Tipe: Koran
Tanggal: 1996-05-05
Halaman: 02
Konten
4cm HALAMAN 2 Bali Post FENOMENA Prestasi Turun, TV Dituding TELEVISI dianggap menjadi biang keladi lenyapnya jam belajar di rumah. Tayangan-tayangan unggulan pada jam-jam belajar, membuat mereka tahan di depan layar kaca, sehingga waktu belajar dan prestasi pun, berkurang. Benarkah televisi menyita waktu siswa? Lantas bagaimana peran orangtua menyikapi televisi yang tentunya tak bisa digusur di muka bumi? Adalah Eva Sarahasri, calon siswa teladan dari SMU 4 Den- pasar, mengaku nilainya pernah anjlok lantaran terlalu sering nonton televisi. Setahun yang lalu, paket unggulan macam Yoko dan cerita silat lainnya menjadi bumerang bagi gadis kalem ini mempertahankan jua- ra di sekolah. Tak pelak, tiap hari 4 AWW P BPM/014 Menampik Televisi? Pernah terlontar gagasan gerakan mematikan televisi selama dua jam, namun tidak semua bisa menerimanya sebagai jawaban meningkatkan mutu pendidikan. Menurut Guru Besar STKIP Singaraja, Prof. Dr. Nyoman Dantes, gerakan mematikan televisi dua jam yang dilontarkan salah satu media masa terbitan ibu kota, tidak sepenuhnya menjamin siswa kembali belajar secara efektif. Televisi, kata Dantes, adalah produk hasil kemajuan teknologi yang patut disyukuri. Cuma, dampak yang diberi kan media massa itu perlu dicermati dengan sele- ktif. Mematikan televisi pada pukul 17.00 Wita tidak selamanya memecahkan persoalan. Bisa jadi anak-anak bukan kembali ke meja belajar, mere- ka malah kabur ke tetangga atau tempat yang lain yang aman dari pengawasan. "Permasalahannya, kembali pada kesiapan masyarakat menerima kehadiran televisi. Ini kan konsekuensi hidup di zaman modern, era global- isasi akan memberi banyak tantangan," ungkap nya. Dikatakan, orangtua yang mestinya memberi pengarahan, malah ikut larut di depan televisi. 'Apalagi berharap orangtua menjelaskan etika hiburan yang ditonton siswa, sulit ditemukan di masyarakat. Saya prihatin melihat kenyataan ini," sambungnya. Namun, kondisi siswa di Bali masih tergolong aman dibandingkan di Jakarta. Televisi dalam hal ini, menurut Dantes, belum membuat prestasi anak didik menurun. but jam belajar siswa, tetapi mereka juga tidak bodoh. Anak-anak yang suka nonton salah satu acara, biasanya memindahkan kebiasaan belajarn- ya," tambah Ketua K3S SLTP se-Bali ini. Siswa yang masuk dalam golongan tidak ter- bajak, tentu telah melengkapi diri dengan mental yang kuat dan ditunjang peran orangtua yang op- timal. Sementara bagi yang terbajak, akan men- jadikan televisi sebagai idola hingga tanggung jawab terhadap sekolah tidak mendapat tempat di hatinya. "Prosesnya bermuara pada tangung jawab orangtua. Mau melihat anak-anak pintar atau dib- iarkan apa adanya," katanya balik bertanya. Senada dengan Dantes, Raka juga mengakui minimnya kepedulian orangtua terhadap proses pembelajaran anak-anak. Cuma, Raka mengangap hal itu sebagai akibat kondisi alamiah masyarakat Indonesia yang terkenal malas. Menurutnya, ciri khas masyarakat Indonesia adalah malas dan tidak punya program. "Inilah kelemahan kita, wong kondisi alamnya yang mengajarkan begitu," sam- bungnya. Kepala Staf Lab. Perilaku Universitas Udaya- na, Dra. Hilda Sudhana, mengatakan, laju pertu- muhan informasi harus dipandang sebagai sebuah dinamika alamiah. Untuk menyikapinya, tidak harus dengan kekhawatiran yang berlebihan. Ke- hadiran televisi dengan beragam produk tayangan, banyak pula memberi hal positif. Karenanya in- formasi yang masuk harus dikendalikan dengan selektif. "Kita jangan sampai terbius oleh infor- masi. Mestinya kita menjadi subjek, bukan malah selaku objek," tambahnya. Kepala SLTPN 6 Denpasar, IGN Raka B.Sc, membagi tiga kategori siswa yang bisa dan tak bisa waktunya dibajak oleh televisi. Pertama, golongan siswa yang tidak terbajak, kedua siswa yang setengah terbajak, dan ketiga sangat terba- jak. Golongan siswa yang termasuk kategori set- engah terbanyak, justru menempati urutan paling Televisi dan pelajar adalah dua kondisi yang harus atas. Jumlah siswa yang sangat terbajak, masih dipandang dari sisi masing-masing. TV sebagai lebih banyak dari siswa yang tidak terbajak. Menu- media punya misi, pelajar pun begitu. Anggapan rut Raka, golongan setengah terbajak masih bisa bahwa kehadiran TV mengganggu aktivitas belajar, mengatasi kehilangan jam belajar dengan memind- menurutnya, kurang prosporsional. Keduanya tidak ahkan waktu belajarnya. Artinya, mereka yang boleh ada yang disalahkan, karena keduanya dapat suka nonton pada jam-jam tertentu, akan mengam- melakukan simbiose mutualisme. "Siap tidaknya bil waktu lain, baik setelah nonton atau sebelum menerima globalisasi informasi, itulah masalah se- larut di depan televisi. "Televisi memang mere- benarnya," cetusnya. SHOOT (jep/asa) Eva berada di depan televisi ada acara yang bagus. Kesada- Bali, sampai saat ini cara pe- sangkutan. Misalnya, bagaima- menunggu acara yang digemar- ran pada tanggung jawab manfaatan kehadiran televisi it- na orangtua menerapkan pola inya. "Nilai saya turun drastis, sekolah itu akan tumbuh, jika ulah yang belum ketemu alias belajar anak-anaknya. Artinya, sampai ranking 11 di kelas," orangtua banyak terlibat dalam menemui jalan buntu. kata dia, semua bergantung pada kata bintang pelajar SMU yang aktivitas yang dilakukan anak- orangtua masing-masing dalam berlokasi di Perumnas Monang- anaknya. Seperti yang dirasakan penjadwalan jam belajar di ru- maning ini. Dina, ia tidak lagi merasa mah kecewa lantaran tidak bisa non- ton televisi. Menurut Eva, oranggtuanya sempat terkejut melihat presta- sinya yang anjlok. Karenanya, keluarga Eva menerapkan per- aturan ketat, termasuk waktu belajar yang tidak boleh digang- gu kesibukan lain. Sejak itu, ber- sama adik-adiknya yang masih duduk di SD, Eva kembali menutup diri terhadap jam-jam tayangan televisi pada jam-jam belajar semenarik apa pun. "Papa bersikap tegas. Pukul 19.30, anak-anaknya harus bera- da di ruangan belajar. Tidak ada acara nonton televisi pada jam belajar," katanya. Ketegasan yang diberikan or- angtua Eva, bukanlah sikap otoriter yang negatif dari seor- ang ayah. Peraturan ini justru dirasakan Eva sangat menumbu- hkan rasa tanggung jawab se- bagai seorang pelajar. Dina Andaka, siswa teladan tingkat SLTP '95 se-Kabupaten Tabanan, mengaku jam belajarn- ya sering terganggu tayangan tele- visi. Di Pupuan misalnya, televi- si menjadi satu-satunya media hiburan bagi masyarakat. Untuk itu, acara-acara yang digelar men- jadi serbuan anak-anak sebayan- ya. Layar kaca bukan lagi berfung- si sebagai konpensasi kejenuhan belajar, melainkan menjadi media utama dalam mencari hiburan. Parahnya, siswa yang kurang me- miliki rasa kompetitif di sekolah akan sepenuhnya lari pada paket- paket tayangan televisi. "Apala- gi televisi swasta sangat selektif dan jeli menyiasati kondisi zaman. Paket unggulannya sangat me- narik perhatian," sambungnya. Namun, bintang pelajar SLT- PN 1 Pupuan ini mengaku mendapat pengawasan yang ket- at dari kedua orangtuanya. Ia harus mentaati jam belajar, dan meninggalkan televisi kendati Tidak banyak siswa yang bisa berbuat sama dengan Dina atau Eva. Hasil wawancara BPM den- gan 38 anak kelas VI SD 14 Pamecutan Kaja, menunjukkan, sebanyak 34 orang mengatakan merasa terganggu dengan tayan- gan televisi. Hanya empat siswa merasa aman alias tidak tergang- gu. Yang tak terganggu semuan- ya anak perempuan. Artinya, untuk siswa laki-laki 100 pers- en suka nonton televisi, dan merasa terganggu. "Habis, acar- anya bagus-bagus," kata Ang- greni, salah seorang di antara mereka. Yang lebih tragis, dari ke-34 orang siswa yang rata-rata jam belajarnya dibajak televisi, 100 persen menyatakan tidak mendapat bimbingan dari orang- tua saat nonton televisi. Menu- rut mereka, orangtuanya tidak pernah melakukan komunikasi dan membahas acara televisi yang sedang ditonton, apakah layak ditonton atau tidak. Lay- aknya nonton film di bioskop, anak dan orangtua seperti kawan dan sama-sama serius berada di depan layar gelas, kadang sam- bil nyeruput makanan kecil. "Nontonnya memang sama ibu atau bapak, tetapi saya tidak per- nah dikasih tahu bagaimana harusnya setelah selesai menik- mati salah satu film," sambung siswa yang lain. Jam Belajar Toh banyak yang mencoba melakukan langkah efektif. Di DI Yogyakarta, kotanya kaum pela- jar, seorang ayah beberapa anak bernama Wasis Siswanto-yang juga Ketua RW (Rukun Warga- red) Karangwaru Lor, Kecamatan Tegalrejo menerapkan sebuah gagasan berkaitan dengan waktu belajar. Gagasan Jam Wajib Bela- jar (JBW) tersebut, merupakan reaksi dari kehadiran televisi, muncul 20 Maret 1980 yang lalu. Pada jam-jam ini ia mengimbau agar orangtua, pelajar dan lingkungan di sekitarnya mencip- takan suasana belajar. Reaksi ter- hadap gagasan itu, kini bergaung kemana-mana. Bahkan sejak tahun 1992-1995 lalu, telah di- lakukan suatu uji coba, yang membuahkan SK Gubernur Daer- ah Istimewa Yogyakarta men- genai JWB. Mengugah memang, bahkan menakjubkan bila mem- bayangkan saat JWB berlang- sung. Semua orang di suatu kota di saat-saat tertentu asyik belajar atau ditemani orangtua dan didukung lingkungannya untuk asyik belajar. Tetapi tunggu dulu. Kenyataan lain pun terkisah pula. Kendati JWB kini telah berbekal SK Gu- bernur, toh ternyata belum bisa menggugah serempak masyarakat untuk ber-JWB. Karena sampai kini, baru Pemda Gunungkidul dan Kulonprogo yang siap men- geluarkan SK Bupati, guna men- dukung pelaksanaan SK Gubernur mengenai JWB. Dengarlah pengakuan Ika Rahmawati (16), pelajar SMA 7 Denpasar, yang barangkali bisa senada atau bertolak belakang dengan siswa lain. Menurutnya, acara televisi tidak menganggu waktu belajarnya. Ini pun di- ungkap Laksmi, teman sebaya Ika. "Televisi tidak menganggu waktu belajar saya, tetapi ber- main dan mejeng itu yang bany- ak menyita waktu," tuturnya. Ika dan Laksmi kemudian mem- beberkan jadwal kegiatan sekolahnya yang padat. Sejak pukul 7.00 hingga pukul 13.15, mereka sibuk belajar di sekolah. Setelah itu mereka pulang se- bentar, kemudian balik ke sekolah pukul 15.00 sampai 18.00 untuk mengikuti les atau kegiatan ekstrakurikuler. Belum lagi jadwal les tambahan. Yang satu ini kadangkala lebih meny- ita waktu mandi ketimbang me- nyita waktu belajar. Malam hari mereka pun harus mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah). Nah! Dr. I Gusti Ngurah Gorda, mantan rektor Undiknas Den- pasar, mengemukakan, per- soalan jam belajar terletak pada konsentrasi siswa masing-mas- ing. Untuk membangkitkan kon- sentrasi, di sekolah perlu dibangkitkan jiwa kompetitif kalangan pelajar. "Dan pihak orang tua harus mawas diri atau mau mengubah sikap dalam mengasuh anak," katanya. Apakah cara tersebut belum Kata dia, anak tetap perlu Mengomentari hal itu, Retno dianggap mujarab mengatasi pengarahan, butuh strategi Amatsarie (26), alumnus IKIP pencurian jam belajar kaum pel- menghadapi masa depan yang Udayana mengemukakan, keha- ajar? Menurut Kepala Subag berat tantangannya. Bukan diran televisi harus dilihat dari Penerangan Kanwil Depdikbud karena masalah televisi sehing- banyak sisi. Sisi yang membuat Bali, AA Gede Bagus Netera ga siswa malas belajar, melain- adaktif memang harus dihindari, BBA, pemerintah tidak mungkin kan bagaimana memahatkan sebaliknya manfaat kehadiran mematikan televisi, karena hati kaum pelajar tentang tu- televisi pun perlu disikapi. Mak- televisi termasuk aset bangsa-juan belajar dalam kompetisi di sud Retno yang mantan penyiar sehingga semuanya tergantung era globalisasi. kondang salah satu radio FM di kepada keluarga siswa ber- (jep/cok/rab) Mengintip Sekolah Orang Sibuk Unik rut langkah untuk mensukseskan pendidi- SMP/SMA Wijaya Kusuma memang kan dan mengangkat prestasi anak didikn- KALAU banyak anak- tampil beda. Dalam sejarahnya, ia telah be- ya. Dia terus melaju, dengan komitmen, berapa kali berganti nama. Misalnya tahun memberikan kesempatan pada anak usia anak yang jam sekolahnya 1964-1967 bernama SMA Ajaddam XVI/ sekolah (18 dan 21 tahun) untuk bersama- Udayana, selanjutnya berganti nama men- sama meraih sukses. dijarah televisi, ada juga jadi SMA ABRI sejak tahun 1968-1972, ke- Sebagai sekolah swasta, SMA Wijaya mudian SMA Inmindam XVI/ Udayana dari Kusuma dalam mengikuti laju pertumbuhan yang susah payah sekolah tahun 1973-1979, dan akhirnya menjadi dunia pendidikan, tidak mau ketinggalan kere- SMA Wijaya Kusuma. Toh sampai ta. Menyiasati perubahan itu, Dartu bersama karena super sibuk bekerja. sekarang, ia merupakan sekolah yang mem- jajarannya tidak patah semangat. Dia pun me- punyai kisah unik. Sekolah ini telah meng- langkah pasti untuk menghantarkan sekolah Kenyataan yang menggem- goreskan kenangan cukup menarik. Betapa binaannya, dengan meningkatkan kemampuan tidak, awalnya sangat populer, karena be- SDM melalui kualitas guru sebagai ujung tom- birakan di balik keprihati- nar-benar mengobarkan konsep belajar se- baknya, yakni dengan berusaha keras menye- umur hidup-long life education-se- suaikan pendidikan guru-gurunya sesuai den- nan atas gencarnya teknolo- cara nyata. Ini terlihat dari tidak dibatasin- gan bidang studi masing-masing. ya usia anak didik untuk mengikuti proses belajar. "Saat itu banyak anak didik dari kalangan ABRI (tentara/polisi), anak ABRI, anak purnawirawan ABRI, pegawai negeri/ swasta, dan bahkan ada ibu rumah tangga," kenang Dartu. Dengan kata lain, SMA Wijaya Kusuma telah banyak menyelamat- kan orang dari kehilangan kesempatan be- lajar karena terbentur usia. "Di antara mere- ka banyak yang telah meraih sukses dan menjadi orang yang punya kedudukan," tambahnya. gi pertelevisian. Memasuki dunia pendidikan bagi anak usia sekolah, memang bukan masalah bila kondisi ekonomi memungkinkan. Tetapi bagaimana bila kenyataan berbicara lain, misalnya niat mengikuti pendidikan terben- tur pada persoalan ekonomi dan meng- haruskan si anak untuk bekerja? Untuk mengatasi persoalan itu, tampaknya SMA Wijaya Kusuma yang didirikan tahun 1958, dapat dijadikan tumpuan harapan. Bekerja ya, belajar pun jadi. "Di sini anak-anak memang lima puluh persen telah bekerja pada berbagai bidang," ucap Nyoman Dartu, B.A., kepala sekolah setempat, seraya menambahkan justru den- gan bekerja siswa menunjukkan prestasi yang baik. Sekolah yang telah berusia seperempat abad lebih yang berlokasi di sebelah utara RSAD, Kayumas Kelod, Denpasar itu, tern- yata sejak dulu selalu konsisten menanamkan disiplin pada anak didik. "Cerdas dan berdis- iplin", itulah ucapan pendek yang keluar dari bibir Dartu. Bila guru mengangkat telunjuk, mereka akan segera mengerti bahwa kesalah- an harus segera diperbaiki. "Dan mereka tidak akan main-main lagi," katanya. Di masa lalu, SMA Wijaya Kusuma sering disebut sebagai tempat penampungan "anak- anak sisa" yang artinya tempat penampungan pindahah dari sekolah lain karena nakal dan bandel. Kini telah berbalik 180 derajat. Se- muanya telah ditegakkan dengan aturan disi- plin yang baik. Hari terus bergulir, tahun pun berganti. SMA Wijaya Kusuma tumbuh berkembang. Tampaknya, dia tak ingin hidup dalam kenangan, sehingga langkahnya harus mengikuti situasi perubahan serta aturan main di dunia pendidikan. Misalnya den- Dengan berbagai prestasi yang pernah gan membatasi usia anak didik. Hal ini ber- diraih, image masyarakat pun menjadi baik. dasarkan pada Surat Keputusan Dirjen Dik- Itu terbukti pada tiap penerimaan siswa baru. dasemen Depdikbud no: 325/C/Kep/085 "Pendaftar sering melebihi target," tandas tanggal 16 Desember 1985, dan dipertegas Dartu. Bayangkan, sekarang untuk kelas tiga dengan Surat Kakanwil Depdikbud Propin- saja 135 orang yang dibagi dalam tiga kelas, Contohnya Putu Ari. Di rumah, dari pagi si Bali Nomor :159/1.19.b/8/1986 tanggal kemudian kelas dua 127 orang, dan kelas satu sampai sore, siswa SMA Wijaya Kusuma 19 Agustus 1986, tentang pembatasan usia 119 orang. (asa) ini membantu orangtua berjualan tanaman sekolah untuk pener- hias di Renon, Denpasar. Hal serupa dilaku- imaan murid baru kan Wayan Ada, salah seorang siswa yang SMP/SMA sejak sehari-hari berjualan es di Pasar Kreneng, tahun ajaran 1998/ dan seorang siswa putri yang sehari-hari 1989. Untuk SMP menjadi tukang angkut dagangan di Pasar tidak melebihi usia Badung. 18 tahun dan kelas I SMA tidak lewat dari usia 21 tahun. Memang kenyataannya, anak-anak di sekolah tersebut mempunyai waktu belajar "kepepet", dan super sibuk oleh jam ker- Di bawah bimbin- ja, bukan jam untuk nonton televisi. Itu gan kepala sekolah ternyata berdampak pada profesionalisme yang terkenal getol memprogram dan mengatur waktu. menegakkan disiplin Bagaimana pun, belajar tetap merupakan ini, dengan surat persoalan penting yang mesti dituntaskan. keputusan itu, SMP/ Ibarat kata mutiara, ilmu di kejar sampai SMA Wijaya Kusu- ke liang lahat. ma ternyata tidak su- Anggota Redaksi Denpasar: Agustinus Bali Post Dei, Dwi Yani, Legawa Partha, Nikson, Palgúnadi, Pasma, Riyanto Rabbah, Srianti, Sri Hartini, Suana, Suarsana, Sudarsana, Sueca, Sugendra, Suja Adnyana, Sutiawan, Emanuel Dewata Oja, Pujastana, Artha, Alit Suamba, Subagiadnya, Sugiarta, Sutarya, Wahyuni, Wilasa, Kasubmahardi, Martinaya, Mas Ruscitadewi, Oka Rusmini, Sawitri, Umbu Landu Paranggi. Bangli: Karya, Buleleng: Tirthayasa, Gianyar: Alit Sumertha, Jembrana: Edy Asri, Karangasem: Dira, Klungkung: Daniel Fajry, Tabanan: Alit Purnatha, Jakarta: Muslimin Hamzah, Bambang Hermawan, Sahrudi, Dadang Sugandi, Alosius Widhyatmaka, NTB: Agus Talino, Nur Haedin, Izzul Kairi, Raka Akriyani, Ruslan Effendi, Siti Husnin, Syamsudin Karim, Suyadnya. NTT: Hilarius Laba. Surabaya: Endy Poerwanto, Bambang Wiliarto. Yogyakarta: Suharto. Wartawan Foto: Arya Putra, Djoko Moeljono. Minggu Kliwon, 5 Mei 1996 Minggu K SOROT Siapa "Memperkosa" Pelajar? SUNGGUH, menjadi pelajar saat kini dan mendatang gam- pang-gampang susah. Dibilang gampang, lantaran fasilitas makin bagus, buku makin beragam, guru makin canggih dan berjubel, sekolah makin apik dan lain-lainnya. Dibilang susah, lantaran kalau tak tahan godaan, jangan-jangan malah kemudahan terse but jadi sumber petaka, semacam bumerang - senjata makan tuan. Soal pelajar macam begini - yang senjata makan tuan-bisa dideretkan contoh kasusnya. Yang paling gres, penyalahgua- naan sarana kendaraan bermotor ke sekolah. Bisa mobil, bisa juga motor. Soal ini, terlalu sering dilansir media massa, betapa korban kecelakaan lalu lintas (dari cidera ringan sampai tewas di jalanan) adalah pelajar. Malah, yang tewas, pelajar-pelajar pili- han: berotak encer, aktivis dan dikenal kalem. Korban lalin ini tak cuma anak SMU, namun juga anak-anak SLTP. Tentu, terlalu mahal harganya jika mereka harus mati muda. Daftar ini bisa diperpanjang lagi manakala korban video game, diskotek dan tawuran disebutkan. Cuma sampai di sanakah persoalannya? Ternyata belum. Saat ini, para pendidik di Tanah Air betul-betul bekerja keras menghadapi godaan satu ini: televisi. Sampai-sampai, untuk mencegah dampak negatifnya, sebuah lembaga penerbitan di Surabaya turun langsung menggugah kesadaran masyarakat. Berbahayakah televisi? Benarkah ia telah "memperkosa" wak- tu dan kesadaran pelajar? Sungguh, pertanyaan-pertanyaan tersebut memerlukan perenungan dan penelitian mendalam. Namun, paling tidak, kita bisa tahu dampak kesehariannya, se- cara sosial dan psikologis. Jika televisi disebut "pemerkosa", mungkin ia menjadi amat berbahaya lantaran kita sengaja me- masukkannya ke dalam rumah kita. Televisi menjadi berbahaya tatkala anak usia SD dibiarkan larut dalam waktu yang panjang. Yang diperkosa pada posisi ini agaknya sosialisasi si anak pada lingkungannya, pada teman sebayanya, serta proses pertumbuhan fisik yang bisa energik jika anak itu larut dalam gerak pergaulan dinamis dengan teman sebayanya. Sebaliknya, menonton televisi berjam-jam, malah membuat sang anak jadi ekslusif, individualis dan tidak kreatif. Soal terakhir ini, bisa jadi televisi ikut memberi kontribusi dalam kreativitas gagasan. Yang ingin disorot adalah kreativitas yang utuh, bukan cuma gagasan. Lantas secara fisik, sang anak jadi kurang sehat lantaran tidak bebas bergerak. Memasuki usia sekolah, tantangan makin besar. Televisi den- gan segala tawaran acaranya yang menggiurkan, jangan-jan- gan malah memperkosa dan merampok jam belajar siswa. Be- tapa tidak, tatkala pelajar harusnya asyik masyuk berkutat den- gan buku-buku pelajaran pada pukul 19.00-23.00 Wita, malah televisi menggeber acara-acara unggulan. Jika tak tahan uji, sang pelajar pun bakal larut di depan layar kaca. Lantas, kapan bela- jamya? Korban lain, penurunan minat baca di kalangan siswa. Sadar tidak sadar, televisi menjadi pesaing terbesar bagi media massa maupun buku-buku bacaan populer untuk pelajar. Barangkali pi- lihan menonton televisi lebih diambil pelajar ketimbang berkutat membaca buku sekalipun buku populer. Lantas, dampak langsungnya sudahkah terekam secara em- pirik? Memang, belum diperoleh data-data terbaru soal penu- runan prestasi belajar siswa lantaran jam belajarya dirampok televisi. Jika dilihat dari angka nilai Ebtanas Mumi (NEM) misaln- ya, agaknya pun belum tampak. NEM rata-rata pelajar di Bali masih tergolong bagus dan masuk jajaran lima besar nasional. Kendati begitu, toh kewaspadaan tetap perlu. Boleh jadi, lanta- ran umur televisi swasta masih bau kencur, dampak itu tak ken- tara. Maka, suka tak suka, guru, orangtua dan anggota masyarakat yang punya kepedulian atas masa depan anak-anak bangsa ini, kiranya tak bisa lagi berjalan sendiri-sendiri. Untuk menekan sekecil mungkin dampak negatif berbagai godaan ekstemal itu terhadap pelajar, sikap defensif harus diubah menjadi lebih pro- gresif. Selama ini, terkesan ortu menganggap beres urusan sekolah anak cuma dengan memberi uang SPP dan bekal. Kini, itu rasanya tak cukup. Ortu mestinya bisa lebih rajin menelepon sekolah untuk mengecek prestasi dan perilaku anak-anaknya. Sebaliknya, sekolah pun perlu lebih cermat memantau perubah- an prestasi dan perilaku tiap siswanya, serta dalam waktu yang singkat bisa mengabarkannya ke ortu siswa. Jika perlu, frekuen- si pertemuan ortu dan sekolah secara kolektif bisa lebih sering diadakan. Pada sisi lain, secara internal ortu dan sekolah kiranya bisa merancang program yang lebih progresif dalam menjauhkan pelajar dari pengaruh buruk televisi, video game, dan godaan lainnya. Upaya-upaya yang dilakukan sekolah selama ini kiran- ya patut dihargai. Sekolah-sekolah di Bali gencar menggarap program pengayaan dan perbaikan untuk peningkatan mutu siswa. Ini berarti, program tersebut menambah jam belajar siswa. Selain itu, maraknya ekstrakurikuler pun menggembirakan. Fenomena ini akan mampu mengangkat potensi kreatif siswa menjadi prestasi nyata yang membanggakan. Pada sisi inilah, sekecil apapun kegiatan ekskul itu, toh terasa bermakna sebagai wadah sosialisasi, pengembangan bakat, kepemimpinan dan persaudaraan pelajar. Di pihak lain, ortu agaknya tak bisa lagi bersikap longgar. Pen- gawasan, ketegasan sikap dan dialog tetap diperlukan guna pros- es penyadaran bagi kaum pelajar kita. Seluruh anggota keluar- ga perlu punya persepsi yang sama dalam memandang per- soalan ini agar dalam keluarga tercipta suasana yang pas pada waktu yang tepat. Artinya, ada konvensi keluarga, kapan harus acara makan, santai, nonton televisi dan serius belajar. Masyarakat dan pemerintah pun wajib turun tangan. Penga- wasan sosial masyarakat masih tetap perlu untuk tetap mem- bangun nilai-nilai yang positif. Ambil contoh, soal pelajar berser- agam keluyuran di jalanan atau swalayan. Terhadap ini, masyarakat bisa membangun nilai bahwa sikap tersebut kurang terpuji, sehingga ada rasa malu bagi kalangan pelajar. Pemerintah pun seyogyanya makin memberi perhatian bagi pengembangan potensi kreatif siswa. Terlalu sering kita dengar, betapa tempat-tempat pengembangan potensi itu (semisal lapan- gan olah raga, gelanggang remaja, sekretariat organisasi pemu- da dan lain-lain) tersulap menjadi bangunan yang tak lagi ber- hubungan dengan remaja. Yang jelas, globalisasi tak bisa dihadang. Dia telah dan akan datang. Televisi dan menu acaranya tak bisa dilarang. Maka, proteksi internal dan kerja sama lembaga eksternal terasa lebih bermakna. Atau, haruskah pelajar kita hanyut dalam "gombal- isasi" informasi itu? Jangan, ah! bpm/tr PARKIR SEPE- DA Para peng- huni rumah sus- un di Jalan Mu- enstergasse, Zur- ich, Swis sengaja menggantung- kan sepedanya di sisi jendela ru- mah, beberapa waktu lalu. Tin- dakan ini dilaku- kan sebagai pro- tes atas sikap penguasa setem- pat yang mela- rang warga me- markir sepeda di depan rumah susun mereka. Tempat itu akan digunakan untuk membangun restoran baru. bpm/rtr SEPERTI ADEGAN FILM Seorang prajurit dari pasukan pimpinan Charles Taylor, bersiap menembakkan roket RPG-7 ke arah lawannya dalam pertempuran seru yang terjadi di jalan- jalan kota Monrovia, Liberia, Jumat (3/5). Pertempuran yang menyerupai adegan film tersebut, terjadi setelah gagalnya gencatan senjata antara pihak-pihak yang bertikai, Senin yang lewat. KELELAHAN - Seorang anak tampak kelelahan dan membaringkan kepalanya di atas punggung kerbau. Kejadian ini terjadi di kota Madras, India awal bulan Mei yang lewat, akibat suhu udara yang mencapai 39,5 derajat celsius. Musim panas menerpa kota ini antara bulan April dan Juni. IGP. Artha Sempati Air Reservation & Ticketing 24 Jam Phone: 237343 (Hunting) Fax 236131 Gedung Diponegoro Megah Blok B/27 Denpasar JI. Diponegoro 100 - Denpasar JADWAL PENERBANGAN MINGGU JAM TUJUAN 06.40 Denpasar - Balikpapan Denpasar Bandung Denpasar-Batam Denpasar - Jakarta Denpasar - Medan - Denpasar Palangl Denpasar Palangkaraya Denpasar-Pakan Baru Denpasar Singan Surabre Denpasar- Denpasar- Denpasar - Tarakan Denpasar- Yogyakarta 06.50 Denpasar - Mataram 08.45 Denpasar Mataram 11.00 Denpasar-Bandung Denpasar - Dili Denpasar Jakarta A orangtua teman dialog itula kan bagi a berstat adala depan, depan or menyur orangtua harus mengha kini. Dr. Gord Rektor soal an Audutu anak tanta multidimen me be Prof Tid SETEL nasional, p log segar s Salah satu man Dant dan perma dulu hingg Masuknya hiburan, m faktor yan Bagaimana perbincang Bisa di pendidikan di masyar Ada em tidak bisa d ya row in p enviroment Row in pu puan siswa bagi lemba sekolah ter put, menya jar (guru), s tal in put n transforma khir, out p jauh mana memberik masyaraka intelektual tercermin le ik. Proses kan tergant tiga faktor saya conto dan hasiln mponen ya terhadap diberikan p semuanya Kualitas m Denpasar - Kupang Denpasar Medan Denpasar Padang Denpasar Palu Denpasar Pakan Baru Denpasar - Surabaya lum tentu peran guru menunjang guru yang t Denpasar Yogyakarta 14.05 Denpasar Mataram 15.55 16.00 Denpasar Mataram hasilkan m dukungan Denpasar Jakarta lingkungan bpm/itr Denpasar Perth Denpasar Singapore 17.25 Denpasar-Manado tidak hany segi, sinkro Denpasar Ujung Pandang tor itu. Unt 21.50 22.20 Denpasar - Surabaya Denpasar Surabaya hmana ting bangsa, sal hat dari ken teknologi.
