Tipe: Koran
Tanggal: 1996-03-31
Halaman: 08
Konten
HALAMAN S Trend Ekspansi Film Nasional ke Televisi Bersifat Nostalgia, Tayangan Film Nasional di Televisi FILM nasional kini memang terpuruk. Film-film karya sutra- dara Indonesia yang pernah jaya pada 1970-an, setelah ditayangkan "gratis" di televisi malah ditoleh sebelah mata. Film-film nasional tidak hanya bersaing menghadapi pesatnya perkembangan sinema elektronik (televisi) dengan paket andalan berupa sinetron. Kehadi- ran film-film atau telenovela as- ing yang ditayangkan televisi swasta, cukup membuat sineas Indonesia mengurut dada. Benar- kah kondisi perfilman nasional sudah ambruk? Lantas, apa guna slogan yang mengisyaratkan men- jadikan film nasional sebagai "tuan rumah" di negerinya sendi- ri? Sutradara dan penulis naskah sinetron lokal, Ida Bagus Anom Ranuara mengatakan, masuknya film-film nasional lama dalam paket siaran televisi tidak men- jamin bisa merebut hati masyarakat. Pemutaran film-film karya sutradara tanah air produk- si 1970-an ke bawah, hanya meru- pakan nostalgia lama yang bersi- fat membangkitkan kembali kenangan di masa lampau. Karenanya, sajian film-film na- sional lama di layar kaca sulit ber- saing dengan paket hiburan lain- nya seperti sinetron, telenovela dan film asing. "Kalau toh diton- ton masyarakat, hanya bersifat hiburan. Mungkin, karena televisi menayangkan, masyarakat ya men- onton. Kondisi ini tidak akan men- ciptakan kegairahan baru dalam ke- hidupan perfilman nasional, seperti halnya sinema elektronik mampu merebut hati masyarakat pada tahun 1980-an," katanya. Menurut Anom, kecenderun- gan pemutaran film-film bioskop yang sudah tidak laku diputar di gedung di televisi, tidak ter- lepas dari pertimbangan bisnis kaum perfilman nasional, teruta- ma produser. Para produser atau pengusaha film, akan memproses ulang produksinya dalam bentuk lain melalui sistem telescene. Ternyata hasilnya dapat dijual di televisi. Karenanya, banyak film- film lama yang sudah diputar di gedung, kini muncul di televisi sebagai satu bentuk hiburan. "Mumpung laku dijual, daripada barang lama itu menjadi 'pensi- un' dan tidak berguna, kan lebih baik diberikan pada pihak televi- si," tambahnya. Media elektronik yang mem- beli film-film nasional lama un- tuk mengisi jam siarannya, juga terkait dengan pertimbangan bis- nis. Anom menjelaskan, mem- produksi sebuah film atau sinetron memerlukan waktu cukup lama dan dana yang besar. Untuk itu, pada jam-jam tertentu televisi menayangkan film-film masa lampau yang diharapkan bisa menghibur masyarakat. Hanya, dalam usaha merebut hati pengge- marnya, produksi yang lebih mu- rah tersebut sudah ketinggalan jauh dibandingkan paket siaran seperti sinetron, telenovela asing atau film-film luar negeri-India, Taiwan, Honkong dan Cina. Hal inilah yang menyebabkan kurangn- ya perhatian masyarakat terhadap film-film nasional yang mulai dip utar di beberapa televisi swasta. Tergantung Sponsor Sementara seniman I Gusti Ngurah Putra mengatakan, produksi film nasional untuk mengisi jam-jam siaran televisi sangat tergantung dari pihak spon- sor. Selaku pamasok dana produk- si, bukan tidak mungkin pihak sponsor yang meminta untuk dise- diakan film-film tertentu. Semen- tara pengelola televisi swasta yang mengandalkan biaya produksi dari sponsor, mau tidak mau harus ber- buat sesuai kepentingan mitra ker- janya itu. Karenanya, spekulasi pemutaran film di televisi pun tak dapat dihindari. "Ternyata, sine- tron, telenovela dan film-film as- ing mampu menyedot perhatian masyarakat. Mereka lebih dulu menjadi idola, menyebabkan ke- hadiran film-film nasional yang diputar di televisi sulit bersaing, katanya. Menghadapi persaingan bisnis perfilman, para pekerja film na- BPM/dok KENANGAN -- Kenangan ketika perfilman Indonesia masih berjaya. Tampak sutra- dara Wim Umboh (alm), Sophan Sophiaan, Kusno Sujarwadi, dan sejumlah kru sedang melakukan syuting film. sional sangat bergantung pada pemilik modal. Biaya produksi dan aspek pemasaran, menjadi kendala serius pihak sutradara membuat film-film yang berkual- itas baik. Pertimbangan ini pula menyebabkan sinema elektronik memutar kembali film-film na- sional lama. "Kalau mau mem- buat film yang bermutu baik, ten- tu perlu dana besar. Apakah gam- pang memdapatkan mitra kerja yang mau memberi modal? Pal- ing yang muncul adalah pertim- bangan hasil yang bakal dicapai," sambungnya. Menurut Putra, kecenderungan masyarakat memilih hiburan jenis sinetron atau telenovela asing san- gat terkait dengan kondisi di masyarakat. Apalagi masyarakat Bali yang masih menghormati nilai-nilai konvensional, tentu akan memilih hiburan dengan la- tar cerita yang konvensional pula. Dan, inilah yang disuguhkan te- lenovela asing dan beberapa sin- etron baik nasional maupun luar negeri. Mantan Kepala RRI Sta- siun Singaraja ini mengatakan, hiburan segar yang diminati masyarakat masa kini adalah yang mudah dicerna. Dicontohkan, ia pernah mencoba menyajikan tay- angan serial drama klasik dengan format lain keluar dari sifat konvensional itu justru tidak mendapat sambutan dari masyarakat. Padahal, jenis hiburan tersebut sebelumnya sempat men- jadi idola di masyarakat. "Drama klasik dalam kemasan kontempor- er misalnya, jarang ada yang mau menonton," sambungnya. Faktor Mutu Anom menambahi, kekurang- berhasilan film-film nasional lama merebut hati masyarakat, tidak terlepas dari faktor mutu kalah dengan hasil kerja insan film asing," tambahnya. tampil di layar kaca. Permasalah- annya bukan hanya ketidakber- hasilan bersaing, penempatan masa tayangan justru menjadi kendala untuk mengangkat citra film layar lebar di dunia sinema elektronik itu," sambungnya. Konsisten pada Misi Kalah bersaingnya film tanah air dengan film asing, juga tidak terlepas dari bobot pengangkatan materi, teknik senimatografi, dan penjayian alur cerita. Di Indone- sia, kata Anom, para sutradara kebanyakan mengangkat tema cerita yang menggambarkan ke- Hal penting yang perlu diket- hidupan kaum elite. Hal ini justru ahui insan perfilman nasional, menimbulkan kecemburuan sos- menurut Anom, film harus kon- ial di kalangan masyarakat, lant- sisten pada misinya selaku media aran gaya hidup mewah orang-or- hiburan dan pendidikan. Untuk ang modern diungkit-ungkit. Di itu, hal-hal yang bersifat mendid- samping, plot kisah sering tidak ik di masyarakat jangan sampai logis atau tidak berhasil menon- terlupakan hanya karena mement- jolkan estetika seni perfilman. ingkan unsur hiburan semata. Dan Artinya, ada adegan yang dipak- inilah yang masih tampak di dun- sakan, sekadar memenuhi tuntut- ia perfilman nasional. Ironisnya, an pasar seperti buka BH atau ke- film nasional yang dikatakan mi- san seks lainnya. "Coba lihat lik masyarakat kebanyakan men- film-film asing di televisi, tema gangkat tema yang jauh dari ke- cerita yang kompleks dan berori-hidupan masyarakat kecil, seperti entasi pada masyarakat menengah kemelaratan, perjuangan kebaikan ke bawah. Masyarakat yang ke- hidupannya tersentuh, tentu men- jadikan tayangan itu sebagai ido- la," tandasnya sambil menambah kan, sutradara yang masih teguh memegang idealismenya dapat dihitung dengan jari seperti Teg- uh Karya, Syumanjaya, dan Wim Umboh (alm) misalnya. Namun, karya mereka masih sulit ditemu- kan di televisi. melawan kejahatan, dll. Itulah salah satu sebab mengapa film- film tanah air kurang diminati dibandingkan film-film India, si- lat Hongkong, silat Taiwan atau film drama Cina. "Mestinya, bagaimana membuat film di tele- visi agar mampu menyentuh ke- hidupan rakyat kecil. Wong yang menonton kan masyarakat, cerit- anya harus yang diperlukan oleh mereka," sambungnya. yang disodorkan. Kualitas kerja para sineas Indonesia masih jauh kalah dibandingkan dengan insan perfilman luar negeri, seperti In- Lebih rendahnya mutu film- dia, Hongkong, Cina, atau Taiwan. film nasional, sambung Putra, Bahkan, Anom mengatakan, juga terlihat pada penempatan ing Kelebihan para pekerja film as- kalahnya mutu film-film Indone- masa penayangannya di televisi. televisi, mereka mampu membuat khususnya untuk siaran sia dengan film-film asing sudah Menurut pelawak ini, paket ung- liku-liku cerita yang dapat men- terjadi sejak tahun 1960-an. Dic- gulan televisi-televisi swasta bi- imbulkan surprise (kejutan) tan- ontohkan, pada masa 1960-an asanya mendapat jatah siaran pa menghilangkan unsur rasion- sudah muncul film-film India dan mulai pukul 20.00 hingga 22.00. al. Jalinan kisah yang rapi, namun Malaka (kini Malaysia-red) den- Hal ini bukan saja menyangkut penuh selipan teka-teki cerita, jus- gan tingkat kualitas yang cukup besarnya kemungkinan meraup tru menciptakan "greget" bagi bagus dan mendapat sambutan di penonton, namun berdampak pada penikmat. Greget inilah yang dimak- masyarakat. Kondisi ini dinilai tingginya imbalan yang diperoleh. sudkan Anom berhasil memancing Anom masih berlanjut hingga Sponsor yang memasukkan iklan- minat masyarakat untuk menikmat- sekarang. Terbukti, pemutaran nya pada masa tayangan tersebut, inya. "Telenovela 'Kassandra' atau film-film asing di televisi lebih tentu membayar lebih mahal 'Yoko' misalnya, gregetnya mem- berhasil menyedot penonton ketimbang jam-jam lainnya. Na- buat penonton tidak sabar menung- ketimbang film-film nasional. mun, selama ini masih sangat gu. Sinetron itu sudah lama diputar "Padahal film-film di televisi kan jarang film-film nasional yang di negara asalnya. Lantas, adakah sama-sama produksi lama, toh berhasil menembus jam tayang film-film nasional lama mampu masyarakat tetap antusias utama (prime time) tersebut. "Ini membuat masyarakat menunggu menunggu film-film asing. Ini kan bisa dipakai ukuran, sejauh jam tayangannya?" katanya balik suatu bukti, mutu film kita masih mana film-film nasional bisa bertanya. (jep) Film Nasional kurang Inovasi Sekarat di Bioskop, Semarak di Televisi GLAN Iswara, mantan dra- mawan dan sutradara menilai, film nasional memang telah mero- sot, baik dalam jumlah maupun kualitas. Indikator yang menyedi- hkan ini, kata dia, dapat diamati dari menciutnya jumlah bioskop. Kondisi yang menyedihkan ini makin parah dengan munculnya alternatif media televisi swasta. Tetapi media televisi menurut dia sesungguhnya bukanlah pesaing yang menyebabkan mundurnya film nasional, sebab di beberapa negara maju film nasional justru hidup di tengah maraknya televi- si swasta. antisipasi ke depan. Misalnya den- gan membuat simulasi pasar. Pro- duser pun terpancing berpikir jan- gka pendek, memperlakukan in- dustri film seperti berjualan bak- so. Pokoknya jika ada kesempa- tan mereka mencari untung besar secepat-cepatnya. Coba saja jika pada tahun 1970-an mereka itu melakukan inovasi, baik teknis maupun materi cerita film, pasti tidak kalah. "Tetapi itu sudah ber- lalu, kalau mau menegakkan benang basah memang agak sus- ah, karena harus mulai lagi dari nol. Apalagi proteksi sudah berkurang dan alternatif media tv kian marak," kata pendiri Teater Equilibrium dan Teater Kampus Kian Kritis Kemunduran film nasional menurut Glan Iswara, pertama karena kurangnya inovasi-jus- ini. tru ketika film nasional sedang jaya periode 1970-an. Kedua, meningkatnya pendidikan Meningkatnya pendidikan masyarakat dan kesejateraan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat, dan ketiga film na- sional miskin tema dan akting kurang wajar. Lebih lanjut dijelas- kan, masa jaya film nasional tahun 1970-an bukanlah karena secara kualitas ia baik, tetapi karena be- berapa hal yaitu: adanya proteksi terhadap film nasional, berupa pembatasan masuknya film asing (yang kelak diprotes oleh USA), serta belum maraknya alternatif media tv dan bioskop cenderung menjadi hiburan satu-satunya. atas," kata Gde. Peristiwa seperti ini, katanya, pernah terjadi di Amerika, ketika televisi kabel masuk ke rumah-rumah. Untuk menghidupkan situasi ini, Holly- wood kemudian mencoba mem- benahi dengan gagasan dan ide baru dari film yang bertema ro- mastisme, seks dan sejenisnya ke fiksi. Akhirnya muncul film-film dongeng seperti "Jurassic Park". Hadirnya film seperti itu justru menghidupkan kembali Holly- wood, karena masyarakat betul- betul mengharapkan kehadiran- nya. Indonesia mestinya mengam- bil langkah seperti yang dilakukan Amerika. Persoalannya apakah ini bisa dilakukan, ini kembali kepa- hanya untuk menghemat biaya produksi. "Jadi kesannya tang- gung, membuat film tak tuntas. Cobalah simak setting dan tema film-film Barat. Hal yang seder- hana pun masih sangat menarik karena diungkap dengan apik, tun- tas dan mendalam," katanya. Lebih parah lagi katanya, tema film Indonesia suka meniru-niru sukses film asing. Mengapa tidak menggali tema negeri sendiri yang khas. Tak harus tradisional, sep- erti sukses sinetron "Si Doel" atau "Si Manis Jembatan Ancol". Menurutnya film Indonesia lebih tepat bertema horor klasik seperti film "Manusia Harimau" atau film-film legenda Indonesia. Asal, penggarapan sinematografisnya da orang-orang film sendiri. prima. Untuk itu sudah saatnya Persoalan film juga terkait den- produser Indonesia berani men- gan persoalan politis, sebab film gontrak tenaga profesional Barat adalah persoalan budaya. Kalau yang maju dalam sinematografis saja kita mau menghidupkan dan selanjutnya orang Indonesia kembali film-film nasional harus belajar sambil magang pada mere- ada komitmen politik. Untuk bisa ka. Selain itu perlu juga manaje- 'mengalahkan" tv harus ada kiat men yang bisa memasarkan dan untuk itu. Harus belajar dari mere- penulis skenario yang cemerlang. ka (Amerika). Untuk bisa melaku- Sekarang sinetron Indonesia kan itu harus ada komitmen poli- tampaknya mulai berjaya meng- tik, antara lain memberi kebe- gantikan posisi film nasional. basan kepada pekerja film untuk Tetapi kalau pengalaman 1970-an berkreativitas dan jangan dipa- terulang, tidak pelak nasibnya sung. akan sama dengan film nasional dilahap oleh masuknya sinetron asing, seperti telenovela. FILM nasional atau film In- donesia harus menerima ken- yataan pahit. Sejak lima tahun be- lakangan, nasibnya kian morat- marit. Sumber-sumber yang di- anggap sebagai penyebab am- bruknya film nasional kian bany- ak. Dari kehadiran MPEAA (Mo- tion Pictures Export Association of America) yang memasok film- film barat terbaru, kehadiran sta- siun televisi swasta dengan peso- na ragam tayangannya, sampai peredaran laser disc dan kaset vid- eo yang banyak berisikan film- film baru. Terakhir, dubbing di televisi juga dianggap sebagai penghambat perkembangan film nasional. film Indonesia. Betulkah film na- yang pernah sukses di layar lebar, sional berjaya di televisi swasta? bahkan tidak sedikit dari film yang nasional yang ditayangkan di sta- serta secara teknis lebih unggul Sedikitnya empat judul film diputar itu masih tergolong baru siun televisi swasta tiap minggu- daripada film nasional. Mengang- lah ini bisa berlipat ganda dengan yaingi film impor di layar kaca, nya. Pada saat-saat tertentu, jum- gap film nasional mampu men- munculnya program parade film mungkin kurang tepat. Kalau pilihan, seperti sepekan film In- sekadar membendung arus, mu- donesia. Untuk, urusan memutar ngkin bisa. Tetapi untuk mengung- film nasional, stasiun televisi guli? Pada kenyataannya, film swasta amat toleran (kalau tak nasional yang diputar di televisi mau disebut hantam kromo). lebih banyak produksi tahun 1970- Masalahnya, berbagai macam an dan 1980-an. Kalaupun ada film Indonesia dapat disaksikan di produksi 1990-an setelah film na- layar kaca, dari film murahan sional mulai kembang kempis, sampai film kelas festival. Tema jumlahnya tidak banyak. Film yang dipilih juga beragam, dari nasional yang diputar di layar film komedi sampai drama yang kaca, sebagian besar kualitas gam- Ketika film nasional masih se- bertabur adegan keras. Bahkan barnya amat rendah. Buram, bah- marak awal 1980-an, tercetus ke- film zaman Usmar Ismail sampai kan suaranya sudah kresek-kresek inginan menjadikan film nasion- generasi baru seperti Ucik Supra atau tidak jernih lagi. Di lain pi- al sebagai tuan rumah di negeri juga bisa dinikmati di layar kaca. hak film barat yang diputar acap- sendiri. Beragam cara dilakukan, Orang pun menyimpulkan film kali merupakan produksi terbaru termasuk kerja sama dengan be- nasional masih dinanti-nantikan, dengan tata suara yang menggel- masyarakat, kata Glan Iswara, berapa pemerintah daerah untuk terbukti dari kian gencarnya egar. Di samping itu tidak meng- mengakibatkan masyarakat kian patungan memproduksi sebuah penayangan film nasional di tele- herankan lagi, satu judul film na- kritis dan menuntut film yang leb- film. Sayangnya, serbuan yang visi. ih berkualitas. Begitu juga kese- sional bisa diputar sampai tiga kali jahteraan yang meningkat men- bene lebih bagus dari teknis dan meski tidak bisa dikatakan benar amat jarang film impor diputar gencar dari film barat yang nota- Pendapat tersebut tidak salah, di stasiun yang sama. Sementara dorong masyarakat mempunyai kualitas pemainnya seakan meng- sekali. Seorang remaja pernah ulang. Kenyataan ini bagaimana kemampuan menyerap informasi hentikan langkah itu. Belum sem- mengatakan, dengan ditayangkan- pun juga bisa menimbulkan ke- dan film yang lebih bermutu. Se- pat bangkit, pukulan berikutnya ya film nasional di televisi, ia da- bosanan bagi penonton. mentara itu orang-orang film datang dari televisi swasta yang pat menyaksikan penampilan ak- sendiri tidak berusaha terus me- Kelemahan lainnya, film na- nambah intelegensinya, intelektu- membuat masyarakat lebih betah tor idolanya sewaktu muda. Mis- sional yang sebagian besar me- alitasnya, dan kepekaan mereka film Indonesia yang bermutu, ah-susah ke bioskop. Pukulan da- Karno bermain sebagai anak SMA penayangannya di layar kaca di- Sebenarnya ada beberapa menonton di rumah daripada sus- alnya saja bagaimana dulu Rano makai format layar lebar, dalam terhadap fenomena bisnis. Um- umnya orang film hanya menga- seperti "Cut Nya Dhien". Film tang lagi dari peredaran laser disc, yang sedang nakal-nakalnya. Da- paksakan untuk ukuran layar nggap film sebagai objek pencura- ini bisa benar-benar membawa dan pukulan terakhir karena adan- pat dikatakan, pendapat ini me- standar sesuai dengan ukuran la- Kualitas dan Persaingan warna Aceh. Unsur-unsur na- ya sistem dubbing di televisi. Ibar- wakili keinginan sebagian genera- yar kaca. Akibatnya tak jarang han semangat seni dan idealisme. Sementara itu menurut Gde sionalisme benar-benar tampak. at petinju yang kena pukulan te- si muda sekarang untuk melihat gambar yang muncul tak beratu- Bukan sebagai industri yang menun- Aryantha Soethama, terpuruknya Di sana ada konflik-konflik lak beruntun, film nasional men- "sisa-sisa kejayaan film nasion- ran bentuknya. Kadang terdengar tut produktivitas dan inovasi. film nasional disebabkan oleh dua umum. Ada pengkhianatan, ada jadi KO, lalu sekarat. Meski masih al". Barangkali, karena mereka suara tetapi tidak kelihatan sia- Kata pria yang pernah terlibat hal, yaitu kualitas film dan per- yang sadar mengkhianat. Selain bisa bernapas, tak sanggup ban- sering mendengar komentar atau pa yang bicara. Atau ketahuan sebagai asisten properti dalam saingan dengan media televisi. itu garapan Eros Jarot ini betul- gun untuk berdiri tegak apalagi membaca di media massa kalau siapa yang berbicara, tetapi han- pembuatan film "Leak Ngakak" Dengan hadirnya televisi swasta betul bagus, dengan gambar dan melancarkan serangan balasan. permintaan ini, tema film Indonesia umumn- di Indonesia dengan menyajikan suara yang jernih. Dibandingkan dulu film nasional sempat men- ya tangannya yang kelihatan. masyarakat akan film nasional ya ber-setting keluarga, percintaan hiburan yang lebih menarik men- dengan film-film zaman dulu, capai masa jaya. Bercermin dari kelemahan- begitu tinggi sehingga apa pun dan seks. Sebetulnya tema gakibatkan masyarakat berpaling terlepas dari teknik garapan, Membangkitkan? kelemahan tersebut, pemutaran yang dibuat pasti laku dijual. demikian juga mencerminkan ke televisi dan meninggalkan bio- kualitas pemain jauh lebih baik ketika banyak film nasional yang Angin segar seakan berhembus Mengungguli? film nasional di layar kaca Maka lahirlah film-film kacangan miskinnya wawasan orang film. skop. Secara umum film nasional dari pemain-pemain sekarang. pernah beredar di bioskop diputar bisa dijadikan indikator kebang- berhasil Namun rasanya hal itu belum agaknya belum bisa dikatakan yang dibuat seadanya. Dan ironis- Sebab apa yang diungkapkan pun dinilainya kurang bermutu. Per- Mereka betul-betul bertanggung di layar kaca. Komentar pihak kitan film nasional melalui layar sebagai momentum kebangkitan meskipun marak nya laku terjual, karena faktor pro- sangat dangkal, kurang men- soalannya terletak pada orang-or- jawab di bidangnya. Kalau dulu yang terkait dengan keberadaan kaca. Dalam ruang lingkup yang film nasional yang masih mera- teksi dan minimnya alternatif dalam. Hal ini lebih parah karena ang film yang tidak solid dan orang menjadi bintang film bet- televisi swasta, film nasional bisa sama, persoalan persaingan film na. Dengan demikian apakah media hiburan lain. akting pemain kurang wajar dan kurang konsisten di bidangnya, ul-betul pilihan. Sekarang lebih berjaya di televisi. Bahkan ada nasional dengan film impor di bio- masih bisa dikatakan film na- Ini menurutnya merupakan pengisian suara yang sering tidak sehingga film yang digarap jauh banyak ditentukan karena "na- yang mencanangkan penayangan skop sebetulnya juga terjadi di la- sional juga berjaya di layar kaca, kekeliruan terbesar dalam sebuah tepat dan kerap berdengung den- dari tuntutan masyarakat. sib". industri film. Mereka seharusnya gan artikulasi kurang jelas. Tam- ada tawaran. "Dari bin- film nasional di televisi sebagai yar kaca. Apalagi saat ini stasiun atau malah sekarat? Mungkin "Tenggelamnya gedung biosk- tang iklan tiba-tiba menjadi bin- upaya membangkitkan kembali televisi swasta seakan berlomba- pembaca sudah bisa menilai. rajin melakukan survei pasar dan paknya setting yang demikian op disebabkan oleh kedua hal di tang sinetron," kata Gde. (lun) kecintaan masyarakat terhadap lomba menayangkan film impor (Adnyana) Namun celakanya orang film (pekerja film, artis dan produser) keliru menganggap kejayaan itu sebagai kualitas dan naiknya per- mintaan masyarakat. Lebih cela- ka lagi orang film cenderung men- jadi terlena, manja dan tidak beru- saha melakukan inovasi. Mereka menganggap BRID ASIA SONG FESTIVAL 1996 Di Sela Gebyar Asia Song Festival (ASF) 1996 Nusa Dua, Bali 26 - 30 Maret 1996 BPM/Djoko Moeljono BRAVO ASF '96 - Sejumlah artis penyanyi dan komposer dari GO INTERNATIONAL - Ketua Umum Persatuan Artis Pen- sepuluh negara (Brunei Darussalam, Hongkong, India, Korea, cipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia (Pappri) komposer yang mewakili delegasi Indonesia, Kharisma Grup dan MEMPERKENALKAN DIRI - Sejumlah artis penyanyi dan Malaysia, Filipina, Jepang, Singapura, Thailand dan Indonesia) Sadikin Zuchra (kedua dari kiri) didampingi Minoru Endoh me- AB Club, secara bergantian memperkenalkan diri di hadapan yang hadir pada penyelenggaraan Asia Song Festival (ASF) 1996 wakili delegasi Jepang (paling kiri) dan Sekjen Pappri Dharma sejumlah wartawan peliput ASF '96 dan para anggota delegasi di Nusa Dua, Bali (26-30 Maret 1996), tampak tengah berbaur Oratmangun (paling kanan), tampak tengah menjelaskan ke- dari sembilan negara di kawasan Asia, sebelum mengikuti acara dan berpose bersama sambil meneriakkan kalimat "Bravo, Asia siapan musik Asia untuk "go international", pada saat jumpa "Welcome Party" di Bali International Convention Centre, Nusa Song Festival 1996 !". pers, Rabu (27/3). Dua, Bali, Rabu (27/3). Bali Po GEB Minggu Kliwon, 31 Maret 1996 Martina Danuni Soal Tawaran, mas INILAH si cantik Martina Danuningrat, Putri Ayu Indonesia 1995. Tina, panggilan akrabnya, datang ke Bali dalam rangka Sa- fari Sari Ayu 1996 yang digelar perwak ilan Sari Ayu Cabang Denpasar, Kamis (28/ 3) lalu di Pesaban, Tragia Departemen Store, Bali merupakan tempat kelima yang dikunjunginya dari 20 kota yang direncana- kan di Indonesia, sesuai kontraknya setahun selama menjadi Putri Ayu. Dengan predikatnya sebagai Putri Ayu Indonesia, gadis kelahiran Berlin, 9 Janu- ari 1975 ini, harus siap menghadapi kon- sekuensinya. Artinya, dia harus menemani perjalanan pemilik Sari Ayu, Martha Tilaar, dalam melakukan demo produk. Demi tu- gasnya itu, Tina pun rela harus cuti kuliah selama satu semester. Status Tina kini se- bagai mahasiswi di STEKMI Jakarta. Na- mun baginya itu tidak menjadi masalah. Malahan dia merasa bersyukur bisa men- jadi Putri Ayu Indonesia, karena bersama Putri Indonesia 1996, nantinya dia bisa menjadi duta budaya bangsa di luar negeri. Dalam waktu dekat ini Tina akan melaku- kan perjalanan ke luar negeri seperti Ameri- ka dan Jepang. "Kami ke Amerika untuk meninjau pameran rambut se-dunia," ujarnya. Selama menjadi Putri Ayu, Tina men- gakui cukup banyak manfaat yang didap- atkan. Salah satunya adalah bagaimana harus selalu tampil cantik dan percaya diri di hadapan orang, serta mampu berkomu- nikasi dengan masyarakat. "Di samping itu saya menjadi biasa untuk disiplin dan te- pat waktu dalam suatu acara yang saya mesti ikuti," ujar peraih juara III None Jakarta tahun 1994 ini. Dulu, sebelum melakukan misinya sebagai Putri Ayu, Tina digodok dulu di Markas Sari Ayu Indone- sia, tentang berbagai hal, mulai dari cara merias diri sampai pada eka pergaulan Hal itu dimaksudkan agar dia selalu siap dan tampil lebih percaya diri Lalu Tina bercerita soal proses terpilih. nya dia sebagai Putri Ayu Indonesia. Sep erti juga remaja lainnya, keinginannya iku ketika sedang membaca sebuah majalah remaja ibu kota, tentang pemilihan Putr Ayu. Atas dorongan orang tua dan teman temannya, akhirnya Tina pun turut serta "Sebelumnya, formulir pendaftaran itu saya kirim melalui pos, dan saya sudah takut tidak bakalan sampai di panitia, el nyatanya malah jadi pemenang," kenang nya. Sebelum ditentukan, sebagai pe menangnya, Tina bersama 70 orang lain nya terpilih sebagai semifinalis. Dari jum lah tersebut disaring lagi menjadi 30 or ang. Ke-30 orang inilah yang berhak berl aga di Jakarta. Selama lima hari mereka dikarantina dan dinilai sangat ketat beber apa juri yang ahli di bidangnya masing masing. Menurut Tina, bidang yang dinila meliputi kecantikan, intelegensia, wa wasan, pengetahuan tentang lingkungan hidup, dan etika pergaulan. "Awalnya saya tidak percaya bisa menang karena memang banyak finalis yang cantik dan memenuh syarat untuk menang, mungkin karena rasa percaya diri saya yang tinggi saja, menga ntarkan saya sebagai pemenang," ucapn ya. Disinggung soal kesiapannya menjad artis baik penyanyi maupun sinetron-bi asanya Putri Ayu maupun Putri Indonesia cenderung nantinya akan menjadi artis top Tina hanya menghela hapas "Saya akan jalani dulu kontrak ini dengan Sari Ayu, set elah itu baru saya pikirkan jika ada tawa ran untuk menjadi artis sinetron ataupun Yattie Octa Resah Hadapi Tel in osely MENYAN artis ternyata menanggung n one stupi juga bentuk Yattie Octavia, apa bulan bela sah karena har pi "teror" tel yang dari suar pria, kerap me Aungkapan kata adang menjur tabu di masyar serempet ke ha gang Yattie. Gawatnya, frekuensi telep hampir setiap waktu. "Ka emalam juga d Yattie. Dari s menyimpulka Drangnya san "Saya punya masalah kejiw Karena ter gan ini segan gar bunyi telep menelepon te itu. Namun, ad "Saya lebih kh pon pihak pro lau tidak diter jelek," keluh Sewaktu tidak melacak itu, aktris ya Pangky Suwi mencobanya. durnya berbe malas. Soalny segala," tutur Yattie men BPM/sos mendapatkan ACARA TV Minggu, 31 Maret 1996 RCTI 06.30 Hikmah Fajar 07.00 Nuansa Pagi 09.00 Doraemon 09.30 The Transformers 10.00 Tatioed Teenage Alien 10.30 Mighty Morphin Power Ranger 11.00 Pendekar Bangau Sakti 12.00 Wiro Sableng 13.00 NBA Inside Stuff 13.30 Spesial 15.00 Penyegaran Rohani Agama Kristen 15.30 Spesial 16.30 Acapulco Heat 17.30 Kisah Pernikahan Tokyo 18.00 Baywatch 19.00 Semua Bisa Diatur 19.30 Seputar Indonesia 20.00 Berita Malam 20.30 Mega Sinetron 21.30 Piramida 22.00 Liga Italia 24.00 Dunia Dalam Berita 24.30 Indonesia This Week 01.00 Visi 20/20 01.30 ROC 02.00 Mission Impossible 03.00 Berita Terakhir SCTV 06.00 Di Ambang Fajar 06.30 ONN 07.00 Court TV 08.00 4 Jagoan 08.30 Kimba Singa Putih 09.00 Batman Animated 09.30 Cro I (Dubing) 10.00 Hawkeye 3.er 13.30 W.C 14.30 Miss 15.00 Alex Tot 16.00 Hea 17.00 Tele 19.00 Pes 109 20.00 Beri 20.30 Mar 12.00 Viper Jem 13.00 Babylon 5 21.00 Den 14.00 Gema Rohani Kristen 14.30 Gillette World Sport 85 22.00 Dun 22.30 Tem 15.00 NBA Action 23.30 Lens 15.30 NBA Games 2 01.30 Oka 02.30 Beri 11.00 Video Hits 17.00 Krucil 17.30 Ciluk-Ba 18.00 Ksatria Batu Bintang 18.30 Sinetron Ujang & Aceng 19.30 Jodoh 06.06 Puja 20.00 Berita Malam 06.10 Can 20.30 Sinetron Si Kabayan 07.35 Can 21.30 Cosby Show III 08.16 Niag 22.00 Dunia Dalam Berita 22.30 Minggu Pilihan 08.30 Siar 09.00 Siar Lagu 24.30 Tayangan Tengah Malam 03.00 Berita Terakhir Indosiar 07.00 Natural World 08.00 Penyejuk Iman Kristen - 08.30 Sailormoon 09.00 Superhuman Syber S. 09.30 Winspector 10.00 Gelar Tinju Indosiar 12.00 Lupus 12.30 Ekspresi 10.11 Pes 11.10 Kes 12.11 Sala 13.06 Puja 13.20 Pen 14.45 Hida Acar 4cm
