Tipe: Koran
Tanggal: 1997-03-02
Halaman: 02
Konten
HALAMAN 2 Ambisi Wakil OKP di Legislatif Sebelum Masuk Mereka Diam, setelah DCS Keluar Protes PEMILU 1997 tinggal bebe- rapa bulan lagi. Seiring dengan tahapan pemilu, tiap Orsospol mengajukan daftar nama calon legislatifnya. Beragam unsur masuk di dalamnya. Mulai dari seorang artis hingga politisi kawakan, semuanya tertampung. Tidak terkecuali, kalangan gene- rasi muda ikut dicantumkan dalam daftar caleg (calon legis- latif). Ini terkait karena pemilu kali ini adalah milik kelompok pemula yang notabene generasi muda yang potensial dalam meraih suara. Potensial dilihat secara kuantitas maupun kuali- tas. Jadi, tidak heran kalau kemu- dian muncul nama-nama pengu- rus OKP dalam bursa caleg se- bagai penarik suara kaum muda. Kondisi ini mendorong OKP berusaha masuk dalam daftar ca- leg, dengan cara "mengambil hati" kelompok elite orsospol tertentu. Kemudian ketika nama mereka tidak tercantum ramai- ramai pula mereka berteriak, protes sembari mengungkit jasa- jasanya bagi Orsospol tersebut. Sudah tepatkah sikap demikian? "Kalau itu yang terjadi, saya mempertanyakan kapasitasnya sebagai aktivis OKP," tegas Ke- tua Komite Bidang Organisasi Presidium GMNI Pusat, Arif Wi- bowo. Menurutnya, semestinya sebagai aktivis OKP lebih baik melaksanakan fungsi-fungsi kri- tis: Justru jangan sampai mere- ka sebelum masuk daftar caleg mengambil manuver diam untuk dapat menjadi caleg. Tetapi se- telah gagal ramai-ramai protes menuntut. "Menurut saya itu sudah meredusi eksistensi OKP tersebut. Itu kalau kita berpijak pada idealismenya," katanya. Namun bila bicara dalam ta- taran pragmatis, soal wakil OKP yang tidak tertampung dalam legislatif kemudian berteriak, itu lebih banyak karena situasi masyarakat kita tidak terbiasa atau belum sampai pada tingkat hidup berkompetisi secara fair, atau hidup dalam suasana keter- bukaan yang memadai. Dalam pengertian, keterbukaan itu dikelola dengan baik. Ada saling pengertian dan pemahaman di dalam masyarakat bahwa suasa- na terbuka itu memang dibutuh kan dalam kerangka sistem poli- tik yang didasarkan cita-cita ber- sama. Hal senada disampaikan Sek- retaris DPC GMNI Cabang Den- pasar yang baru terpilih dalam konfercab beberapa hari lalu, I G N Wisnu Adi Putra. "Kalau ke- hadirannya dalam caleg itu atas nama organisasinya, menurut saya itu tidak pantas dilakukan. Sebab itu menyangkut kredibi- litas OKP tersebut. Tetapi kalau kehadirannya dalam DCS se- bagai kapasitas individu dan kualitasnya, tidak menjadi per- soalan," tegasnya. Tak Cocok Wakil OKP Made Arjana, Pemred PKM Akademika Unud menolak keha- diran wakil-wakil OKP dalam legislatif. "Kalau wakil itu se- cara murni wakil dari satu OKP, saya justru tidak sepakat. Kare- na esensi dari organiasi kepe- mudaan sebagai tempat pengkaderan dan penggodokan kualitas diri kader sebelum ter- jun langsung dalam kancah poli- tik praktis. Bukan menjadikan organisasi sebagai batu loncat- an untuk mencapai target sebagai anggota legislatif. Sayangnya, saat ini indikasi perebutan caleg antar-OKP dalam suatu orsospol cukup menonjol," keluhnya. Berbeda halnya dengan IB Kresna Dhana, Ketua DPC GMNI Cabang Denpasar yang baru terpilih. Menurutnya, sah- sah saja seorang aktivis OKP yang gagal masuk caleg melaku- na Dhana, kalau hal itu berangkat dari kepentingan bersama dalam pengabdian pada organisasi, merupakan hal yang sangat dis- ayangkan. "Persoalannya, kalau kemu- dian setelah tidak diterima lan- tas mereka protes, bagi saya ada- lah cermin bahwa mekanisme politik selama ini memang sa- ngat elitis dan tertutup. Sehing- ga segala sesuatunya tidak bisa diselesaikan di permukaan, se- lalu di bawah permukaan," tegas Arif Wibowo. Lebih jauh dijelaskan, situa- si yang demikian tentu me- nampilkan suatu gambaran bah- wa demokrasi kita tidak berjalan dengan baik. Hal ini kalau dibi- arkan terus akan melahirkan se- buah akumulasi kekecewaan, kecemburuan yang akan mela- hirkan munculnya gejolak-ge- jolak sosial politik. Ini tentu akan merugikan kepentingan bangsa yang lebih besar. Kalau kemudian kecende- rungan yang berorientasi pada posisi sebagai caleg ini diasum- sikan sebagai pembenaran si- nyalemen bahwa aktivis yang demikian adalah aktivis yang berorientasi pada jabatan, hal ini tidak dapat dijawab dengan pas- ti oleh Ketua Komite Organisasi Presidium GMNI Pusat. "Si- nyalemen itu tidak akan saya tanggapi secara langsung. Han- ya saja ada satu hal yang harus saya tegaskan. Kondisi aktivis yang berorientasi pada jabatan pasti ada. Tetapi, kepentingan yang semata-mata sangat prag- matis itu tentu tidak cukup kon- dusif untuk lahirnya suatu pro- ses kaderisasi bangsa yang di dalamnya memiliki visi yang jauh ke depan. Kalau kepenting- an pragmatis ini dibiarkan han- ya akan melahirkan kepemimpi- nan seorang pemimpin yang kan protes. Karena itu merupa- tidak pernah bertanggung jawab kan hak dia tentang apa yang di-pada bangsa dan negara," papar inginkan. Hanya menurut Kres- Arif Wibowo selaku Presidium GMNI yang hadir dalam Konfer- cab GMNI Denpasar. Pendapat Arif Wibowo ten- tang kecenderungan munculnya kader-kader pemimpin yang tidak bertanggung jawab pada bangsa dan negara, disoroti pula oleh Arjana. "Kalau kondisi ini terus dibiarkan berlanjut maka akan melahirkan politik kalku- lasi yang akan menghasilkan kader-kader pemimpin bangsa yang kurang bertanggung jawab. Bukan lagi kader-kader yang memiliki komitmen pada bang- sa dan negara. Padahal yang dibutuhkan ke depan adalah ka- der-kader yang memiliki komit- men." Dengan demikian apakah mereka layak 'berteriak' menun- tut jabatan legislatif itu? "Saya kira wajar saja. Namanya saja orang berambisi," kilah Wisnu Adi Putra. Pendapat ini didu- kung Krena Dhana. "Wajar. Karena orang akan kecewa bila targetnya tidak kesampaian. Tetapi akan lebih baik kalau yang kecewa itu juga berpikir lebih objektif. Kenapa saya tidak masuk dalam daftar caleg jadi misalnya? Mungkin kapasitas personel belum mencukupi atau karena dia mempunyai kemam- puan yang kurang dibandingkan rekannya yang masuk dalam daftar caleg jadi. Nah, mereka harus bersikap seperti itu dalam menilai suatu persoalan," saran mahasiswa Fisipol Universitas Warmadewa ini. Hanya saja Kres- na Dhana memberi catatan, ke- hadiran wakil OKP dalam legis- latif mutlak ada dengan format berbeda. Misalnya wakil-wakil ini ditempatkan dalam MPR se- bagai wakil kelompoknya se- bagai golongan fungsional. Tidak "Fair" "Kalau itu kepentingan prag- matis dan didasari berdasarkan konspirasi, yah mereka layak protes dan menuntut. Tetapi dalam kerangka proses kaderisa- Di Klungkung Mampet, di Bangli Terbuka KLUNGKUNG dan Bangli dua kabupa- ten yang berbeda. Dari segi bisnis bisa jadi Klungkung lebih ramai, juga dari percaturan politik, dinamika politik di Klungkung lebih sumringah daripada kota dingin itu. Menga- pa demikian, itu juga tergantung dari wakil- wakil rakyat mereka. Di Klungkung Golkar dan PDI sama-sama kuat dan vokal dalam menyampaikan aspirasinya. Di Bangli nota- bene dikuasai oleh Golkar, sedangkan kursi untuk PDI nol besar. Karena memang di Ban- gli kursi PDI semuanya disabot Golkar. Na- mun kedua daerah ini bisa disebut punya na- sib yang sama soal tampilnya kalangan muda yang dinilai oleh kader di dua daerah ini ''tàk ada perubahan". Benarkah demikian? Kaderisasi pemuda di jajaran legislatif dinilai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Pemuda Demokrat Klungkung Ketut Sudiar- ta alias Rocky, kurang aspiratif, sebab sejak dulu belum ada di Klungkung anggota dewan yang berdiri di bawah panji Pemuda Demokrat. "Ya secara otomatis, kemauan kaum muda pun belum tertampung," nilai anggota caleg DPC PDI pro Soerjadi yang mengundurkan diri karena terbentur faktor ekonomi itu. Bahkan diakuinya komunikasi antarang- gota Pemuda Demokrat bumi serombotan juga terputus. Pasalnya, guna menghimpun mereka untuk melakukan suatu aktivitas sus- ahnya minta ampun. Alasannya, mereka ada yang bertransmigrasi, berprofesi tukang, be- kerja atau kuliah di Denpasar. "Kepemimpi- nan saya periode 1990-1994, tetapi sampai sekarang belum pernah diganti melalui kon- fercab. Apalagi, situasi sekarang jangan memikirkan masalah konsolidasi karena in- duk organisasi PDI juga dilanda kemelut," tutur pria yang pernah mengikuti Kongres Pemuda Demokrat di Magelang, Jateng, 14- 17 Desember 1990 itu. Pendapat lebih ekstrem dilontarkan Wa- kil Ketua DPD Pemuda Demokrat Bali Wa- yan Sutena. "Saya berpendapat aspirasi pe- muda di Dewan mampet alias terbendung," tukas dia. Buktinya, sepanjang sejarah di tu- buh partai berlambang kepala banteng belum pernah ada anggota dewan yang mengatas- namakan unsur pemuda. "Paling-paling kami di Klungkung yang lolos berdasarkan kom- petisi penuh memperebutkan kursi, tolok ukur- nya lolosnya seorang wakil harus mendapat dukungan dari masing-masing kecamatan (domisili) anggota dewan," jelas dia. Karena itu, Sutena yang masih setia men- dukung Megawati Soekarnoputri berani me- nyimpulkan calon legislatif yang diajukan Pemilu 1997 sama sekali tak mencerminkan aspirasi pemuda. "Ingin bukti, nama calon yang diajukan priode pemilu ini terkesan main copot, mekanisme pencalonannya serampa- ngan," cetus dia. Padahal, jika mengacu AD/ART disebut- kan prosedur pengajuan caleg minimal em- pat tahun secara berturut-turut aktif dalam kepartaian tanpa terputus-putus. Semestinya, menurut Sutena, pencalonan diadakan mela- lui konfercabsus yang dihadiri utusan-utusan komisaris kecamatan (komcam). Sutena menyebutkan calon yang diajukan berdasar- kan rembuk "sekeha semal". Anehnya, lan- jut dia, daftar nama yang diajukan kadang- kadang lolos meskipun yang bersangkutan sebenarnya pendongkel pembangunan yang bukan mencarikan solusi, melainkan malah membikin gara-gara. Berbeda dengan kedua tokoh Pemuda Demokrat itu, Ketua DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Klungkung Drs. I Gusti Ngurah Mambal malah merasakan ada- nya setetes perjuangan Dewan yang nyata-nyata berkat perjuangannya. Kabag Keuangan Pem- da Klungkung ini menilai, kiprah caleg yang diajukan periode Pemilu 1997 ini sudah mencerminkan aspirasi pemuda, terbukti dari 32 caleg yang disodorkan Golkar setidaknya enam orang mewakili OKP seperti Pemuda Panca Marga maupun FKPPI. "Jadi, kami berkeyakinan kendati persentasenya sangat minim tetapi aspirasi pemuda di Klungkung sudah terwakili," ujar Mambal. ran dalam mengisi pembangunan," ujarnya. Hal yang terpenting harus diingat, kata Gunawan, dalam menghadapi kondisi yang sangat kritis dan masa transisi, faktor kuali- tas individu sangat menentukan. Khusus un- tuk Bangli, kesempatan untuk menunaikan kewajiban serta menerima hak bagi pemuda sudah terbuka lebar. Sekarang tergantung masing-masing individu dapat mengaktual- isasikan potensinya. Tentunya tanpa harus mengandalkan bantuan orang lain. "Hak itu akan tertutup sepanjang tak menunggu ulu- ran tangan orang lain atau dengan istilahnya "matur nuhun"," paparnya. Dalam segala soal baik ekonomi maupun secara politis sikap seperti ini kalaupun bisa jalan tak akan tahan banting. Di samping itu akan sulit berbicara objektif. Ketua DPD AMPI Bangli, Drs. Anom Su- badra juga sependapat bahwa pemberdayaan pemuda dalam pembangunan tidak mesti melalui jalur legislatif. Sedangkan organisa- si merupakan wadah pembinaan, untuk men- empa mental spiritual. "Tentunya hal ini di- lihat secara luas, bukan hanya organisasi yang bernuansa politis. Mengingat banyak organi- sasi kepemudaan yang bernuansa sosial," jelas anggota DPRD Bangli itu. Menanggapi tentang kesempatan organisa- Terbuka Lebar si kepemudaan untuk duduk di legislatif, Su- Pimpinan Daerah Kosgoro Bangli, Drs. I badra mengatakan hanya membatasi pada Wayan Gunawan menyatakan, organisasi organisasi yang berorientasi pada karya kepemudaan sebagai wadah pembinaan tidak kekaryaan. "Masalah kesempatan dan koor- hanya sekadar untuk meraih kursi di dewan. dinasi saya lihat di Bangli ini sudah berbaur. "Jadikanlah wadah itu untuk pengembele- Realnya dalam kesempatan untuk duduk di ngan sehingga mampu melahirkan figur legislatif tiap periode sejak tahun 1998, ka- berkualitas, yang pada akhirnya dapat berpe- der AMPI terus terwakili," ujarnya. (nel/kar) Bali Post FENOMENA GOLONGAN KARYA NAMA CALON 3 PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PDI NO NAMA CALON dan NAMA KOTA NAMA CALON NAMA CALON NO dan NAMA KOTA NO dan NAMA KOTA NO dan NAMA KOTA NO NAMA CALON dan NAMA KOTA Ras Dery 12 Marsan (Denpasar Timur) 13 (Denpasar S 14 Ketut Suwandhi (Denpasar Timur) 15 AA Ayu Suryaningsih (Denpasar Barat) 45 (Deng 16 Luh Gede Hariash, SH 46 Ida Bagus (Denpasar besa 47 Wayan Kasiana Putra (Denpasar Timur) (Denpasar Barat) 17 Ny EmiAstry Dalan SE (Denpasar Timur) 18 AA Ngurah Gede Widada (Denpasar Barat) Made Balok Sujana si bangsa, yah mestinya itu suatu sikap yang tidak fair. Karena ada yang menuntut dan yang ditun- tut. Ini suatu ciri bahwa sistem kita masih cukup kental dan cen- derung tertutup dan kurang ter- buka," koreksi Arif Wibowo. Kalau dilihat pada idealisme, lanjut dia, jelas tidak layak. "Itu suatu sikap yang tidak fair, pada- hal kita membutuhkan sikap yang fair, yang terbuka. Tetapi kita juga tidak berhak langsung memvonis berlebihan terhadap mereka," bela Arif Wibowo se- cara arif. Terhadap fenomena ini Arja- na melihat adanya indikasi OKP- OKP underbow Orsospol terse- but menilai Orsospolnya sudah tidak aspiratif lagi dalam me- ngakomodasikan kepentingan OKP yang bersangkutan. Soal pantas atau tidak pantas- nya utusan OKP duduk dilegis- latif menurut Arif Wibowo, tidak 48 Drs. Made Nuada (Denpasar Timur) 49 Drs. Wayan Santa (Denpasar Timur) 50 Sri Lestari, S.Pd. Decocar Barat) (Denpasar mur 18 Ida Bagus Komplang S. 38 (Denpasar Timur) 19 Ely Hermawat (Denpasar Timur) 20 Drs. Wayan Suardika Denpasar Timur) pantas bilamana peran partai politik ada pada tempatnya. Teta- pi pada sistem pendidikan ting- gi di Indoensia, dan hal semacam itu menjadi relatif. Hanya per- soalannya apakah wakil OKP yang duduk itu juga merupakan representasi dari sebuah OKP yang benar-benar menjalankan fungsi kontrolnya atau tidak. Kalau dia wakil dari OKP yang menjalankan fungsi kontrol se- cara baik maka cukup punya ala- san kalau dia harus masuk dalam lembaga-lembaga yang legisla- tif. Karena dengan begitu, pub- lik lantas akan mengasumsikan, OKP tersebut masih memiliki idealisme dan mampu melaku- kan atau mengfungsikan fungsinya sebagai fungsi kontrol secara otomatis melalui kader- kadernya di legislatif. Pendapat serupa disampaikan IB Kresna Dhana. "Saya kira ka- lau kita kembalikan pada tataran (verpas Ketut Arjana, S.H (Denpasar Selatan) 39 Guss Ayu Srirasi (Denpasar Se 40 Made Muda (Denpas idealisme jelas tidak layak. Sebab kalau dia wakil OKP maka akan memperjuangkan ke- pentingan kelompoknya dalam hal ini OKP-nya. Bukankah ini menunjukkan, lebih mengede- pankan kepentingan individu atau kelompoknya dibandingkan kepentingan bersama yang le- bih luas. Pendapat ini disetujui oleh IGN Wisnu Adi Putra, dengan alasan masuknya seseorang ke suatu OKP dilatarbelakangi bu- kan untuk berpolitik praktis me- lainkan untuk penggodokan kualitas diri, khususnya untuk bidang sosial politik. "Jadi ka- lau memang ingin penyaluran untuk menjadi DCS misalnya, lebih baik langsung saja menja- di anggota orsospol tersebut tan- pa membawa-bawa nama OKP- nya," tegas mantan Ketua Senat Mahasiswa PSKH Unud ini. (nan) Sambil Berenang Minum Bir SAMBIL berenang mi- num air. Pepatah itu sudah biasa terdengar di telinga kita. Namun sambil bere- nang minum bir, konsep ini hanya dimiliki Pemuda Pan- ca Marga (P2M) Kodya Denpasar. Arsiteknya, Ketua P2M Kodya Denpasar A.A. Ngurah Kusuma Wardana (36) yang termasuk salah satu caleg termuda di Kodya Denpasar. Jika masyarakat umum membicarakan ada wakil OKP protes terhadap hasil DCS, Kusuma Wardana se- belum dan sesudah DCS di- umumkan tak pernah kesiab- kesiab. Karena tujuan duduk di kursi legislatif bukan pro- mosi utama. Tanpa di legis- latif pun ia bisa hidup man- tap, namun yang namanya kepercayaan kepada putra veteran harus diemban juga. Ia ingin meniru luar negeri, hidup mantap dulu baru mewakili aspirasi rakyat. ial. Di situlah kita berenang sambil minum bir," tegas- nya. Artinya, sambil me- nyentuh kebutuhan sosial masyarakat, kepentingan politik juga masuk. Ia menapik kalau dise- but calon dadakan, karena sejak 1970 sudah aktif di P2M. Ia merintis dari ke- pala anak ranting Kesiman sampai kini menduduki ja- batan orang nomor satu di P2M Kodya Denpasar. Na- mun masyarakat Kesiman menyebut dialah tokoh Puri Kesiman yang mewariskan nilai kejuangan sang ayah almarhum A.A. Kusuma Yudha. Di Puri Kesimanlah pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai sempat berlin- dung dan menitipkan istri- nya yang sedang hamil. Namun bagi Kusuma Wardana, itu urusan nomor dua. "Saya dicalonkan karena ada kepercayaan. P2M Kodya Denpasar berprestasi di banyak bidang seper- Di Kodya Denpasar, A.A. Ngurah Kusuma War- ti juara II gerak jalan Puputan Badung dan Kodya dana dikenal orang paling loyal menyumbang ka- Denpasar, serta memiliki even tetap kejuaraan bola lau ada Gebyar Golkar. Tak tanggung-tanggung-voli piala P2M Kodya. "Tanpa ada pemilu dan ge- sering lewat kantong pribadi jika DPD Golkar byar pun saya siap membantu banjar yang memerlu- Kodya menyumbang Rp 1 juta, ia sendiri menyum- kan," tegasnya. bang sebesar angka itu juga. Atau minimal Rp 500.000 tergantung bagaimana nasib veteran dan anak veteran di banjar tersebut. "Semua yang meng- gerakkan saya begitu karena veteran adalah napas saya. Bukan semata politis, tetapi juga bersifat sos- A.A. Ngurah Kusuma Wardana Lalu apa yang akan dilakukan Kusuma Wardana setelah duduk di legislatif nanti? Caleg nomor dela- pan di DCS Kodya Denpasar ini menyatakan tetap konsisten menyentuh kepentingan umum dan mem- beri koreksi membangun bagi Pemda. (sue) Apa Kabar Pemuda Demokrat? MENJELANG pemilu, banyak orang dilanda kabut ke- pentingan politik. Bagi mereka yang dilanda kabut kepen- tingan itu mengalami kekaburan memandang kondisi hidup secara umum. Ucapan itu pernah disampaikan Ketua DPD Golkar Bali Ketut Sundria pada kesempatan buka puasa ber- sama Golkar Bali beberapa waktu lalu. Kondisi itu tak terkecuali menyerang Organisasi Ke- masyarakatan Pemuda (Ormas) yang ada. Dalam kabut yang mengaburkan pandangan, Ormas berteriak, protes OPP tem- patnya bernaung tidak memberi porsi kader-kader mereka di calon legislatif. Anak tiri dan tak diperhatikan, demikian keluh "moncong" organisasi yang tidak kebagian "rezeki bakal kursi". nya," kata pemilik Hotel Sari Guming itu. Sebagai Ormas pemuda, Pemuda Demokrat memiliki se- jarah kelahiran yang sama dengan Ormas kepemudaan lain. Ormas yang lahir tahun 1947 itu menamakan diri Gerakan Pemuda Marhaenis yang waktu itu dikehendaki keberadaan- nya untuk ikut dalam gerakan perjuangan. Namun dalam perjalanannya, khususnya di Kodya Den- pasar, Pemuda Demokrat seperti tak dianggap ada. Padahal or- ganisasi ini secara resmi, kata sang ketua, sudah terdaftar di Kantor Sospol. "Kami tak ingin sebagai Ormas yang diang- gap papan nama belaka," ujarnya. Soal kiprah Pemuda Demokrat Kodya Denpasar, Subrata mengatakan belum banyak bisa berbuat. Ia merasa Pemuda Demokrat Kodya Denpasar tak pernah diperhitungkan se- bagai ormas kepemudaan meskipun mereka resmi terdaftar sebagai ormas kepemudaan. Pemuda Demokrat tak pernah diundang menghadiri acara-acara apa pun yang melibatkan ormas-ormas kepemudaan. Lantas bagaimana di tubuh PDI, OPP dengan lambang ke- pala banteng yang tak pernah putus dirundung kemelut intern? Pemuda Demokrat memiliki benang merah dengan PDI, tetapi Ketua Pemuda Demokrat Kodya Denpasar Nyoman Subrata pada suatu kesempatan dengan tegas mengatakan Pemuda Demokrat bukan underbow dari PDI. Meski begitu, Ormas ini kerap mengambil bagian dalam "Kalaupun kader-kader Pemuda Demokrat ada duduk di even-even penting seperti gerak jalan dalam peringatan hari- dewan mewakili PDI itu hanyalah aspirasi oknum-oknum- hari bersejarah. Lintas Wisata SELAMAT DATANG SERTA AP PARA Bagaimana sikap Pemuda Demokrat menghadapi kondisi men- dua di tubuh PDI yang secara historis ada benang merahnya? Tampaknya Pemuda Demokrat konsisten akan sikapnya tidak sebagai underbow dari partai metal itu. Kalaupun lebih banyak kadernya berjaket merah, itu karena aspirasi politik masing-mas- ing oknumnya. Tak ada yang memaksa atau melarang. Menghadapi kondisi dualisme di tubuh PDI, sebagai ketua Pe- muda Demokrat, Subrata hanya bisa mengingatkan kadernya agar pandai memilah-milah menempatkan ormas dan aspirasi poli- tik, tetap menjaga persatuan dan kesatuan. Tampaknya, dengan terjadinya dualisme di tubuh PDI, DPP di bawah pimpinan Megawati Soekarno Putri (hasil Munas) tetap menjadi pilihan anggota DPRD Kodya dari F-PDI ini. Ia tak bergeming untuk hijrah berada pada garis di bawah DPP PDI hasil Kongres Medan pimpinan Soerjadi, meski kursinya di dewan terancam copot. Bagaimana keberadaan kader-kader Pemuda Demokrat di ca- leg Pemilu, 1997 dari PDI? Yang jelas ada, tetapi Subrata tak menyebutkan berapa jum- lahnya dari 40 nama dalam daftar calon sementara (DCS) DPRD Kodya dari PDI. (lik) Minggu Umanis, 2 Maret 1997 SOROT Produsen Wakil Rakyat BERBICARA dengan seorang politikus serba harus hati-hati. Apa yang mereka ungkapkan belum tentu itu inti hatinya. Makanya, Dewa Gde Oka saat menjabat Ketua DPD Golkar Bali pernah mengata- kan, kalau kita berbicara dalam konteks politik semua serba kira- kira. Satu tambah satu bagi orang awam bisa dijawab dengan dua. Namun kalau pertanyaan itu dilontarkan kepada seorang politikus atau kalau dipersempit orang yang terlibat dalam politik praktis, mere- ka mengatakan bukan dua langsung titik. Melainkan kira-kira jawa- bannya dua. Makanya dalam dunia politik dikenal seorang kawan dalam seke- jap bisa menjadi lawan. Karena arus politik memang sering demiki- an, seperti air laut ada pasang naik dan pasang surutnya. Obralan janji politik sah-sah saja karena tujuan awal mereka adalah mengga- et pendukung sebanyak-banyaknya. Bisa atau tidaknya dipenuhi, yah jawabannya juga kira-kira begitu. Maka tak jarang orang menyebut seorang politikus atau kalau dipersempit orang yang hidupnya dari berpolitik, ibarat Sangut (tokoh dalam pewayangan). Ia harus lengut ke sana kemari untuk mengamankan posisinya, karena memang isi perutnya ada di sana. Setelah aman tak ada waktu lagi untuk siapa yang membuatnya menjadi demikian. Hal itu kini disadari benar oleh masyarakat. Ini bisa disebut salah satu indikator tingkat politik masyarakat Bali makin menanjak. "Untuk apa kita ikut kampanye kesana kemari toh tak mendapat- kan apa-apa. Lihat si anu, dulu kemana bosnya ia ikut. Tetapi setelah bos duduk di DPRD, si anu masih saja tetap sebagai petani. sang Tak ada trestesan (rezeki) apa pun". Kalimat-kalimat itu sering mun- cul di masyarakat karena memang seorang politikus makin banyak dan mudah orang mau memperjuangkan "program" yang disodor- kannya, makin cekikikanlah dia. Makanya Mahatma Gandhi menga- takan, kalau Anda tak mau dipolitisasi, Anda pun hasus berpolitik. Artinya, Anda bisa saja berpolitik dalam diri agar sulit dipengaruhi oleh seorang politikus. Makin belig (licin) Anda makin tak bisa dikua- sai pihak lain. Makin berpikirlah ia untuk mempengaruhi Anda. Saat ini muncul fenomena baru, Organisasi Kemasyarakatan Pe- muda (OKP) yang tadinya dibentuk untuk menampung kegiatan pe- muda, kini beralih menjadi secara tak langsung-wadah politik sebuah OPP. Bukti dari itu tak sulit ditemukan. Beberapa hari sebe- lum Daftar Calon Sementara (DCS) DPRD Tk. II, DPRD Tk. 1 diu- mumkan, banyak pengurus OKP berteriak mengapa wakilnya tak masuk dalam nomor jadi. Bahkan induk atau wadah berkumpulnya ormas pemuda (KNPI) juga berteriak sangat tak masuk akal wakil dari KNPI menempati posisi nomor sepatu alias di bawah. Namun pernahkah mereka ingat ketika mereka dilantik atau akan disumpah sebagai pengurus sebuah OKP, mereka keras-keras menyuarakan kata hati. "Legislatif bukan tujuan kami. Kami wadah pemuda yang seperjuangan. *** Pikiran manusia harus diakui sering berubah-ubah. Semua itu ter- gantung pada keadaan. Kondisi wajar ini juga terjadi di tubuh OKP. Entah itu Pemuda Pancasila, AMPI, Pemuda Demokrat dan lain-lain. Ketika orang berlomba mendapatkan jatah untuk mendudukan wakil- nya di legislatif, mereka pun berubah haluan dari anggaran dasar. Bah- kan salah satu OKP yang bernuansa kehinduan yang dalam AD/RT- nya sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan politik praktis, ada upaya mendesak agar wakil mereka ada di legislatif. Perlu dipertanya- kan mana idialismenya. Sebagai wadah pemuda atau sebagai produ- sen wakil rakyat? Kecendrungan ini membuat pimpinan Orsopol (Golkar, PDI dan PPP) pusing tujuh keliling. Jika OKP ini tak dikasi mereka koar- koar, jika dipenuhi semua, jatah untuk itu tak memungkinkan. Kondisi itu sangat dirasakan di tubuh Golkar. Di tubuh PDI justru terjadi nama-nama calon wakil mereka tak pernah dilihat dan dide- ngar. Maklum konflik antara kutub Megawati dan Soerjadi masih kental di Bali. Simpatisan PDI di Bali sepertinya belum mengakui secara lahir dan batin eksistensi PDI pro Soerjadi. Sedangkan pemerintah secara nyata sudah menyatakan PDI yang diakui hanyalah pimpinan Soerjadi. Soal calon yang disebut calon "dadakan" ini hampir dite- mui di ketiga OPP. Sedangkan di tubuh PPP Bali belum kelihatan masalah menonjol, kecuali soal domisili mereka. Ada pertanyaan mengantung yang belum terjawab. Benarkah wakil rakyat termasuk dari unsur OKP - membela kepentingan rakyat banyak? Masyarakat sudah mengklaim wakil rakyat kenyataan- ya menjadi lebih kaya dibandingkan sebelum mereka duduk di kursi DPRD. Sedangkan di luar negeri, untuk menduduki kursi parlemen mereka harus kaya dan banyak berbuat untuk rakyat terlebih dahulu. Jika semua OKP demikian kecenderungannya, bisa dibayangkan kursi jabatan ketua OKP akan menjadi ajang rebutan. Jangan lupa-masih berkisar soal sifat manusia, pejabat lama bisa juari mendesak, beri saya lagi sekali. Sedangkan yang lainnya sudah berhimpitan mengejar pemilu mendatang. Jika itu terjadi, dipastikan OKP bukan lagi sebagai wadah kegia- tan pemuda, melainkan wadah menyusun dan produsen siapa yang duluan dan belakangan ke kursi legeslatif. Kalau gubernur dan bupati sering menekankan jangan sampai ada OKP yang tinggal papan nama, pernyataan demikian sebagian besar ada benarnya. Kita bisa lihat kegiatan OKP-terutama yang mendukung ke Golkar-paling padat kegiatannya menjelang pemi- lu. Setelah itu saru gremeng (tak kelihat). Sedangkan Pemuda Demokrat di tingkat daerah maupun di tingkat kabupaten bisa dise- but tak pernah kelihatan. Apakah benar mereka diam-diam melaku- kan kegiatan? Karena umumnya semua OKP jika ada kegiatan pa- ling tidak mengundang wartawan karena memiliki tujuan strategis. Jika kita kembalikan pada definisi OKP sebagai wadah kegiatan pe- muda, ia harus tak henti-hentinya melakukan kegiatan organisasi. Tak mengenal menjelang pemilu atau menjelang musda. Maka ja- ngan salahkan kalau dulu ada komentar di koran, Peradah Badung sempat tidur. Bali Post Kuncinya, jika OKP ingin berperan sebagaimana OKP, ia harus kembali ke anggaran dasar. Bukan mengejar jabatan lima tahunan. Made Sueca Anggota Redaksi Denpasar: Agustinus Dei, Dwi Yani, Legawa Partha, Nikson, Palgunadi, Pasma, Riyanto Rabbah, Srianti, Sri Hartini, Suana, Suarsana, Sudarsana, Sueca, Sug- endra, Suja Adnyana, Sutiawan, Emanuel Dewata Oja, Artha, Alit Sua- mba, Subagiadnya, Sugiarta, Sutarya, Wahyuni, Wilasa, Kasubma- hardi, Martinaya, Mas Ruscitadewi, Rusmini, Umbu Landu Paranggi. Bangli: Karya, Buleleng: Tirthayasa, Gianyar: Alit Sumertha, Jem- brana: Edy Asri, Karangasem: DiraArsana, Klungkung: Daniel Fa- jry, Tabanan: Alit Purnatha, Jakarta: Wisnu Wardana, Muslimin Hamzah, Bambang Hermawan, Darmawan, Sahrudi, Dadang Sugan- di, Alosius Widiyatmaka, Djamilah, Rudiyanti, Sri Wulandari, Suharto Olii. NTB: Agus Talino, Nur Haedin, Suyadnya, Raka Akriyani, Siti Husnin, Izzul Kain, Syamsudin Karim, Ruslan Effendi. Surabaya: Endy Poerwanto, Bambang Wiliarto. NTT: Hilarius Laba. Yogyakarta: Su- harto. Wartawan Foto: Arya Putra, Djoko Moeljono. Minggu Umanis MUNCULNY karena jagonyan nomor sepatu, m narnya yang mel mana seharusnya Post mewawanca S.H. di ruang ke IGNA Mer PENYU daftar calon se (DCS) telah kini tinggal m tersusunn calon teta Ternyata protes dari Organisa mudaan (OKP "orangn masuk dala Kalaupu hanya me nomor sepatu mentari fenor Bali Post mew rai mantan Ke GMNI Caba pasar IGN kan, yang ki sebagai GM Surat Persyaratan: Se TATAP MUKA - Pengurus PHRI Bali periode 1996-2000 mengada- TRANSFER ILMU - Psikiater Prof. Dr. LK Suryani dan A.A. Alit MAKAN SIANG - Dirjen Cipta Karya Departemen PU, Ir. Rachmadi NIKMATI IKAN BAKAR - Tim Survai Dewan Pertimbangan Agung (DPA) muka dengan Kapolda Bali Mayjen Pol. Benyamin LS Ma- Oka Suci tampil sebagai pembicara dalam program "Transfer Ilmu" BS tampak makan siang bersama Bupati Bangli IBGA Ladip serta para RI, Rabu (12/2) lalu sengaja mengunjungi Rumah Makan Sari Warta Boga muaya di Mapolda, belum lama ini. Dalam kesempatan itu Ketua PHRI yang diselenggarakan pengurus HPI Bali, belum lama ini. Dalam bupati se-Jawa, Bali, NTB, NTT, Irja, dan Sulsel di Restoran Gunawan, untuk menikmati menu ikan bakar ala Sari Warta Boga. Rombongan berjum- I Gede Wirata menyampaikan beberapa program kerja PHRI kepada kesempatan tersebut, Suryani banyak menjelaskan hal meditasi dan Kintamani baru-baru ini. Setelah santap siang, mereka menikmati pe- lah 13 orang dari Jakarta ini mengaku puas dengan hidangan yang disajikan. Oka Suci menyoroti hubungan pramuwisata dengan pengusaha BPW. mandangan Gunung dan Danau Batur. Selama di Bali rombongan diantar staf Kantor Kegubernuran Bali. kan tatap Kapolda. Setelah beberapa at dan menghiasi hala Bali Post, kini kasus Dasar Kerandan Cul mencuat ke permuka mana diberitakan Ba nin (24/2). Kehadiran Adat Culik ke DPR asem cukup menarik mati, antara lain: Sebagaimana yang amati bahwa kasus Dasar Kerandan Culi berlangsung bertahun pa ada penyelesaian y Kasus yang menurut sangat mengenaskan tis, yang sepintas lalu lagi "dikenali" bahw nya hanya bermuara rinya bangunan sebua bemanja TK Tunas K setelah hampir tujuh t ini berlangsung, tamp 4cm Color Rendition Chart
