Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bali Post
Tipe: Koran
Tanggal: 1992-06-07
Halaman: 04

Konten


առք Halaman 4 SAJAK SAJAKO MINGGU INI Dewa Made Tunjung: SEBUAH BANGUNAN TUA dia menuntunku ke belokan itu kemudian menunjuk ke arah bangunan tua sambil menceritakan kegelisahan. aku menatap lorong dan kekosongan tanpa ingat siapa di sampingku, tak kuasa aku menepis gumpalan kekacauan jiwa. menyentuh ruang yang hilang cerita kepalaku terbentur di pintu kamar yang hancur, ah ke mana tuah purbamu, sirna diterpa angin ataukah tertidur dalam runtuhanmu? CATATAN MALAM PENGANTIN ah gelombang nafasku bergolak di tangga malam dan cintaku sujud dalam kesibukan detik yang kian menua. aku menengok ke segala arah sambil mengingat sealun nada duka lantas kubiarkan diri terlambat mencatat kealpaan. Lomba Puisi SMK '92 SANGGAR Minum Kopi (SMK) sarang kreasivitas anak muda, rupanya tidak bisa dipi- sahkan dengan puisi. Bila kita menyebut puisi, mau tidak mau ingatan kita akan terseret ke sanggar yang namanya rada "nyentrik tersebut. Bagaimana tidak? Setiap tahun mereka menggebrak pelataran sastra In- donesia dengan lomba penulisan puisi dan baca puisi. Sejak berdi- rinya, sekitar tujuh tahun yang lalu, SMK telah lima kali meng- gelar acara Lomba Baca Puisi se- Bali (sekali se-Bali-NTB). Tentu ini merupakan sebuah prestasi yang patut dibanggakan dan pa- tut didukung oleh siapa pun. Se- bab dalam sejarah lomba baca puisi di Bali, belum ada sebuah sanggar atau sebuah wadah pun yang "mampu" dan "berani" menggelar lomba baca puisi sam- pai lima kali tanpa henti. Sedang kita tahu bahwa puisi adalah la- dang kering bila dipakai lahan untuk menangguk keuntungan. Kerja puisi adalah kerja sosial yang jauh dan sepi dari geme- byar materi. Sehingga tidaklah mengherankan kalau ada orang yang heran melihat kerja seperti itu. Seperti yang dialami oleh sa- lah seorang anggota SMK ketika menghubungi seorang pejabat pemerintah untuk menjadi pe- lindung lomba baca puisi: "Heran, baru kali ini saya meli- hat ada sanggar yang mampu menyelenggarakan lomba baca puisi sampai lima kali. Biasanya baru satu-dua kali sudah macet," begitu kata pejabat itu. Yang menarik lagi dari cerita SMK adalah, sejak memasuki ta- hun kedua dari lomba baca puisi kegiatan ditambah lagi dengan Lomba Penulisan Puisi se- Indonesia. Jadi sebelum lomba baca puisi dimulai, diselenggara- kan dulu lomba penulisan puisi. Sepuluh puisi terbaik diantologi- kan untuk dijadikan puisi pi- lihan dalam lomba baca puisi. Barangkali begitulah cara SMK dalam menghargai penyair muda berbakat yang cenderung dilupakan di tengah-tengah "ke- kaguman" orang pada karya- karya penyair senior. Tetapi ru- panya itu hanyalah salah satu tujuannya. Seperti yang dikata- kan Fajar, salah seorang anggota SMK: "Saya ingin SMK menjadi dapur penyair dan pembaca puisi andal di Bali. Bahkan, di Indonesia." Rupanya itu bukanlah ha- rapan yang berlebihan. Atau ha- nya sebuah slogan yang bombas- tis. Nyatanya SMK telah dan se- dang melangkah ke arah itu. Kalau kita buka catatan sejarah SMK akan kita temukan bebe- rapa Antologi Puisi, seperti Daun Jatuh, Jalan Tanah (Sthi- raprana Duarsa), Kita Bersau- dara (Tan Lioe Ie) Upacara Te- (Bersambung ke Hal. 11, kol 4) KEPRIHATINAN Oleh I Komang Berata DI mana-mana, selalu dia yang muncul. Kadang berenang santai di kali yang airnya tidak lagi bening dan menyegarkan. Kadang dia duduk tenang di atas sisa-sisa pohon yang kehilangan ujung. Dia juga muncul ketika sastra dan pengikutnya mencari arah matahari terbit. Pokoknya, dia itu muncul di mana- mana dengan deru membelah jantung. Yang punya sakit jantung, mesti hati-hati bila dia yang hadir. Ka- lau tidak begitu, itu jantung bisa jatuh ke lambung kemudian dikunyah sampai menjadi sesuatu yang dilepas hina lewat pelepasan. Apalagi pada setiap kehadirannya, penampilannya sangat meyakinkan. Yang kurang waspada, bersiaplah jadi santapan- nya. Semua yang ada pada diri kita asah, kita sepuh dan perlakuan lainnya lagi yang bertujuan menajamkan. Aku kurang begitu memperhatikan dari mana dia pertama kalinya datang mencicipi buah-buahan bumi. Mungkin karena aku terlalu terlena dengan keindahan yang tersaji di sekelilingku, rasa dan aro- manya memang tidak mampu membendung kei- nginan. Apakah kamu juga merasakan hal yang itu juga? Apakah mereka juga merasakan demikian? Kalau aku terlambat tahu, itu memang wajar. Karena apa? Aku mengada terlalu lambat jika dibandingkan dengan kamu dan mereka. Sebaiknya kita tidak melanjutkan debat -- mung- kin omong kosong yang sama sekali tiada man- faatnya Schah tindakan lakih boradi dannada.co. SEPOTONG PEPAYA SEPOTONG pepaya di atas meja makan. Sisa siapa? Kenampakkannya yang cuma sepotong se- besar terlapak tangan dengan warna merah segar sangat menantang untuk segera di santap. Si Kecil menatapnya dengan penuh nafsu. Kedipan mata- nya dirasakan begitu mengganggu kenikmatan yang tengah dialaminya, seakan sebuah kedipan akan menyusutkan rasa lezat yang terkandung da- lam pepaya itu. Beberapa kali air liurnya merembes melalui sudut bibirnya yang manis untuk kemudian segera dihapusnya dengan sedikit tersipu. Makan siang telah berakhir tadi. Meja telah pula dibersihkan. Dan di atas meja makan kini cuma ting- gal sepotong pepaya beralasan piring porselen. Ku- lihat sedari tadi si Kecil menahan-nahan diri untuk tidak menampakkan keinginannya memakan sisa pepaya itu. Dia telah belajar bagaimana menghargai sekecil apapun bentuk kenikmatan yang mesti dipe- rolehnya dengan kerja. Dan dia pun telah mengerti bagaimana cara untuk memperolehnya. Melatih si Kecil untuk sampai pada tahapan itu perlu watku dan kesabaran. Dunia kanak-kanak adalah kebebasan si Kecil terhadap alam dan ling- kungannya yang kucoba mengarahkannya pada Bahrun Hambali MINGGU KEDUA sejak kemarin hujan merambah diam-diam menimbun luka waktu tak sempat menyimpan lalang Akh! Sthiraprana Duarsa, "HARI INI" BPM, 5 Juli 1987 HUJAN menyekap tempatku mengabdi, tapi tak sampai mengakibatkan banjir seperti di kota yang kutinggalkan. Kubaca beritanya di koran. Di bebe- rapa tempat kabarnya ketingian air mencapai sete- ngah meter. Bahkan ada yang lebih dari itu. Tak per- nah kuharapkan kalau tempatmu pun terbenam. Sungguh! Pada perasaanku kau telah pergi dari tempatmu dulu seiring pengasinganku. Nyatanya!? Karena jarak kita jua, masing-masing kita tak sa- ling mengabarkan hal itu. Juga tentang keprihatin- anku pun tak juga kukabarkan. Biarkan itu menjadi percakapan antara kebisuan jarak dan waktu yang membatasi keberadaan kita. Dari si Polan, sahabat kita, kudengar tentang keluh-kesah dan perilakumu akhir-akhir ini.Senantiasa kau salahkan hujan yang mengguyur terus-menerus dalam dua hari terakhir yang membikin pakaian-pakaianmu tak mau kering, Bali Post ribu pikiran dan seribu ucapan yang abadi. Kita pergi saja ke museum atau perpustakaan. Boleh juga ke gudang pengap. Kita dongkel buku-buku dan catatan-catatan sejarah. Semoga kita temukan apa yang kita cari untuk persiapan langkah selanjutnya. Kita cari tanggal, bulan dan tahun dia tiba di sisi kita. Kalau perlu, cari juga detik, menit dan jam dia tiba. Seteliti mungkin. Jika data sudah lengkap, kita seret dia ke kursi terdakwa. Jangan beri dia waktu untuk mencari akal menyembunyikan coreng-coreng de- tak jantungnya. Kita jangan mau dibikin permainan. Pencet saja kecoa nakal yang kencing di barisan kata buku kesaksian. Kecoa itu lebih meleluaskan kerjanya. Bah. Kita ternyata hanya pandai bicara dengan mutu angkasa luar. Cuma penampilan yang marak, namun isi..... tidak ada sama sekali. Jangankan isi, udara saja tidak ada. Apa kita ingin dia bertahan lebih lama lagi di pembaringan kita, sementara kita sudah mengantuk can membiarkan dia menguasai dengan semena-mena? Aku jelas tidak mau. Aku tidak boleh kurang tidur. Semalam sudah lewat te- ngah malam aku baru mencumbu mimpi ber- anyaman. Kita jangan banyak bicara lagi. Ayo kita ambil kertas, pena, cangkul, bibit pohon, jaring, dan seterusnya. Segala alat yang dapat dipakai untuk mengusirnya, ambil saja. Buang limbah, pestisida, insektisida, plastik, kaleng bekas dan sebagainya ke tanah yang paling dalam. Biar semua itu dikunyah perut bumi. Kita hanya pandai membikin yang me- nyakitkan, namun kita belum tahu dan belum bisa membikin obat penangkalnya. Ayo, maju.... Serbu..... (Lingsusuan - 1992). Bahrun Hambali tanggung jawab dan rasa memiliki, sehingga sedikit demi sedikit si Kecil akhirnya dalam bertindak men- jadi hati-hati dan cermat. Namun bukannya hal itu tidak mengalami kendala. Adakalanya pemberontakan-pemberontakan kecil terjadi sebagai bahasa protes si Kecil apabila dia merasa terlalu dikekang. Memang tak selamanya kita-kita yang telah mengaku 'dewasa' adalah 'benar' sega- lanya. Dari itu kita perlu berkomunikasi dari hati ke hati, agar kita pun turut merasakan apa yang tengah dirasakan si Kecil. Rasanya itu tidak terlalu sulit un- tuk dilaksanakan. Asal ada kemauan dan pengertian yang tulus pasti bisa. Bukankah kita-kita yang kini 'dewasa' dulunya adalah si Kecil juga!? Sepotong pepaya di atas meja makan. Dan si Ke- cil menatapnya sekali lagi sebelum dia meninggal- kannya. Beberapa saat kemudian terdengar senan- dungannya di antara kesibukannya membersihkan lantai-lantai ruangan dalam rumah. Si Kecil-ku, un- tuk sepotong pepaya yang tersisa dia menyapu lan- tai dulu sebelum dapat menikmati kelezatannya! Amlapura, Februari 1992 bingkisan ultah 'tuk Diah Bahrun Hambali: LAGU DARI TEPI MALAM baris-baris telah basah, tuhan tapi tak ada sisa kelembaban menyapa malam, separuh bayangan bulan tepat jatuh hangatkan ketiak kelam suara yang datangnya seperti wahyu-Mu geliatkan laju kelanaku khusyukku gemetar; tak kukenali isim-Mu selain lafad aneh menjerat lalang-lalang penenun musim setiaku kabarkan kekalahan di tepi malam seekor kumbang patah sayap melelahkan zikir tibaku membajak ladang musim. PEMENTASAN EKSTASE Oleh Issayudhi DI SUATU malam dan berju- belnya orang-orang memadati Alun-alun Desa. Sebuah peme- ntasan telah digelar. Aku sendiri tak tahu pementasan apa ini. Ka- rena sejak tiga malam berturut- turut penonton masih pula num- plek di tempat yang sama, pada- hal tontonan kemarin-kemarin tak beda dengan malam berikutnya Dan anehnya penontonpun agak beragam, dari balita sam- pai mereka diatas lima puluh ta- hun menjadi saksi hidup dalam peristiwa yang seolah-olah men- jadi sejarah yang paling luar biasa. Kemajemukan itu adalah satu sisi yang turut mewarnai se- buah pementasan malam ini. Sebuah awalan dipersembah- kan. Seorang badut dengan diiri- ngi musik, di tengah-tengah panggung. la tunjukkan keboleh- annya. Sesekali berteriak seakan meminta penonton meyakini ke- bolehannya dalam cirkus diri- nya. Kemudian tiga perempuan berlenggak-lenggok bagai pu- saran air mempertontonkan se- buah Perempuan tarian. air got meluap dan menggenangi tempat tinggalmu hingga ke kolong-kolong tempat tidur, dan kau pun tak bisa memasak karena air sumur di tempat mu telah terembes air got. Mengenaskan memang. Na- mun kuyakinkan diri bahwa kau masih mau mensyu- kuri keberadaanmu itu. Masih ingat tentang saudara-saudara kita yang terlanda banjir besar di perempuan itu semakin menjadi- beberapa kota di Indonesia? Penderitaanmu belum jadi dalam setiap gerak telah seberapa jika dibandingkan dengan penderitaan membius penonton untuk tidak mereka. Mereka yang kehilangan tempat tinggal, berkedip. Dan mereka nyaris te- kehilangan keluarga, ataupun mereka yang kehi- lanjang, hanya bagian kesem- langan mata pencaharian. Sedangkan kau cuma purnaannya yang mereka tak menderita sebegitu saja. Jangan terlalu mendrama- sempurnakan. Hampir dua jam tisir keadaanmu itu! orang-orang terpaku dalam ke- heranan luar biasa. Sesekali pe- nonton bertepuk dan bersorak kompak. Karena tontonan itu te- lah betul-betul mengguyurkan daya pikat di antara pertunjuk- Di minggu kedua ini, hujan agaknya terlalu asyik mempermainkan hari. Di sini mendung senantiasa menghiasi langit mulai tengah hari. Entah mengapa bisa begitu rupa, seolah sudah diatur Yang Kuasa pagi sampai menjelang tengah hari adalah waktu bagi matahari melimpahkan sinarnya. Sedangkan mulai tengah hari adalah saat mendung menggayut untuk kemudian melepaskan titik-titik air hujan -- aku sangat berterima-kasih, karena masih ada saat-saat buatku mengeringkan pakaian dengan limpahan si- nar sang surya. Tempatku mengabdi kini, meski belum genap em- patbelas hari, telah kurasakan keakraban alam dan orang-orangnya! Amlapura, Februari 1992 haruum segar semerbak mewangi langit cerah alampun berseri menyongsong pesta demokrasi 'tuk kejayaan bumi pertiur HANYA HARI MA DEPARTMENT STORE 8 BALI Tgl. 1 %/d 8 Juni '92 Mempersembahkan! + POINT BERHADIAH kan maut. Aneh. Betul-betul aneh, bah- kan saat musik bertalu dan se- makin keras orang-orang sema- kin berjingkrak. Histeris. Ton- tonan macam apa ini, kembali dalam diamku. Betul-betul sulit untuk kupahami. Dari awal sam- pai larutpun belum dapat ku tangkap gelagat yang telah me- nyarafkan banyak orang. Malah kini orang-orang semakin suntuk dan semakin larut mengikuti arah musik mengalun. Tiba-tiba penari-penari ular itu satu- persatu melepaskan kesempur- naannya. Ya Tuhan mereka betul-betul bulat. Penari-penari itu semakin lapar. Ia semakin mendesis seperti ular. Melompat- lompat sambil menjerit-jerit his- teris, tubuhnya membelit-belit dari sinar mercuri dan gegap gempita suara musik. Aku betul-betul bergidik. Tra- disi apa ini. Kini mereka semakin liar saja. Bahkan penontonpun mulai mengikuti hal yang sama seperti penari ular, dan semakin sangar. Penonton tak lagi menu- tup auratnya dan tak satupun be- nang yang menyilang di kujur- nya. Aku yg sedari tadi diam di sudut tak bisa mengerti apa mau- nya. "Begitu hebatkah pertunjuk- kan ini hingga penonton telah menjadi larut kesegala daya". Entah karena apa gemetar se- luruh tubuhku dan nafas mulai terengah-enggah. Begitu muak dan menjijikkan apa yang tam- pak dalam malam keparat ini. Dengan segala tekad yang meng- hunjam dalam geramku, aku me- nyelinap di antara mereka para penonton. Dan aku terus menye- ruduk masuk menuju panggung. Akhirnya aku telah betul-betul di atas panggung. Aku lemparkan segala peralatan dan hiasan- hiasan panggung, kuobrak-abrik segalanya, kemudian berteriak- lah aku. "Bubar....... Bubar kalian! Tontonan macam apa ini". Se- mua memandangku, hening mu- sikpun tak terdengar. Penari- penari ular itu mendesis-desis di- sekitarku, membelit-belit dirinya. Dari sorot matanya be- gitu menyilaukanku. Betul-betul Ia telah menjadi ular, dalam se- kejap dibetotnya kakiku dan yang satunya membelit, aku ha- 3 MINGGU, 7 JUNI 1992 JANG GANDRUNG PENARI Haman Singodimayan DESA Candipura sudah berbeda dengan desa Candi- pura sebelum tahun enampu- luh lima. Jalan desa sudah ber- aspal. Bangunan rumah ru- mahnya sudah tertata rapi. Sebuah pendapa tempat ke- giatan seni, dibuat sangat luas dan indah. Setiap hari Minggu dan Minggu malam, pendapa itu digunakan latihan teta- buhan dan latihan tari. Tapi kini sudah tidak terdengar lagi lagu genjer genjer atau ang- klung paman tani seperti dua- puluh lima tahun yang lalu. Merlin adalah sisik melik (primadona)-nya para penari yang lain, selain paling pintar menari dan menyanyi, wajah- nya cukup lumayan ditimbang yang lain. Sekalipun pada hari itu pada berbusana harian, tapi seluruhnya mengenakan sampur selendang berwarna kuning beranang. Sejumlah penabuh sudah ada yang me- mantas mantas nada. Sebab pada hari itu, Drs. Budoyo, Ke- pala Cabang Kebudayaan Ka- bupaten, akan hadir bersama Ketua Kesenian Kabupaten, yaitu seorang seniman pen- cipta lagu-lagu daerah yang terkenal kreatif dan aktif, ber- nya berkelid dari satu langkah ke muka dan ke belakang. Oh. Ular bangsat. Dipagutnya betisku, da- rah mengucur. Satu persatu ular itu menghi- sapnya. Aku terkulai, aku meng- erang tapi tak berarti apa-apa karena aku tak kuasa untuk me- lawannya. Dan musikpun mulai mengalun. Semakin keras dan cepat, kemudian penonton mulai seperti semula bahkan kini satu (2) nama Iqbal, bekerja sebagai pengusaha tambak udang yang sukses. Kehadiran kedua orang itu, membuat suasana pendapa itu bertambah semarak. Sebab ke- dua orang itu, selain akan memberikan petunjuk teknis, membawa juga bingkisan ber upa penganan yang cukup ba- nyak yang bisa dimakan ber- sama. Tapi semuanya itu ha- rus diatur oleh Merlin. Budoyo dan Iqbal yang su- dah terlena di sudut pendapa, terlihat tersenyum senyum dan berbisik bisik. Tapi bisikan itu bisa ditangkap oleh siapa saja yang mau memperhati- kan, terutama oleh Mak Isah dan Salehak, ibu Merlin. Se- kali pernah Mak Isah melapor pada Salehak "Mbok! Pak Budoyo itu gan- drung benar pada Merlin". Jawab Salehak seperti biasanya jika mendengar la- poran tentang gandrungnya orang pada Merlin. "Yang namanya penari gan- drung, ya digandrungi orang". "Tapi khusus pak Budoyo itu lain. Dia sangat memanjakan Merlin," sanggah Mak Isah meyakinkan. persatu pula mengoyak-ngoyak tubuhku. Mereka lepaskan pakaianku, dan aku betul-betul bulat seperti mereka, lalu mereka tertawa terbahak-bahak sambil memper mainkan aku seperti bola ping- pong. Aku hanya meronta-ronta dari kesetanannya, keberingasan mereka semakin sesak dicabik- cabiknya tubuhku. Bagai (Bersambung ke Hal. 11, kol. 1) Pesta Pesona KOSMETIKA DISCOUNT 12% ACCESSORIES DISCOUNT 20% JL. DIPONEGORO 50 TELP. 27201, 25625, 23787 DENPASAR - BALI (35) MELAYANI JURUSAN 1. DENPASAR 2. DENPASAR 3. DENPASAR DENPASAR DENPASAR MALANG PP SURABAYA PP JEMBER PP JEMBER LUMAJANG PP MADURA (SUMENEP PP C871 Simpatik "Kenyamanan Anda Ada Pada Kami BUS DI SIMPANG JALAN Jiwa Atmaja copyright bali post "Akhirnya kita bertemu dalam keadaan seperti ini, bukan?" Isti- tiandari mengeluh. Mereka naik ke taksi yang membawanya kem- bali ke hotel Prambanan. "Besok kau langsung pulang, Is?" "Agak sore," katanya lagi, "aku naik bus saja." "Kalau begitu besok pagi aku datang," ujar pemuda itu hati- hati, "ada yang ingin kubicara kan sedikit denganmu...." "Soal apa? Penting rupanya?" "Kira-kira begitu." "Aku telah memberitahu ayah agar menyampaikan berita ini kepada ayahmu," akhirnya me- lompat perkataan pemuda itu tanpa disadarinya. "Soal kita dijodoh-jodohkan, bukankah un- tuk sekarang ini kita anggap se- bagai belenggu yang mengekang kebebasan kita dalam menentu- kan nasib sendiri?" "Rencanamu, Kak? "Apa ayahmu tidak menjelas-, kan kalau aku mau ke Batam, bersama,,," Citrasena ragu-ragu mengata- kan hal itu, demi melihat lelaki gemuk itu di sampingnya. Ia me- rasa tidak enak perasaan kalau perkataannya itu dapat mem- buat gadis yang sebaik Istitian- dari itu merasa jatuh harga diri- nya. "Bersama calon istrimu?" Lelaki itu mengangguk pelan, "bukankah sudah saya tulis da- lam surat yang lalu?" "Sudah saya baca," katanya lagi, "kapan Kakak pulang?" "Dalam beberapa hari ini." "Apa yang perlu disampaikan kepada ayahmu, Kak?" sana, "persekutuan rokhani itu tidak akan lekang oleh apa pun, Is. Sementara persekutuan fisik dalam perkawinan lebih banyak menuntut, merejam, sakit hati, cemburu dan saling membunuh. Hal itu tidak akan terjadi dalam persaudaraan, Is. Doaku selalu bersamamu, Is!" Taksi berhenti di sebuah per- simpangan. "Saya sudah menulis surat yang jelas. Antara lain agar Sopir menyarankan agar me- ayahku meminta maaf kepada ayahmu kalau rencana mereka reka berjalan kaki ke halaman kurang dapat kita pahami, apa- hotel, hanya beberapa meter lagi untuk dipenuhi. Perjodohan saja. Malam turun dengan sem- yang direncanakan manusia, ba- rangkali akan menjadi lain ka- purna. "Balaslah surat Udara Sa- lau diingat bahwa jodoh ditentu- kan oleh Sang Pencipta di atas? mesta, Is. Tampaknya ia sedang Bukankah begitu katamu pula di menunggu balasan darimu. Ka- dalam suratmu? Bahkan kita se- sihan lelaki itu digigit kesepian di sana." Saran lelaki itu sebe- pendapat kalau memandang per- lum meninggalkan halaman ho- jodohan itu hanyalah belenggu tel. yang membatasi kebebasan ma- nusia dalam menentukan jalan nasibnya sendiri." "Kita memang bersimpang jalan, Kak," ucap gadis itu "akan tetapi jalan yang berbeda itu bu- kan berarti memecah persauda- raan kita, bukan?" "Benar itu, Is. Jalan yang ber- simpang memang tidak berarti jalan simpang persaudaraan. Bukankah persaudaraan jauh le- bih berharga daripada seribu kali perkawinan, Is?" "Marilah kita berbahagia, ka- lau kita masih memiliki persau- daraan," ujar lelaki itu bijak- Gadis itu memandangi saja punggung lelaki itu lenyap di- telan gelapnya malam. Malam menjadi sangat sem- purna. TAMAT Segera menyusul novel baru: "Gurat-Gurat" AC/non AC Video & Toilet 5. 6. DENPASAR SOLO JOGYA 7. DENPASAR - SEMARANG PP 8. DENPASAR BANDUNG PP 9. PADANG BAY-DENPASAR 10. PADANG BAY-DENPASAR CHARTER BUS: JAWA BAL BUS MALAM : MALANG BLITAR PP SEMARANG JAKARTA PP JI. Diponegoro No. 31A Denpasar Telp. 26907-38204 PAKET KHUSUS SEMERU: Jl. Raya Puputan No. 45 X Telp. (0361) 37506, 32996 - Fax. (0361) 37506 Renon - Denpasar U 843