Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bali Post
Tipe: Koran
Tanggal: 1996-08-27
Halaman: 07

Konten


1996 enin cum- omi- Wakil ngan men- gara- ani- Dinsi bud- higa milisi seor- mirac bam- gim- aran nge- tah- Lib- Fu- pada deh enior Dera- g مد an pa- alil, ia saian terca- enaati mnya hanya Arafat u bagi men- h Isra- men- an ini, ngarah dalam yang kabar kah ia usaha emuan Netan- Sitreet ak PM Arafat. p/upi) nda. C 2904 RI ng м 60 we setiap engan C 2554 C 2090 Selasa Wage, 27 Agustus 1996 Harian untuk Umum Bali Post Pengemban Pengamal Pancasila Terbit Sejak 16 Agustus 1948 Tajuk Rencana Mencegah Konflik perlu Dialog KEHIDUPAN politik kita dewasa ini, demikian Prof. Usep Ranuwidjaja, S.H. dari Untag Jakarta, diwarnai konflik antara pihak penguasa dan bukan penguasa. Apabila kon- flik ini berlangsung terus, tambahnya, letu- panny bisa lebih luas dibandingkan peristi- wa 27 Juli. Untuk mencegah konflik ini tidak berkepanjangan diperlukan solusi melalui di- alog nasional antara rakyat dan pemerintah. Ditegaskannya, cara-cara kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan memancing pandangan buruk dari berbagai pihak,, termasuk masyarakat internasional. Kemungkinan bahwa konflik antara pen- guasa dan bukan penguasa itu timbul sudah lama menjadi pemikiran banyak pengamat. Alasan yang sering dimunculkan orang ad- alah kenyataan bahwa kekuasaan selalu ber- kaitan dengan banyak kesempatan. Siapa yang berhasil memperoleh kekuasaan, akan memiliki kesempatan, bukan saja untuk men- gambil keputusan atau kebijakan pengelolaan negara, juga kesempatan-kesempatan lain yang berkaitan dengan kepentingan pribadi, keluarga maupun kelompok. Oleh karenan- ya, kita bisa memahami mengapa rata-rata penguasa ingin mempertahankan status quo, selama mungkin. Di pihak lain, dengan alasan yang kurang lebih sama, dalam masyarakat terdapat pula kelompok-kelompok yang ingin memperoleh kekuasaan. Secara potensial, mereka selalu merupakan ancaman bagi penguasa. Kelom- pok tersebut selalu berupaya menjatuhkan penguasa dan memperoleh dukungan rakyat untuk berkuasa. Dalam bentuknya yang halus, mereka bersaing dengan penguasa untuk memperoleh dukungan rakyat. Untuk mencapai tujuan itu bisa digunakan cara-cara konvensional, semacam melancarkan kritik dan mengajukan mosi tak percaya. Kalau cara-cara itu gagal, persaingan akan berubah menjadi konflik dan cara inkonvensionallah yang diterapkan, mengajukan petisi, meng- gerakkan demonstrasi, bahkan dalam ben- tuk paling ekstrem, makar. Konflik antara penguasa dan bukan pen- guasa bisa juga terjadi antara pemerintah dan kelompok masyarakat nonpolitik, bahkan in- dividu-individu. Penguasa atau pemerintah adalah pengambil kebijakan yang selanjutnya diterapkan, berlaku dan harus dipatuhi masyarakat. Ada kebijakan pemerintah yang kadang-kadang dirasakan sekelompok masyarakat sebagai merugikan, karena han- ya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Oleh karenanya, timbullah konflik antara pengua- sa yang mengambil keputusan dan ma- syarakat yang terkena keputusan. Konflik juga bisa tumbuh akibat adanya per- bedaan persepsi tentang isu-isu yang funda- mental, Dalam masyarakat kita, isu demokrat- isasi dan hak asasi manusia potensial menjadi sumber penumbuh konflik. Pemerintah berang- gapan bahwa demokrasi kita harus digali dan didasarkan atas kepribadian bangsa sendiri, sementara di masyarakat terdapat pandangan yang menempatkan praktik demokrasi serta dampak politiknya jauh lebih penting dibanding asal-usul demokrasi tersebut. Perbedaan wa- wasan semacam ini mungkin saja membuka konflik antara penguasa dan masyarakat, apa- bila keduanya tetap bersiteguh pada pendirian masing-masing. Konflik antara penguasa dan bukan pen- guasa apabila tak terjembatani dan gagal menemukan solusi, akhirnya akan menimbul- kan konflik yang lebih terbuka dan bersifat total. Konflik sosial-kultural akan merebak menjadi konflik politik dan akhirnya bukan- nya tak mungkin berubah menjadi konflik fisik. Ada tiga makna yang sering diberikan ke- pada istilah "kekuasaan". Pertama, kekua- saan adalah dominasi, mereka yang berkua- sa memiliki kemampuan mendominasi pihak lain. Dengan mendominasi ini sering dimak- sudkan sebagai pemaksaan kehendak. Ked- ua, kekuasaan adalah wewenang yang diberi- kan orang lain untuk mengambil keputusan atas nama dan untuk kepentingan mereka. Ketiga, bertumpu pada makna kedua itu muncul makna ketiga, kekuasaan adalah gabungan antara kepercayaan dan tanggung jawab. Makna pertama antara lain tampak pada adagium Lord Acton bahwa kekuasaan cenderung korup. Kekuasaan sebagai we- wenang terdapat dalam negara-negara demokratik di mana terdapat keseimbangan antara wewenang dan kontrol. Sementara itu makna ketiga merupakan makna ideal yang sering kita dengar dalam pidato atau baca dalam buku-buku teori yang idealistik. Kekuasaan sebagai dominasi banyak di- lakukan di negara-negara yang menempat- kan penguasa sebagai kekuatan antikritik dan antikontrol. Kekuasaan bukan saja wewenang mengambil keputusan, tetapi juga wewenang memperlakukan masyarakat sesuai dengan kepentingan penguasa. Dalam negara semacam inilah konflik antara penguasa dan bukan penguasa paling banyak timbul, kare- na solusi melalui dialog sulit berjalan. Masalah Moral yang Bergoyang KASUS pembobolan Bank Indonesia, yang konon dilakukan orang dalam, membuat kita benar-benar prihatin. Di samping masalah jumlah uang yang raib akibat kasus tersebut, juga masalah kondisi moral sebagi- an bangsa kita. Satu hal yang membuat ke- prihatinan kita lebih mendalam adalah ken- yataan bahwa justru kondisi moral yang mem- prihatinkan itu menimpa kalangan para pemimpin rakyat. Dalam kehidupan bangsa kita dewasa ini, masalah moral tampaknya merupakan salah satu titik rawan. Kasus pembobolan di Bank Indonesia bukan satu-satunya cerita mengejutkan dalam masyarakat kita. Kita sudah berulang kali disuguhi kisah semacam itu. Korupsi dan kolusi masih tetap menem- patkan kita pada sorotan dunia, di samping gunjingan rakyat kecil yang tak ada habisn- ya. Bahkan, belakangan ini, masalah nilai-nilai kemanusiaan sudah pula mencuat ke permu- kaan melalui sejumlah kasus yang mengede- pankan penggunaan kekuasaan secara ber- lebihan, sehingga harkat manusia terkesan dilecehkan. Semuanya itu adalah masalah kondisi moral. Kesadaran moral pada hakikatnya meru- pakan sebuah dimensi eksistensial manusia bersama dengan dimensi-dimensi lain sep- erti religiusitas, ekonomi, sejarah, rasio. Ber- bicara tentang moral kita pasti berbicara ten- tang manusia, karena hanya manusialah yang memiliki dimensi moral, binatang tidak. Namun dimensi moral ini hanya merupakan potensi yang bisa berkembang dan dikembangkan, tetapi juga bisa punah dan dipunahkan. Sementara itu, dimensi ini pun tidak ada sejak lahir mula, tetapi tumbuh melalui perkembangan bertahap. Ada sejumlah sumber atau agen pengem- bang kesadaran moral. Agen pertama adalah ajaran agama dan situasi keagamaan yang diterima anak sejak kecil atau masa pramor- al mereka. Ajaran agama menghasilkan ke- sadaran apa yang boleh dan tidak boleh, yang dilarang dan diharuskan menurut perintah Tuhan. Agen kedua adalah pertimbangan- pertimbangan rasional yang tumbuh bersa- ma dengan pengalaman manusia sejalan dengan pertumbuhan mereka. Sumber ini menghasilkan apa yang baik dan tidak baik Surat Pembaca Persyaratan: Sertakan Fotokopi Identitas Dusun Nusamara belum Diaspal Dusun kami, Nusamara, terle- tak di Desa Yehembang Kangin berbatasan dengan; barat Dusun Bungbungan, timur Dusun Ban- gli, selatan Dusun Tibusambi. Dari Dusun Tibusambi ini aspal terputus, tetapi untuk listrik beberapa rumah di Dusun Ti- busambi telah merasakannya. Se- mentara itu, saudara-saudara kami di dusun lain telah "beberapa kali diaspal", dusun kami sekalipun belum diaspal. Untuk pertimbangan, hasil ke- bun dan ternak Dusun Nusamara tidak kalah dari dusun-dusun lain- nya. Kiranya masya-rakat Nusa- mara sanggup memenuhi bantu- an tenaga dan bahan pengaspalan yang ada di dekat-dekat dusun kami. I Putu Mertha Dusun Nusamara Yehembang Kangin, Mendoyo bagi manusia, dalam arti diri sendiri maupun manusia lain. Namun dalam praktiknya, ked- ua sumber ini sering berkaitan. Sumber ketiga adalah masyarakat. Sejak kecil anak sudah berkenalan dengan apa yang baik dan tidak baik, yang boleh dan tidak boleh, yang diharuskan dan dilarang, yang berlaku dalam masyarakatnya. Kesadaran itu tumbuh makin kuat, tetapi juga bisa justru makin lemah. Manusia meny- erap kesadaran moral dan menumbuhkan- nya melalui situasi-situasi moral di mana den- gan dimensi-dimensi eksistensial mereka mencoba mengambil keputusan, menolak atau menerima. Yang diterima selanjutnya akan dirasakan sebagai wajib dan tumbuh sebagai kata hati atau konsiensia. Walaupun demikian, kesadaran moral se- lalu dalam peperangan melawan kondisi moral yang ada dan pertimbangan-pertim- bangan situasional. Konsiensia yang menga- takan bahwa korupsi, misalnya, merupakan tindakan yang dilarang Tuhan dan tidak mem- bawa kebaikan kepada manusia, akan sela- lu diuji atau berperang melawan kondisi ek- sistensial manusia. Melalui pertimbangan- pertimbangan situasionalnya, manusia meng- interpretasikan kesadaran moral yang sudah ada untuk kemudian mengambil keputusan. Oleh karenanya, kadang-kadang muncul tan- da tanya pesimistik, benarkah dalam zaman seperti sekarang ini tindak korupsi masih merupakan hal yang terlarang, baik dari sisi ajaran agama maupun pertimbangan rasional manusia? Manusia memang makhluk rasional, teta- pi sekaligus pragmatis. Pertimbangan prag- matis justru sering lebih banyak bicara dan menentukan daripada pertimbangan lain, semacam rasional, religius, juridis. Tampa- knya, masyarakat kita dewasa ini tengah be- rada dalam kancah peperangan antara ke- sadaran moral dan pertimbangan-pertimban- gan pragmatis dan perubahan kondisi kehidu- pan yang muncul akibat pembangunan. Satu hal yang perlu kita catat, kesadaran moral pada hakikatnya adalah cara kita meli- hat diri sendiri dan mempertahankan diri se- bagai manusia, supaya kita tidak kehilangan nilai hakiki kemanusiaan dan terperosok dalam tingkat kehidupan yang lebih rendah. Siapa yang Bertanggung Jawab Kecelakaan antarsepeda mo- nal dengan Saudari Luh Dewi Sumertami atau Saudari Luh Dewi Sumertami, agar mengam- Hubungi saya di Jl. Bhineka Jati Jaya Gang IX No. 5 Kuta, atau telepon saya di Intech Computer Jimbaran, a.n. Hermandita, tele- pon 701719 pada jam kerja. bil surat panggilan untuk mere- tor yang terjadi di perempatan ka di rumah saya (karena mere- Jalan Kartini (sebelah Toko ka memakai alamat saya). Hero) Denpasar, 15 Agustus '96 1.k. pukul 05.30 yang mengaki- batkan adik kami meninggal. Namun, sampai saat ini belum ada yang bertanggung jawab. Kami sudah mengiklaskan atas musibah ini dan tidak akan menuntut dalam bentuk apa pun. Kami hanya mengimbau sia- pa saja yang merasa, harap seg- era bertanggung jawab ke pihak yang berwajib, demi ketenangan kami sekeluarga. Kasiono Jl. Tengger Kambangan VII/ 39 Surabaya Telepon (031) 5670798, 5685417 I Putu Hermandita Tas Plastik Terjatuh tas plastik putih beri- si 10 lembar foto keluarga ber- pakaian adat ukuran 11 R beser- ta klisenya, a.n. Ketut Astawa di Jalan Jurusan Gajah Mada, Vet- eran, Patimura, WR Supratman dan Kenyeri. Yang menemukan- nya dimohon untuk menginfor- masikan kepada Sdr. I Made Gosa Dilaputra, Jalan Kenyeri No. 95 X Denpasar, telepon 229314. Akan diberi imbalan. Bali Post Melindungi Remaja Sekolah Kita dari Ancaman AIDS ( 2 - Habis) Mencermati Keterbukaan Seksual Remaja temannya. Dari keseluruhan re- Kolom Etika, HALAMAN 7 Memanusiakan Manusia *** KEKUASAAN, apakah benar, dapat dipertahankan itu? Pertanyaan ini sudah secara argumentatif berhada- menggelitik sejak zaman Ar- pan dengan pernyataan-pern- istoteles hingga sekarang. yataan alternatif. Max Weber, seorang sosiolog Jerman yang namanya sudah kondang dalam literatur men- kekuasaan dengan "kemam- puan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksana- kan kemauan sendiri seka- lipun mengalami perlawanan, apa pun dasar kemampuan itu. tian" seks dilakukan di "Kota Pelajar" Yogyakarta. Kali ini KIRANYA benar, bahwa hubungan seksual yang menyimpang merupakan ada angket seksualitas yang di- penyebab potensial penyebaran AIDS serta tempat-tempat prostitusi merupa- lakukan oleh seorang siswa kan tempat-tempat strategis untuk "berpangkalnya" penyakit tersebut. Per- SMA terhadap sesama pelajar genai ilmu sosial, membatasi masalahannya sekarang adalah kenapa muncul kekhawatiran terhadap remaja sponden dalam satu sekolah sekolah kita yang terjangkit penyakit tersebut. Apakah remaja sekolah kita banyak yang melakukan hubungan seksual menyimpang atau sering berkun- jung ke tempat-tempat prostitusi, sehingga menjadi berpotensi terjangkiti AIDS. Kalau kita cermati, akhir- akhir ini memang sering mun- cul kekhawatiran anggota masyarakat mengenai remaja sekolah kita. Mereka meng- harapkan pemerintah dan para peduli AIDS mencegah berjan- gkitnya penyakit yang me- ngerikan tersebut pada remaja sekolah kita. Lebih daripada itu, konon bahkan ada yang mengusulkan kepada Menteri Pendidikan agar AIDS dapat dimasukkan di dalam formulasi kurikulum sekolah. Maksudnya supaya anak-anak dan remaja sekolah mengerti sejak dini seluk-be- luk AIDS. Dengan demikian, atas kesadarannya sendiri mereka akan menghindari ber- jangkitnya AIDS, setidak- tidaknya pada diri sendiri. Meskipun usulan tersebut be- lum dapat dipenuhi, cukup sim- patik dan bermanfaat sebagai ba- han renungan. Usulan tersebut juga mencerminkan kekhawatiran mendalam mengenai kemungki- nan berjangkitnya AIDS pada re- maja sekolah kita. Kalau mau ju- jur, banyak di antara kita yang juga memiliki kekhawatiran yang sama. Bagaimana pun, remaja sekolah merupakan pemimpin bangsa pada masa depan. Sangat sulit dibayangkan bangsa ini kelak akan dipimpin oleh mereka yang menderita AIDS, cacat medis dan cacat sosial. Keterlibatan Remaja Kekhawatiran tersebut ma- kin beralasan dikarenakan adan ya realitas makin banyaknya anak dan remaja yang terlibat dalam kasus prostitusi. Pelacu- ran fisik yang mulanya hanya dilakukan oleh orang dewasa, ternyata sudah merambah ke para remaja, termasuk di dalam- nya remaja sekolah. Di berbagai tempat di luar negeri, angka remaja yang ter- libat di dalam kasus pelacuran ternyata sudah sangat tinggi dan mencengangkan. Remaja di Amerika Serikat (AS), khususnya yang berdomisili di kota-kota besar seperti New York, Hollywod, Broklyn, dsb., konon makin banyak yang terlibat dalam praktik seks bebas (free sex). Saat ini di kota-kota tersebut konon jarang didapati gadis berusia 17 tahun yang masih mampu mempertahankan keperawa- nannya. Ini semua diakibatkan munculnya aliran seks bebas yang diikuti oleh banyak anak dan remaja di AS. Sekitar dua puluh tahun sil- am pernah dilakukan penelitian terhadap para remaja di AS oleh Blumer dan Hauser (1975). Dikatakan dalam hasil peneli- tiannya itu, bahwa dari 752 ga- dis berusia 14 s.d. 18 tahun tern- yata 25 % di antaranya sudah mengadakan hubungan seks di luar nikah (extramarital sexual intercourse); sementara itu 41% yang lainnya menyatakan san- gat sering mengunjungi pesta "liar" yang mengarah pada hal- hal destruktif. Jumlah anak-anak yang ter- libat prostitusi makin lama tern- yata makin banyak. Makin hari makin banyak anak yang mela- curkan diri, maupun yang ter- paksa "dipelacurkan". ECPAT, End Child Prostitution in Asia Tourism, baru-baru ini mem- perkirakan saat ini tidak kurang ada satu juta pelacur anak-anak (di bawah 16 tahun) di kawasan Asia. Hal ini sungguh menyedi hkan. Yang menyedihkan lagi, dari satu juta pelacur anak-anak ini sebagian di antaranya resmi mengidap AIDS. Berikut ini dikutip kalimat dari sumber yang sama, Child prostitution is a death sentence for many chil- Oleh Ki Supriyoko Seandainya saja penelitian tersebut dilakukan ulang untuk saat ini, barangkali angkanya akan bertambah "dahsyat". Bukan tidak mungkin angka yang 25% tersebut akan berubah menjadi hampir 100%. Keadaan seperti di AS ini kiranya juga berlaku pada berbagai kota besar di belah- an dunia lainnya. Pengalaman saya sewaktu mengamati tempat-tempat raw- an AIDS pada berbagai kota be- sar di dunia, seperti misalnya Delf, Amsterdam, Den Haag, Antwerpen, Sentral Luxenberg, Tokyo, Bangkok, Kuala Lumpur, Singapura, Melbourne, Auck- land, dsb. selalu mendapatkan banyak remaja yang "nongkro- ng" di tempat-tempat yang sep- erti ini. Tentu saya tidak menya- takan bahwa remaja yang men- datangi tempat rawan AIDS se- cara otomatis terlibat dalam ka- sus pelacuran. Meskipun tidak semuanya terlibat kasus pelacuran bada- niah, seluruh penari "tarian telanjang" (striptease) yang saya lihat di Tokyo dan Shin- juku adalah para remaja. Menurut informasi dari pen- gelola diskotek tempat mere- ka beraktivitas, sebagian di antaranya adalah anak-anak sekolah sesingkat SMP. Tern- yata hal ini juga dapat ditemui di kota-kota lain. Mungkin tidaklah keliru pendapat yang menyatakan bahwa sebagian dari mereka itu termasuk berisiko tinggi terhadap AIDS. Di samping menyangkut re- maja ada yang lebih mengerikan lagi; yaitu makin banyaknya re- maja yang terlibat di dalam praktik prostitusi. Mereka ini juga termasuk di dalam kelom- pok yang berisiko tinggi ter- hadap AIDS. dren; studies in Thailand have found HIV rates among child prostitutes to be as high as 75%. Remaja Sekolah Kita Bagaimana dengan anak- anak dan remaja sekolah kita? Beberapa penelitian terhadap remaja sekolah kita menunjuk- kan makin terbukanya sikap re- maja terhadap perilaku seks be- bas (free-sex). Bahkan, sebagi- an di antaranya mengaku pernah melakukan hubungan seksual sebelum pernikahan, termasuk hubungan seksual di luar perni- kahan (extramarital sexual in- tercourse). Lebih daripada itu, ada pula yang mengaku telah melakukan hubungan seksual dengan cara berganti-ganti pasangan (multi-couple sexual). Pengakuan seperti ini, męski tidak dapat digeneralisasi, ten- tu dapat membuat cemas kare- na mereka ini termasuk kelom- pok yang berisiko tinggi ter- hadap AIDS. Penelitian mengenai perilaku seksual remaja di Indonesia per- nah dilakukan di berbagai kota besar di Indonesia, antara lain di Denpasar, Jakarta, Yogyakar- ta, Surabaya dan Bandung. Pada awal tahun 80-an, seorang dok- ter yang kaya pengalaman ten- tang masalah-masalah perilaku seksual remaja, Wimpie Pang- kahila, mengadakan studi men- genai pandangan dan pengala- man seksual remaja di Bali atau tepatnya di Denpasar. Dari 663 responden remaja, termasuk di dalamnya pelajar SMA, ternya ta 155 (23,38%) di antaranya menyatakan pernah melakukan hubungan badan secara tidak sah. Giliran selanjutnya "peneli- (demi pertimbangan tata krama nya), ternyata 12,86% siswa tidak saya sebut nama sekolah- mengaku pernah melakukan hubungan badan dengan lawan jenisnya. Hasil ini sempat 'menghebohkan" kalangan pendidik, di Yogyakarta khusus- nya. Dua atau tiga tahun lalu di- lakukan penelitian tentang sikap seksual remaja yang hasilnya digelar di dalam seminar terbu- ka. Hasil penelitian yang dilaku- kan oleh tim kolektif dari insti- tusi pendidikan, yaitu Tim Pre- sidium SMA Kolese De Britto Yogyakarta, dengan melibatkan hampir 500-an remaja SMA (dari 700 angket kepada remaja SMA yang dikembalikan secara terisi 493 angket) menyatakan bahwa 22% dari remaja SMA tersebut menyatakan setuju ter- hadap perilaku hubungan seks sebelum nikah. Lepas dari sejauh mana tingkat validitas penelitian tersebut, semua itu memberikan indikasi makin terbukanya per- ilaku seksual remaja sekolah kita. Itu semua perlu kita cer- mati karena menjadi pertanda makin tingginya risiko AIDS pada remaja sekolah kita. Salah satu caranya ialah memberi informasi mengenai bahayanya seks bebas baik dari segi medis, sosial maupun keag- amaan. Remaja kita harus yakin betul bahwa hubungan seksual secara bebas bukan saja tidak sesuai dengan norma sosial dan kaidah agama, tetapi secara me- dis dapat membahayakan dirin- ya sendiri. Pemberian informasi yang efektif kepada remaja sekolah tentunya juga melalui sekolah, meski tidak tertutup melalui media lain. Dengan demikian, usulan untuk memasukkan ma- teri AIDS dalam formulasi kurikulum sekolah menjadi me- narik dicermati, meskipun se- cara teknis sangat sulit dilaksan- akan. Pak Wardiman sendiri se- laku Menteri Pendidikan pernah menyatakan, tidak mungkin lagi memasukkan materi AIDS dalam kurikulum sekolah kita. Namun, juga menyatakan bukan tidak mungkin memberikan in- formasi mengenai AIDS mela- lui bidang-bidang studi yang se- suai. Memang ada baiknya men- genalkan pengertian AIDS se- cara dini kepada remaja sekolah. Sudah tentu ini harus disertai dengan penanaman nilai-nilai pada remaja sekolah kita supaya mereka tak terjangkiti AIDS; antara lain dengan cara meng- hindarkan diri dari perilaku sek- sual yang menyimpang. Menyongsong Rumah Sakit Internasional BELAKANGAN ini muncul isu di bidang pelayanan kesehatan. Bagaimana jika di Tanah Air berdiri rumah sakit internasional (RSI) sebagai pendamping rumah sakit nasional dan lokal yang sudah ada? Menteri Kesehatan Prof Dr. Sujudi baru-baru ini di Jakar- ta mengakui, bukannya musta- hil dalam waktu dekat-dekat ini akan berdiri RSI dalam pengertian rumah sakit yang dimodali, dikelola serta diop- erasikan oleh orang asing den- gan menerapkan standar inter- nasional. Pendapat Menkes ini mempunyai landasan ken- yataan masuknya permohonan izin pendirian rumah sakit semacam itu. Di samping pertimbangan realistik sehubungan dengan derap arus globalisasi, menu- rutnya, besar kemungkinan RSI pertama di Indonesia akan dibangun di Nusa Dua, Bali. Frans Seda, seorang pakar dan dosen ekonomi dan man- tan menteri, yang pernah ber- bicara dalam forum terbatas di Denpasar beberapa waktu lalu soal itu, menganggap pendiri- an RSI di Indonesia sama seka- li bukan sekadar berita isapan jempol. Wajar, menurutnya, jika investor asing berminat membangun RSI di Nusa Dua, karena banyak orang asing bekerja di kawasan tersebut. Layak pula, menurut mantan menteri tersebut, para pekerja asing membutuhkan atau menghendaki layanan keseha- tan bertaraf internasional, atau sesuai dengan standar di nega- ra asal mereka. Ini, katanya, tidak harus di- terima sebagai, bahwa rumah sakit kita kurang bermutu, tetapi berkaitan dengan ma- salah kenyamanan dan kea- manan yang bagi para pekerja asing dirasakan amat penting. Dengan adanya RSI, mereka juga tak perlu mudik ke kam- pung asal, hanya untuk cek kesehatan, misalnya. Dari dua pendapat di atas, kita bisa melihat ada dua hal Mohon Bantuan Saya mohon bantuan kepada para pembaca, terutama yang ke- Anggota Redaksi Denpasar: Agustinus Dei, Dwi Yani, Legawa Partha, Nikson, Palgunadi, Pasma, Riyanto Rabbah, I Made Gosa Dilaputra Bali Post Santi, Sri Hartini, Suana, Suarsana, Sudarsana, Sueca, Sugendra, Suja Adnyana, Sutiawan, Emanuel Dewata Oja, Artha, Alit Suamba, Subagiadnya, Sugiarta, Sutarya, Wahyuni, Wilasa, Kasubmahardi, Martinaya, Mas Ruscitadewi, Oka Rusmini, Sawitri, Umbu Landu Paranggi. Bangli: Karya, Buleleng: Tirthayasa, Gianyar: Alit Sumertha, Jembrana: Edy Asri, Karangasem: Dira, Klungkung: Daniel Fairy, Tabanan: Alit Pumatha, Jakarta: Muslimin Hamzah, Bambang Hermawan, Sahrudi, Dadang Sugandi, Alosius Widhyatmaka, NTB: Agus Talino, Nur Haedin, Izzul Kairi, Raka Akriyani, Ruslan Effendi, Siti Husnin, Syamsudin Karim, Suyadnya. NTT: Hilarius Laba. Surabaya: Endy Poerwanto, Bambang Wiliarto. Yogyakarta: Suharto. Wartawan Foto: Arya Putra, Djoko Moeljono. yang amat menonjol dan pent- ing untuk kita perhatikan. Prof Dr. Sujudi menekankan aspek pemilikan, manajemen dan standar pelayanan. Bagi Men- kes, RSI jelas merupakan ru- mah sakit yang didirikan, dikelola, dan ditenagai oleh orang asing untuk mampu mendirikan pelayanan keseha- tan dengan standar interna- sional. Sementara Frans Seda leb- ih melihat peluang yang ada dengan menghubungkan kebu- tuhan real yang tumbuh dalam lingkungan orang yang beker- ja di Indonesia. Apabila kita padukan ked- ua pendapat di atas, akan kita SDM Indonesia amat esensial demi pengurangan penganggu- ran dan peningkatan keter- ampilan mereka, di samping kelancaran proses alih teknolo- gi. Walaupun demikian, ke- beradaan RSI di Bali sepatut- nyalah kita terima secara posi- tif, RS swasta (RSS) tak perlu "takut" kehilangan pasien, sebab landasan pendirian RSI dan RSS berbeda. Di samping itu, RSS justru akan dapat be- lajar banyak dan memperoleh manfaat dari kelebihan yang disuguhkan RSI demi pen- ingkatan pelayanan kesehatan kepada bangsa awak. Kita pun perlu jujur, RSS Oleh dr. Bagus Darmayasa peroleh perumusan yang kurang lebih berbunyi: kondi- si real di Indonesia yang menunjukkan makin banyakn- ya jumlah pekerja asing di Tanah Air, yang tentu saja me- merlukan dan menginginkan pelayanan kesehatan bertaraf internasional, membuka pelu- ang berdirinya RSI di Indone- sia. Dengan RSI dimaksudkan rumah sakit dengan modal sumber daya manusia, sistem manajemen dan standar pelay- anan internasional, dan permo- honan untuk itu sudah masuk ke kantor Depkes. Keberadaan RSI, tak ayal lagi jelas akan membawa kita pada sebuah persoalan penting. Dari sisi negatifnya, masalah itu akan menyentuh "harga diri" bangsa kita. Rasanya, orang luar melihat bahwa ke- mampuan pelayanan RS kita masih di bawah standar inter- nasional. Ketersinggungan ini wajar, tetapi kenyataannya sering menunjukkan kebena- ran anggapan semacam itu. Namun, ada masalah yang leb- ih penting lagi; mengapa RSI, harus sepenuhnya internasion- al, mengapa tidak setengah in- ternasional setengah nasional? maupun rumah sakit negeri (RSN) masih harus banyak berbenah, terutama dalam hal servis, administrasi, disiplin, keterampilan dan kecekatan menangani pasien darurat ser- ta profesionalisme kerja. RSS kita dewasa ini ada kecen- derungan menomorsatukan segi "komersial" dibanding segi pelayanannya. Sekurang- kurangnya, demikianlah kesan yang sering muncul di masya- rakat. Upaya tidak ada kebim- bangan barang sedikit pun, kekuasaan yang dimaksudkan sarjana Jerman itu tidak lain daripada kekuasaan negara, bukan kekuasaan sembaran- gan. Ciri khas kekuasaan negara adalah kekuasaannya memiliki wewenang. Oleh karena itu, kekuasaan nega- ra juga dapat disebut "otori- tas" atawa "wewenang. " Perihal otoritas sendiri masih ada pagar pembatas yaitu "kekuasaan yang dilembagakan," kekuasaan yang tidak hanya de facto, melainkan juga berhak men- guasai. Dengan kata lain, wewenang atau otoritas ad- alah kekuasaan yang berhak untuk menuntut ketaatan, jadi berhak memberikan perintah. Yang berjiwa kritis mulai mengutak-atik masalah ini. Misalnya dengan menga- pungkan pertanyaan, apa dasarnya seseorang berhak memberi perintah. Menurut Franz Magnis Suseno (1988), pertanyaan ini mendasar si- fatnya lantaran mengungkap kan tentang keabsahan kekua- saan yang dengan istilah lain disebut legitimasi. Legitima- si berasal dari kata "legal" (kata bahasa Latin, lex, se- suai dengan hukum yang ber- laku). Perluasan jangkauan ke- kuasaan manusia langsung memperluas jangkauan ma- salah yang harus diputuskan manusia. Dengan demikian, pertanyaan tentang bagaima- na keputusan-keputusan itu dapat dipertanggungjawab- kan mendapat penekanan baru. Banyak sekali keputu- san yang mempunyai akibat yang jauh bagi kualitas ke- hidupan seluruh masyarakat. Sungguh mengejutkan bah- wa etika politik tidak bersi- fat praktis. Etika politik menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata ma- syarakat dipertanggung- jawabkan pada prinsip-prin- sip moral dasar. Klaim-klaim legitimasi dari segala jenis kekuatan, langsung atau ter- sembunyi di belakang pembe- naran normatif, dipaksa un- tuk membenarkan diri. Apa yang ingin disampai- kan di sini? Pertama, manu- sia harus dikembalikan pada fitrahnya, kepada hakikatnya. Fitrah atau hakikatnya se- bagai manusia terasa berges- er demi kepentingan diri atau kelompok. Atau manusia yang satu menganggap manusia lain sebagai saingan, homo homini lupus, yang harus diberantas atau dihabisi. Pembenaran, mencari dasar berpijak merupakan salah satu teknik, sehingga tinda- kan atau perbuatan dianggap punya dasar yang dapat dipa- hami, diterima atau tidak. Kedua, pertanggungjawa- ban itu memiliki sebuah sikap keterbukaan dan benar. Quod Tentang hal ini saja masih veritas est? Apakah kebena- ada sejumlah klasifikasi. ran itu? Kebenaran itu dalam Akan tetapi, penelusuran kita rumusan yang sederhana be- akan dibatasi pada menapaki rarti ada kesesuaian di ant- legitimasi etis, yang kemudi- ara apa yang terjadi dan apa an berkembang dalam pertan- yang dipikirkan; 2 + 3 = 5; yaan, apakah dalam bidang itu merupakan suatu kebena- politik diperlukan norma ran. Akan tetapi demi suatu moral atau etika itu. Norma kepentingan lain, apa pun moral ini muncul tatkala or- namanya, 2 + 3 = terserah ang menuding kekuasaan apa maunya di situ, wah, ke- bertindak sewenang-wenang, benaran berubah bentuk men- tanpa menghiraukan sopan jadi mencong. santun dan adat-istiadat yang dilazimkan dalam bidang politik. Legitimasi etis memper- soalkan keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi norma moral. Hukum ber- fungsi untuk memanusiakan penggunaan Ketiga, berbicara benar, bertutur benar, bertingkah laku benar berarti juga meng- indahkan kaidah-kaidah manusiawi yang sudah diang- gap mempunyai nilai tinggi, ya hakikat dan sikap dasar manusia itu. Siapa pun tahu, kekuasaan. berbohong itu salah dan Karena adanya hukum, ke- merupakan pengingkaran ter- hidupan bersama masyarakat hadap nilai yang dijunjung tidak ditentukan semata-mata tinggi masyarakat. Jika oleh kepentingan mereka demikian, apa yang pantas yang kuat, melainkan oleh suatu aturan rasional yang menjamin kepentingan semua pihak. dipercaya, terutama oleh masyarakat yang terbiasa menghadapi dan bertingkah laku dalam kerangka nilai yang dijunjung tinggi itu? Jika ini dipaksakan, atau leb- ih kasar lagi memonopoli ke- benaran, hal ini boleh dise- but sebagai proses pem- bodohan. Politik tidak selalu dinilai dari aspek negatifnya, penuh dengan kata-kata bersayap, hari ini ya esok mungkin tidak, sulit diramal ke mana arah angin bertiup. Politik itu hendaknya juga dibidik dari kaca mata positif yang rumu- san pengertiannya adalah menyangkut kepentingan umum. Jadi, etika politik bergerak dalam wilayah sopan santun kepentingan umum, dan kepentingan u- Bertanggung mum selalu dirumuskan den- jawab berarti bersedia mem- gan baik dan benar. perlihatkan bahwa perbua- Ben Oleona tannya tidak hanya enak dan berguna bagi dia, melainkan Eksistensi hukum hanya dapat dipahami apabila men- jamin tiga hal pokok yaitu ke- samaan, kebebasan, dan per- saudaraan (solidaritas). Isti- lah-istilah ini muncul pada Revolusi Prancis abad 18 dengan semboyan egalite, lib- erte, fraternite. Untuk mem- an kesehatan pun makin sele- ktif. Sebagian masyarakat, perluas wawasan terutama mengenai hakikat manusia yaitu kelompok menengah ke atas, tidak lagi terlalu me- dalam perbandingan dengan masalahkan biaya, tetapi mere- binatang, maka ada sebuah ka menuntut pelayanan yang paradigma yang berlaku, berkualitas. Pelayanan berku- yaitu hanya manusia yang bertindak dengan sadar dan alitas tak hanya menyangkut masalah-masalah fisik semata, atas kemauannya sendiri. tetapi juga aspek-aspek ke- Sadar dan atas kemauan sendiri itu melahirkan tang- manusiaan, semacam kera- mahtamahan yang tulus. gung jawab atas apa yang dibuatnya. Di luar pembahasan itu se- mua, dalam hal ini perlu diper- timbangkan pula dua hal berikut ini. Rumah Sakit Indo- nesia pun pada dasarnya dapat dikelola dengan standar inter- nasional. Artinya, RSS Indone- sia bisa dikembangkan dan di- tumbuhkan melalui pola mana- jemen internasional, walaupun tetap dengan modal dan sum- ber daya manusia lokal. Den- gan demikian, sebuah RSS In- donesia yang dikelola dan di- operasionalkan dengan pola dan standar internasional. Langkah ini memang amat berat, karena tidak saja mem- butuhkan dana dan sarana- prasarana, tetapi juga peruba- han mental dan sikap secara menyeluruh. Namun, apabila terwujud, dampak positifnya akan melimpah. Apabila RSI Indonesia be- lum dapat terwujud dalam tempo dekat, RSI patungan akan memadai, lebih-lebih se- bagai langkah antara. Sebuah RSS bekerja sama, baik dalam hal modal maupun manajemen serta penyediaan sumber daya, dengan pihak luar. Di samping sebagai "stepping stone", model RSI patungan ini juga bermakna untuk melakukan alih modal, teknologi maupun skill. Keluhan-keluhan akan sisi negatif, dalam hal psikol- ogis maupun sosial ekonomi tertepis secara bertahap. Memang tak bisa dipungki- ri, aspek komersial rumah sakit macam apa pun, tak mungkin dilepaskan dari konteks pelay- anan kesehatan. Walaupun demikian, aspek komersial ini, dalam wujud lugasnya komer- sialisasi, harus berbanding lurus dengan layanan kesehatan. Bi- aya pengobatan yang tinggi bu- kan masalah, asal kepuasan pasien terjamin akibat servis Pengadaan modal tidak per- yang baik dan kesembuhan, bu- lu penuh dan mendadak, kan diperlakukan sekadar se- demikian juga penyediaan ten- bagai kelinci percobaan. aga kerja terampil dan terdid- Sejalan dengan pertumbu- ik, di samping perubahan men- han tingkat kecerdasan dan ke- tal dan sikap kerja yang meru- sadaran akan kebutuhan mau- pakan keharusan. Semuanya pun hak masyarakat, kita tak bisa berjalan setahap demi se- mungkin lagi menganggap tahap, mulus tetapi meyakin- bodoh, apalagi memperbodoh kan. Tetapi, semuanya akan mereka. Masyarakat dewasa berpulang kepada pihak deci- SDM Indonesia ini sudah makin kritis, oleh sion maker dan masyarakat Masalahnya, keikutsertaan karena itu, dalam hal pelayan- sendiri. Catatan Pelantikan semua pengurus DPC dan DPD Bali dilaku- kan Soerjadi secara diam-diam di sebuah hotel berbin- tang di kawasan wisata Tuban. Mungkin diam-diam asal dapat? *** Kalangan tokoh muda Golkar berebut nomor jadi ca- leg, sedangkan fungsionaris DPP PPP mengeluh kare- na tidak otomatis menduduki nomor urut atas. Dan DPP PDI masih diotak-atik, belum selesai. - Kalau saja jumlah kursi tidak terbatas, ya. *** Menurut penelitian yang dilakukan UNICEF dan ECPAT, jurang kesenjangan hidup antarkelompok masyarakat merupakan salah satu penyebab utama merebaknya prostitusi anak-anak. Kapan manusia mawas diri? Bang Podjok 4cm