Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bali Post
Tipe: Koran
Tanggal: 1996-05-05
Halaman: 10

Konten


HALAMAN 10 Kelir BPM/nos Ribuan Naga berjatuhan dari udara ke tungku api Yajnasarpa, yang akhirnya semua mati hangus. Ribuan Naga Hangus di Tungku Api Yajnasarpa SAAT matahari sepenggalah di hari subhad- iwasa Yajnasarpa itu. Seluruh unsur dan struk- tur upakara sebagai sadana bakti juga telah di- siapkan para wiku mancaghra. Begitu pun para wiku pemuput dan pemimpin upacara, telah naik ke bale pamedan masing-masing. Tak lama ke- mudian, lokasi Yajnasarpa dipenuhi suara sayup sayup, oncang-oncangan genta pinara pitu para wiku pemuput dan pemimpin upacara, yang te- lah mulai dengan puja manggalanya. Suara sayup-sayup oncang-oncangan genta pinara pitu itu, yang mengiringi rapalan man- tra, terdengar bak dengungan sang sadpada an- garas sarining puspa, lembut menggugah rasa keagamaan yang paling dalam. Demikian pula oncangan-oncangan genta pinara pitu ter- dengar seperti antara di bumi dan di surga. Demikianlah suasana sakral yang tercipta diawal pemujaan Yajnasarpa. Kemudian atas perintah wiku mangaleng dan wiku pemuput dan pemimpin upacara, api di tungku Yajnasarpa segera dinyalakan. Maka dalam sekejap mata api di tungku Yajnasarpa pun menyala hebat, seperti api sambartaka saja laiknya. Waktu itu pula bhagawan Candabhargawa dengan kusyuk merapalkan bait-bait mantra Rgweda. Demiki- an pula bhagawan Kosa, merapalkan bait-bait mantra Samaweda, Bhagawan Janmanikunda, merapalkan bait-bait atau sloka mantra-mantra Atharwaweda, dan bhagawan Jyotisinggalam- bayu, merapalkan bait-bait sloka Yayurweda. Suasana di areal Yajnasarpa pada waktu itu men- jadi semakin khusyuk dan khidmat. Suasana sep- erti itu, ditunjang pula ketinggian batin catur wiku pemuput dan pemimpin upacara. Tambah- an lagi kewibawaan dan keagungan bhagawan Kresnadwaipayana (Bhagawan Byasa) sebagai Wiku Mengaleng Yajnasarpa, hingga tercipta suasana keagamaan luluh dan utuh dengan lingkungan dan peserta Yajnasarpa, yang baru pertama kalinya dilaksanakan. Bahkan bau angin itu sampai ke Indraloka dan Nagaloka. Dikisahkan kemudian para naga di nagaloka menjadi gelisah. Mereka seperti ditarik-tarik dan didorong-dorong ke permukaan bumi, dan akhirnya terbawa terbang ke udara, terus jatuh ke tungku api Yajnasarpa. Hal yang serupa dial- ami juga oleh Naga Taksaka, sehinga dia menja- di amat gelisah. Akhirnya karena kehebatan mantra-mantra Yajnasarpa yang dirapalkan oleh para brahmana dalam persembahan dan pemu- jaan Yadnasarpa itu, Naga Taksaka seperti ter- lempar dari Saptapatala ke permukaan bumi. Begitu tiba di permukaan bumi, naga Taksaka masih sadar. Pada waktu itulah terbetik dalam pikira ya, dia harus minta tolong kepada sa- habatnya, dewa Satakratu, (dewa Indra) di In- draloka. Dewa Indra adalah sahabat Naga Taksaka. Be- gitu terpikir olehnya akan minta tolong kepada sahabatnya, begitu tiba di permukaan bumi, naga Taksaka terus melayang ke udara, menjauhi tungku api Yajnasarpa, terus terbang menuju In- draloka. Begitu tiba di Indraloka, naga Taksaka segera menyembah dewa Indra "Paduka Dewa Indra, selamatkanlah hamba dari korban mati hangus di tungku api Yajnasarpa, yang dilaksan- akan maharaja Janamejaya. Kalau Paduka tak menolong hamba, tak urung hamba akan ikut mati hangus di tungku api Yajnasarpa, seperti saudara-saudara, anak-kemanakan, para cucu hamba," demikian sembah naga Taksaka terba- ta-bata, di antara ketakutan dan kesedihan di hadapan dewa Indra. Betapa kasihan dewa Indra menerima kedatangan sahabat karibnya, yang dalam keadaan ketakutan dan kesedihan seperti itu. Dengan ucapan yang bernada menghibur, dewa Indra, menjawab "Sudahlah, Taksaka. Se- bagai sahabat karibku, dikau akan kulindungi. Berpeganglah pada sudut bawah dodotku! Seh- ingga dikau tak dapat ditarik oleh kekuatan man- tra-mantra Yajnasarpa yang dirapalkan para brah- mana, yang ikut memuja dalam persembahan dan pemujaan Yajnasarpa, yang dilaksanakan maha- raja Janamejaya di Hastinapura itu". Lanjut pen- jelasan dewa Indra kepada Naga Taksaka "Ket- ahuilah olehmu, naga Taksaka. Mantra - mantra dari Catur Weda Jangkep yang dirapalkan para brahmana dalam upacara Yajnasarpa itu amat sempurna. Demikian pula berbagai bentuk dan jenis, serta unsur dan struktur upakaranya, sedi- kit pun tidak ada celanya. Tambahan lagi pemi- lihan hari subhadiwasa yang tepat. Sehingga kekuatan yajna, yang upakaranya benar dan suci, dilaksanakan pada hari subhakdiwasa yang te- pat, didukung oleh trikaya parisudha yang utuh, serta dipuput brahmana utama, tidak akan ada kekuatan yang dapat melawannya, seperti per- sembahan dan pemujaan Yajnasarpa yang dilak- sanakan Maharaja Janamejaya, di Hastinapura. Demikian wejangan Dewa Indra kepada Naga Taksaka, sahabat karibnya. Naga Taksaka amat gembira mendengar wejangan Dewa Indra itu, dan segera berlindung di bagian bawah dodot dewa Indra, sehingga, tidak terasa lagi tarikan Saat para brahmana utama lainnya, yang ikut melakukan pemujaan, terutama saat-saat khusyuk dan menyatunya batin mereka mera- palkan mantra-mantra arthanatana, tiba-tiba bermacam-macam naga jatuh melayang dari udara, jatuh ke dalam tungku api Yajnasarpa yang menyala hebat, sehingga naga-naga yang jatuh ke dalam tungku api Yajnasarpa itu ber- kelojotan kepanasan, dan akhirnya mati hangus. Menyaksikan keberhasilan Yajnasarpa, para brahmana pun perapalkan mantra-mantra dari Sang Hyang Catur Weda Jangkep, sehingga ribuan naga lagi jatuh melayang-layang dari udara. Semua jatuh ke tungku api Yajnasarpa. Ada naga yang berwarna putih, merah, kuning, hitam, belang dan ada pula naga yang warnan- ya macam-macam, sehingga tampak indah seka- li. Demikian pula ada naga yang kulitnya sep- erti kulit kayu, karena umur tuanya. Naga yang muda pun banyak pula yang berjatuhan ke dalam tungku api Yajnasarpa, sehingga api di tungku Yajnasarpa itu semakin bertambah besar, kare- na lemak ribuan naga itu. Tak terhindarkan bau angit naga-naga yang terbakar di api tungku Ya- jnasarpa itu memenuhi areal upacara, sampai Yajnasarpa itu. tak tertahankan dihirup para peserta upacara. RAMSI Cerpen R. Eko Wahono Ngurah Oka Supartha A Bali Post PRESIASI Emha Ainun Nadjib Minggu Kliwon, 5 Mei 1996 Minggu Kliw Pendidikan yang Baik, Pendidikan yang Kecil-kecil Menurut Anda, siapa yang dapat disebut se- bagai pelajar? Pelajar di Indonesia dapat dikategorikan dalam berbagai macam. Baik pelajar yang berada di daer- ah metropolitan, propinsi, maupun daerah yang lebih kecil lingkupnya, seperti daerah kabupaten. Masing-masing wilayah tersebut ada bedanya. Tetapi berkat globalisasi, perbedaan-perbedaan itu dapat dilihat dari sosiologi dan sosiobiografi, men- jadikan keadaan semakin relatif dilihat dari kaca- mata masing-masing. Maksudnya? Yang paling berdampak dengan adanya era glo- balisasi adalah wilayah Jakarta. Globalisasi dapat berdampak positif dan negatif. Biasanya, kalau ada pertarungan baik dan buruk, bila yang memimpin berorientasi pada demokrasi ekonomi, maka yang menang adalah yang buruk. Itu diibaratkan, bila seseorang disodorkan dua foto, antara orang ber- pakaian sopan dan telanjang, 90% pasti lebih me- milih foto orang telanjang. Artinya, dalam demokrasi ekonomi, bisnislah yang bicara. Dengan contoh di atas, keadaan pelajar di Jakar- ta memang terkondisi era globalisasi dan alam lib- eral. Menurut saya, pendidikan dan pengajaran ber- beda. Umpama, saya mengajari makan berbeda dengan mendidik makan. Itu pengertian berbeda. Seperti pendidikan moral (maksudnya, PMP) se- benarnya belum sepenuhnya dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Karena pada hakikatnya, pendidikan moral adalah ber- hubungan dengan perasaan kejiwaan, kebersamaan antara manusia. Toleransi antara yang satu den- gan lainnya, menyangkut kehalusan budi dan mengerti nilai-nilai bermutu. Dari itu dipahami, bahwa bila manusia semakin menggunakan bahasa fisik, maka manusia itu semakin primitif. Dia se- makin menjauhi tradisi intelektual, artinya se- makin terbelakang, semakin jauh pula dari religi dan tradisi. Akhir-akhir ini banyak pelajar yang tawuran (berkelahi secara massal), pendapat anda dalam hal ini? Mereka hanya kenal komunikasi itu. Mereka tidak mengenal tradisi komunikasi yang lain, or- angtua mereka juga tidak mengajari bagaimana berkomunikasi yang baik. Wajar kalau mereka be- rantem, Dengan kondisi seperti itu, apa masih layak mereka disebut pelajar apalagi bila memikirkan kebrutalah-kebrutalan yang mengaitkan mereka? Itu wajar-wajar saja, cuma wajar yang bagaim- ana? Yang kita maksudkan pelajar dalam arti ide- al, pelajar yang terpelajar. Orang yang mengerti sopan santun. Di mana standar sopan santun itu, bagaimana menghormati sesama manusia, bagaimana memiliki kemuliaan dan sebagainya. Nah, anak-anak sekarang wajar kalau tidak ter- pelajar seperti itu. Sebab orangtua mereka sendiri terkadang tidak berperikemanusiaan dan tidak ter- pelajar kok! SELAIN dikenal kontroversial tokoh yang satu ini tern- yata pemilik dua sekolah, yaitu Al Muhammadi di Jom- bang dan Zaitunah di Yogyakarta. Budayawan dan pen- yair ini, memang mengasyikkan diajak bicara apa saja, begitu pun soal pelajar dan hakikat pendidikan. Berikut ikuti perbincangan Trin Supratriawati dan Sri Wulan- dari dari Bali Post dengan Emha Ainun Nadjib. Sedang yang ideal. Bagaimana kalau yang di- lakukan sebagai alat daripada sebagai prestasi tanam mangga, jangan dong berharap berbuah jam- sekolah bukan sebagai karakter kepribadian-ke- bu! Kalau menanam mangga, buahnya mangga. pribadian yang unik, yang masing-masing harus Menurut saya, biar pun 300 pelajar ditangkap dan diperhatikan perkembangannya. Dulu kan ngu- dikasih penataran. Tidak akan menyembuhkan. rusin kurikulum, asal kurikulum sudah memenu- Wong terkadang orangtuanya lebih nakal dari hi target ya sudah, nggak peduli kalau di rumah mereka. Mereka itu terkadang kan tidak percaya jadi maling, nggak peduli mereka! pada orangtuanya. Itu mungkin dari kacamata pelajar yang hidup di kota, di mana era globalisasi membuat perilaku mereka berubah. Bagaimana dengan pelajar yang berada di daerah? Di daerah masih lumayan. Masih ada kontrol- kontrol sosial. Kalau di Jakarta sudah mengalami dis-oriented, dis-lokasi, dan dis-identifikasi. Jadi, anak muda di Jakarta ini mengalami krisis identi- tas, krisis identifikasi dan krisis lokasi. Mereka tidak tahu, tempat masyarakat itu di mana? Apakah iya tayangan televisi ikut mempengaru- hi perilaku pelajar di kota hingga mereka bergaul dengan tidak benar? Itu salah satu faktor. Tetapi memang cukup be- sar faktor televisi itu. Seperti adanya sebuah iklan produk di televisi, di mana secara naluri, iklan tersebut mendidik seorang anak untuk mendapat- kan sesuatu dengan mencuri-curi. Maksud si pembuat iklan, mungkin saking enaknya produk tersebut, sehingga untuk menda- patkan makanan itu, sampai-sampai si anak harus mengambil milik temannya. Jadi, seperti secara tidak langsung, mendidik anak untuk mencuri. Dari iklan tersebut, saya dapat melihat, iklan tersebut mendidik anak serakah, mendidik men- jadi maling. Ya bagaimana kalau pendidikannya suka nyuri, suka maling, suka brutal. Jadi, kalau ada pelajar yang suka berkelahi. Saya pikir, itu wajar sekali. Ibaratnya mangga beranak mang- galah! Durian beranak durian! Apa dampak lainnya televisi terhadap para pel- ajar sekarang? Waktu belajar mereka berkurang. Tidak sem- pat lagi konsentrasi belajar mungkin lantaran tele- visi, karena film, dan hiburan-hiburan lainnya. Jadi sudah tidak sempat lagi. Bagaimana dengan para pendidiknya (guru)? Konsentrasi guru terhadap murid juga mengal- ami kelunturan, apakah guru berpikir murid se- bagai pribadi-pribadi, sebagai manusia, ataukah mereka memikirkan kurikulum dan pencapaian prestasi sekolah? Jadi, murid lebih banyak diper- Apakah keadaan tersebut dikarenakan gaji para guru sebagai pendidik kecil, hingga mereka masa bodoh saja terhadap perilaku para pelajar? Ya, saya rasa demikian. Itu merupakan lingka- ran setan. Jadi perhatian para guru bukan terhadap murid, perhatian guru adalah pada pencapaian tar- get kurikulum. Di Yogyakarta, saya sudah bikin gedung-gedung tetapi saya tidak mau membikin sekolahan. Kenapa? Saya merasa tidak sanggup melawan birokrasi. Sekolah harus begini dan harus begitu. Kalau sekolah bebas, saya mau. Jadi semua tergantung sama saya. Tinggal orang percaya atau tidak sama saya. Sistem dan metode belajar yang berlaku sekarang ini di Indonesia, menurut Anda, apa bisa mendukung atau tidak tujuan pendidikan bangsa kita? Begini lho, saya tidak menyalahkan atau mau menjelek-jelekkan. Semestinya, kita harus lebih terbuka pada fenomena-fenomena. Jadi, kalau pe- merintah mau membuka sedikit lebar, sedikit kemngkinan-kemungkinan untuk kreatif dalam bidang pendidikan, kan lebih bagus! Sekarang, ka- lau mau bikin sekolah lepas, pasti lantas dicur- igai, mau intervensilah! Bagi saya pribadi, saya merasa uang itu adalah uang pribadi dan seingat saya, itu kan untuk masyarakat, kok dicurigai gitu lho! Bisa cerita tentang masa-masa Anda ketika masih jadi pelajar? Sebenarnya, sejak kecil, dari dulu saya sangat patuh. Meskipun menurut saya. "Patuh" dalam arti dan nilai, Di mana bila diri saya diperlakukan tidak adil, lalu saya bantah. Saya memang pernah berkelahi, lalu saya dike- luarkan. Saat SD pernah dikeluarin, begitu juga saat pendidikan di Gontor dikeluarin. akhirnya, saya sekolah di Gontor sampai selesai. Selain itu, waktu di SMA sempat juga sekali dike- luarkan dari sekolah. Apa yang paling berkesan waktu masa sekolah itu? Ya masa di pesantren. Pokoknya paling berke- san, ya di pesantren. Karena di sana ada sistem pendidikan bukan pelajaran. Kalau pelajaran itu kan hanya bagian dari pendidikan. Ada tidak perbedaan yang mencolok antara za- man Anda jadi pelajar dengan pelajar saat ini, yang Anda amati? Tidak banyak perbedaannya. Karena dasar pen- didikan kita transfer dari barat. Kalau di pesant- ren masih lumayan! Pendidikan itu, yang penting guru berkonsentrasi terhadap murid sebagai prib- adi, manusia dan seseorang. Jadi bukan target-tar- get pelajaran, tetapi yang penting bagaimana per- tumbuhan anak. Itu yang nomor satu sebenarnya. Karena sebenarnya pendidikan tidak bisa besar- besaran. Justru pendidikan yang baik, pendidikan yang kecil-kecil tetapi serius. Pesantren-pesantren yang masih kecil-kecil, itu bagus. Karena bila sudah masal, biasanya sudah tidak peduli lagi den- gan norma-norma yang sesuai dengan peraturan. Karena sudah sibuk dengan memikir keuntungan atau angka-angka saja 1,2,3,4, 5 dst. Pada dasarn- ya pelajaran itu, tidak bisa disamaratakan. Orang kan beda-beda. Apalagi kalau anaknya brangasan, seharusnya diberi jurus yang bisa mengendalikan kepribadiannya. Kalau anak yang lemah dan mind- er perlu diberi jurus yang agresif, manusia kan punya kepribadian masing-masing. Jadi kalau pen- didikan massal seringkali dijadikan sebagai bis- nis, ya dapat kita lihat hasilnya, anak-anak dijadi- kan sumber daya industri, bukan Sumber Daya Manusia (SDM). Sebenarnya yang disebut SDM itu adalah Sum- ber Daya Industri (SDI), yang penting anda produk- tif untuk perusahaan atau pabrik. Dengan demiki- an, banyak orang yang tidak peduli lagi, apakah seseorang itu romantis atau tidak, apakah seseor- ang itu baik atau tidak, sepertinya sudah tidak per- duli lagi. Apakah ini lantaran sistem yang diterapkan sudah telanjur? Memang sudah telanjur, seluruhnya begitu. Ma- kanya dulu ada deskontruksi, tetapi bila deskon- struksi melulu juga tidak cukup, kita memang harus menyiapkan suatu fenomenologi untuk pendidikan. Banyak sebenarnya mau lebih mendalami lagi. Sebab konsepnya kan sudah jelas. Tetapi sekarang pendidikan sudah menjadi industri, gimana lagi? Dan anak didik itu diajari... bagaimana dia bisa siap bekerja di suatu perusahaan. Jadi yang terjadi sekarang adalah manusia memperbudak dirinya dengan sistem-sistem, di mana dia akan mati. Terus bagaimana caranya supaya pelajar ini mau meluangkan waktu belajar walaupun digeber dengan tayangan televisi menarik? Ya, harus meningkatkan intensitas memberi ke- percayaan pada anak. Selain itu anak juga harus ditanamkan rasa percaya dan kekaguman pada Tu- han. Bila anak merasa dipercaya, ia akan bertang- gung jawab pada dirinya sendiri, pada lingkunga- nnya, pada orangtuanya, dan pada masa depannya. Tingkatkan rasa kekaguman pada Tuhan, membuat anak aman, tidak akan neko-neko. Unsur Erotika Dalam Karya Seni Rupa Bali SECARA leksikal, kata erotika, (erotic), berarti; membangkitkan nafsu birahi. Dalam karya seni rupa Bali, baik dalam karya seni lukis maupun dalam karya seni pahat, terutama dalam karya patung yang ter- golong sebagai icon oleh pemahatnya, yang tergolong sangging maranggi, sering ditonjolkan unsur-unsur erotika. Sehingga bagi pengamat dan penikmat awam, dengan cepat bahkan kadangkala terlalu vulgar mem- vonis, "Oh, itu lukisan porno." Atau,"Itu patung por- no." Padahal kita bertanya, apakah sebenarnya porno atau pornografi itu? Berbagai pendapat ahli di kolong langit ini, sejak dulu, sejak mulainya berkembang kebudayaan umat manusia, bukankah batasan dan definisi kebudayaan itu selalu berbeda beda serta banyak sekali visi dan versi dari masing- masing ahli kebudayaan yang ada di dunia ini. Demikian pula halnya, batasan dan definisi por- nografi itu. Selalu visi dan versinya berbeda-beda. Bahkan kita simak dan kaji, terlepas dari pro dan kontra tentang visi dan versi definisi pornografi (dari masing-masing pengamat dan penikmat maupun kalangan ahli budaya)-dalam penilaian pornografi itu, justru dalam konsep budaya Bali, ditemukan ada sesuatu yang pas. Artinya, kalau orang Bali menikmati (mengapresiasi) karya seni lukis mau- pun seni pahat dalam wujud berbagai profil dengan penonjolan unsur-unsur erotika, seperti buah dada yang besar, phallus (alat kejantanan pria), bhagam, (vagina), bagi mereka yang memiliki latar belakang pengetahuan, konsep wujud seni lukis dan seni arca yang menonjolkan unsur erotika tidak akan dengan mudah divonis, bahwa karya seni rupa itu tergolong sebagai karya seni yang mengarah pornografi. "Ndi nggawanya sang ala ayu," demikian biasanya kata orang-orang Bali, saat menyaksikan, mengamati dan menikmati produk karya seni rupa yang menonjol- kan unsur erotika. Artinya, dari sudut kaca mata mana, kita patut menilai bahwa yang disimak, dini- kmati atau diamati itu baik ataukah buruk. Sebab secara ilmu pengetahuan, salah satu di **** PERSIS di bawah punggung mataha- menengah, kini telah berpindah ke pelu- ri, Ramsi membenamkan seluruh keingi- kan bandot tua macam Bardjo, ayah nannya yang lain. Ya, lelaki yang bera- kandungnya sendiri. ma Bardjo, sekaligus ayah kandungnya, tewas di tangannya, kemarin sore, Pen- duduk kampung dibikin geger. Betapa tidak, Ramsi yang selama ini dikenal pendiam ternyata tega membunuh ayah kandungan sendiri. Ia sendiri sebenarnya tahu, bahwa perbuatan itu sangat bertentangan baik dari sudut agama mau pun moral manu- sia. Dan sekarang ini, Ramsi tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya, sep erti bayangan tubuhnya yang menari-nari menutupi pisau belati yang menancap di perut bumi. Sejak ditinggal mati ibunya tiga tahun yang lalu, kehidupan rumah tangga Bard- jo memang tampak terasa guncang. Ram- si sendiri tahu bahwa ayahnya sangat mencintai ibunya. Kepergian ibunya tera- sa betul mempengaruhi watak serta per- ilaku ayahnya. Hampir setiap malam Ramsi mendapatkan tubuh Bardjo terka- par di depan pintu dalam keadaan ma- buk. PISAU belati itu masih menancap di perut bumi. Sementara kuping Ramsi mulai memerah lantaran sinar bola rak- sasa mulai bergeser. "Tuhan, aku tak sanggup melanjutkan perjalanan ini. Bukan karena arah angin mulai berpindah. Bukan pula karena nya- la matahari. Bukan karena lantaran mere- ka semua mengejar aku. Bukan, sekali lagi bukan Tuhan!" Bayang-bayang tubuh Ramsi semakin pekat. Kegelisahan jiwanya mulai menjem put. Di saat-saat begini ia jadi ingat kam- pung halamannya. Ingat pula pada almar- antaranya tinjauan seni rupa, menikmati hasil karya terutama karya lukisnya yang menonjolkan unsur seperti yang dapat disimak pada dasar candi Borobu- seni rupa seperti itu, saat mengapresiasikan akan erotika, kita akan diajak melongok ke filsafat dur, yang terpendam di bawah tanah, yang disebut diajak meninjau aspek-aspek yang lebih luas dan adisrsti, (ciptaan mulia). Termasuk, kita diajak pula Kamadhatu, berwujud relief, yang menggambarkan dalam oleh senimannya (baca; Sangging Marang- mengapresiasikan nyasa (simbol-simbol keagam- hidup dan kehidupan manusia saat masih dipengaru- gi), sehingga sesuai dengan perkembangan seni rupa, aan Hindu), yang selaras dengan konsep adisrsti itu hi oleh kama (nafsu), sehingga setelah mati, harus sejak dulu sampai pada era sekarang tetap ada titik sendiri. Karena secara filsafati sexsual relation, yang lahir kembali ke dunia ini. Dikemukakan oleh para temu dan korelasi antara teori secara filosofis, nyasa dalam agama-agama tertua dunia (pra-eksistensi dan ahli, adegan-adegan relief kamadhatu itu, penuh dan sosiologis dengan pengalaman nyata para seni- perkembangan agama Hindu), sering disimbolkan dengan adegan-adegan erotik, walaupun tidak se- mannya, yang tergolong Sangging Maranggi itu. dengan sexsual relation, antara dewa langit dan hebat dan senorak adegan sexual relation di Candi Baik bagi Sangging Maranggi khususnya, yang dewa bumi akan melahirkan ciptaan mulia, isi dun- Surya, di Konarak (India). Kemudian, sekitar abad menciptakan karya seni rupa icon maupun bagi pe- ia ini. Atau dalam konsep penghayatan agama yang ke-13, saat Kertanagara bersama para pendetanya lukis dan pemahat umumnya, di saat berkarya, harus cenderung immanent, dikemukakan konsep adisrti berkuasa di Jawa Timur, yang pernah menaklukkan memiliki kemantapan apresiasi, berdasarkan ilmu ini sebagai patemoning bapa akasa lawan ibu per- Pulau Bali. Kertanegara bersama pembesar istana pengetahuan filsafat, nyasa dan sosiologi, sehing- tiwi, yang dalam perkembangannya di Indonesia dan para pendetanya adalah penganut Tantrayana ga hasilnya, karya seni rupa yang tercipta akan me- maupun di Bali khususnya, konsep adisrsti ini ke- yang taat. Buktinya, setelah Bali ditaklukkan, yang miliki arti nyata bagi masyarakat. mudian luluh dengan konsep ajaran Lingga-yoni diangkat sebagai adipati, adalah Kebo Parud (Kebo Andai kata upaya dan usaha itu, dapat dilaksan- (Siwaistis). Lingga, sebagai nyasa Siwa, adalah Edan), seorang penganut Tantrayana yang taat. Sam- akan saat berkarya akan tercipta kondisi terjangkau- unsur purusha. Sedangkan yoni, adalah nyasa shak- pai kini masih nampak jejaknya, yaitu tempat pe- nya produk karya seni rupa dalam arti yang tepat ti-nya dewa Siwa sebagai unsur pradhana. Berte- mujaan dengan upacara Tantrayananya sang adipati waktu dan tepat situasi serta kondisi. Atau dengan munya Lingga - yoni atau purusha - pradhana inilah itu adalah Pura Kebo Edan, di Desa Adat Pejeng. Di Pura Kebo Edan, ada arca yang disebut Ratu kata lain, produk karya seni rupa yang bersumber yang melahirkan adisrsti. Siwa dengan saktinya dari pengetahuan filsafat, nyasa dan sosiologis keag- dalam wujud Uma Dewi, Parwati Dewi Candika Bima dengan phallus yang norak, bergerak ke arah amaan pada khususnya dan sosiologis pada umum- (Durga dewi) sebagai Widhi Tunggal (Tuhan Yang kiri. Itu adalah merupakan nyasa, bahwa Kebo Edan nya, di mana hasil kemampuan berparesiasi pihak Maha Esa) dalam konsep filsafat Siwaistis, yang menganut ajaran Nirwerti Tantra (Tantra Kiri), yang masyarakat tidak lebih dan tidak kurang. Tetapi tetap juga disebut Mula Jadi akan nrsti, (menciptakan, sama pula dengan Tantra Vamachara, yang sangat ra- hasia, seperti di-nyasa-kan oleh muka arca Ratu Bima pada proporsi yang wajar, selaras dengan penuan- melahirkan) berbagai adisrsti (ciptaan mulia). gan kreativitas dan imajinasi para seniman. Di sini Lebih dari itu, dalam perkembangan filsafat Hin- yang tak jelas itu. Demikian sumber filsafat, nyasa dan pula titik temu konsep budaya orang Bali, (yang du dan Budha di Indonesia, berdampak adanya latar belakang sosiologi relegius penonjolan unsur ero- memiliki latar belakang ilmu pengetahuan), "Ndi penonjolan unsur erotika dalam karya seni rupa tika dalam karya seni rupa Bali, di samping berdasar- nggwanya sang ala ayu", saat menyimak, men- berkembang pula. Terutama saat puncak-puncak kan latar belakang kepercayaan lokal. Demikian se- gamati dan menikmati karya seni rupa yang sepatut berkembangnya ajaran filsafat Tantrayana, teruta- laku kesimpulan, bahwa seluk-beluk seni, dangan dan sewajarnya. Sehingga tidak dengan vulgar mem- ma Tantra Vamachara, yang tersohor dengan filsafat unsur erotikanya, tidak dapat lepas dari pembinaan vonis bahwa hasil karya seni rupa yang menonjol- Pancatattwanya, yakni (mamsa, matsya, mada, man- moral keagamaan yang teratur, juga memerlukan kan unsur-unsur erotika, bahkan yang bersanggama tra dan maithuna). Dari Maithuna inilah yang se- pengetahuan filosofi, nyasa, sosiologi dalam penera- seperti karya-karya seni lukis mendiang Pekak cara leksikal, berarti berpelukan dan melakukan pannya, termasuk pula saat menyimak, mengamati dan Lempad sebagai porno, sebab dengan keunikan garis sexual relation dengan pasangannya kemudian menikmatinya. Produk karya seni rupa pada khusus- - garis kontournya yang tidak terputus-putus, di melahirkan produk karya seni rupa yang menonjol- nya dan kesenian pada umumnya, kalau tidak terkait samping memiliki kekhasan style tersendiri. Di kan unsur erotika. Oleh para sejarawan dan arke- dengan ilmu-ilmu yang telah dikemukakan, akhirnya mana bila menikmati karya seni lukis mendiang olog, dikemukakan bahwa unsur erotika sudah akan kehilangan vitalitas. Pekak Lempad yang memiliki tekstur khas dan kuat, berkembang di Indonesia (Jawa) pada abad ke-8, sau belati itu masih menancap di perut bumi. Ya, Ramsi yang sendirian di puncak bukit. Tak ada lagi kebisingan yang mengejar-ngejamya. Tubuhnya mengge- liat alot sewaktu sekawasan burung gagak bergerak di langit. Ramsi mencoba berdiri. Ia gagal. Entah untuk yang keberapa kalinya ia melakukan hal yang sama. Ia sendiri tak sempat mengingatnya, hari dan waktu memburunya di belakang. Hari esok se- bagai cita-cita. Dan perubahan serta per- gantian kegelisahan. Sementara wama langit tetap sama. Biru. Kadang-kadang diselimuti sedikit awam. Musim kema- rau yang berkepanjangan membuat se- muanya sulit untuk dikendalikan. Air yang biasanya merangkak di parit- hum ibunya yang selalu memberi tetesan parit kini tak lagi ia jumpai. Tetapi lanta- kasih sayang yang tulus dan rindang. Juga ran itulah Inilah awal tragedi hidup Jadi, pikir Ramsi, setelah berdiri ini harus ada yang dilakukan. Semuanya dulu serba tertunda. Macet lantaran aku tak bisa berdiri. kit, tetapi mungkin juga di dinding-dind- ing batu yang kemerahan. Ramsi kaget sekali-segera setelah kejadian itu ber- langsung ia jongkok kebingungan. Seluruh organnya bersuka cita. Na- la mencoba berteriak kembali. mun tak lama setelah ia jedah, kembali Kembali suara-suara itu menyahut. Ram- mulutnya berbunyi. "Tetapi apa! Apa si diam. Suara itu pun diam. Ramsi ter- berdiri dan duduk ada perbedaan. Kalau tawa terbahak-bahak suara itu ikut pula ada perbedaan di mana letaknya. Apa terbahak-bahak. Ramsi batuk, suara itu suaraku tak sekeras ketika aku sedang ikut pula batuk. duduk? Apakah duduk semacam simbol dari orang yang lemah? Ataukah di bela- kang duduk tersembunyi suatu siasat? Persetan! Sekarang duduk dan berdi- ri menjadi persoalan baru. Dan lagi pula, pikimya lagi, Ramsi telah berdiri kemba li. Maka segala rencana yang sempat ter- tunda bakal terlaksanakan. Sementara itu pisau belati masih menancap di perut bumi. Warna perut bukit semakin kemerahan. Mata Ramsi pada seorang wanita yang bemama War- Ramsi ia menemukan pemandangan menukik pada benda yang menancap ni, yang sempat memberikan indahnya yang sungguh-sungguh memuakkan. tegak lurus dengan arah bayang tubuh dunia, pesona hidup dan cinta. Walaupun Dan, lantaran itu juga yang membang- belati. Ngurah Oka Supartha sebelah kiri tubuhnya. Hmmm! nasaran. Stilisasinya berubah secara cepat dan variatif. Suara Ramsi menempel di dind- ing-dinding batu yang kemerahan. Ramsi makin kesurupan. Tubuhnya mengkilap dihujani cahaya bulan. Ia meraung seja- di-jadinya. Rambutnya turut memberon- tak tak beraturan. Ia melompat seperti katak dan melayang bagaikan rajawali. Bajingan! Hampir saja aku gila, mak- Ia menyeruduk seperti banteng yang pe- inya pada diri sendiri, suara-suara itu se- makin membuatku ketakutan. Tetapi aku Menjelang pagi Ramsi terkapar di atas pikir, mereka tak akan menemukan aku lempengan batu besar. Tak ada suara. untuk sementara waktu. Di sini dan di Sekawanan gagak hitam mengitari takdir. sana, toh juga ada batasnya. Aku hanya Suaranya amat parau terdengar. Sewak- mencoba berusaha memperpanjang jar- tu matahari bergeser dari tempatnya, tu- ak itu. Jika kelelahan telah tiba, aku sudah buh Ramsi masih belum bergerak. siap untuk beristirahat kembali. Mungkin sekali ia kelelahan. Sementara, pisau belati yang menan- cap di perut bumi kini tak lagi merasa sendiri. Sebab, kini ia sudah merasa han- gat berada di genggaman telapak tangan milik Ramsi. Tubuh yang terbujur sepi itu meninggalkan sebuah senyuman, sep- ertinya ia ingin berkata," Aku telah menyelesaikan semua persoalan tanpa harus mengganggu kehidupan orang ban- yak.... Ia berdiri di sebuah batu besar. Se- mentara pisau belati masih menancap di perut bumi. Ramsi menari-nari sambil menggu- mam. Satu jam. Dua jam. Tiga jam. Tu- buhnya mengeluarkan peluh. Barangka li ia sedang teringat "Dance With Wollf"-nya Kevin Costner. **** pada akhimya ia turut dalam bencana itu. kitkan gairah kelelakiannya untuk mem- Persoalannya sekarang bagi Ramsi, Warna jingga hampir memenuhi se- bersihkan pemandangan di depan mat- akan ke mana lagi ia setelah ini. Sudah mua permukaan perut bukit. Pisau belati anya. puluhan bahkan ratusan kilometer ia ber- itu masih manancap di perut bumi. Tanpa mengalami kesulitan, pisau jalan. Berapa puluh bahkan ratusan ka- Kejadian ini berlangsung hampir se- Kepalanya merendah. Hampir meny- belati itu berhasil memisahkan roh den- mpung ia singgahi. Dan persoalan masa tiap malam. Ramsi tak bisa berbuat apa- entuh tanah. Ia ingin mengeluarkan gan tubuh Bardjo. Sementara itu Wami, lalunya semakin memburunya di bela- apa. Para tetangga pada sibuk ngerumpi suaranya yang bening namun ia serasa kekasihnya itu, dalam kondisi setengah kang. SAMPAI petang tiba, Ramsi masih perihal perilaku ayahnya belakangan ini. tak sanggup. Suaranya getir. bugil mencoba berlari. Dengan sigap Akhimya ia memutuskan untuk me- menari-nari seperti orang kesurupan. Di teras rumah, di pasar, di pinggir kali, "Kepada cinta aku bertanya hakikat Ramsi mengejar Warni. Maka untuk ked- milih sebuah bukit untuk menghitung Bergumam. Berputar-putar. Kadang- warung-warung kecil mau pun besar. kejujuran, makna hidup. Kepada cinta ua kalinya, pisau itu menghujam tubuh kembali pernapasannya yang sempat ia kadang lambat terkadang memutar se- Setelah bercerita yang tentu telah pula aku bertemu dengan keheningan manusia. Punggung Warni robek. Wajah- hambur-hamburkan di sepanjang jalan. cara cepat. Sementara pisau belati diberi bumi penyedap sebagai penghidup yang sekaligus mengajari aku untuk be nya sudah tak dikenali lagi, sementara di Di bukit ini atau lebih tepatnya di ket- masih menancap di perut bumi. suasana dan kelancaran alur cerita-lajar hidup untuk menjadi se orang pahl- bagian dadanya lebih mirip kubangan inggian, ia bisa melihat wajahnya lebih Hingga larut malam tarian itu tak mereka seolah telah menjadi seorang awan. Dan di situ pula temyata kepura- darah. jernih dan lebih tenang. Wajah ibunya kunjung selesai. Tarian Ramsi semakin pewarta yang hebat. Kuping Ramsi sendi- puraan bersarang begitu suburnya. Ini- Mendadak Ramsi berdiri. Meludah. menari-nari di ranting-ranting cemara aneh saja bentuknya. Lihatlahh! Ia beru- ri seperti sudah mati rasa mendengar peri- kah hakikat hidup? Sungguh, betapa dah- Langit tak berubah warna. Malah se- tua. Wajah masa kanak-kanaknya yang saha mengangkat kedua kakinya, lalu hal berita itu. syatnya pesona hidup itu. Ini yang mem- makin kemerahan. Pisau belati itu masih biasa-biasa saja. Hampir tak ada sesuatu dengan lagak yang kasar ia menendang Sampai suatu kali, ketika bencana itu buatkan ingin mengetahui lakon hidup menancap di perut bumi. yang begitu istimewa. Dan di antara dinding malam. Sunyi tetap tenang mem- hadir dalam hidup Ramsi. Padahal, kata lebih jelas. Tidak transparan. Maka, bila Akhimya ia baru sadar ada satu pe- celah-celah wajah-wajah itu, muncul wa- bungkus malam. Tak ada yang berani Ramsi, kelakuan yang ia lakukan sebel- skenario ini melesat jangan salahkan aku. rubahan pada organ tubuhnya. Ia menel- jah lelaki yang tak akan pernah ia lupa mengusik ritual itu. umnya masih bisa ia toleransi. Masih bisa Aku tak lebih dari wayang kayon yang iti. Dan ketika tubuhnya membungkuk kan, wajah Bardjo, lelaki sekaligus ayah Ramsi masih bergumam. Mulutnya ia terima. Tetapi untuk persoalan yang digerakkan oleh sutradaranya. ia baru sadar bahwa kakinya berfungsi kandungnya yang tewas di tangannya semakin berisik satu ini, batin Ramsi serasa dipecut. Be- Ramsi bersujud. Tubuhnya bergetar. kembali. sendiri. Weerr! tapa tidak, bayangkan, Warni kekasihnya Angin sore menampar wajahnya yang "Aku berdiri," mulutnya mengelu- Mendadak Ramsi berteriak. Suaran- Byuurr! ya bertabrakan di antara perut-perut bu- Ilustrasi wahyu mukti itu, yang masih duduk di bangku sekolah kemerahan lantaran nyala matahari. Pi arkan suara. Ia mendekam batu yang terletak di Terima kasih buat dik Ely atas inspirasinya Mataram, Sep.- Oktober 1995 Permakluman Banyak cerpen bagus ke meja redaksi. Sayang, jumlah halaman- nya melebihi ketentuan. Karena masalah teknis, jumlah halaman naskah cerpen yang dapat diper- timbangkan adalah maksimum 7 halaman folio atau 8 halaman kuarto (diketik dua spasi). Bagi penulis yang telanjur mengirim naskah dan jumlah halamannya. melebihi ketentuan, diberi kesem- patan untuk merevisi. Pengasuh PUPUTAN H bersamaan 88t Klungkung, Mo anti, Mas Ruscit Kusuma, IBG P Un DELAPAN tahun bukanlah untuk pembica jarah. Dalam us peristiwa masih dengan jelas ol yang mengalam lah Kota Sema dihiasi lampu dengan kemega dapatsarinya d kota telah men Heroik yang tak berani melakuk Kemenanga dibanggakan, k kepahitan yang han dan kepil kalanya kekala niat yang luhu kemenangan ya kan sepanjang tan sejarah yang iap gerak langka Begitulah, dia bakarnya gudar di Gelgel, men da mengerahka tuk mengurung tu memicu kem puri Gelgel, ya terjadinya perar Belanda. Klung bisa tinggal dia Agung Jambe rda Made Gel Pup "TOSNING sikap yang san ga mencapai sore 88 tahun tukad unda ya an memendam pralaya". Kek Sempurnala Agung Gde A Muter, gugur. istana, para p dengan pakaia gerbang utama Terngiangs sosok pahlaw ralaskan anak utara. Namun yang arif akan pohon yang b mulai dari da burung yang tik pun buat n mulanya telah Si burung guh-sungguh, dapat memak tan yang sang buat ber-pupu Bumi yang bumi yang me telah menyin Klungkung, c batin Klungk yang mana p sini "Tresna Para peng tutur, satu si abedik mesu getarkan dala pun toh sebu tanah Klungk ran pilu, man obor dan pet berupacara, darah puputa Mengena medan laga. Maka tidakla sejarah kita N TIADA seakan men semula terka kan pada ke membuat m cayai sebelu galir menja demikian ha gan Klungk sanya, kem lingkungan mengikatny an juga saa di mana ia 4cm