Tipe: Koran
Tanggal: 1989-11-12
Halaman: 05
Konten
NOVEMBER 1989 ak petualang aku berbincang ca kujur tubuhku ula tiris arian sih ke balik kata apa edalaman penjaga pura galun asi on randu n sisik naga jadi mutiara n kesucian miliki a rimbun erisi batu pualam a an lagu lolong ta abu pura Amlapura, 1989 31 Okt. 1989 1 31 Des. 1989 Color Rendition Chart TAHAP L No. BINBANSOS 5-1-158/89 TAHAP II No. BINBANSOS: 5-1-159/89 inq - FX WEDDI 45 $120 la 45. C. 55 MINGGU, 12 NOVEMBER 1989 Petualangan Zulfikar MENCARI KAKEK MAR TIN 8 Oleh Bahrun Hambali Z u melihat-lihat keadaan ru- mah yang sudah berpindah ta- ngan ini untuk menghilangkan ra- sa sedihnya. Keadannya sudah ber- ubah sekali. Tak lagi ditemukan- nya taman belakang yang asri de- ngan anggrek-anggrek kesayang- an kakek, dan kandang burung pun sudah tak nampak lagi. Bonsai beringin kakek agaknya masih se- tia menemani rumah ini. "Kakekku tidak membawa bon- sainya, Gus?" Zu menunjuk ke pot dekat kolam. Gustra yang menem- aninya menggeleng lemah. "Itu kenang-kenangan beliau un- tuk kami. Aku tidak tahu berapa umur bonsai itu. Ajik bilang sudah lebih dari delapan tahun, itupun kakekmu yang memberitahu ajik. Zulfikar, aduh, aneh sekali meng- ejanya!" "Panggil saja Zu!" potong Zu. "Zu. Ya, itu lebih praktis dan ter- dengar modern untuk telingaku. Eh, Zu, kakekmu itu ahli dalam bercocok tanam ya? Waktu perta- ma kali aku menginjakkan kaki di rumah ini, waahh, segar sekali me- mandang kehijauan dan keasrian taman baik yang di muka maupun yang di sini. Tapi sekarang sudah agak berkurang keasriannya ya?" "Kamu menyesal, Gus? Tadi, aku pun agak pangling waktu tiba di sini. Soalnya taman di muka sudah berubah menjadi garasi dan pura. Untung saja beringin kipas ke- sayangan kakekku tidak ditebang. Jadi, aku masih dapat mengenalí rumah ini dan masih sempat me- nyaksikan sisa-sisa keasrian tam- an rumah ini." Derum mobil terdengar memasuki halaman rumah. Sebentar kemudi- an klakson dibunyikan dan mesin mobil pun berhenti menderum. "Itu ajik dan biyang. Baru pulang kerja," kata Gustra. "Biyang itu siapa?" Pada ada zaman dahulu hidu- plah seorang Sultan yang adil dan bijaksana. Sultan itu bernama Sultan Hasid. Sultan Hasid didampingi oleh seorang penasihatnya yang setia, yang bernama Mansur. Pada suatu hari Mansur menghadap Sultan Hasid. "Sultan, hamba melihat seo- rang pedagang ke kota kita. Ia membawa barang-barang yang aneh!" kata Mansur. Sultan Hasid ingin sekali melihat barang dagangan yang aneh-aneh, maka disu- ruhnya pedagang itu mengha- dapnya. Ketika pedagang telah datang menghadap, Sultan Ha- sid bertanya, "Siapakah namamu? Ba- rang-barang istimewa apakah yang kau bawa ?" (2) "Ibuku. Keluarga kami dari kas- ta ksatria, jadi kalau memanggil bapak dan ibu dengan ajik dan biyang. Kalau dari kasta yang di ba- wahnya, ya, dengan menyebut bapa dan meme. Kita menemui mereka yuk!" "Namaku adalah Raz!" ja- wab pedagang itu, "Aku mem- bawa sutra dan permata!" Sultan Hasid kemudian memi- lih barang yang hendak dibeli- nya. Tiba-tiba Sultan Hasid me- lihat sebuah kotak kuno yang indah. Di dalam kota itu terda- Kedua anak itu beriringan ke muka rumah. Salak Bonnie, anjing Gus- tra, membuat Zu terpaku di pintu ruang keluarga. Zu ngeri melihat taring-taring Bonnie yang seperti- aya akan menancap di kaki Zu. Gustra yang melihat Zu tertawa geli. "Jangan takut pada Bonnie, Zu! Anjing itu pintarnya cuma meng- gonggong dan makan. Kamu tidak akan digigitnya, percayalah, Zu!" hibur Gustra setelah tawanya me- reda. Tapi Zu tetap terpaku di tem- patnya. Dan ketika Bonnie masuk ke ruang keluarga mengiringi ajik dan biyang-nya Gustra, Zu cepat- cepat berlindung di belakang Gustra. "Diam, Bonnieee. Lihat, Zu takut mendengar salakmu yang jelek itu. Ayo diaaam!" Gustra menggertak anjingnya. Si Bonnie kontan ber- lindung di sela-sela kaki ajik Gustra. "Ayo keluar sana, Bonnieee....!" hardik ajik Gustra. Anjing besar berbulu putih itu segan-segan me- ninggalkan ruangan keluarga. Zu bernafas lega setelah anjing itu ti- dak terlihat lagi. "Ooo..., ini yang kamu ceritakan di telpon tadi, Gus? Siapa namamu, nak?" Ajik Gustra melambaikan ta- ngannya menyuruh Gustra dan Zu mendekat. Biyang tidak ikut duduk di ruang keluarga. Beliau lang- sung masuk ke kamar di tingkat atas. Dongeng Sultan Bangau pat sebuah kertas yang bertu- lisan kuno. "Nama saya Zu, Pak. Saya cucu Pak Haji Muhammad Husen yang di Jakarta," kata Zu memperkenal- kan diri. "Aku ingin membeli kotak dan surat bertuliskan kuno ini!" kata Sultan. "Sultan Hasid kemudian membawa masuk barang- barang yang dibelinya. Lalu Sultan Hasid memanggil seo- rang ahli tulisan kuno. Sultan Hasid menyuruh ahli tulisan kuno menterjemahkan isi ker- tas yang ada dalam kotak kuno. "Yang mulia Sultan, kertas ini berisikan tulisan mengenai mantera sihir. Siapa saja yang menyebut kata mutabor, maka ia akan berubah menjadi bina- tang yang diinginkannya. Orang itu bahkan akan meng- erti bahasa binatang!" kata ahli tulisan kuno. Sultan Hasid senang sekali mendengar penjelasan ahli tu- lisan kuno. "Apakah aku bisa kembali menjadi manusia lagi, apabila aku telah menjadi binatang?" tanya Sultan dengan rasa ingin tahu. "Apa kakekmu tidak pernah memberitahu kamu kalau beliau te- lah menjual rumah ini? Ah, kasih- an kau, nak!" Mata Zu mulai berkabut. Ingin sekali dia secepatnya menumpah- kan airmata yang menghalangi penglihatannya itu. Tapi Zu telah bertekad akan menghadapi apapun yang akan terjadi sebisa-bisa ke- mampuannya. Sekarang dia tidak mau menjadi anak laki-laki yang cengeng hanya karena tidak berte- mu kakeknya. "Kakek tidak pernah mengabar- kan hal itu pada Zu. Mungkin pada papa dan mama. Dulu, kakek per- nah juga mengatakan akan men- jual rumah ini, tapi katanya nggak jadi. Zu tidak menyangka jika niat itu akhirnya jadi juga dilak- sanakan." Langkah-langkah sandal biyang menggema di ruang keluarga itu. Biyang tersenyum ke arah mereka bertiga. Wajah biyang yang lembut keibuan mengingatkan Zu pada mama di Jakarta. "Orang tuamu tidak mengantar- mu kemari, nak?" tanya biyang se- telah duduk. Zu menggeleng sedih. Dia menyesal telah melanggar la- rangan kakaknya, Zulkifli. "Biyang ini gimana sih. Kan Gus- tra sudah bilang tadi hal itu di tel- pon? Biyang sendiri bilang kalau Zu nekad melakukan perjalanan seo- rang diri tanpa teman ini. Iya kan?" "Sudahlah. Kamu sudah makan, nak Zu?" "Belum, Jik. Tadi juga Gustra dan kakek sudah menawarkannya, tapi Zu tidak mau. Katanya dia ingin cepat-cepat menemui kakeknya."" Gustra yang menjawab pertanyaan ajik-nya. Zu baru sadar kalau sedari pagi tadi sejak tiba di terminal Ubung, perutnya belum terisi apa- apa. Keinginannya untuk bertemu secepatnya dengan kakek begitu menggebu-gebu. "Kamu makan bersama kami ya, nak. Tidak perlu buru-buru seperti itu. Bagaimanapun juga, kesehat- an lebih berharga dari apapun. Nah, kalau kamu saat ini sakit, yang rugi kan kamu sendiri, nak Zu," kata Biyang menasihatkan Zu. "Sekalian kamu menginap di si- ni. Besok kan hari Minggu; jadi biar ajik yang mengantarmu ke ru- mah kakekmu yang baru." "Gustra ikut, Jik!" pinta Gustra. Zu merasakan kehangatan ke- luarga ini seperti kehangatan yang diperolehnya di tengah keluarga- nya. Papa, mama, dan kakak- kakaknya, Irfan dan Zul, serta adiknya Dhinis; semuanya saling menyayangi seperti yang terlihat dalam keluarga ini. Sayangnya ke- luarga ini hanya terdiri dari tiga orang ditambah seorang kakek dan dua pembantu yang dijumpai Zu ta- di di dapur. Tidak seperti keluarga- nya yang berjumlah enam orang dengan bik Mimin dan kang Asep sebagai pembantu dan tukang ke- bun. Lagian, rumah ini kelewat be- sar untuk keluarga dengan jumlah kecil ini. Zu makan lahap sekali. Dia tidak ingin mengecewakan tuan rumah yang telah begitu baik kepadanya. Pantas saja jika para wisatawan sa- ngat senang berkunjung ke pulau Dewata ini! (Bersambung). "Ya, Yang Mulia dapat kem- bali menjadi manusia lagi, apa- bila Yang Mulia menghadap ke timur dan mengucapkan mu- tabor sebanyak tiga kali!" ja- wab ahli tulisan kuno. "Tapi selama Yang Mulia menjadi binatang, janganlah sekali-kali Yang Mulia terta- wa. Sebab jika Yang Mulia ter- tawa, Yang Mulia akan lupa akan bunyi mantera yang ha- rus dikatakan". Sultan Hasid menganggu- angguk mengerti. Ia kemudi- an memberikan hadiah kepada ahli tulisan kuno itu. Keesokan harinya Sultan Hasid dan Mansur pergi ber- jalan-jalan. "Mansur, mari kita coba mantera yang ditulis dalam tu- lisan kuno!" ajak Sultan Hasid kepada Mansur. Sultan Hasid dan Mansur ke- mudian pergi ke tepi sebuah te- laga yang sunyi. Mereka duduk di tepi telaga itu. "Mari kita mengucapkan mutabor dan minta dijadikan seekor bangau yang ada di atas batu itu!" kata Sultan. "Mutabor!" kata Sultan dan Mansur bersama-sama. Sultan dan Mansur berubah Der sore yang cerah, Reni bertandang ke rumahku. Tepat waktu itu aku baru saja bangun tidur. Kalau saat itu aku masih tidur, si Reni bakal- an jungkir-balik membangun- kan aku. Soalnya aku ini tipe manusia yang susah diba- ngunkan. Kecuali kalau disi- ram air dingin. Bah. "Hei Ren, kebetulan kamu datang. Buatkan aku gambar ukir-ukiran, dong. Kamu kan tahun, aku ini alergi sama yang namanya pelajaran menggambar," kataku sambil menariknya ke meja belajarku. "Enak aja. Memangnya aku ini pembantumu." "Tolong, Ren. Buatkan aku sketsanya saja, deh. Setelah itu tolong dihalusin, terus diberi warna. Mau, nggak?" "Itu sama saja artinya aku yang menyelesaikannya, Tuyul," kata Reni sambil men- jitak jidatku. Aku meringis ke- sakitan. "Reni jelek!" makiku. "Eh Dek, tadi pagi aku di- panggil bu Ratna. Beliau me- nyuruh kita supaya ikut me- nyumbangkan acara pada hari perpisahan kakak-kakak kelas tiga. Enaknya kita nyumbang- kan apa, ya?" "Kapan perpisahannya?" ta- nyaku antusias. "Lagi tiga minggu." "Mm... bagaimana kalau kita menyumbangkan sebuah dan- ce?" usulku. 5lc "Bah aku anti yang be- gituan." "Kalau nyanyi bagaimana?" "Nggak, ah. "Tari Bali?" "Nggak, ah." "Puisi?" "Nggak, ah. "Kok nggak ah, melulu. Payah deh, sama kamu. Semua usulku ditolak. Maumu apa, sih?" tanyaku jengkel. "Aku sendiri bingung," kata Reni sambil menggaruk ke- palanya yang tidak gatal. Lalu kamipun diam membi- su memikirkan acara apa yang bisa kami sumbangkan untuk ikut memeriahkan acara perpi- sahan tersebut. "Dek, bagaimana kalau kita menyumbangkan sebuah dra- ma satu babak," kata Reni me- mecahkan kesunyian. "Drama? Wow, setuju sekali. sudah punya nas- Kamu kahnya?" "Belum. Bagaimana kalau kita suruh si Riska yang mem- buatnya. Dia kan sudah peng- naskah alaman membuat drama". "Boleh juga. Topiknya ten- tang apa, dong?" "Entahlah. Kita diskusikan nanti. Bagaimana kalau kita ke rumahnya Riska seka- rang." "Duh, maaf Ren. Sudah sore nih, aku harus menyelesaikan menjadi bangau! Mereka ber- dua kemudian mendekati ba- ngau yang ada di atas batu dan mengajaknya bercakap-cakap. Tiba-tiba bangau yang ada di atas batu minta izin untuk per- gi. Bangau itu menggoyang- kan kakinya yang panjang de- ngan lucu sekali sambil ber- kata, "Oh, kawan, aku hendak per- gi ke pesta dahulu, aku ingin berdansa!" Sultan Hasid dan Mansur tidak dapat menahan diri untuk ti- dak tertawa terpingkal- pingkal. Gerakan dan kata- kata bangau yang duduk di atas batu lucu sekali, sehingga Sultan Hasid dan Mansur ter- tawa terpingkal-pingkal. Be- berapa lama kemudian mereka berdua baru sadar, bahwa me- reka tidak boleh tertawa sela- ma menjadi binatang. "Oh, Sultan, kita berada da- lam bahaya! Kita tadi telah ter- tawa! kita bisa lupa akan bunyi mantera!" kata Mansur. Sultan mengajak Mansur menghadap ke timur dan mengucapkan mantera, agar kembali menjadi manusia. Ta- pi apa yang terjadi? "Mu, mu, mu...." Sultan maupun Mansur berkata de- mikian berulang-ulang. Sult- an dan Mansur tidak dapat me- neruskan bunyi mantera. Se- hingga mereka tidak bisa men- jadi manusia kembali. Betapa Bali Post POS ANAK- ANAK Maafkan Kami, Upik TIN $9 Oleh Ayu Indrawati pekerjaan rumah. Kalau tidak, nanti Ibu marah." "Kalau begitu aku sendirian yang ke rumah Riska," kata Reni seraya beranjak dari tem- pat duduknya. "Eh Ren, jangan lupa aku yang menjadi pemeran utama nya, ya!" "Enak aja. Paling kamu ba- kalan dapat peran pembantu." "Ih, Reni jelek, deh," kataku sambil meninjunya. Beberapa hari kemudian, naskahpun sudah diselesaikan oleh Riska. Para pelaku- nyapun sudah kami tentukan. Si Upik yang menjadi pemeran utama. Karena Upik kami ang- gap paling pantas untuk me merankan peran sedih, di ma- na pemeran utama dalam nas- kah kami itu harus pintar me- nangis. Setiap pulang dari se- kolah kami latihan, mengingat hari perpisahan sudah dekat. Kostumnyapun mulai kami persiapkan, supaya pada saat pentas betul-betul sip. Hari yang kami tunggu- tunggu semakin dekat saja. Se- hari sebelum pentas kami kumpul di rumah Riska untuk mempersiapkan segala sesuatu malangnya mereka berdua. Sultan dan Mansur kemudian terbang menuju ke istana, na- mun tak ada seorang pun yang mengenali mereka. Tiba-tiba terdengar suara ramai. Ada se- buah tandu yang indah. Orang-orang berteriak, "Hidup Raz, Sultan baru!" Oh, rupanya Raz telah merebut kekuasaan Sultan Hasid! Raz berpura-pura menjadi peda- gang dan dengan sengaja men- jual mantera sihir itu. Agar Sultan Hasid berubah menjadi binatang! Betapa kesal dan ma- rahnya Sultan Hasid. Namun apa daya, kini ia hanya seekor burung bangau! Maka Sultan dan Mansur yang sudah menjadi bangau pergi meninggalkan istana. Akhirnya mereka tiba di se- buah istana yang telah rusak. "Mansur, kita bermalam di sini saja!" kata Sultan Hasid. Ketika Sultan dan Mansur sedang duduk merenungi na- sib mereka, terdengar suara ta- ngis. Mereka berdua kemudian mencari dari mana datangnya suara itu. Sultan Hasid dan Mansur akhirnya bertemu de- ngan seekor burung hantu. "Apakah engkau yang mena- ngis?" tanya Sultan. "Ya, "jawab burung hantu, "Aku adalah seorang putri yang disihir oleh Raz, sehing- ga aku menjadi burung hantu!" nya. Kami berharap supaya pertunjukkan kami dapat me- mukau para penonton, sehing- ga keletihan kami berlatih ter- obati. Baby Keesokan harinya, pukul 09.00 acara dimulai. Sebagai acara pembukaan adalah Tari Puspawresti. Sampai pada aca- ra ketiga si Upik belum juga muncul batang hidungnya. Pa- dahal sebentar lagi giliran ka- mi yang akan pentas. Kami se- mua resah, jengkel, marah, dan ah...kami tak bisa melu- kiskannya dengan kata-kata. Kami semua berharap Upik se- gera muncul. Tapi sampai aca- ra selesai Upik tak menampak- kan diri. Kami malu sekali sa- ma teman-teman, karena kami tak jadi manggung. Kakak yang kusuruh datang menon- ton pementasan kami jadi rugi kamera untuk membawa mengabaikan kami sewaktu di atas panggung. "Kok tidak jadi manggung?" tanya kakak ketika kami me- nemuinya. Kami hanya diam sambil memasang wajah angker. "Hei, dramawan kita si Upik mana?" tanya kak Putu begitu Putri yang menjadi burung hantu itu bernama Putri Lisa. la disihir menjadi burung han tu, karena menolak lamaran putra Raz. Raz menyihirnya, karena marah. Putri Lisa dapat menjadi manusia kembali, apa- bila ada seorang pemuda yang mau menikahinya. Setelah mendengar cerita Putri Lisa, Sultan juga mence- ritakan nasibnya. Tiba-tiba Pu- tri Lisa berkata, "Raz dan beberapa temannya setiap bulan sekali selalu da- tang ke istana tua ini. Mereka berdoa dan saling bercerita tentang mantera-mantera me- reka. Kalian bisa mendengar bunyi mantera yang dapat mengubah kalian menjadi ma- nusia kembali!" "Oh, kami ingin sekali meng- hadiri pertemuan para tukang sihir itu!" jawab Sultan, "Kap- an diadakan pertemuan itu?" "Aku akan memberi tahu kali- an, tapi kalian harus berjanji, bahwa diantara kalian berdua akan menikahi aku. Jika telah menjadi manusia kembali!" ka- ta putri Lisa. Sultan Hasid dan Mansur sa- ling berpandangan. Akhirnya Sultan bersedia menikahi Putri Lisa, apabila telah menjadi ma- nusia kembali. Putri Lisa gem- bira setelah mendengar janji Sultan. Ia lalu berkata, Nikmatilah jasa pelayanan kami... Tabungan berhadiah mobil dan hadiah lainnya. Kredit dengan bunga yang bersaing. Deposito dengan bunga yang menarik. BANK PASAR PELITA KENCANA JA Jalan Surapati No. 27-28 Telp. 24848-24849-27151-27152-27153 Denpasar-Bali melihat kami tidak klop. "Ini dia kak, yang menjadi sumber kejengkelan kami saat ini," kataku. "Lho, emangnya ini ada apa, sih?" tanya kak Putu heran. "Gara-gara dia tidak datang, pertunjukkan kami jadi batal, kata Reni keki. "Jadi si Upik nggak datang?" kak Putu terkejut. "Mungkin Upik mendapat halangan hadir. Kita coba saja datang ke tempat kostnya, usul Riska, (463 "Sudahlah, kalian tidak usah memberengut begitu. Mung- kin ini ada apa-apanya. Kalian jangan terlebih dahulu me- nyalahkan Upik, belum tentu Upik bersalah. Sebaiknya se- perti kata Riska tadi, lebih baik kita ke kostnya Upik. Kakak bersedia kok, mengantarkan kalian," kata kak Putu berusa- ha menghibur kami supaya ke- jengkelan kami lenyap. Tapi tak semudah itu menghilang- kan kejengkelan. Kami tetap saja memberengut sambil me- maki-maki dalam hati. Tak terasa kami telah sampai di tempat kostnya Upik. Kata ibu kost, tadi malam Upik dica- ri pamannya diajak pulang kampung. Ibu kost itu tidak ta- hu ada urusan apa. "Duh, Upik jelek. Ada-ada sa- ja kamu. Coba kita tidak meng- gunakan dia sebagai peran utama, tidak bakalan begini jadinya. Gara-gara kamu Dek, yang mengusulkan Upik," ka- ta Reni dengan luapan kema-' rahan. "Lho, mengapa kamu nggak protes waktu itu. Aku meng- usulkan dia karena menurut ku dia pantas untuk memeran- kan peran tersebut. Dan ka- lianpun setuju," kataku tak ka- lah sengitnya. "Akan malu sekali pada bu Ratna, sama guru-guru lain- nya, sama teman-teman dan se- mua. Mereka pasti akan men- cemoh kita," kata Rení sambil menahan tangisnya karena emosi. "Sudah-sudah! Kalian tak usah bertengkar. Anggaplah ini suatu pengalaman berhar- ga bagi kalian. Sekarang kita pulang saja," ajak kak Putu. "Wik, dari tadi kau diam sa- ja. Menurutmu apa yang mesti kita lakukan untuk memberi pelajaran pada si Upik," tanya Riska. "Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku bingung. Aku malu. Aku kesel. Aku telah gembar- gembor pada orang rumah, te- tangga kiri-kanan, e...tahu- nya tak ada apa-apanya. Seka- rang ini aku lagi memikirkan jawaban apa yang harus ku- lontarkan pada mereka, jika mereka menanyakan pemen- kita," kata Wiwik tasan jengkel. (Bersambung ke Hal X kol 4) LACE Tidak berapa lama, terdengar suara ramai-ramai. Di tengah malam yang dingin datanglah beberapa tukang sihir. Mereka mengadakan upacara di ruang besar istana tua. Raz juga ha- dir dalam pertemuan tukang sihir itu. Ketika Raz maju men- ceritakan mantera- manteranya, Sultan Hasid dan Mansur mendengarkan kata- katanya dengan penuh per- hatian. Raz tiba-tiba mence- ritakan tentang nasib Sultan. Sambil tertawa Raz berkata, "Sultan Hasid dan penasihat- nya lupa menyebut kata-kata 'mutabor'! ha, ha, ha!" Sultan dan Mansur cepat-cepat mengulangi kata-kata itu sam- bil menghadap ke Timur. "Mu- tabor!" kata mereka berdua dan blar! "Pertemuan para tukang si- hir akan diadakan malam ini!" LAYANAN Sultan dan Mansur kembali menjadi manusia! Mereka ber- dua berpelukkan. "Nah, kalian sudah menjadi manusia kembali!" kata Putri Lisa," tepatilah janji kalian!" Sultan Hasid lalu berkata kepa- da Putri Lisa, "Putri Lisa, aku bersedia menjadi suamimu. Walaupun engkau berupa see- kor burung hantu!" Baru saja Sultan selesai ber- kata, terdengar bunyi halilin- tar. Dar! Putri Lisa yang bu- rung hantu, kini berubah men- jadi seorang putri yang cantik sekali! Setelah mereka bertiga men- ANDA BERHAK ATAS KARENA KEPUASAN ANDA TUJUAN KAMI obu batu uben MILIK MONUMEN PERS NASIONAL SURAKARTA 200 itibar 02 03 HALAMAN V Namanya singkat saja yakni Devi. Mulai mengenal bumi ini 15 Desember 1987. Dilahirkan dari pasangan Puspa Dewi dan Setiawan yang kini tinggal di Jalan Kesatrian Gianyar. Kalau Devi udah gede nanti, pingin menjadi orang yang berguna bagi masyarakat dan nusa bangsa: BUAH HATI Nama lengkap adik cakep kita ini I Gusti Agung Putu Perda- na, lahir 19 Februari 1985 dan alamat rumah Br./Dusun Umabian. Besar nanti ia bercita-cita pingin jadi Pilot. Mela- lui ruangan Buah Hati ini Agung nitip salam buat teman- teman di rumah mat berhari minggu mudah-mudahan asung kertha nugraha selalu. Nama adik cakep ini Putu Agus Frediwijaya, lahir 22 Februa- ri 1989. Alamat rumah Banjar Sindu Kaja Sanur. Putra pa- sangan Putu Mudita dengan Wayan Rusni besar nanti Putu Agus bercita-cita pingin jadi gaid..., Lewat rubrik ini ia nitip salam kepada sidang pembaca di seluruh persada ini semoga sejahtera selalu. PRIMA itu. jadi manusia kembali, pergilah mereka ke istana Sultan Hasid. Setelah Raz mati, Sultan Ha- Setibanya mereka bertiga di sid dan Putri Lisa merayakan pintu gerbang, para pengawal pesta pernikahan mereka. Se- menyambut kedatangan mere- luruh rakyat bersuka ria, dan ka. Kemudian Sultan Hasid sejak itu rakyat hidup aman bercerita tentang kejahatan dan tenteram. *** Raz kepada para pengawalnya. Para pengawalnya marah dan menangkap Raz. Raz kemudi- an di buang ke hutan. Iapun akhirnya mati di tengah hutan Diceritakan oleh Wulan H. Jin. Patimura No. 61 Denpasar 0 1989-GUSTRA STUDIO C1768 2cm
