Tipe: Koran
Tanggal: 1996-03-31
Halaman: 02
Konten
4cm HALAMAN 2 WOAT TAHUN 80-an sebuah gedung bioskop di Singaraja dilempari batu. Waktu itu, pem- utaran film na- sional senantiasa terpotong. Masa putar yang semesti- nya dua jam, bisa hanya berdurasi satu jam. Pemotongan tiap beberapa menit itu tanpa alasan jelas. Kemudian pada saat gambar-gambar tak tampak lagi, lampu padam dalam waktu yang lama, kejenuhan seperti memuncak. Diiringi teriakan penonton yang in- gin uangnya dikembalikan, ledakan amarah pun tak terbendung. Puntung- puntung rokok dari atas balkon, kur si-kursi, dan busa dari sobekan kursi berhamburan disusul ledakan mercon yang memekakkan telinga. Memang naas menimpa Mudaria Theatre. Sudah rugi, dikecam pula. Kini ia be nar-benar ambruk. Masyarakat seki- tamya sudah menganggapnya tak ada. Tetapi apa yang terjadi kemudian, ternyata tidak cuma sebuah pertanda buruk di utara Pulau Dewata itu. Per- filman nasional yang sedang mengal- ami kelesuan berkepanjangan dan pengusaha bioskop yang kena getah- nya, seakan sudah tak mungkin ber- mimpi lagi. Tengoklah data yang dikemuka kan Kabid Koordinasi Media Pen- erangan Kanwil Deppen Bali, HM Slamet. Tahun 1989 sampai 1993 ter- dapat 50 gedung bioskop yang berop- erasi di Bali. Jumlahnya menyusut tahun 1994/1995 menjadi 20 gedung bioskop, kemudian makin menciut hanya 12 gedung bioskop tahun 1996/1997. Gedung bioskop tersebut beroperasi di Singaraja dua buah, di Denpasar delapan, Klungkung dan Tabanan masing-masing satu buah. Singaraja Theater menurut lapo- ran sudah kembang kempis, termasuk yang beroperasi di Seririt. Pemilikn- ya, Effendi Suwanda, mengakui kon- disi tersebut tak mengatrol pendapa- tannya. Sebelumnya hanya Wijaya Theatre yang kolaps. Lambat-laun merembet ke Singaraja Theatre. Ge- dung itu kini disewakan, namun be- lum ada yang tertarik, walaupun pen- gumuman tentang upaya penyewaan tersebut sudah ditulis besar-besar di depan gedung yang cukup bergengsi itu. Bisa dikatakan ia mengalami sekarat, dan itu yang ada di Singaraja. Di Denpasar kini hanya delapan ge- dung yang mencoba hidup, empat di antaranya agak sehat masing-masing Cineplex 21 Denpasar, Cineplex 21 Legian Kuta, Kumbasari Theatre dan Jaya Theatre. Kecuali cineplex, dua yang lain sudah kembang kempis. Sementara di Kabupaten Klungkung dan Tabanan, nasibnya tak jauh beda dengan nasib gedung bioskop di Sin- garaja. Besar kemungkinan mereka ambruk, sehingga yang tersisa cuma dua Cineplex 21. Bayangkan, di Bali yang begitu luas, hanya dua yang diprediksikan mampu bertahan. Lantas kenapa justru kemungki- nan Cineplex yang bertahan dari amu- kan arus televisi? Memang ada jawab Bali Post FENOMENA Persaingan tanpa Penengah nya. "Di samping nyaman, filmnya pun berkualitas. Jadi mencari hiburan dalam keadaan nyaman bisa tercapai," ujar Putu Rudita, warga yang hampir tiap minggu meluangkan waktunya nonton di Cineplex. Wajar saja jika Cineplex 21 yang punya kelas Al dengan lima gedung di Denpasar dan tiga gedung di Kuta masih memberikan masukan penda- patan yang cukup berarti. Dari kursi yang ada, rata-rata 65 persen terisi. Berbeda dengan gedung bioskop kelas menengah ke bawah. Ia bisa membatalkan pemutaran film gara- gara jumlah penonton yang minim. Di samping pengaruh kualitas film, pengaruh televisi, video, laser disc, telah merebut kelas masyarakat yang sebelumnya menjadi jatah ge- dung bioskop. Apalagi pemutaran ul- ang film-film bioskop di televisi, tele novela dan acara menarik lainnya, tak terkendalikan. Tak jarang film yang diputar di televisi, ulang diputar di gedung. Praktis SK tiga Menteri (Mendagri, Mendikbud dan Menpen) tentang gedung bioskop yang harus memutar film nasional 3 - 4 judul dalam sebulan tak ada artinya. Ini jika dilihat dari kaca mata bisnis. Masyarakat akhimya tak sempat lagi berpikir meluangkan waktunya keluar rumah menonton film nasional. Malah ada yang memprediksikan, mungkin generasi muda masa "bom telenovela" sekarang ini, tak pernah membayangkan gedung bioskop. En- tahlah. "Yang jelas, bukan karena tiket yang mahal. Saya yakin mereka mampu bayar," kata Slamet. Cuma? Ya... televisi tadi. Penyaluran film di Bali, dulu di- lakukan PT Bersatu Film, CV Ban- gun Samara Film dan Tabanan The- atre. Kini penyaluran dilakukan sendi- ri PT Inarosa Film, Surabaya yang juga grup pengedar filmAmerika dan Eropa. Lantas apakah terjadi monop- oli pengadaan film mengingat pen- gelola Inarosa Film adalah pemilik Cineplex 21 sehingga gedung kelas atas inilah yang bertahan? Hal itu su- lit dibuktikan, karena staf Kumbasari Theatre Tedjo mengakui bioskop kelas menengah memang masih kalah jauh dengan yang kelas atas dalam pengadaan kualitas film. Namun, ia sepakat mengemukakan televisi se- bagai salah satu biang penyebabnya. FILM UTAMA SEGERA MALFIN SHAYNA TAVANA DEWI ANDI J. MADJID Pergaulan INTIM Ambruk akal. Artinya, dalam memberi pe- nilaian atas kerja para sineas Tanah Air, tidak boleh berangkat dari satu sudut pandang. "Ambruknya itu dari segi apa, apakah kualitas, kuantitas atau kurang komersialnya di pasaran?" ka tanya balik bertanya. Seniman daerah serba bisa I Gusti Ngurah Putra mengatakan, ambrukn- ya perfilman Indonesia tidak hanya secara nasional mengalami penurunan mutu. Beragamnya pilihan yang diciptakan kemajuan teknologi, just- ru menjadi faktor utama kemeroso- tan sinema mekanik dalam menun- jukkan perannya sebagai media pen- didikan dan hiburan. Namun, Putra yang lebih dikenal dengan sebutan Pan Kobar berpendapat, pandangan masyarakat yang menuding kehidu- pan film nasional makin terpuruk juga WILLY CHANN SALLY MARCELLINA SONNY DEMANTARA KIKI FATMALA CHRISTINE TERIE IBRA AZHARI MALAM PENGANTIN tungan yang diraup para pekerja sine- matografi. Risikonya, film-film yang diproduksi para pengusaha perfilman kian lesu. Sepinya gedung-gedung film (bahkan banyak yang bangkrut) di Tanah Air, memang bisa dijadikan ukuran untuk menyebut dunia film nasional makin terpuruk. "Secara kualitas, fim-film karya sutradara In- donesia masih cukup bagus. Kalau toh mereka kalah bersaing, tidak terlepas dari faktor lain, yang menyediakan wadah bagi insan film mencari lahan Mantan Kepala RRI Stasiun Sin- garajaini melihat, kesan ambruk yang diberikan masyarakat terhadap kon- disi perfilman nasional lebih cen- derung berangkat dari asas bisnis. Be- ralihnya perhatian masyarakat ter- hadap film-film di gedung bioskop ke hidup," katanya. bentuk hiburan televisi, tentu berdam- Menurut pelawak Bali ini, kehad- harus dilandasi alasan yang masuk pak besar terhadap penyedotan keun- iran televisi swasta dengan hak siaran Conta Terlarang nasional, tidak hanya memberi pelu- ang bagi para insan film beralih pro- fesi. Dunia sinema elektronik malah berhasil dijadikan lahan baru yang leb ih menjanjikan imbalan besar. Kare- na itu, para sineas pun menjanjikan karya-karyanya dalam bentuk sine- tron yang ditayangkan televisi. Kon- disi ini masih diperparah situasi za- man, yang notabene mengutamakan kepraktisan hidup dan menghormati waktu. Masyarakat modern, kata Pu- tra, tidak mau disibukkan hal-hal di luar urusan bisnis, apalagi televisi menayangkan paket acara yang mir- ip dengan suguhan film layar lebar terikatan para pekerja film nasional (sutradara) dengan produser. Lain hal- nya di luar negeri, proses pembuatan film tidak boleh dicampuri pihak pro- duser. Kepercayaan penuh dari pe- modal terhadap kerja sutradara, mem- buat mutu perfilman negara asing sep- erti Amerika Serikat terjaga dengan baik. Sementara di Indonesia, tidak jarang malah terjadi sebaliknya. Pro- duser film nasional bahkan dapat me- nentukan posisi pemain, lama peng- garapan, besarnya honor yang diteri- ma pemain. "Bagaimana bisa men- ciptakan kondisi perfilman nasional maju, wong sutradara harus meng- hamba pada produser," katanya sam- bil menambahkan, mestinya bukan sutradara yang mengejar produser. Di luar negeri, produser malah sibuk dan berlomba mencari sutradara yang di- harapkan mampu membuat karya yang bermutu tinggi. Dampak yang diberikan akibat keterlibatan pihak produser dalam mekanisme kerja sutradara, tidak hanya membuat mutu film nasional makin rendah. Risiko dari kondisi semacam ini, kata Anom, tidak han- ya berpengaruh negatif terhadap perkembangan sutradara nasional yang diharapkan mampu membawa nama Indonesia di negara lain. Artin- ya, Anom melihat makin munculn- ya sutradara yang sekadar kerja dan menghasilkan film asal jadi. "Sutra- dara juga ada yang begitu, asal hon- omnya lancar, semuanya bisa jalan. Masalah mutu, mungkin urusan ked- " ua. Menurut sutradara dan penulis naskah sinetron lokal ini, kalah bersaingnya film layar lebar den- gan sinetron atau telenovela asing di televisi disebabkan beberapa faktor. Di samping menonton film di gedung perlu biaya dan waktu khusus, keragaman variasi materi yang disajikan sinema elektronik justru menjadi kendala serius bagi sinema mekanik merebut pengge- mar, apalagi televisi sudah meng- gunakan peralatan teknologi cang- gih yang mampu menghasilkan gambar dengan kualitas yang sama dengan film layar lebar. Bahkan, di Jepang sudah muncul televisi dengan layar lima meter dan sound sistem tujuh speaker. Variasi tayangan yang dimaksud- makin membuat masyarakat ngekoh kan Anom, televisi menyiarkan pa- keluar rumah. "Wong televisi sudah ket jenis cerita dan non-cerita. Hibu- mampu menghibur masyarakat, ran yang tergolong cerita terbagi atas mereka jadi enggan keluar rumah han- drama dan melodrama, sedangkan ya untuk nonton film," katanya sam- jenis non-cerita termasuk musik, bil menambahkan, sopan santun dan berita, tari, dan ilmu pengetahuan. etika di luar rumah turut mempen- Kualitas yang ditunjukkan telenove- garuhi minat penonton. Menyaksikan la asing dan sinetron di layar kaca, hiburan di gedung, tentu harus menu- juga tidak kalah dengan film-film ruti berbagai aturan seperti keluar bi- aya, tidak boleh bersikap sembaran- gan dan terikat waktu. Sementara hiburan di televisi bisa dinikmati den- gan santai dan kapan saja. Pemilik Sanggar Mini Badung, IB Anom Ranuara, malah menyoroti ke- Bom Seks, Bom Sinetron SEORANG wanita muda den- gan pakaian mini tersenyum man- ja ketika betisnya diusap-usap mesra seorang laki-laki. Giliran berikutnya, laki-laki itu mendesah manakala sang wanita mengusap-usap dadanya yang ber- bulu lebat. Tak lama, laki-laki itu berbalik lalu membopong sang wanita ke tempat tidur. Kaki mereka saling melilit, lampu dipadamkan. Yang tampak hanya geliat tubuh yang saling tindih. Napas pun tertahan. Itulah salah satu adegan film "Ranjang Yang Ternoda" yang menambah panjang deretan judul film nasional berbau seks. Film semacam ini awalnya dimaksudkan untuk menggairahkan kembali produksi film nasional yang kembang kempis. Hampir di seluruh kota, tayangan film syur semacam itu mewarnai tiap gedung biosk- op di tengah gonjang-ganjing kehidupannya. Bayangkan, hiburan dari media massa televisi menyerbu dari segala sisi. An-TV, RCTI, SCTV, Indosiar, bahkan TVRI mereguk sekian juta peni- kmat. Bioskop pun mengalami berbagai bentu- ran. Ibarat pepatah, hidup enggan mati tak mau: begitulah keadaannya sekarang. Lantas betulkah film "panas" sanggup men- datangkan penonton yang banyak? Dapatkah film "panas" mempertahankan keberadaan bio- skop menengah ke bawah yang selama ini ber- gantung kepada film-film nasional? Ada sederet- an gedung bioskop di Bali yang harus menjawab problematik perfilman, baik di kabupaten mau- pun di ibu kota propinsi. Orientasi ke film na- sional banyak dianggap sebagai salah kaprah. Eksploitasi tubuh ini justru dianggap tidak men- didik generasi bangsa. Seperti yang dikatakan IB Anom Ranuara, kecenderungan film-film nasional memamerkan bagian-bagian tubuh yang dapat mengundang nafsu birahi tidak mungkin mengembalikan ke- segaran media mekanik, apalagi jenis-jenis film seks yang ditawarkan masih jauh dari sentuhan nilai estetika. Artinya, adegan seks karya sutra- dara Tanah Air yang belakangan ini menyemar- akkan film layar lebar, terkesan dipaksakan. al, mengalami kesulitan Bahkan, tidak jarang adegan seks yang diperan- kan seorang artis lepas kontrol dari alur cerita utama. Karena itu, seks yang disuguhkan bukan seks bernapas seni yang dapat mendukung keindahan karya sinematografi. "Coba amati adegan buka-buka buah dada atau paha di film- film nasional, masih tampak kaku dan lucu. Tu juannya sekadar membuat penonton tertawa, muara estetikanya tidak tampak," katanya. Anom berpendapat, pengusaha film yang memproduksi film-film seks tidak akan terwu- jud impiannya membuat dunia perfilman nasion- al bergairah kembali. Pada gilirannya, mereka justru terpuruk lantaran tidak ada yang menon- ton karyanya. Film-film yang siap beredar di masyarakat, kata Anom, harus lewat badan sen- sor film. Karena itu, seks yang ditawarkan dalam film-film tertentu sudah disensor (dipotong). "Film-film seks tidak akan membuat dunia film nasional berjaya, malah makin ditinggalkan penggemar.' untuk sekadar bertahan meskipun yang diputar film-film nasional yang berbau seks. Sederet judul film dengan artis yang siap terjun ke ek- sploitasi tubuh ini justru tak kembali menabuh masa kejayaan tahun 1992/1993. Menurut Ted- jo, staf Kumbasari The- atre, kondisi bioskop saat ini amat jauh berbeda SCANE SCANE dengan beberapa tahun lalu, saat zaman kee- masan serial "Saur Sepuh". Waktu itu, gedung yang berkapasitas sekitar 700 orang nyaris penuh tiap pertunjukan. Sekarang, tiap pertunjukan rata- rata hanya ditonton 20-30 orang. Walaupun yang diputar film-film yang menonjolkan adegan-ade- gan panas, penonton seperti lenyap ditelan bumi. 'Sehari kami hanya bisa memasukkan Rp 200.000 dari penjualan tiket. Mau apa dengan hasil segitu? Belum untuk ongkos listrik, gaji pegawai, sewa film," keluhnya. layar lebar. Karena itu, bisa dimak- lumi sejak diizinkannya televisi-tele- visi swasta memiliki hak siaran na- sional, kehidupan perfilman Tanah Air kian terpuruk. ono. (rab/jep/adn) yang kurang bagus," ujar Muly- Selama ini, film nasional yang diputar di Wisata jumlahnya me- dalam seminggu. Itu menunjukkan film mang bisa dihitung dengan jari sebelah tangan. nasional yang jumlahnya memang tak Memang SK Menpen menentukan dalam satu seberapa, tidak begitu mampu menye- bulan tiap bioskop wajib memutar 3-4 judul film lamatkan kondisi bioskop menengah ke Indonesia. Bahkan, Mulyono mengatakan, awal- bawah, alias SK Tiga Menteri hanya awalnya Wisata Cineplex beroperasi tiap ming- sebuah pajangan. Terlepas dari SK tadi, gu ada satu film nasional yang diputar. Setelah hanya hari-hari tertentu yang sesaat produksi film nasional menurun, satu bulan seka- menyelamatkan kegiatan bioskop. li belum tentu ada film nasional yang diputar. Misalnya saat hari raya, dan itu pun Bahkan, bisa sampai dua bulan baru ada film bukan karena film yang ditayangkan, nasional yang diputar. Artinya, jumlahnya ke- melainkan persoalan suasana hati pe- dodoran dibandingkan dengan keberadaan ge- nonton yang ingin menikmati udara dung bioskop. SCAN luar. Toh pemutaran film saat hari raya Ketika ramai-ramainya film "Catatan si tidak bisa diharapkan seramai dulu Boy", penonton membludak. Bisa-bisa sampai yang bisa diputar selama sepekan. diputar di dua layar. Sekarang, kalau pun ada Jumlah penonton masih bisa mencapai 20 film nasional yang diputar di Wisata, paling lama orang lebih hanya untuk pemutaran hari perta- hanya bertahan satu minggu. Ini sudah sangat ma dan kedua, yakni pada malam Minggu. Set- bagus dan amat jarang terjadi, karena ada film elah itu, nyaris tak ada yang menonton. Bahkan seperti "Ranjang Cinta" yang mampu bertahan tak jarang pertunjukan dibatalkan lantaran pem- selama tiga hari. Tentu ini lantaran jumlah pen- beli tiket hanya tiga atau empat orang. "Sean- onton yang minim, sekalipun harga tiket untuk dainya bisa terjadi seperti tahun-tahun sebelum- film nasional lebih murah dibandingkan film nya, tak mungkin ada gedung bioskop yang gu- impor. Dari hasil pemantauan, penonton men- lung tikar," tambah Tedjo. gomentari rendahnya minat menonton film na- sional, karena saat ini filmnya paling juga begi- tu-begitu saja. Kalau toh ada film nasional yang sedikit ramai penontonnya, hanya bisa diraih film komedinya Warkop DKI. Ketika disinggung keberhasilan film seks produksi luar negeri menembus pasaran, Anom menjelaskan, tidak terlepas dari sistem pengga- Kenyataan bom seks perfilman nasional tak rapan dan mutu pengangkatan kisah. Seperti hal- Menyusul turunnya SK Tiga Menteri tentang sanggup menyelamatkan kondisi bioskop kelas nya film "Ghost", adegan seks yang diselipkan perfilman, selama ini memang muncul pandan- menengah ke bawah juga diakui Mulyono, dalam cerita tak mungkin dipotong. Inilah yang gan film nasional mendapat pasaran bagus di pemimpin Wisata Cineplex 21. Menurutnya, dimaksudkan Anom seks yang memperhatikan bioskop menengah ke bawah, sehingga bioskop film nasional saat ini lagi "sakit". Kalaupun Mulyono menolak kalau dikatakan bioskop aspek estetika. Untuk itu, badan sensor film na- menengah ke bawah bisa bertahan dari hasil pe- ada satu dua film nasional yang masuk ke layar utama kurang peduli terhadap film nasional. sional tidak mungkin menghilangkan adegan mutaran film nasional. Dalam sebulan misaln- utama, filmnya juga begitu-begitu saja. Hanya Ia mencontohkan, kalau satu film memang tak seks dalam film "Ghost". "Kalau adegan seks ya, mesti diputar 3 - 4 judul film nasional, bah- mengandalkan seks, sedangkan tema cerita di- ada penontonnya, tak mungkin dipertahankan itu dipotong, justru akan mengacaukan alur cer- kan target itu terlampaui oleh sejumlah biosk- nomorduakan. Tak jarang, gambarnya seronok, untuk tetap dipasang. "Misalnya satu layar kita ita," katanya sambil menambahkan, pamer tu- op. "Kenyataannya, produksinya ada enggak? ketika ditonton sing ada apa, de! pertahankan tanpa ada penonton. Siapa yang buh dalam film-film nasional malah justru mem- Memadai enggak?" ujar Tedjo mempertanyakan. "Kalau film panas dibuat untuk memancing mau menanggung biaya listriknya," sanggah- buat cerita kabur. "Kalau menggambarkan sua- Ia mengatakan, tak selamanya film nasional jumlah penonton, saya kira itu memang alterna- nya. Pernah saat hari raya seperti Galungan sana diskotek, belum apa-apa sudah memegang ramai ditonton di bioskop menengah ke bawah, tif saja. Tetapi ini tak akan bertahan lama. Or- diputar film nasional, ternyata tidak berhasil, buah dada. Ini kan lucu," tambahnya. sekalipun dibumbui dengan adegan panas se- ang, suatu saat pasti akan jenuh dengan tema karena memang film nasional lesu total. "Mu- Pada sisi lain, Kumbasari Theatre yang sela- bagai daya tarik visual. Sebaliknya produksi film begitu. Sekarang bisa saja digebrak dengan film ngkin penonton sudah jenuh," katanya. ma ini cukup sering memutar film-film nasion- nasional sangat terbatas, tak sampai satu judul seks, tetapi itu nanti akan menimbulkan kesan SHOOT (adn/wen/rab) Minggu Kliwon, 31 Maret 1996 SOROT Adegan Film yang Bikin Panas Dingin KONON, para insan perfilman kita belakangan ini lebih getol menggarap film-film beradegan seks yang bikin pen- onton panas dingin di tempat duduk. Kalau sinyalémen ini benar, mungkin mereka juga tidak terlalu keliru. Masalah- nya, siapa bilang seks bukan bagian hidup yang selalu menawan? Bahkan, kata nenek, seks adalah sebuah dunia impian dengan sejuta rasa. Jadi wajar-wajar saja apabila in- san perfilman kita lantas mengangkatnya di layar perak dan menyuguhkannya kepada penonton. Tetapi, tokoh masyarakat seperti Luh Bestari, walaupun sebatas wilayah banjar, jelas amat tidak berkenan terhadap pikiran semacam itu. Menurutnya, wawasan demikian itu bersifat vulgar alias seronok, tidak mencerminkan kehalusan jiwa dan budi bangsa. Luh Bestari tidak berdiri sendiri, di sampingnya ada Ketut Laksana yang kenyang dengan petun- juk dan pengarahan atasan. Birokrat tulen ini pun sependapat bahwa pemikiran semacam itu tidak sesuai dengan jiwa bangsa kita yang selalu mengagungkan kehalusan budi dan perasaan. Menurutnya, pembicaraan masalah seks harus dilakukan den- gan hati-hati, dengan cara yang halus sehingga tidak menge sankan menonjolkan unsur-unsur kehewanannya sembari mengaburkan aspek-aspek keluhuran manusiawinya. Seks tidak hanya sarana untuk melampiaskan nafsu, teta- pi juga wahana untuk menciptakan kesatuan dan kepaduan hidup yang dilandasi cinta kasih. Maka dalam hubungan seks manusia tidak hanya mendapatkan kenikmatan jasmani, tetapi juga kepuasan rohani. Kepuasan rohani inilah justru yang harus kita tonjolkan," ujar Ketut Laksana berapi-api. Namun, hatinya berbicara lain. Walaupun cuma sekilas, melintas di angannya betapa hangat dan nikmatnya tubuh gadis yang dikencaninya di Semawang pekan lalu. "Itu baru seks," ujarn- ya dalam hati sambil membayangkan kebosanan yang terus merayapi hidupnya terhadap istri tuanya. Bagi Wayan Kepyoh, yang kali ini hadir dengan muka amat sendu, film seks selalu menarik dan membuat dirinya lupa daratan, lautan, udara maupun kepolisian. Soalnya, pen- galamannya menunjukkan, seks selalu berkaitan duit. Cari istri cantik harus keluar duit. Kencan cewek bahenol juga harus pakai duit. Kalau kocek sedang sehat sing ada masalah. Tetapi kalau lagi bokek, tidak hanya repot, tetapi juga perot. Nonton film, cukup dengan hanya lima ribu rupiah, naluri alaminya sudah bisa tersalur, walaupun cuma sebagian kecil. Kalau mau tuntas tas... tas... tas... tunggu sampai ada doku. Ungkapan semacam itu amat tidak direstui Ketut Laksa- na. "Saya kira saudara Wayan Kepyoh tidak memasukkan pertimbangan moral ke dalam perilaku seksualnya. Padahal, kalau kita mau hidup sesuai dengan ajaran agama kita, dalam hal berhubungan seks pun kita harus selalu ingat petunjuk- petunjuk agama tentang hal itu. Kita kan semua tahu, hidup manusia tanpa agama, bagaikan pejalan malam tanpa pen- erangan." Kembali tokoh masyarakat formal ini tersenyum dalam hati. Di lokalisasi agama tidak pernah berbicara, dan dia pun tidak pernah berbicara tentang agama. I Made Paker merasa risih mendengar pembicaraan yang makin santer itu. Walaupun dunia perfilman merupakan ka- wasan asing baginya, tetapi tentang masalah seksual dialah pakarnya. "Kalau kita berbicara tentang seks, sebenarnya kita berbicara tentang sebuah dunia yang amat rumit, dan makin dibuat rumit oleh manusia sendiri. Manusia perlu seks, itu jelas, karena memang manusia dilahirkan dengan kemam- puan dan kebutuhan seksual. Kemampuan dan kebutuhan ini merupakan unsur utama dalam kehidupan seksual manusia. Tetapi celakanya, manusia juga punya kesadaran akan nilai- nilai, kesadaran akan hal yang baik dan buruk. Pertemuan antara kemampuan dan kebutuhan seksual dengan kesadaran akan nilai tidak selalu berjalan mulus dan lembut. Karena hidup manusia sendiri juga tidak selalu berjalan mulus. Bah- kan sebaliknya, manusia adalah makhluk yang merupakan perjumpaan segala macam masalah. Manusia menyelesaikan masalah dengan membuat masalah. Bersikap lugas seperti Beli Kepyoh juga sebuah masalah. Sebaliknya, bersikap hati- hati seperti Mbok Luh Bestari juga bisa menimbulkan masalah. Seperti halnya para sineas kita, membuat film yang bermutu dan memiliki kandungan filosofi, kalau tidak laku, juga masalah. Tetapi membuat film seks yang merangsang, banyak orang senang, tetapi juga bikin masalah. "Sebetulnya ada satu hal yang mungkin cukup arif tetapi sederhana. Kita masing-masing membentengi diri dengan pertimbangan-pertimbangan yang sesuai dengan nilai-nilai yang kita pegang, tetapi selalu mengandung tanggung jawab. Sineas membuat film seks, asal tidak melawan hukum sila- kan saja, tetapi jangan dipertontonkan untuk anak-anak yang belum cukup umur. Orang dewasa yang gemar adegan panas. silakan pergi menonton dan menikmatinya. Mereka yang merasa kurang sreg dengan tontonan semacam itu, tinggal saja di rumah, baca-baca buku ilmiah atau tuntunan hidup yang luhur. Orang yang tidak suka nonton film tetapi lebih senang menjalaninya sendiri, tinggal saja di rumah bersama istri. Tentang mereka yang tak punya istri, itu masalah priba- di, saya tak berani berkomentar. Tanpa terasa hari sudah mulai gelap. Pembicaraan ten- tang masalah seks tampaknya mempercepat gelapnya hari di samping membangkitkan naluri manusiawi yang sering dite- kan, tetapi tak pernah berhenti menggelegak. Seminar secara resmi ditutup oleh bapak ketua dengan catatan, jangan bany- ak bicara tentang seks, lebih baik menikmatinya. Anggota Redaksi: Denpasar: Riyanto M m ki S har seb film al dan sek K. Mahardi aba jaw Seb jika Ind tahu buka Bali Post Rabbah, Agustinus Dei, Dwikora Putra, Dwi Yani, Legawa Partha, Nyoman Mawa, Nik- son, Palgunadi, Ida Bagus Pasma, Made Sugendra, Sri Hartini, Nengah Srianti, Wayan Suja Adnyana, Komang Suarsana, Made Sueca, Nyoman Sutiawan,Wayan Suana, Wayan Wirya. Gianyar: IBAlit Sumertha, Bangli: K. Karya, Semarapura: Daniel Fajry, Sin- garaja: Made Tirthayasa, Amlapura: Wayan Sudarsana, Tabanan: Gusti Alit Pumatha, Negara: Edy Asri, Yogyakarta: Soeharto, Jakar- ta: Muslimin Hamzah, Bambang Hermawan, Sahrudi, Alosius Widhyatmaka, Dadang Sugandi, Surabaya: Endy Poerwanto, Bam- bang Wiliarto, NTB: Agus Talino, Izzul Kairi, Ruslan Effendi, Nur Haedin, Siti Husnin, DP Raka Akriyani, Wayan Suyadnya, NTT: Hilarius Laba, Wartawan Foto: IGN Arya Putra, Djoko Moeljono. Setiap artikel atau tulisan yang dikirim ke Redaksi hendaknya ditik dengan dua spasi (spasi rangkap) H rang akan mu Har up b sion nan nasi ya nas Sempati Air mak itu, orar Reservation & Ticketing 24 Jam dem Phone: 237343 (Hunting) Fax 236131 sion Gedung Diponegoro Megah Blok B/27 Denpasar mas sud JI. Diponegoro 100 - Denpasar JADWAL PENERBANGAN MINGGU aka BPM/rtr NYALAKAN API - Seorang artis Yunani, Maria Pambouki, terlihat sedang menyalakan api abadi untuk Olimpiade Atlanta 1996 yang di- ambil dari tempat Olimpiade kuno pertama diselenggarakan di Olim- pia, Yunani. Api tersebut dinyalakan dari sinar matahari dan diambil Jumat (29/3). BPM/rtr TULANG-BELULANG - Tulang-belulang manusia ditemukan lagi di sebuah tempat di Grave, Sarajevo. Tempat itu sebelumnya adalah wilayah kekuasaan pasukan Serbia- Bosnia, sebelum diserahkan kepada otoritas Kroasia-Muslim Bosnia. Bersama serakan tulang-belulang tersebut, juga ditemukan pakaian dan beberapa peluru, makin mey- akinkan bahwa ini adalah korban pembunuhan masal saat masih berada dalam kekua- saan Serbia-Bosnia. BOKITO - Seekor bayi gorila yang baru berusia dua minggu, Bokito, terlihat se- dang diberi pakaian bawah oleh para pen- gasuhnya di sebuah apartemen di kebun binatang Berlin, Jer- man, Jumat (29/3). Bayi gorila itu tidak diasuh induknya, dan para petugas ke- bun binatang mem- perlakukannya sep- erti seorang bayi manusia di balai per- awatan tersebut. JAM sele TUJUAN 06.40 Denpasar - Balikpapan Denpasar Bandung sen Denpasar - Batam Ken Denpasar - Jakarta Denpasar Medan beg Denpasar Palangkaraya hi Denpasar Pakan Baru Denpasar Singapore Denpasar - Surabaya Denpasar - Tarakan itu Denpasar - Yogyakarta par 06.50 Denpasar - Mataram sia 08.45 Denpasar - Mataram 11.00 Bandung Denpasar- Denpasar - Dili Denpasar - Jakarta Denpasar - Kupang Denpasar-Mo Denpasar - Medan sno tent kala Denpasar - Padang Denpasar - Palu gap Kat Denpasar Pakan Baru dia 14.05 Dear Denpasar - Surabaya Denpasar - Yogyakarta Denpasar - Mataram film dita 15.55 Denpasar - Mataram tida 16.00 Denpasar Jakarta dia Denpasar - Perth Denpasar - Singapore ya 17.25 Denpasar - Manado SIO Denpasar Ujung Pandang 21.50 Denpasar - Surabaya BPM/rtr 22.20 Denpasar - Surabaya
