Tipe: Koran
Tanggal: 1997-03-02
Halaman: 10
Konten
HALAMAN 10 FORUM Apresiasi Seni (FAS) bekerja sama dengan Pemda Kodya Denpasar, Jumat (28/2) malam menggelar kegiatan diskusi budaya. Kini berbagai persoalan sosial di Denpasar tidak bisa dibendung lagi, karena pengaruh internal dan ekster- nal. Menjawab persoalan-persoalan itu, sejumlah pemakalah utama seperti seniman yang juga dosen STSI Denpasar Dr. Wayan Dibia, Kepala Taman Budaya Drs. Nyoman Ni- kanaya, pengamat sosial Dr. Putu Suasta, mencoba membedahnya. Diskusi yang dipandu Drs. I Dewa Gde Windhu Sancaya, M.Hum, diharapkan dapat menjembatani keinginan birokrat, pengamat sosial, dan seni- man dalam konteks pembinaan kesenian. Berikut laporan diskusi itu. BANYAK orang menaruh perhatian dan hara- pan di Kota Madya Denpasar. Orang yang datang ke Bali, tidak puas jika tidak mampir di kota Denpasar. Mengapa demikian? Denpasar memil- iki fasilitas, potensi manusia, kesenian dan bu- dayanya, sebagai pusat berbagai aktivitas, kota propinsi, sarat beban dengan berbagai kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya. Konsekuensi logis berbagai aktivitas sosial bu- daya itu menimbulkan dampak positif dan nega- tif bagi pembangunan di Denpasar. Jangan heran, jika kodya menjadi bahan pembicaraan para pen- gamat seni, sosial dan lain-lain. Diskusi yang dihadiri kalangan pejabat di lingkungan kodya, para seniman, dan pengamat sosial itu sangat serius. Karena persoalan yang diangkat sangat dirasakan saat ini. Persoalan, ter- batasnya lahan, masalah banjir, persampahan, dan humuuq cib sez penyakit sosial lainnya. Namun di balik semua persoalan itu, Denpasar sebenarnya "ngendih" (punya kharisma). Pengamat sosial Putu Suasta mengritik tata ru- ang. Pengusaha ini melihat Denpasar sudah men- galami polusi visual. Lihat suasana di areal parkir, pemasangan reklame yang kurang mempunyai nilai estetis. Disarankan dalam menata kota, Denpasar perlu mempertahankan bangunan yang bersejarah. Mempertegas adanya ruang terbuka hijau. Ketert- iban terkendali terhadap jalur hijau. Selain persoalan tata ruang, kata dia, tanggung jawab yang cukup besar bagi Kodya Denpasar, menghidupkan kembali kantong-kantong seni dan budaya. Sebab, apabila kesenian mati, berarti tidak ada "kehidupan" lagi di Denpasar. Karena aktivi- tas seni adalah urat nadinya kehidupan itu. Maka, menghidupkan kembali (merevitalisasi) kantong seni tradisional merupakan pekerjaan ru- mah bagi kodya. Bagaimana kodya agar memiliki ciri khas, maskot kota yang bernilai dan jelas, ger- bang dan batas kota yang khas, himna dam mars lagu-lagu pujaan, sehingga jika orang lain (baca: wisatawan) mampir di kota Denpasar memiliki ke- san dan nuansa tersendiri? Sejarahwan yang juga dosen senior jurusan se- jarah Fakultas Sastra Unud Dr. Gede Paramartha senada dengan Suasta. Kodya perlu menciptakan kekhasan. Kekhasan kodya ini tidak perlu ditawar- tawar lagi. Ciri khas ini merupakan harga mati. Jika tidak demikian, Denpasar nantinya tidak berbeda dengan daerah lain. Sebab ciri khas dan nilai suatu daerah itu, dapat dilihat dari keunikan dan kekhasan- nya. Jika sebuah kota memiliki keunikan maka dia akan menjadi daya tarik bagi orang lain. Dicontohkannya, jika Denpasar sama dengan Jakarta, orang Bandung, Bogor, dan Bekasi tak mu- ngkin datang ke Denpasar, cukup ke Jakarta karena dekat. Mengapa demikian? Karena suasana dan aktivitasnya di Jakarta dan Denpasar sama. Jika di Jakarta ada swalayan, di Bali juga ada. Jika di Bali ada diskotek, dan pasar modern, di Jakarta ada. Maka ant- ara kota Jakarta dan Denpasar tidak ada bedanya. Oleh karena itu, ciri khas ini perlu dicari Kodya Denpasar. Sekarang Denpasar sangat samar-samar. Apakah Denpasar kini kota pelajar, budaya, dan pu- sat perekonomian? Masih belum jelas. Kejelasan Bali Post APRESIASI Diskusi Budaya FAS Jadikan Denpasar Minggu Umanis, 2 Maret 1997 Minggu Umanis, 2 M Kelir Takhta, Harta, dan Wanita Pusat Kebudayaan Jalan Kemuliaan atau Kehancuran itu dapat dibuktikan dari aktivitas masyarakat kota madya sehari-hari. Se- lain itu, ciri khas tersebut dapat dilihat dari nilai omamen (baca: patung, batas wilayah, ger- bang utama) bernuansa Bali ketika sedang me- masuki kota. Ini tentu menjadi bahan pemikiran. Menurut Dibia, di kodya sebelumnya ada Lomba Drama Modern (LDM) yang dimotori Fakultas Sastra Unud. Lomba Cipta Karya Ger- ak (LCKG) yang diprakarsai Fakultas Ekonomi Unud. Ada puluhan sanggar seni (baca: tari, tabuh dan lain-lain). Ini merupakan potensi yang sangat besar. Belum lagi kehidupan kesenian tradisional di banjar-banjar. "Kodya sesungguhnya kaya akan kesenian. Persoalannya, bagaimana menghidupkan kesenian itu," katanya. Terkait dengan kebudayaan, seniman Wayan Dibia mengatakan, Denpasar sudah menjadi kiblat kesenian. Boleh dikata, Denpasar merupakan ba- rometer keseniannya di Bali. Hal ini beranalogi dari potensi kesenian yang dimiliki kodya. Di sini tem- pat berdomisili para pemikir seni, pengamat, prak- tisi seni, dan fasilitas pertunjukkan. Ia menyebut STSI, Taman Budaya, Panggung Prasetya RRI, ada Gedung Lila Bhuana. Persoalannya sekarang, mampukah wali kota madya sebagai patron (raja) kesenian untuk men- dorong kehidupan kantong-kantong seni baik yang tardisional maupun modern? Mendorong di sini, lanjut Parimartha, bukan seniman itu "disusui", dikasi uang oleh pemda, tetapi diberikan kesempa- tan, kemudahan pemanfaatan fasilitas dan mendor- ong moril seniman supaya lebih bergairah berkes- enian. Hampir di tiap desa memiliki kesenian. Ketua DPRD Kodya Denpasar Nyoman Artja senada dengan Asisten II Sekwilda Kodya Drs. Made Mudja. Mereka lebih setuju jika pembinaan kesenian di Denpasar dibuatkan sistem khusus. Hi- langkan kesan bahwa tanggung jawab kesenian dan budaya di Denpasar adalah hanya tanggung jawab pem- da. "Oleh karena itu, perlu dibentuk tim khusus yang menangani pembinaan seni itu," kata Wayan Mudja. Karena persoalan kesenian ini sangat erat hubun- gan dengan Taman Budaya maka sebaiknya pihak Taman Budaya membuat proposal kepada Wali Kota Madya Denpasar, asal dampaknya positif ter- hadap kehidupan kesenian dan budaya di Denpasar. Selain itu, Mudja menyarankan, orang-orang yang duduk di tim pembina ini supaya bervariasi, ada unsur birokrat, seniman, pengamat, masyarakat, Taman Budaya, STSI dan lain-lain. Sementara itu, seniman Abu Bakar menyorot ke- beradaan Taman Budaya yang tak ada bedanya den- gan nasib sebelumnya. Mengapa anak muda lebih tertarik nongkrong di lapangan Puputan Badung daripada nongkrong di Taman Budaya? "Karena Taman Budaya, ukuran saat sekarang ini belum me- miliki daya tarik kaum muda. Oleh karena itu, fak- tor internal yang mendukung daya tarik ini harus jelas. Jika tidak demikian, Taman Budaya selaman- IVXZX RAYMAN ya akan tak tampak aktivitasnya," kata Abu Bakar. Menanggapi keinginan seniman memanfaatkan Taman Budaya, Nikanaya mengatakan, Taman Bu- daya well come. "Silahkan pakai Taman Budaya," katanya. Namun perlu dicatat, Taman Budaya tidak saja membawahi Kodya Denpasar, tetapi secara pel- aksanaan tetap memegang prinsip koordinasi, in- tegrasi, dan sinkronisasi dengan mitra kerjanya yang ada di daerah lain di Bali. Dikatakan, Taman Budaya tidak dibenarkan melaksanakan pembinaan kesenian secara langsung ke daerah-daerah. Karena tugas itu secara struk- tural telah diemban Kanwil Depdikbud. Namun, Taman Budaya akan menyiapkan fasilitas. Seniman tidak perlu berkecil hati karena Taman Budaya akan terbuka dan membuka kesempatan bagi seniman berkiprah. "Isilah Taman Budaya dengan berbagai ak- tvitas seni," tantang Nikanaya. Apakah itu berbentuk workshop, pertunjukan seni dan lain-lain. Lain lagi Kabid Kesenian Kanwil Depdikbu Bali Ngurah Hardjana. Ia memuji pertemuan yang dis- elenggarakan FAS. Diskusi ini perlu ditradisikan. Ia mengatakan, Denpasar sangat mungkin dikembangkan sebagai kota budaya. Kodya sangat berpotensi di bidang kesenian. Perlu menciptakan iklim dialogis antara pemda kodya, seniman dan pengamat. "Kita sangat jarang berdialog dengan birokrat, sehingga beberapa ide yang cemerlang sering tak nyambung antara birokrat, seniman, dan pengamat," katanya. Menurut Suasta, orang Bali lemah di bidang manajemen khususnya manajemen seni. Oleh kare- na itu, dalam pembinaan kesenian di Denpasar, per- lu manajemen seni. Sebab, sekarang ini orang leb- ih mengkaui profesi. "Profesionalisme ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Baik profesi sebagai seni- man, manajer dan lain-lain. Keahlian ini merupa- kan harga mati," kata pengamat sosial itu. Di bidang pembinaan seni misalnya, menurut dia, bukan lagi semata-mata tanggung jawab pem- da kodya. Kesenian sudah menjadi tanggung jawab bersama. Artinya, antara masyarakat dan pemda bersama-sama menciptakan kondisi yang kondusif untuk berkesenian. Ada manajemen yang bagus, pembinaan yang jelas, pemanfaatan dan memfung- sikan potensi seni yang ada. "Yang tak kalah pentingnya, hasil berkesenian itu dapat dinikmati dan berdaya guna sesuai den- gan kebutuhan masyarakat saat ini. Oleh karena itu, persamaan visi tehadap pembinaan kesenian perlu dijabarkan lebih lanjut," katanya. Selain itu, kata Hardjana, Denpasar perlu me- miliki lagu pujaan. Sehingga dari syair-syairnya dan irama yang penuh dengan semangat perjuan- gan, mampu membakar semangat generasi muda kota Denpasar. Media komunikasi dan informasi perlu diciptakan, misalnya bekerja sama dengan media masa. Tataran ke depan, kata dia, seniman, dan pengamat seni dan budaya perlu dilibatkan dalam penyusunan amdal. (sut/ita/nom) Menggugah Kesenian Tradisional di Denpasar APABILA ada di antara kita yang bermimpi menjadikan Denpasar sebagai kota pusat kesenian dan kebudayaan di Bali, dalam suatu waktu nanti, impian seperti bisa menjadi suatu kenyataan. Ala- sannya adalah karena Denpasar mempunyai potensi seni budaya yang kuat, fasilitas yang lebih dari cukup, dan dukungan dana yang memadai. Namun, langkah ke arah ini akan menjadi lebih lapang jika dimulai dari pembinaan terhadap bentuk-bentuk kesenian tradisional yang telah mengakar di daer- ah kita ini. Pembinaan dengan jalan menggugah perhatian serta kecintaan masyarakat terhadap bentuk-ben- tuk kesenian tradisional milik mereka menjadi san- gat penting untuk meningkatkan apresiasi seni masyarakat dan yang lebih penting lagi untuk mem- bangkitkan atau menumbuhkan rasa kebangaan mereka terhadap seni budaya sendiri. Kondisi sep- erti ini perlu ditumbuhkan terus, mengingat Den- pasar adalah sebuah wilayah yang telah menjadi tempat interaksi budaya yang datang dari berbagai penjuru dunia. Jika rasa kebanggaan terhadap seni budaya tradisi telah tumbuh di hati tiap warga masyarakat maka kita telah membentuk suatu fil- ter untuk menyaring berbagai pengaruh budaya asing yang datang. Untuk itu kita tidak perlu kha- watir akan terkena pengaruh negatif dari budaya luar yang datang bersama para wisatawan yang berkunjung ke Pulau Dewata ini. Kesenian selama ini banyak dipandang sebagai salah satu aspek dari kebudayaan. Namun jika kita perhatikan, terutama jika kita melihat sistem nilai yang tercakup di dalamnya, kiranya tidaklah ber- lebihan jika dikatakan bahwa kesenian adalah ke- budayaan itu sendiri. Oleh sebab itu, dalam mema- hami kesenian dalam konteks budayanya kita, per- lu memandang kesenian sebagai kebudayaan atau art as culture. Cara pandang kesenian seperti ini sangatlah perlu terutama bagi kita di Bali, dan mu- ngkin juga di tempat lain yang bergelut dengan ke- senian yang mempunyai fungsi vital dan integral dalam berbagai aspek kehidupan sosial dan agama dari masyarakat. Dengan cara pandang seperti ini kita akan dapat melihat keterkaitan dan ketergan- tungan suatu bentuk kesenian terhadap sistem nilai budaya yang lain. Dengan demikian, tiap langkah pelestarian, pembinaan, dan pengembangan suatu bentuk kesenian yang kita ambil haruslah diperhi- tungkan secara cermat agar tidak sampai berdamp- ak negatif atau merusak tatanan nilai budaya lain yang ada di sekitarnya. Dengan kata lain, dalam melihat segala perubahan kesenian haruslah dikait- kan dengan perubahan kebudayaan secara keselu- ruhan. Kesenian Tradisional Berbicara masalah kesenian tradisional, Kasim Achmad (mantan ketua bagian film, teater dan ke- senian, Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan) pernah mengatakan bahwa kesenian tradisional adalah suatu bentuk kesenian yang ber- sumber dan berakar serta telah dirasakan sebagai milik sendiri oleh masyarakat lingkungan (1981:112). Kemudian Jennifer Lindsay (seorang ahli kebudayaan Asia Tenggara) memberikan suatu Gamelan telah Ditabuh Cerpen Ngurah Parsua pada gadis idamannya me- muncak. "Kau belum tidur?" te- guran itu membuat ia terkejut. Dengan cepat ia duduk di kursi kecil yang menghadap ke halaman ru- mah. Ayah angkatnya duduk tenang di kursi yang lain. penekanan bahwa kesenian tradisi memiliki sifat- sifat keotentikan (kepribumian dan keaslian), ke- sinambungan, dan kekunoan (1991:39). Dari ked- ua pandangan ini kita bisa melihat bahwa pertama, kesenian tradisional itu adalah kesenian yang sudah "berumur", dan kedua bahwa kesenian tradision- al itu dibentuk oleh perjalanan waktu karena kese- nian ini pada umumnya sudah memiliki perjalanan sejarah yang cukup panjang. Bertolak dari pemiki- ran seperti ini, maka kesenian seperti Gambuh, Legong Kraton, Topeng, Barong, wayang kulit, dan lain sebagainya adalah kelompok seni pertunjukan yang tergolong kesenian tradisional. Tari Kebyar Duduk dan Oleg Tamulilingan, yang pada tahun 1930-an masih merupakan kesenian baru, kini sudah menjadi tari-tarian tradisional. Ada sementara kalangan yang memandang bah- wa kesenian tradisi tidak boleh berubah, atau tidak boleh dimasukkan ide-ide baru. Pandangan seperti ini mungkin perlu sedikit diperlunak karena dalam praktiknya, hampir semua kesenian tradisional berubah sesuai kapasitasnya masing-masing. Wa- laupun ada ciri-ciri tertentu dan fungsi dari kese- nian itu yang tetap dipertahankan, dan tidak bany- ak berubah, namun ada banyak aspek dari kese- nian yang berubah sesuai dengan perubahan kebu- dayaan yang menghasilkannya. Justru karena adan- ya perubahan inilah yang membuat suatu kesenian bisa terus hidup sesuai dengan perkembangan masyarakatnya. Potensi Denpasar Kota Madya Denpasar memiliki potensi seni ayam sayup di kejauhan. Desa telah senyap dari suara kegiatan pen- duduknya. Lolongan anjing sekali-sekali terden- gar sayup di kejauhan. Beberapa orang penduduk kembali ke rumahnya masing-masing dari meny- aksikan orang latihan menari di Bale Banjar. Me- mang itulah hiburan rutin mereka, menonton lati- han sekeha gong yang menjadi kebanggaannya. Sementara pada waktu yang sama, malam itu juga, Luh Sari sedang termenung lesu di rumah- nya. Tampak ia melamun tak bergairah untuk pergi tidur. Suasana sunyi di sekeliling rumahnya mera- suk membawa sepi ke dalam hatinya. Di tengah kesepiannya itu, ada persoalan yang membuat kesal muncul di hatinya. Kata-kata Meme Ketut Suri masih diingat den- gan jelas. Saat pulang dari pasar, di tengah jalan ia dicegat oleh Meme Ketut Suri, kemudian men- yampaikan pesan yang kini membuat hatinya bin- gung. "Luh Sari, Anak Agung Aji Sumantra menc- à yang intai kamu. Beliau berpesan agar kamu meneri- ma cintanya. Kamu akan dijadikan istri oleh be- liau." "Bagaimana dengan latihan tadi?" tanya ayah angkatnya yang sekaligus merupakan pamannya sendiri. "Baik-baik saja!" kat- anya. "Seminggu lagi seke- ha gong kita diminta men- gadakan pertunjukan di Hotel Bali Beach," Putu Konta berkata tenang. "Tamu dari meminta?" tanya ayah an- gkatnya sambil menyalakan rokok dengan korek api. "Katanya tamu dari Amerika," kata Putu Kon- ta singkat. Angin malam berhembus makin kencang, "Ya, biasanya tamu dari Amerika senang sekali den- gan bunyi gong dan tari Bali. Dahulu, seniman kita yang sudah almarhum, Pak Wayan Maryo, pernah ber- keliling Amerika dan dik- Wirata agumi orang-orang Pran- cis," kata ayah angkatnya. Kemudian ia duduk kemba- li setelah mengisap rokokn- DI relung hatinya masih saja terbayang gadis ya dalam-dalam. idamannya Hasrat cinta yang telah dipendamn- "Betul, ia seniman besar. Selama ini ciptaan- ya, sering berubah menjadi sebuah kepedihan nya yang berupa Tari Terompong dan Tari Keb- karena tidak berani ia curahkan kepada orangnyar Duduk boleh dikatakan agak sulit mencari ya. la takut dituduh tidak tahu diri. la sering me- tandingannya. Ia lebih terkenal di luar negeri dari nembangkan lagu sendu bila kerinduan hati ke- pada di Indonesia." Tiba-tiba terdengar kokok Ia telah diminta untuk menjadi istri oleh Anak Agung Aji Sumantra, bangsawan kaya di desan- ya. Itu pertanda ia harus menjadi istri kedua. KETIKA mendengarkan keputusan paruman pada waktu itu, Maharaja Nahusha, para Dewa, Maharesi serta para makhluk Keindraan yang ha- dir, diam saja. Dalam suasana hening seperti itu, Bhagawan Vhraspati berkata: " "Duhai Maharaja Nahusha! Tuan telah menden- gar sendiri keputusan paruman yang sepakat me- milih tuan sebagai pengganti Dewa Indra yang hi- lang seperti ditelan bumi. Jadilah tuan raja kami di Keindraan! Pada hari subhadiwasa yang ditetap- kan, tuan akan dinobatkan". Maharaja Nahusha yang sebenarnya sangat berkeinginan memegang tampuk pemerintahan di Indraloka dengan basa-basi menjawab: "Daulat Maharesi yang agung. Hamba seorang raja manusia yang lemah, yang kebetulan karena keberhasilan tapa, brata, dan yoga, semadi, ber- hak hidup nyelebongkot di Keindraan. Karena kelemahan hamba sebagai raja manusia, hamba tidak mampu melindungi para Maharesi, para De- wata dan segenap penghuni Keindraan lainnya. Hamba jangan disamakan dengan Dewa Indra yang bijak bestari, sakti mandraguna, tan pilih tanding itu. Maafkan, hamba tidak bersedia dinobatkan se- bagai Surapati (Raja Dewa-dewa) di Keindraan." "Ah, jangan begitu Maharja Nahusha. Penuhilah keputusan paruman yang memilih tuan menjadi raja di Keindraan, menggantikan Dewa Indra. Di samp- ing kekuatan hasil tapa, brata dan yoga semadi tuan sendiri, hasil tapa, brata, yoga, semadi kami para Maharsi Keindraan akan dapat menghalangi tiap usaha yang akan menentang pemerintahan dan kepemimpinan tuan. Janganlah tuan bimbang dan ragu lagi menjadi raja Keindraan untuk melindungi para maharesi, para Dewa, Gandharwa, Apsara, Kinara, Paisaca, Naga dan makhluk Keindraan lain- nya," tegas Bhagawan Vhraspati. Mendengar penegasan Bhagawan Vhraspati seperti itu, dalam hati Maharaja Nahusha sangat suka cita, walaupun ia bersikap masemu, mararas masemita yang berlawanan. Persis seperti Pedan- da Baka atau Cangak Maketu, dalam salah satu fabel Tantricarita, yang bersumber dari kitab Hito- padesa itu. Demikian pada hari subhadiwasa yang telah ditetapkan, Maharaja Nahusha pun dinobatkan se- bagai raja di Keindraan, menggantikan kedudukan Dewa Indra. Setelah dinobatkan sebagai raja Keindraan, dan mulai memutar roda pemerintahan, pada awalnya Maharaja Nahusha memerintah dengan baik. Tiap perbuatannya selalu mencerminkan kebajikan dan berpedoman pada sanatana dharma. Namun lama- kelamaan, tampaklah sifat dan watak asli manusia nyelebongkot-nya. Maharaja Nahusha dengan si- fat-sifat dan watak asli manusianya mulai kabanda dening wisaya, memenuhi segala panca budhin- drya dan panca kamendrya-nya. Tiap hari Maha- raja Nahusha memuaskan panca wisaya-nya den- gan kenikmatan sorgawi. Betul-betul memanfaat- kan takhta, harta dan wanita, melalui hak dan kekuasaannya yang tertinggi di Indraloka. Tiap hari Maharaja Nahusha selalu menikmati lagu-lagu yang merangsang libido seksualnya. Tiap hari juga ia Gdm kehidupan seni Palegongan di Bali. Pada tahun 1970- an, sekeha kesenian pernah menggeliat dengan me- nampilkan Legong Lasem, Kuntul, dan dramatari Calonarang. Topeng Sema warisan almarhum I Nyo- man Pugra, hingga kini masih tetap berkiprah mela- lui pewarisnya Butuah. budaya tradisional yang cukup kuat. Di wilayah ini tumbuh, hidup dan berkembang berbagai ben- tuk-bentuk seni pertunjukan tradisi yang telah lama mengakar di lingkungan masyarakat setempat. Kesenian-kesenian ini sebagian besar diikat tradisi budaya Hindu-Bali. Tersebar di kantong-kantong budaya di berbagai daerah di wilayah Kota Madya Denpasar. Kesenian tradisional yang ada di wilayah ini meliputi Gambuh, Barong, Legong Kraton, Topeng, Gong Kebyar, Arja, Janger, Gandrung, dan sejumlah tari-tarian sakral seperti Baris Ketekok Jago, Baris Cina, dan Sanghyang. Kesenian ini hingga kini masih sering dipentaskan warga masyarakat pendukungnya, baik sebagai kesenian wali, bebali, dan balih-balihan. Dramatari Gambuh, yang ada di Desa Pedun- gan, adalah salah satu warisan seni budaya klasik Bali yang dimiliki Denpasar. Kesenian yang per- nah berjaya pada tahun 1940-an, dengan salah satu bintangnya I Gede Geruh, hingga kini masih diper- tahankan warga masyarakat setempat. Kesenian lain yang juga banyak dijumpai di wilayah ini ad- alah Barong Barong Ketet maupun Barong Landung-yang terdapat di beberapa desa. Pada hari-hari tertentu Barong Ket Banjar Tatasan dan Sumerta dipentaskan dengan membawakan lakon Calonarang. Satu lagi warisan kesenian klasik yang dimiliki Denpasar adalah Legong Kraton yang ada di Desa Binoh. Seni Palegongan yang ada di desa ini, den- gan gamelan Semar Pagulingannya yang khas, ad- alah salah satu gaya seni daerah yang memperkaya mencari seseorang. Di jalanan terlihat beberapa wanita dengan set- engah berlari membawa barang dagangan di ke- palanya. Beberapa lelaki juga membawa dagan- gan yang dipikul di bahunya. Jalanan yang menuju ke pasar cukup ramai saat subuh. Meme Ketut Suri berhenti sejenak seperti menunggu seseorang. Ternyata orang yang ditung- gu adalah Luh Sari. Ia bergegas mendekati Luh Sari sambil menegur perlahan: "Luh, Luh? Tung- gu sebentar!" tegur Meme Ketut. "Ada apa Meme Ketut?" tanya Luh Sari ter- tegun. "Kita pergi bersama ke pasar," kata Meme Ketut agak gugup. Keduanya berjalan dengan langkah perlahan. Sementara itu, Jero Made San- dat mengikuti dari belakang. "Bagaimana Luh?" "Tentang apa, Me Luh?" tanya Luh Sari sam- bil melirik. "Itu, tentang lamaran Anak Agung Aji Sumantra?" "O, itu? Saya tak mau, Meme! Tidak!" "Mengapa tidak mau? Beliau mau memper- sunting kamu." "Di samping malu karena beliau telah beris- hong. Ia tak bisa berkata apa-apa ketika mendengar tri dan punya anak, saya sendiri sudah mengikat ucapan Meme Luh Ketut seperti itu. Tanpa sem- janji dengan lelaki lain," kata Luh Sari berbo- pat minta permisi, ia telah pulang ke rumahnya. Hatinya bingung, ada sesuatu yang tak bisa ia ucapkan, bergetar dan bergumul keras di hatinya. Tetapi ia sendiri tak mengerti apa sebenarnya ben- tuk permasalahan yang ia hadapi? Mengapa wa- jah Putu Konta, mulai saat itu lebih sering hadir di relung hatinya? Ia sebagai tukang kendang dan dirinya sendiri sebagai penarinya. Tatapan matanya yang tajam sering merasuk ke hatinya. Pandangannya sering beradu dan tiap bertemu ada getaran tertentu yang menggetarkan hatinya. Sebelum matahari terbit, Jero Made Sandat Matahari mulai terbit. Orang makin ramai lalu- lalang di jalanan. Belum selesai percakapan ked- ua orang itu, Jero Made Sandat telah menghadang Meme Ketut Suri dengan sikap menantang. "He, kamu yang menjadi penghubung sua- miku, ya" teriak Jero Made Sandat menuding wajah Meme Ketut Suri. Luh Sari terkejut dan berdiri gugup dengan dada hampa, melihat Jero Made Sandat menud- ing Meme Ketut Suri dengan wajah merah pad- am dan mata mendelik. "Apa apa?" tanya Meme Ketut Suri dengan "Kamu berpura-pura lagi. Kamu pengkhianat! pun telah punya anak dua orang. Ia melihat den- Aku akan menuntut kalau suamiku kawin lagi. gan menengok ke berbagai sudut jalan seperti Aku tak mau dicarikan madu, tak mau! Kamu bergegas pergi ke pasar. Ia adalah istri Anak Agung suara gemetar. Aji Sumantra. Ia kelihatan masih cantik walau- Dua sekeha gong kebyar terbaik yang pernah di- miliki Bali ada di Kota Denpasar. Sekeha gong yang dimaksud adalah Gong Sad Mertha (Banjar Blalu- an) dan Sekeha Gong Wijaya Kesuma (Banjar Glad- ag) yang masing-masing pernah meraih juara perta- ma dalam Festival Gong Kebyar, Mredangga Utt- sawa tahun 1968 dan 1971. Gamelan yang diproduk- si kedua sekeha ini sampai sekarang masih sering terdengar, dan konsep-konsep olah musiknya bany- ak dijadikan dasar pijak oleh para seniman tabuh muda di seluruh Bali. Arja Tanjung Bungkak yang mulai bangkit sejak tahun 1996, dan Arja Cowok Printing Mas (Abian Kapas), adalah seni pertunjukan operatik yang di- miliki Denpasar. Kemudian gamelan Semar Pagul- ingan Banjar Pagan Kelod, Janger Bengkel/Keda- ton, Baris Ketekok Jago Tanggun Titi dan Sanur dan banyak lagi jenis kesenian lainnya, merupakan warisan kesenian tradisi yang melengkapi kekayaan seni budaya daerah Kota Madya Denpasar. Dalam kurun waktu dua dekade terakhir ini, di Bali khususnya di Kodya Denpasar, seperti yang terjadi di mana-mana di Indonesia, muncul gejala degradasi terhadap bentuk-bentuk kesenian tradis ional. Kesenian tradisional yang sudah mengakar di lingkungan masyarakat kita secara perlahan kehi- langan pendukung. Para pewaris kesenian ini sudah makin "menjauh". Banyak yang merasa tidak ter- tarik lagi terhadap bentuk-bentuk seni budaya tra- disi milik mereka. Kondisi seperti ini menimbul- kan keprihatinan di kalangan para pemerhati seni, kurang ajar telah menjadi mak comblang suamiku, ya?" Ia diam sejenak. Setelah mengangkat tangan- nya dan mendengus karena marah, ia berkata lagi, "Kamu mau merampas suami orang, ya?" Kini tangannya menuding Luh Sari. Mendengar tudu- han itu, Luh Sari tiba-tiba bangkit marahnya. "Kalau bicara jangan seenaknya, ya! Sudah tua masih saja tak punya aturan," kata Luh Sari lan- tang dengan badan gemetar. "Apa kamu bilang? Tak punya aturan? Kami yang tak tahu aturan. Suami orang mau kau rebut. Apa itu tahu aturan? Aku sudah punya anak, kamu yang tak punya aturan," kata Jero Made Sandat berteriak-teriak seenaknya dengan perkataan yang tak terkendali. "Sebentar! Tanya dulu suamimu. Tanya ini, Meme Ketut Suri, siapa yang mengemis mau men- jadikan saya istri? Jelek-jelek begini, saya perem- puan yang tahu diri dan tahu aturan. Saya tak mau merampas suami orang," kata Luh Sari ikut bert- eriak-teriak. Pagi itu terjadi keributan besar dan beritanya cepat tersebar ke seluruh desa. Sejak kejadian itu, Luh Sari berhenti menjadi penari. Di samping itu telah beredar berita ten- tang tingkah laku Luh Sari yang sebenarnya. Bah- wa sebenarnya ia ada main dan sampai mengemis minta dinikahi oleh Anak Agung Aji Sumantra. Bahkan ia diceritakan telah main gila dengan se- orang pengusaha kaya. Kini pun ia masih menjadi gadis simpanannya. Karena itu Anak Agung Aji Sumantra tak mau mengawininya. Berita seperti itu cepat menyebar. Suasana desa menjadi sepi, orang kehilangan hiburan tiap sore dan malam tiba karena latihan sekeha gong telah lama istirahat. Sejak Luh Sari berhenti menari, Putu Konta sering sakit dan tidak mau lagi menangani latihan. menikmati panorama-panorama yang indah sep- erti di Taman Alam, Gunung Himawan, Mandhara- giri, Mahendra, Malaya, Nandana dan lain-lain- nya. Dengan para bidadari, Maharaja Nahusha tiap saat bercumbu-rayu untuk memenuhi libido seksualnya, melakukan dratikrama dan sma- radudu di Taman Alam pegunungan, sungai, dan- au, dan pantai. Pesta-pesta akbar yang mema- bukkan, tiap saat dilaksanakan di Indraloka. Se- hingga untuk memenuhi panca wisayasa-nya yang tiap hari itu, Maharaja Nahusha sama sekali tidak menghiraukan pemerintahan. Ulah Maharaja Nahusha seperti itu mendapat perhatian para Maharesi dan para Dewa di In- draloka, terutama sekali para Viswayasu, Maha- resi Narada, dan para Sadu Indraloka. Semuan- ya amat menyesalkan sifat kemanusiaan Maha- raja Nahusha yang luncas dari sasana dan per- ilaku penduduk Kahyangan. Apalagi sebagai orang nomor satu di Indralo- ka, karena tidak benar dengan panutan sifat-sifat kedewataan. Memang pengalaman hidup telah membuktikan, kalau kekuatan panca wisaya te- lah mamurti pada diri seseorang, tiada kekuatan batin berupa tapa, brata, yoga, dan semadi yang mampu membendung dan menghalanginya. Demikian pula kekuatan tapa, brata, yoga, dan semadi para Maharesi, para Dewata di Indralo- ka, tidak ada yang mampu menghalangi kekua- tan yang menguasai Maharaja Nahusha. Terma- suk hasil tapa, brata dan yoga, semadinya sendiri. Yang namanya kekuatan panca wisaya, makin dituruti dan dipenuhi, akan menjadikan manusia makin jauh dari sasana dan sanatana dharma. Itu pula sebabnnya dalam dharma juga diberi tuntunan bahwa untuk menjadi fungsionaris ter- tentu, sebelumnya harus betul-betul siap mental dan fisik. Salah satu alat untuk mempersiapkan mental dan fisik secara utuh adalah pengendalian diri. Kalau tidak memiliki pengendalian diri yang kuat, cita-cita untuk menjadi salah satu fungsion- aris itu adalah omong kosong dan omong di awang-awang. Contohnya adalah Maharaja Nahusha sendi- ri. Dia tidak puas melakukan petualangan asma- ra dengan para bidadari yang cantik-cantik di In- draloka. Karena tahta dan kekuasaannya, dia berani meminta Sachi Dewi, permaisuri (sakti) Dewa Indra, untuk melayani libido seksualnya. Inilah awal kejatuhan Maharaja Nahusha. Fatwa ini berbunyi demikian; untuk mencapai tujuan, memang takhta dan harta merupakan komponen yang mutlak diperlukan. Demikian pula wanita sebagai kekuatan untuk mensuport guna men- capai tujuan. Tetapi syaratnya, penggunaan keti- ga komponen itu harus selalu berlandaskan dhar- ma. Kalau upaya ini dapat diusahakan, keberhasi- lan dan kemuliaanlah yang akan dapat dicapai sebagai tujuan. Kalau salah menggunakannya, ke- hancuranlah yang akan ditemukan. Contohnya? Banyak fungsionaris yang telah berhasil karena takhta, harta dan wanita. Sebaliknya, banyak juga fungsionaris yang jatuh dan hancur, karena takh- ta, harta dan wanita. Ngurah Oka Supartha karena jika kesenian tradisi daerah ini sampai di- campakkan para pendukungnya maka salah satu aspek terpenting dari kebudayaan daerah akan punah. Memudarnya popularitas kesenian tradisional tidak saja terjadi di Denpasar, tetapi juga di selu- ruh Bali, bahkan di Indonesia. Penyebabnya ant- ara lain: pertama, adanya kejenuhan kalangan masyarakat terhadap kesenian milik mereka kare- na daya pesona kesenian baru yang datang dari luar. Kedua, perubahan sikap dan cara hidup masyarakat kita pada zaman modern ini sehingga apresiasi masyarakat terhadap kesenian pun ikut berubah. Ketiga, melemahnya beberapa sistem nilai budaya Bali yang dikarenakan oleh pengaruh modernisasi, dan banyaknya pilihan sumber hibu- ran yang tersedia. Kejenuhan masyarakat - walaupun hanya se- mentara terhadap kesenian tradisional milik mereka bisa jadi disebabkan adanya "kenikma- tan" baru yang ditawarkan bentuk-bentuk kese- nian modern. Jika ada warga masyarakat yang memilih menonton film seri atau sinetron di tele- visi daripada menonton Arja, dikarenakan kedua hiburan layar kaca itu lebih menjanjikan suguhan- suguhan baru yang lebih segar, dan lebih cocok dengan selera masyarakat zamam sekarang. Bagi mereka, Arja mungkin dianggap hanya memberi- kan suatu "bayangan" terhadap suatu kehidupan pada masa lampau yang cenderung berbau feodal. Melemahnya Peran Bahasa Bali Melemahnya peranan bahasa Bali, seperti yang terjadi akhir-akhir ini, adalah salah satu penyebab utama dari ditinggalkannya kesenian tradisional oleh masyarakat. Kita semua tahu bahwa bahasa Bali, yang diperkaya dengan bahasa Kawi, adalah orang diri. (Bersambung ke Hal.14 Kol.1) "Luh masih sakit?" tanya Putu Konta men- yambung percakapan sambil duduk di sebuah kursi tamu, memecah suasana kikuk. Lama tak dijawabnya, Luh Sari menunduk. "Memang, Beli sendiri merasakan betapa ke- jamnya orang-orang menuduhmu. Banyak orang tak menyadari, bahwa sikapnya yang gegabah, tak adil, dengki, kejam, dan iri hati sebenarnya menyebabkan orang menjadi sengsara. Sering perbuatan dosa tak kita sadari. Persoalan ini harus segera diselesaikan secara tuntas, Luh!" "Maksud Beli?" tanya Luh Sari menatap wa- jah Putu Konta. "Ya, Beli sudah mendengar berita yang bere- dar luas tentang dirimu." Suasana kembali sepi, Luh Sari menunduk. Kedua insan itu terdiam dan menunduk bisu. Putu Konta berdehem kecil. Ada sesuatu yang bergetar di hatinya. Ia sudah bertekad akan menyatakan cintanya, apa pun yang akan terjadi hari itu. "Hem, sebelumnya maaf Luh. Maaf..." "Ada apa Beli, mengapa minta maaf?" tan- ya Luh Sari mengangkat muka menatap Putu Konta. 'Apa Luh Sari sudah punya pilihan?" kedu- anya terdiam lagi. Suasana bisu kembali. Jantung Putu Konta tiba-tiba berdenyut lebih keras. "Apa maksud Beli?" Putu Konta perlahan sambil masih tertunduk lesu. "Ya, calon suami yang Beli maksud," kata Di hatinya tiba-tiba ada gejolak dahsyat yang bergelora. Luh Sari masih diam. Ia membisu den- gan tatapan jauh menerawang "Kalau Luh tak mau menjawab, Beli minta permisi," kata Putu Konta bangkit. Luh Sari den- menarik tangannya. gan cepat menahan kepergian Putu Konta, ia Besok harinya gamelan di desa itu telah dit- Luh? Bapa dan meme ke mana?" tanya Putu Konta lembut. "O, Beli, silahkan duduk! Masuklah dan abuh kembali, duduklah!" sambut Luh Sari tersenyum. Sudah itu keduanya terdiam, suasana sejenak menjadi kaku. Di suatu senja, Putu Konta memberanikan diri datang berkunjung ke rumah Luh Sari. Kebetulan di rumah itu sunyi. Luh Sari duduk termenung se- menonton sekehe gong kebanggaannya mulai Orang-orang desa kembali berduyun-duyun melakukan latihan dengan serius. Denpasar, 1996 D Sajak t JALALU KATAKAN AH Aku partikel debu d Aku matahari yang Kepada butir-butir d Kepada matahari, Te Aku halimun pagi, dan napas malam. Aku angin di pucuk dan menyusur karan Tiang kapal, kemud Aku juga karang pa Aku pohon dengan terlatih di c Keheningan, Pikiran Udara musikal yang penyebab batu, kila Lilin sekaligus nger Mawar dan burung Aku segala aturan y lingkaran galaksi, Kecerdasan evolusi kebangkitan dan ke Ya dan Bukan. Kau yang mengenal Jala Yang Satu dalam ke siapa Aku. Katakan BINTANG TA Saat seorang bayi d dari Ibu asuh ya dengan mudah ia m dan mulai menguny Benih-benih berpija kemudian terangkat Jadi sebaiknya kau dan meniti jalanmu tanpa selubung prib Begitulah kau hadir seperti sebuah b tak bernama. Melin dengan cahaya tanp *Sumber: Say Id -bism Stories of Rumi translated by Jo Terjemahan: Ta KESATUANI Jika mawar telah layu dan kemanakah kita a Dalam air-mawa Karena Tuhan tak dapat di sebagai khalifah Janganlah menyalahkan ak khalifah dan Dia Bagi pemuja bentuk merek diri dari kesadar Selama engkau perhatikan pandanglah, buk memancar dari Engkau tak akan dapat me dinyalakan secar wajahmu pada c Dalam hal nurani tiada pe kesaling-sendiri Betapa indahnya kesatuan Kejarlah ruh itu Permalukanlah sikap yang temukanlah hart Singkatnya, dulu kita dan kita adalah gum Ketika Cahaya yang mem bermacam-maca Bongkarlah benteng gelap hilang dari tenga Dikutip dari buku: JALALU Oleh: Reynold A. Nicho Terjemahan: Drs Sutejo. Penyunting: Al-Haj Suta Agenda K Malam Tri Kroyokan Sebayan Ta (Forum Apresiasi Kebu Kebudayaan) memperse (Immortal POEM'S). Jalaluddin Rumi, Rabi MINGGU malam 9 Ma Natya Mandala STSI hubungi FAK telp. 227 241432 (0361) Syukuran S Gaudeamus Igitur Yu Edisi KHUSUS Hut ST Kemb Sekali sebulan Gradag MINGGU sore 23 Maret gi BALIGANJUR PAN telp 4168 41468 (0365) Tandem Si Wenten play in work Pos Sanur versus PORS Jaga di BPM Solo-Run 373 Thr Agem Ki Barak Ngige Edisi KHUSUS Hut SA NYEPI sangka Ning Sangkan Paraning Duma on Being in Bal Besok Ibu Cokorda Savitri vs Da JAGA di BPM Edisi Hu 89 Tahun I Melangitbubuh Segen Jaga di BPM Edisi Hut Denpasa Solo Run PSI Semarang JAGA di BPM Edisi Wi Mungkinkah ada wenter 793 Perguruan Purnama JAGA di BPM Edisi KH 4cm Color Rendition Chart
