Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Solopos
Tipe: Koran
Tanggal: 1997-10-31
Halaman: 11

Konten


HALAMAN mbah Espos/Yok man PBX t (LSPM) ESP) juga te elitian atas Solo. menghasil muntahkan 681,6066 -nya menca semacam mereka nan pabrik i perubaha pleh ikan, hin unakan un arang, sus mati," tand sawit. bukan isaga brik-pabrik o, telah ter tidak hal do Acidatan ret ke peng ari Bengawa kasi di Keba ri Bengawa muncul berte uduk sekita da pagi ha an mati. nyak pabrik g bantaran Pucang Sawi ekstil PT Sa TBer tek dan cemari ben dan Tomat ak MSG PT PT Kenca ama Chemi liki unit pen tian menun golahan lim ang di buang warna pekat Hi terbitkan a sungai itu akat. Wakt ngai untuk baik untuk (meander) an dan sat dup dengan Solo. Kini harian pen dah punah masyarakat atwa air be wuat sumur terancam terbukti air kata Eko Bengawan ta departe tahun 1996 08 industris a Industri mia dasar, pah limbah bermuara ruhi kual terjaga an Solo sampai i orang apa ada n bantu- giri dan i kenya ng juga a hal ini g mem- an Solo. Menteri kut ser- ari segi et yang is dari a lagu- it yang ng oleh untuk in Solo SOLOPOS, JUMAT WAGE, 31 OKTOBER 1997 anak- n Solo. al meli- Begitu melihat erbau, tarnya, n Solo u juga ngnya m. Cerpen Jembatan Sugeng Wiyadi guh memprihatinkan. Besi-besinya hitam berkarat, rapuh dimakan usia. Bantalan-bantalan kayunya telah lapuk, beberapa lonjor di antaranya hilang. Bahkan pagar pengaman di kedua sisinya telah lama raib. Ganasnya alam membikin jembatan itu tak berdaya. Puluhan tahun yang lalu jembatan itu dibangun di atas kali Lusi. Dengan adanya jembatan itu desa Karanglor dan Jetisari menjadi bersambung. Semua warga desaku yang memiliki kepentingan pergi ke kota kecamatan Tlogorejo bisa dipastikan melewati jembatan itu. Orang-orang desaku memberi nama jembatan Karangsari. Artinya, jembatan yang menghubungkan desa Karanglor dan Jatisari. Inilah jembatan hasil gotong- royong, yang bakal memperlancar proses pemasaran hasil bumi ke kota kecamatan. Sebelum jembatan itu berdiri, jika orang-orang desaku pergi ke Tlogosari harus menyeberang kali Lusi terlebih dahulu. Kali Lusi yang airnya jernih pada musim kema- rau dan jika musim penghujan arusnya deras berwar- na cloklat kehitam-hitaman. Sesungguhnya masyarakat desaku sudah mulai memikirkan kapan jembatan Karangsari dapat diper- baiki. Kalau perlu diganti jembatan baru yang dapat dilalui kendaraan roda empat. Saat diadakan rembug desa, semua warga sepakat untuk membangun jem- batan yang baru. Untuk itu, penduduk desaku tidak yang berkeberatan ditarik iuran. gan mengobrak-abrik rencana itu, perkumpulan dana mengalami kemacetan. Betapa tidak! Tanah persawa han di desaku yang memang tidak terbilang subur itu terpaksa dibiarkan menganggur tanpa tanaman. Berganti musim berganti pula jenis tanaman. Ganti tanaman, gangguan lain muncul pula. Ketika padi dita- pam, hama wereng bagai disebar dari langit. Ketika vereng dapat diusir, ganti tikus menyerbu sawah. Mu- sim paceklik seperti tak akan berakhir. Masyarakat desaku yang terpencil itu pun cuma bisa mengeluh. Mereka bertanya-tanya, inikah yang disebut Ronggowar- sito sebagai zaman kalabendu-zaman yang penuh kesulitan. Sampai sekarang, semangat untuk membangun jem- batan yang baru tetap berkobar di pelataran hati pen- duduk desaku. Sedikit demi sedikit orang-orang men- gangsur beban sumbangan pembangunan jembatan. Namun sebelum rencana anggaran pembangunan jem- batan yang ditetapkan terkumpul, harga semen telah melambung tinggi. Dan ketika rencana anggaran yang baru akan diajukan, Lurah Sukadi meniupkan berita buruk. Konon, jembatan Karangsari akan dirusak orang. "Ini bukan berita main-main. Kita semua mesti tang- gap. Kalau jembatan itu terlanjur rusak, sementara jem- batan yang baru belum mampu kita dirikan, hancurlah kehidupan masyarakat Karanglor!" kata Lurah Sukadi penuh rasa khawatir. Ketika aku bertanya apa motif rencana pengrusakan yang dipuja-puji, yang menjadi tanggung jawab orang Jawa sebagai pewaris utama untuk wajib memelihara dan melestarikan nya, agar tidak tercabut dari akar budaya lantaran tergusur budaya asing. Marhum Tamsir As, orang pesantren Tulungagung, pendiri Sanggar Sastra Triwida di kotanya memperoleh nama tenar karena kecintaannya pada sastra dan budaya Jawa. Konon sampai penghasilan dari usaha beberapa kios dan warung telepon, selu- ruhnya digunakan demi kelangsungan hidup satra dan budaya Jawa. Marhum sendiri sama sekali tidak mengharapkan sesuatu imbalan, selain keinginan agar generasi muda Jawa bisa mewarisi apa yang telah diperbuatnya, sebagai sikap proaktif dukungan terhadap peninggalan nenek moyang. Setidak-tidaknya seperti yang ditulis Ardini Pangastuti, dalam rekayasa wawan- cara imajiner dengan Tamsir As (bulanan Papahan, 28 September 1997). Orang Jawa sendiri dari sisi mikro memang kecil-hati melihat sastra dan budayanya yang semakin suram kehidupannya. Nampaknya tidak greget dan loyo melestarikan warisan budaya leluhurnya. Pada suatu ketika besar kemungkinan cuma sebagai cagar budaya yang menja- di barang tontonan. Tetapi pada sisi lain, secara makro jus- tru harus dibanggakan. Budaya daerah mana di Indonesia ini yang tetap terpeli- hara dan dapat dilestarikan dengan baik selain budaya Jawa? Berapa ribu kata dan istilah yang sudah dibakukan sebagai kosa kata dalam khasanah bahasa nasional Indonesia. 2Berapa pula tradisi dan kiat-kiat Jawa, astra dan bahasa Jawa merupakan yang sudah diapdosi oleh suku dan daerah satunya sarana yang paling efektif mudah dicerna konsumen (penerima) dalam penerbitan untuk sastra budaya Jawa. Solo punya mingguan Jawa Anyar, Yog- yakarta punya mingguan Mekarsari dan Djaka Lodang di samping Kedaulatan Rakyatmelampirkan sisipan sastra budaya Jawa Panakawan tiap Senin. Idem Suara Merdeka suplemen Sang Pamomong tiap Kamis dalam bahasa Indonesia. jembatan itu, Lurah Sukadi tak dapat menjawab dengan pasti. Bila Karangsari rusak, maka kita akan kesulitan memasarkan hasil pertanian. Akibatnya, kehidupan kita akan semakin terlunta-lun- ta. Kenyataan yang kita hadapi ini akan berbalikan Mereka justru semakin makmur karena mereka bisa menen- tukan tinggi-rendahnya harga hasil bumi." "Kalau begitu, apakah dapat disimpulkan bahwa yang Jatisari?" tanya Sukiran, yang dalam struktur pemerin- punya rencana merusak jembatan itu orang-orang tahan desa duduk sebagai Kaur Kesra. Pertanyaan itu membuat Lurah Sukadi tersentak. Hati kecilnya membenarkan kesimpulan Sukiran. Namun Lurah tidak berani membenarkan kesimpulan itu secara terang-terangan. Masalah ini sangat sensitif. Kalau tak hati-hati bisa menyulut permusuhan antar-desa. Pelestari sastra budaya Jawa bekerja dengan kecil hati A Akhirnya, Lurah Sukadi menghimbau seluruh war- ganya untuk terus-menerus mengawasi jembatan Karangsari. Secara bergilir, setiap malam warga desaku mendapat tugas menjaga jembatan itu. tapi sampai sejauh ini, jembatan Karangsari tetap berdiri dengan segala cacat dan kekurangannya. Ia tetap tak berubah. Saban hari penduduk desaku lewat di atasnya. Dan mereka merasakan bahwa jembatan itu kian ringkih ter hadap beban yang menindih. Aku tersentak ketika profil desaku yang melarat dige- lar di koran. Kondisi geografis berikut persoalan sosial- ekonomi yang melilit masyarakat desaku disajikan secara sangat rinci dilengkapi dengan beberapa foto. Juga tentang sebuah jembatan yang sudah sekian tahun lamanya diimpikan berdiri kokoh di atas kali Lusi. Tentang dana bantuan desa yang tidak pernah turun secara utuh. Semuanya ditulis transparan. Tiga komponen Kata-kata dan istilah Melayu sumber induk bahasa Indonesia yang konon berasal dari Riau Lautan (Kepulauan) seperti amboi, sadah, igama, cola-cali, bakhil dan cabar di antaranya, serta ungka pan-ungkapan peribahasa yang enak diba- ca dan didengar, sudah tidak dikenal lagi. 27 Lentik-lentik Bulu Mata Patah Andrik Purwasito Sementara dari base Jakarte, yang sudah begitu menyeruak di kalangan muda, sulit dibendung karena dirasa oleh mereka bahwa base Jakarte lebih komu- nikatif dan familiar. Barangkali bahasa nasional Indonesia pada suatu ketika terbatas digunakan dalam tulisan karya-karya ilmiah dan kebe- saran pidato-pidato resmi. pakah dunia seperti sekarang ini masih ada waktu untuk berpikir seper- itu?" Beruntung nasib base Jakarte, serupa bahasa Cina Hokkian yang digunakan sebagai linguafranca Cina Perantauan di Indonesia. Bukan seperti bahasa nasion- al Kuo-yu, sekarang lebih lazim disebut bahasa Mandarin yang tidak semua Cina bisa menggunakan. Menurut Dr Sumitra A Sayuti dosen IKIP Yogyakarta dalam Bengkel Sastra yang diadakan setiap hari Minggu tang- gal 10 Agustus - 12 Oktober 1997, dalam memelihara dan melestarikan sastra Jawa seperti juga sastra pada umumnya ada tiga komponen yang tidak bisa diabaikan. Tiga komponen dimaksud yakni, pro- duksi, reproduksi dan konsumen. Kom- budayawan yang ponen reproduksi adal mencipta menurut bidangnya, sastrawan yang menulis, pengamat sebagai unsur dinami-sator, guru sebagai transformator dan penerbitan sebagai unsur mediator yang menyebarluaskan hasil karya unsur produksi. Penerbitan boleh dibilang sebagai satu- Ternyata uang bukan jaminan sepenuhnya. Ketika pondasi jembatan mulai dipasang, alam seperti tak men gizinkan. Langit tiba-tiba menggelar mendung hitam Sebentar kemudian turun hujan lebat. Dari siang sam pai sore. Dari malam sampai pagi. Seluruh warga desaku hanya bisa mengelus dada melihat kali Lusi berubah menjadi lautan. *** Surabaya punya mingguan Jawa Penye bar Semangat yang didirikan pejuang ger- akan nasional Dr Sutomo 1928 dan Jaya- baya yang lahir di Kediri 1947. Di Yogyakarta kabarnya masih akan terbit berkala Jawa oleh Pusat Studi Javanologi Bantul yang disponsori mantan redaksi Kompas P Swantoro, mempunyai laboratorium komunikasi yang cukup lengkap. Jati diri Belum lama lembaga itu sempat meng- angkat pembahasan media sastra Jawa, menampilkan budayawan Fred Wibowo, wartawan kawakan Jacob Utama dan pakar sosiologi Nasikun. Sepeninggalan Ronggowarsito, keraton masih memiliki seorang pujangga, Ki Padmosusastro (1843-1926) yang juga murid Ronggowarsito. Hanya saja Ki Padmo- susastro tidak mau disebut sebagai pujang- ga, melainkan lebih suka dengan sebutan wong mardika kang marsudi kasusastraan "Wartawan itu sungguh keterlaluan!" serapah Lurah Jawa ing Surakarta (orang merdeka yang Sukadi ketika koran itu kutunjukkan. "Apa yang dia mengkaji sastra Jawa di Surakarta). tulis memang faktual. Saya memberikan Kebebasan didamba Ki Padmosu- keterangan begitu. Tapi seharusnya dia kan bisa memisastro memang tidak sia-sia bagi perkem- lah-milah. Mana yang pantas ditulis, mana yang tidak." Lurah Sukadi terus gelisah. Dia khawatir akan dipangbangan sastra Jawa. Ia melahirkan karya- karya gancaran gil dan dimarahi Camat. Ketika surat amat berbeda Camat benar-benar dia terima, sejak berangkat dari karya Ronggowarsito yang berupa geguritan rumah, wajah Lurah Sukadi tampak tegang. Namun di (puisi) dalam alunan tembang macapat. luar dugaan, Camat menyambut kedatangan dengan mengejutkan lagi ketika Camat menyodorkan segepok senyum ramah dan jabat tangan sangat erat. Lebih uang berikut kuitansi untuk dia tandatangani. "Pak Lurah, nampaknya ini sudah menjadi rezeki masyarakat Karanglor," kata Camat. "Setelah kondisi desa Karanglor dimuat di koran, seorang pengusaha di kota kabupaten terketuk untuk memberikan sumban gan dana demi pembangunan jembatan Karangsari...... Tak terbayangkan sebelumnya anugerah semacam ini bakal diterimanya. Lurah Sukadi segera menyebarkan berita itu kepada seluruh warga desa. Dan, masyarakat Karanglor pun memenuhi janjinya membayar iuaran pembangunan jembatan. Betapa gembira orang-orang desaku. Uang yang terkumpul cukup banyak. Seluruh warga desaku tak ingin pembangunan jembatan Karangsari tertunda lebih lama lagi. Saat itu juga bisa dimulai. Apakah SOLOPOS yang terbit di sen- tra budaya Jawa Surakarta, tidak punya niat menyisipkan lembar khusus tulisan sastra budaya Jawa seminggu atau dua minggu sekali. GUNUNGAN Sekaligus sebagai salah satu jati diri kota Solo yang monumental, tempat per- tama kali penerbitan berkala Jawa Bromartani 21 Maret 1855 oleh seorang Belanda pencinta sastra Jawa Frederick Winter, jauh sebelum koran Melayu per- tama kali terbit. dan membuatku berpikir. Ketika seseorang telah menjalin hubungan dekat, ada saja beban yang harus dipikul. Seperti hari-hari yang membosankan jika tak pernah dapat berhubungan. Beban ini dapat membuat orang kebingungan. Aku merasa dikucilkan jika tak ada dering telpun buatku, jika tak ada lagi sajak ditulis untukku. Aku merasakan tak punya kebanggan jika tak ada lagi teman-teman yang memanggilku untuk mengatakan bahwa Kanda datang di pagi hari atau di malam hari. Hanya saja aku terhibur dengan ulah Caterine yang suka menggodaku. "Jeng, ada telpun dari Kakanda." Panggil Caterine dari tingkat bawah. Aku berlarian dari atas, tetapi tidak pernah ada telpun buatku. Memang ada telpun dari teman-teman kuli- ahku yang berusaha mendekatiku. Ah, lelaki suka mencoba dan iseng belaka. Kata-kata rayuan mudah meluncur bagai air terjun. Aku tahu benar sifat lelaki, jika sudah merasa dapat meraihnya, kemudian ia cepat melupakan dan wanita dianggap seperti angin berlalu saja. Lelaki itu persis seperti kumbang ketika mengecup madunya. Segala cara lelaki untuk mendekatiku memang kadang menghiburku tetapi sering kuanggap tak lebih dari sebuah Kini redaktur majalah Jawa sendiri mencemaskan dan senantiasa berkecil hati karena pimpinan usaha pada umum- nya kurang menaruh perhatian dalam kaderisasi redaksi, penataran untuk SDM- Buddy L Worang nya dan kurang kesungguhan dalam pem- berian dana, karena penerbitan budaya Jawa memang tidak terlalu memberi hara- pan laba komersial. Usaha sambilan Penerbitan ini pada umumnya hanya sambilan dari usaha penerbitan lain pada satu induk perusahaan yang sama. Tenaga-tenaga redaksional pada umum- nya sudah mendekati uzur yang terikat kuat pada budaya lama dan bersikap kon- servatif, sering meremehkan tenaga muda, sulit menerima pembaharuan, jika dil- ampaui akan menggunakan wewenang yang cenderung emosional, seperti dike- mukan beberapa penulis muda pada Bengkel Sastra September lalu di Yogya- karta yang pernah membantu bidang redaksional suatu berkala Jawa. Keadaan dan persyarakatan ini meru- pakan kontribusi statisnya sastra dan budaya Jawa yang ingin dilestarikan dan dikembangkan lebih maju. Padahal mungkin ada sekitar 70.000 tiras pembaca. Orang-orang Jawa tersebar di seluruh pelosok Nusantara. Para pe rantau banyak yang melanglangbuana di Suriname, Negeri Belanda, Afrika Selatan dan Kaledonia Baru. Mereka juga selalu mencari edisi tentang budaya Jawa. Seberapa jauh manajemen penerbitan media berbahasa Jawa telah mampu me ngelola ketika komponen tritunggal dalam komunikasi jaringan antara bidang redak- sional, bidang administratif dan bidang pemasaran adalah (jer basuki mawa beya). Kenapa? Karena untuk memperoleh pemasukan benefit memang harus berani mengelu- arkan cost.* *) Penulis adalah peminat sastra dan bahasa Jawa, anggota Yayasan Almamater Yogyakarta. lelaki juga bertingkah seperti anak-anak yang sedang kehausan dan merengek ingin minum tetek ibudanya. Atau kadang seperti orang buta yang ingin slalu dibimbing dan ditun- jukkan arahnya. Itu manusiawi sekali. Itu pem- bawaan lelaki sejak lahir dan dibawanya mati. Aku heran, mengapa teman-teman kostku menjodohkan aku dengan Kakanda, tidak dengan Mas Probo, Mas Dono atau lelaki lain yang suka datang ke kost-kostanku. Mengapa? Ini benar-benar yang membuat aku tidak mengerti. Mereka semua adalah wanita seper- tiku. Apakah memang demikian terbalik piki- ran wanita itu? Ingin melihat hal-hal yang luar biasa, ingin berpikir yang tidak biasa-biasa. Kini bukan zaman Ronggowarsito memang memiliki kelebi- han atas delapan hal tersebut. Ini tampak Memang tingkah laku menyimpang, seper- ti anggapan teman-teman terhadapku, suatu perbuatan yang tidak lazim atau "back-street," justru menarik jadi bahan pergunjingan dan gosip-gosipan. Siapa lagi jika bukan Caterine sponsor dari semua itu. Caoba bayangkan, ia menuliskan pesan untukku di papan tulis dengan huruf besar-besar, "Jeng ada pesan untukmu dari Kanda, katanya kamu amat mencintainya. ejumlah pemerhati Ronggowarsito, ter- masuk KRT Suhadi Darmodipuro, pakan pujangga terakhir Keraton Kasunan Surakarta Hadiningrat. Anggapan itu memang tidak keliru sejauh mana "terakhir" ini dipahami secara jeli agar tidak menim- bulkan kesimpang-siuran. Makna "terakhir" tidak mesti berarti bah- wa sepeninggalan Ronggowarsito keraton tidak lagi memiliki pujangga. Keraton masih memiliki pujangga, hanya saja tidak sehe- bat Ronggowarsito. karena itu, makna "ter- akhir" ini lebih tepat dilengkapi pen- gungkapannya menjadi "pujangga paling hebat yang terakhir". Bahkan merupakan pujangga paling populer sepanjang sejarah Mataram. Sebelumnya, tak ada pujangga yang sekelas dengan Ronggowarsito. Paramasastra Pujangga ini juga melakukan penulisan ulang terhadap karya-karya pujangga ter- dahulu agar lebih memasyarakat. Di antara- nya karya Ronggowarsito (Wedhasastra, Sapanalaya, Paramayoga, Pustaka raja Purwa) dan Mangkunegoro IV (Wedhatama, Yogatama, Nayakawara, Wira Wiyata, Tripa- ma, Salokatama, Palimarma, Dharmalaksita, Paramayoga, Salokantara, Warayoga) Dalam Hidayatjati karya Ronggowarsito disebutkan bahwa pujangga atau guru meru- pakan orang yang menguasai atau mahir dalam hal parama sastra (kesustraan), para- ma kawi (bahasa kawi) mardi basa (peng- gunaan kata), mardawa lagu (tembang), man- draguna (pengetahuan lahir dan batin), nawungkrida (kepekaan) sambegana (keta- jaman pikir) dan awicara (pengungkapan secara lisan). Ing kene biyen nate dakrungu bakal didegake mesjid tumrap jiwa jiwane saben pawongan tansah kasatan banyu seger Agung-Mu : kapan dadi kasunyatan? segi bahasa maupun pesannya. Bahkan karya itu berpadu dengan mandraguna, nawungkri- da dan sambegana, sehingga melahirkan ramalan. asi pada masa hidup Ronggowarsito. itu Pembaharuan sastra Jawa ini nampak pada ditulis tahun 1861, mengungkapkan berba- Madubasa, Šerat Pathibasa, Serat Erang-senantiasa eling dan waspada di Zaman Edan. karya-karyanya: Ranggang Tuban, Layang gai kepincangan di kala itu, kesedihan agar erang, Paramabasa, Serat Kancil Tanpa Sekar, Layang Basa Jawa, Serat Urapsari, Durcaraarja, Serat Tatacara, Piwulang Becik, Prabangkara, Hariwara, Baletri, Warnabasa dan lainnya. aku mung bisa mbisu ngenteni puterane wektu 1997 Di antaranya, ramalan itu tertuang dalam Serat Jaka Lodhang, yang menyebut sen- gkalan Wiku Sapto Ngesti Ratu (1877) seba- gai permulaan zaman baru yang adil. Dalam kalender Masehi tahun tersebut, 1945, tahun kemerdekaan negara kita. Juga di Serat Sabda Jati yang ditulis tahun 1873, Ronggowarsito menyebut tanggal kematiannya. Tanggal kaping lima antarane luhur, selaning tahun Jimakir, tolu marjayeng janggur senggsara winduning pati, netepi ngumpul sak enggon. Artinya, tanggal 5 Sela tahun Jimakir, wuku Tolu, windu Senggara (24 Desember 1873) kira-kira waktu salah luhur, itulah saat yang ditentukan Tuhan, sang pujangga menghadap-nya. aja pisan-pisan gumuyu utawa malah kudu lunjak-lunjak rasakna, aku isih kegulung ombak gedhe sing bisa nyumpet ambeganku Sudah terjadi Agaknya Ronggowarsito lebih dipahami sebagai peramal daripada pujangga. Sehingga sementara kalangan menganggap setiap karya pujangga ini merupakan ramalan. hatiku." Sejak peristiwa itu aku semakin dekat dengan Caterine. Ia bisa membanggakan hatiku dan menyejukkan perasaanku. Sementara teman- teman yang lain bersifat sok-semuci sendiri. Ia sering mencemoohku bahwa aku telah melakukan perbuatan tercela. Pada hal, aku tahu di antara mereka, hidupnya sangat ter- gantung dari hidung belang. Sehari-hari hanya menunggu tilpun atau menerima pesan lewat pager sekedar untuk rendezyous. Handphone yang dipegangnya kemana-mana itu hanya berisi booking membooking melulu. Sudah demikian parahkah apa yang kulakukan dibandingkan perbuatannya? Padahal bila dicermati tidaklah demikian. Karya-karya Ronggowarsito sebenarnya bisa dipilah menjadi tiga bagian: nasehat, ramalan pemaparan Silir Solo ing kutha iki aku ngadeg mbisu manther nyawang cemara-cemara panggah kumlebat kanthi angkuh dibarengi sunar lampu remeng-remeng nrobos nganti tekan slempitan-slempitan kelek :apa sanggup mbuyarake lamunan? Bebendu itu timbul sesuai mangsa kalá (rincian pengisi zaman kecil setiap 30-an tahun). Yakni, artati (uang) yang menye- babkan pendewaan materi, nistana (nista) tindakan nista amat menonjol, dan jutya (jahat) sehingga kejahatan merajalela. Jika muncul anggapan bahwa Zaman Edan' merupakan ramalan (akan muncul sepen-' inggalan Ronggowarsito), itu mungkin dise babkan kondisi sekarang ini mirip kondisi pin- cang pada masa Ronggowarsito. Ronggowar- sito sendiri juga membagi zaman yang tidak jauh berbeda dengan versi Joyoboyo. Namun, berirama Sinom merupakan pemaparan situ dalam Serat Pranitiradya itu, ia tidak mem- Serat Kalatida yang terdiri 12 pupuh (bait) beri rincian zaman Bendu. Se dangkan Joyoboyo memberi rincian sampai, zaman Kiamat. Angin tumiyup sumilir-silir nyempyoki suket-suket sing lagi jejogedan geneyo ing petenge lurung-lurung isih sumebar esem nepsu murahan Dakkirim impen-impenku wis dakkirim impen-impenku wingi sore bareng sumilire angin lan arum kembang setaman kareben sliramu bisa mangerti prau layarku lagi wae lumaku durung tekan pilo sing dituju "Serat Kalatida yang terkenal dengan ramal- Dalam pengantar terjemahan tertulis, annya tentang bakal hadirnya zaman gila." Bi dan di- kaitkan dengan dokumen sejarah, sebe- narnya Zaman Edan itu sudah datang pada semasa hidup Ronggowarsito. Jadi tidak akan datang di kemudian masa. Keedanan pada waktu itu sangat nampak. Misalnya, kolusi antara Belanda dan keraton yang menimbulkan berbagai kepincangan pemerintah: wong ambeg jatmiko kontit (orang jujur tergusur), benar diangap salah dan salah dianggap dibenarkan sebagai mana dialami Ronggowarsito sendiri. Ia dis- ingkirkan dari jabatannya sebagai redaktur surat kabar Bramartani karena karya- karyanya selalu menyuarakan kebenaran. Perilaku masyarakat kala itu menam- pakkan gejala ke materialisme, karena Belanda secara sistematis memperkenalkan pola hidup liberal-kapitalis. Kesenjangan sosial mulai nampak dan pendewaan materi mulai menggejala. Edan berbeda dengan gila. Dalam kamus Wayah udan ana tangis layung-layung tangise simbok sing rumangsa ketar-ketir atine edan Wiyantono Dios memang dua kata ini memiliki kesamaan. Namun bila dipahami lebih akomodatif, edan na Zaman Edan belum tentu berpadanan dengan Zaman Gila. Sedangkan yang dise- but oleh Ronggowarsito dalam Serat Kalatida sebagai kondisi edan adalah suatu kondisi yang tidak waspada, meniadakan nilai. (Sinar, 15 Juli 1995). Zaman ketenaran Ronggowarsito hidup di zaman Kali Sangsara 1400-2100 (1470-2170 Masehi) zaman besar yang diramalkan Joyoboyo. Tepatnya ia hidup di Kala Bendu 1700-1800 (1770-1870-an) salah satu zaman kecil dari 7 zaman kecil (Saptakala) dalam Kali Sangsara. Kala Bendu merupakan zaman yang penuh goda dan masalah (bebedu) sehingga kehipunan penuh kepincangan, atau Zaman, Edan menurut Ronggowarsito. Geguritan ana gemontange kidung dhuhkita wayah udan penyair kelangan ilham ngrungkebi keadilan lan aluse rasa kamanungsan 1997 wis dakkirim impen-impenku muga dadi bundhelan pengarep-arepmu aku bakal teka embuh kapan nggawa sakranjang kemareman 1996 HALAMAN 15 Zaman sekarang (1997) menurut Joyoboyo bukan Zaman Edan, tetapi zaman ketenaran, dunia karena berbagai kelebihannya. Zaman negara kita terkenal ke berbagai penjuru, ini disebut Kala Sumbaga 1901-2000 (1970- kala andana (berderma, solidaritas), karena (kesenan gan) dan sriyana (tempat yang baik). Jika sekarang terasa sebagai Zaman Edan, tentunya kita bertanya-tanya: kelirulah¹ Joyoboyo membagi zaman, ataukah kita yang justru keliru mengartikan realita dewasa ini. Demikianlah catatan tambahan ini ter- susun dari berbagai sumber. Terutama ser- at-serat karya pujangga yang masih tersim- pan di Museum Radyapustaka, Mangkune-, garan dan Keraton Kasunan. Juga hasil pengkajian para pakar atas, surat-surat tersebut di antaranya Karkana Kamajaya (Zaman Edan), Drs Soesatya Darnawi (A Brief Survai of Javanesse Poetics, 1982 dan Bauwarno Basa Jawa, 1984), serta Anjar Any yang menulis Rahasia Ramalan Joyoboyo, Ronggowarsito, Sabdo Palon, 1990 dan Ronggowarsito Apa yang Terjadi, 1990. *) Penulis adalah pemerhati masalah budaya. anak lanang siji sing digala-gala wayah ngene durung bali ing pangkone ti "Gunakanlah setiap ada kesempatan untuk Aku suka berjalan-jalan di gang-gang kecil di depan kostku. Semua untuk membuat rasa Aku tidak menjauhi teman-teman yang bosan. Tetapi aku cukup digelisahkan oleh menghidupi kuliahnya dengan menjual diri. Itu godaan teman-teman kostku, yang tidak jarang haknya. Kuliah adalah sebuah perjuangan, menelpun Kanda dan mengatakan bahwa aku di masjid, di disco, di tempat yang sepi atau bukan status. Uang adalah kebutuhan utama aku sedang sakit, atau aku tengah kedatangan di lereng bukit." Kata-kata itu begitu sejuk menubruknya," kataku dalam hati. Kadang Caterine, kamu telah menerjemahkan isi untuk melanjutkan sekolah. Bagiku setiap per- tamu lelaki yang belum pulang sampai malam merenung. Itu akan lebih baik. Lakukanlah di acara lawak. mana yang menurutmu lebih nyaman. Entah Gila. Ini benar-benar gila. Aku marah-marah kepadanya, meskipun dibalik semua itu ada kegembiraan yang meluap-luap. Kegembiraan gadis muda ketika rahasia hatinya dapat diungkapkan oleh orang lain. "Terima kasih "Ah, kebiasaan lelaki, seperti kucing. Jika ada bau ikan asin terus saja mengejar, lalu ana jerit lan sambat ngaru-ara sambate wong-wong sing karoban kalah ngadhepi angin lan banyu udan kuwawa nrajang apa wae sing ana tanpa sangkan-sangkan Gurit samodra krana sipatmu sing amba lan tansah ngemot apa wae sing ana enggal tembangna sawijinine lagu kamardikan murih wujud nepsu-nepsu murahan ora sansaya ndadra njilma pacoban mengkone kudu pethen thengan ndhupaki jembare dhadha 1997 N Vanlah buatan orang, sangat tergantung bagaimana atau apa saja yang membuat Kanda mence- seseorang menyikapi kehidupan. Meskipun maskanku. Pada hal mereka tidak tahu bahwa aku sering tidak sependapat terhadapnya, tetapi Kanda adalah dosenku, bukan pacar baruku. aku wanita dan aku mengerti perasaannya. Aku sering marah, karena Kanda Aku tetap bergaul dengan mereka, selama aku orang yang dapat dipermainkan tidak terpengaruh dan terjerumus ke dalam Tetapi godaan teman-teman itu tak. lingkaran wanita panggilan yang semakin mer- Kanda marah. "Itulah kehidupan Jeng, menga-t ajalela. pa harus dihadapi dengan penuh ketegangan?" i itu. .nbuat a Di sini aku merasakan betapa kehidupan ini Itulah komentarnya, sambil tersenyumo demikian ambigu. Di satu pihak banyak mendengar semua godaan dan candaan teman-t diantara teman-teman bersikap demikitan teman. Ia merasakan bahwa teman-temankud moralis dan agamis, baik yang ditunjukkan dianggap sebagai adik-adiknya. Ia benar-benar dalam pembicaraan, tingkah laku, cara dapat berlaku sebagai Kakak yang baik. Ia berpakaian, tetapi di tengah malam ketika tidak emosional menghadapi candaan yang mereka membutuhkan uang untuk bersenang- kadang di luar batas itu. "Aku sudah terbiasa, Tentu saja itu hak pribadi. Hak yang paling senang; banyak yang tak menolak untuk men- dengan wanita. Dua adikku wanita. Aku men-2 essensi dari hati wanita. Terlepas dari semua emani lelaki hidup belang. Ada yang seming- genal dengan baik dari kelas lesehan sampai itu, bagiku tidak masalah apakah seorang wani- gu menghilang, sebulan tak muncul batang kelas hotel berbintang," katanya padaku. A ta menjadi panggilan atau tidak. Itu pilihan hidungnya, entah di kontrak berapa lama. Ini "Semua kulihat sebagai bunga-bunga kehidu- hidupnya yang kuhargai. Inilah era global- memang pekerjaan yang tidak menuntut per- pan yang perlu disyukuri." Kata Kanda padaku. "Ah, betapa gegap gempitanya hidup ini," isasi. Era yang membuka setiap pintu-pintu syaratan akademis maupun administratif. "Oh, tabu yang 'selama ini mengurungnya. Tuhan demikian lemahkah kami untuk berrta- pikirku. Bagaimanapun, godaan dan tilpun Mengingat bahwa pekerjaan sekarang makin han dari derita dan keadaan di zaman sekarang dan candaan teman-teman itu membuat Kanda penasaran. Ia bertanya tentang sikapku sela- sulit dicari dan banyak sumber daya manusia ini?" keluhku. dengan kualifikasi kemampuan tak memenuhi ma ini padanya. Sikap yang mungkin baginya f standart peluang kerja yang ditawarkan. sangat aneh. T Irul S Budianto AIDA 211IST J "Apa yang kau pikirkan tentang aku, Ajeng, b Kau tidak boleh berpikir yang bukan-bukan, ya!" katanya kepadaku waktu selesai kuliah. (Bersambung) 20 לכש 2cm