan intis dan dijadikan pula sebagai pola universitas di dan penghormatan inilah yang menjadi penyebab Barat. Dampak selanjutnya adalah seperti yang tidak munculnya kualitas pustakawan kita. Nilai buku Dicanangkan bulan Oktober sebagai bulan baha- sa dan sastra sejak tahun 1980 lalu, menunjukkan betapa besarnya perhatian pemerintah agar masya- rakat kita memiliki tradisi membaca, baik di perpus takaan, di toko-toko buku, di sekolah, di tempat- tempat umum, maupun di rumah. Bahkan tahun buku internasional dan konferensi umum Unesco telah memproklamasikan sembo- yan: "buku untuk semua orang" (the book for all). Membicarakan buku tentunya memiliki nilai pemikiran yang strategis dalam rangka mengak- selerasikan kecerdasan dan kesejahteraan bangsa. Buku menjadi sarana pokok untuk menyimpan dan menyebarluaskan khasanah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni (Ipteks). Akan tetapi, tidak sedikit orang yang tidak tahu bagaimana membuka buku sebagai gudangnya ilmu. Sehingga, bagi sebagian orang, buku hanya lah sebagai gudang saja, buku masih sekadar pajan- gan, tanpa memiliki kunci untuk membukanya. Sadar atau tidak, ini merupakan masalah yang esensial untuk dipikirkan bersama dan bagaimana cara menyelesaikannya. Masalahnya akan sedikit terbuka manakala kita menambahkan pepatah di atas menjadi "buku gudangnya ilmu dan sumber informasi, dan membaca adalah kuncinya." Kecilnya minat generasi muda kita untuk menja- di ahli pustaka ini tiada lain karena masih rendah- nya penghargaan dan penghormatan masyarakat ilmiah terhadap ahli pustaka. Padahal mereka yang bertugas dan melayani para peserta didik dan ma- syarakat luas pencari sumber informasi ilmu yang tersimpan di perpustakaan. pers. Beda pendapat di kalangan wartawan mengenai kehidupan pers nasional bukan soal baru, hanya, rupanya dalam mengomentari pernyataan Dirjen PPG di atas, terlihat ada kesamaan yang prinsipal: kebebasan pers masih belum longgar. Hampir se- mua wartawan melihat keanehan dari pernyataan itu. Dirjen PPG kali ini lebih toleran terhadap kebe- basan pers nasional, tetapi akan bertindak tegas bila dianggap jahat. Oleh karena itu, sudah selayaknya para pus- takawan terlebih dahulu meningkatkan kualitas dan memberdayakan dirinya dalam memberikan layanan sumber informasi aktual dan global. Pembatalan SIUPP Menurut hirarki perundang-undangan yang ber- laku Indonesia, posisi Undang-Undang Pokok Pers No 21 Tahun 1982 tidak mengenal pembatalan SIUPP, seharusnya Permenpen No 1 Tahun 1984 juga begitu. Tetapi, kenyataan menunjukkan lain Permenpen No 1 Tahun 1984 bahkan membe- narkan pembatalan SIUPP. Pernyataan ini beroleh reaksi di kalangan war- tawan. Tetapi, belum menjadi semacam polemik. Pasal 33 dari Permenpen ini menyebutkan bah- Ada wartawan yang mengatakan bahwa isi pernya- wa pemerintah bisa membatalkan SIUPP pers taan Dirjen PPG di atas masih abstrak, sehingga yang dianggap: (1) Mengganggu stabilitas nasi- belum bisa dioperasionalisasikan. Ada wartawan onal; (2) Tidak memenuhi syarat administratif, yang mengatakan bahwa pernyataan itu belum dan (3) Tidak mencerminkan pers yang sehat, be- menunjukkan simpati yang tinggi pada kehidup- bas dan bertanggung jawab. an pers nasional. Bahkan ada wartawan yang me- ngatakan bahwa pernyataan tersebut tidak bisa Dengan kata lain, sepanjang Permenpen ini ma- sih ada, kemungkinan pemerintah membatalkan Adalah ibarat memegang seekor anak babi di kandangnya, kepalanya dibiarkan bebas menju- lur keluar, sedangkan buntutnya tetap dipegang erat. Lalu, bagaimana mungkin pers bisa melaku- kan improvisasi? Mengamati keinginan para pengelola pers nasi- onal, yang sesungguhnya mereka inginkan adalah rasa aman untuk menyiarkan berita kepada khala- yak. Untuk itu, mereka berusaha memenuhi segala berbagai peraturan yang sudah digariskan pemerin- tah. Hanya saja, sebelum memenuhi peraturan- peraturan itu, mereka butuh pemahaman yang baik tentang semua peraturan itu. Nah, dalam rangka memahami peraturan-peraturan inilah me- reka menemukan kejanggalan. Lembaga peradilan tertinggi tersebut akan meng- uji materiil (judicial review), Permenpen No 1 ta- hun 1984 itu. HALAMAN 4 Improvisasi pers dan niat baik pemerintah waktu yang lalu Dirjen Pembinaan B Pers dan Grafika (PPG), H Dallamni mengenal sensor, pembredelan dan pembatalan Surat tangan dengan Undang-Undang Pokok Pers No 21 menterjemahana Nadhya Abrar lu dilakukan pers nasional dalam rangka mengope- Izin Usaha Pers (SIUPP); dan Peraturan Menteri rasionalisasikan "pers yang bebas dan bertang- Penerangan (Permenpen) No 1 Tahun 1994, yang menyebutkan bahwa pemerintah bisa membatal- kan SIUPP pers nasional. Tahun 1982, mengapa Menpen tidak mau menyer- gungjawab? Mengapa pemerintah tidak mengam- takan permohonannya dengan permohonan Surya bil langkah konkret setelah mengetahui bahwa Paloh? Apakah itu disengaja Menpen agar pemerin- tidak satu pun dari rumusan tentang "pers yang tah punya kesempatan untuk membatalkan SIUPP bebas dan bertanggungjawab" yang dibuat masya- pers nasional? rakat pers diterima pemerintah? Tahun 1992, Surya Paloh pernah mengajukan pe- ngujian materiil (judicial review) terhadap Per- menpen No 1 Tahun 1984 kepada MA. Alasan dia waktu itu, Permenpen itu bertentangan dengan UU Pokok Pers No 21 Tahun 1982. Tetapi, permo- honan itu ditolak MA. Sebuah contoh soal adalah munculnya dua pera- turan yang saling bertentangan: Undang-Undang Pokok Pers No 21 Tahun 1982, yang tidak menge- rasa Permenpen No 1 Tahun 1984 tidak berten- Alasan MA waktu itu, permohonan Surya Paloh tidak disertai permohonan Menteri Penerangan (Menpen). Masalahnya adalah, kalau Menpen me Khaerudin Kurniawan Seyogyanya, sebuah keluarga menganggap buku sebagai media properti (harta milik), pencipta suasana keakraban dan kekeluargaan, serta sum- ber informasi dan kreativitas. Di negara maju, se- perti Amerika, hal-hal yang diutamakan dalam se buah keluarga adalah dapur keluarga, ruang keluar- ga, dan buku (perpustakaan keluarga). Dengan adanya upaya untuk memberdayakan perpustakaan keluarga itulah, dimungkinkan seo- rang anak dapat mengembangkan kreativitasnya. Sudah selayaknya, tradisi semacam itu dapat dite- rapkan ke dalam keluarga-keluarga di Indonesia. Kedua, dewasa ini masih banyak sekolah yang menganggap membaca sebagai tugas kedua atau tugas tambahan. Ada pula anggapan bahwa penana- man tradisi membaca adalah tugas guru bahasa se- mata. Anggapan seperti ini sebenarnya keliru, se- bab penanaman tradisi membaca agar berhasil dengan baik, perlu adanya guru yang baik ia akan selalu mengajarkan membaca kepada muridnya (every teacher is reading teacher). Bahkan tidak tertutup kemungkinan melibatkan pihak pustakawan, sehingga perpustakaan seko- lah lebih didayagunakan. Ketiga, budaya masyarakat turut pula menentu- kan seseorang untuk memiliki budaya baca yang tinggi. Di sini perkembangan membaca seseorang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungan sosial tempat seseorang tinggal. jadi pegangan untuk melonggarkan kebebasan SIUPP pers nasional selalu ada. Adapun hasil im- perspektif akademis dan perspektif hukum. Ma- kan pemerintah adalah memperlihatkan semangat provisasi pers nasional menyikapi "pers yang bebas salahnya adalah, bagaimana jika kriteria perspektif dan bertanggungjawab", kemungkinan pemerin- akademis berbeda dengan kriteria perspektif tah membatalkan SIUPP pers nasional selalu ada. hukum? Siapa yang berhak memutuskan? Kalau Permenpen No 1 Tahun 1984 sah saja dianggap yang berhak memutuskan adalah pemerintah, sebagai pedoman pelaksanaan Undang-Undang maka orang akan mengatakan bahwa pers nasional Pokok Pers No 21 tahun 1982. Tetapi, keterangan harus bertanggung jawab kepada pemerintah. Kalau kejadian ini yang terjadi di Indonesia, ma- di atas menyiratkan bahwa Permenpen No 1 Tahun 1984 bertentangan dengan Undang-undang Pokok ka jelas ia menimbulkan kontroversi. Sebab, secara Pers No 21 Tahun 1982. Ini memang harus dibukti- hakiki pers bertanggungjawab kepada kan secara hukum. Buktinya harus disahkan oleh khalayak. Untuk memenuhi kebutuhan Mahkamah Agung (MA). Kalau memang terbuk- informasi khalayaklah, pers itu ada. ti, MA bisa membatalkan Permenpen No 1 Tahun 1984 tersebut. Ini menimbulkan pendapat bahwa masyarakat pers berhak mempersoalkannya ke MA. Lebih dari itu, jika pers disuruh ber- tanggungjawab kepada pemerintah, ma- ka akal sehat akan mengatakan bahwa yang menjadi khalayak pers itu hanya pe- jabat pemerintah saja. Masalahnya ada- lah, apakah ini yang terjadi di Indonesia? Jika tidak, mengapa pemerintah begi- tu gigih untuk menyerahkan inter- prestasi "pers yang bebas dan bertang- gungjawab" kepada masyarakat pers? Mengapa pemerintah tidak menyusun panduan yang lebih operasional tentang kriteria "pers yang bebas dan bertang- gungjawab"? Mengapa pemerintah tidak menyadari bahwa selama ini para pengelola pers nasional sudah bekerja keras untuk Kecenderungan budaya baca masyarakat kita jauh berbeda gambarannya dengan harapan yang diinginkan. Membaca bagi sebagian masyarakat kita pada umumnya belum menjadi kebutuhan. Padahal membaca seyogyanya dapat dijadikan santapan rohani masyarakat yang berbudaya dan perperadaban (civil society). Untuk memulai tugas membuka gudang ilmu tersebut, baiklah kita meninjau kembali kondisi tra disi membaca masyarakat kita dewasa ini. Pertama, kondisi keluarga. Secara umum, sebuah keluarga harus berfungsi sebagai pemberi rasa aman, tem- pat berlindung dan berlatih, serta merupakan bagi- an terkecil dari suatu masyarakat. Ternyata dalam hal ini masyarakat kita masih me- mentingkan hal-hal yang sifatnya lahiriah. Seorang bapak akan merasa bangga jika ia mampu mem- belikan anaknya "sepatu seragam" baru, baju baru, celana baru, dan lain-lain yang serba baru daripa- da membelikan "buku baru" untuk keperluan pen- didikan anaknya. Demikian pula seorang ibu, akan lebih bangga Namun, hasilnya belum menyentuh seluruh la- dan bahagia apabila suaminya membelikan perabot pisan masyarakat. Oleh karena itu, setiap perpusta- rumah tangga yang serba mewah daripada menye- kaan baik di sekolah, keluarga, dan lembaga-lemba- diakan rak-rak buku untuk koleksi perpuspusta- ga pemerintah atau swasta harus lebih diberdaya- kaan. Kalaupun ada sebuah keluarga yang "memak- kan agar dapat melayani kebutuhan masyarakat sakan" membeli buku, paling banter mereka mema- pencari sumber informasi. jangkan buku tersebut di ruang tamu sebagai hias- an. Tentu saja tradisi seperti ini jangan dibiarkan berlarut-larut. Kiranya, terapi untuk memecahkan hal-hal terse- but perlu adanya upaya koordinasi dan integrasi antara pemerintah dan masyarakat. Hal seperti ini sebenarnya sudah dilakukan, antara lain melalui pencanangan Bulan Buku Nasional, Gerakan Minat Baca dan pembentukan Perhimpunan Masyarakat Gemar Membaca (PMGM), Gerakan Wakaf Buku, Bulan Kunjungan Perpustakaan, dan Bulan Bahasa dan Sastra. Diperoleh nya pihak Polr peringatkan untuk segera atannya tepat Namun, kata Polresta, Kam tersebut rupan Akhirnya, Sabhara dipin ta, Letda (Pol mengambil berturut-turu kotek Legene wongso, Ni Pasar Gede, c kompleks tar Oleh petug jung yang m kotek dimint pihak pengelo tikan musik pu. Didampi Kapolresta Le Ramadhani, m itu dilakukan yang disamp tar diskotek. *) Penulis adalah pencinta buku, dosen FPBS IKIP Yogyakarta. Pada titik ini orang akan mengatakan bahwa pe Menyadari keadaan ini, adalah wajar bila para pengelola pers nasional membutuhkan kejelasan merintah belum memiliki semangat dialog yang ide tentang kebebasan pers. Tidak heran bila mereka al dengan pers nasional. Pemerintah belum memi mengharapkan pemerintah meninjau peraturan- liki semangat sama-sama mencari kebenaran, mi- peraturan tentang pers nasional yang bertentangan salnya melalui konsensus. Karena itu, betapapun satu sama lain. Adalah wajar bila mereka berharap bersemangatnya pemerintah mengimbau pers dari Dirjen PPG yang baru. Sayang sekali, perta- nasional untuk berimprovisasi menyikapi "pers nyaan Dirjen baru PPG di atas belum memuaskan yang bebas dan bertanggungjawb", masyarakat kerinduan mereka. pers tidak akan tergiur untuk melakukannya. Me Kontroversi reka tidak berani mempertaruhkan segala yang me Pernyataan Dirjen PPG yang menyangkut niat reka miliki untuk berimprovisasi! jahat pers nasional di atas membuka kesempatan Atas dasar kenyataan ini, orang akan mengusul- untuk melakukan interpretasi akademis dan inter- kan kepada pemerintah, sebelum Dirjen PPG minta pretasi hukum. Artinya, kriteria niat jahat itu bisa dipandang dari bebas dan bertanggungjawab", yang perlu dilaku- pers nasional berimprovisasi menyikapi "pers yang dialog yang ideal dan semangat sama-sama men- cari kebenaran dengan pers nasional. purnakan pers nasional tidak akan memperoleh Tanpa ini, niat baik pemerintah untuk menyem tanggapan yang proporsional. *) Penulis adalah pengajar Fisipol UGM, lulusan York University, Toronto, Kanada. Nuwun Sewu PT Golden Overseas, produsen tekstil di Karanganyar, merumahkan sedikitnya 244 buruh karena penerap- an mekanisasi produksi. Buruh biasanya selalu kalah...apalagi lawan mesin. Proyek jalan tol Solo-Yogya agak lamban realisasinya. Dalam masa sulit ini, investor rupanya lebih memilih alon- alon waton kelakon. Musi melangka Kang Mase- PT Htt 3 Solo (Espos Tiga disko setempat g buka, Kami masing Dis Seperti per pos, 23/10) mengimbau malam terma hentikan selu pukul 02.00 V awal dari ke merasa terga kotek nekat lang pagi. Bahkan sa masih ada di "Ac Solo (Espos) Komisi B gannya maye dan ABRI d jatah akibat "Karena k ma beras jata mereka lebi da penadah, rendah," uja. Habib Hasar Ibrahim Spsi berkunjung Menurut ABRI dan P si beras jata sindikasi an beras dan pe Minimal, but telah bek tungan dari Karena, la gasi FPP be berhasil men but beras jat Rata-rata, beras jatah "Padahal mereka mas lebih tinggi, Berkait de berjanji akan tidak merug Masalah mencoba me ma ini kita darat," kata Hasan me bat ulah okn Bela Karanganya Belasan pe Plastik, Keca ini dilanda ke sudah lama ingkirkan de ja baru. Bahkan K terjadi baku Kedatangan p pihak perus kecemburua muanya bagia sahaan dinil karyawan ba Kemamp mesin-mesin yang sudah diberi kedud berbeda," ung Sejak bebe mendengar Jadwal S Subuh 03.55 Sumber: Masji
