Tipe: Koran
Tanggal: 1997-12-14
Halaman: 13
Konten
4 Desember 1997 SAR JADI BESAR NATIONAL Tbk. N-DENPASAR 5 (Ubung) bih Unggul lautern C 06 an nilai 25 dari 18 ndingan (7-4-7). Bay- Munich, tampaknya belum bisa menge- untuk minggu ini, na pautan nilainya at jauh, yaitu 35 dari ertandingan (10-5-3). ich menduduki tem- edua. lam pertandingan yang berlangsung di ai Laut Baltic, Hansa ock kalah 1-2 dari Her Bremen. Marco - mencetak dua gol Bremen masing-mas- i menit ke-13 dan 53. ngkan gol bagi Rostock Cak Marco Rehmer menit kesebelas. (ska/afp) waan ksiko Viduka, penyerang hiran Kroasia yang l dihadang penjaga ang Meksiko Oswaldo chez. etelah dua peluang Ned gagal menghasilkan John Aloisi akhirnya mperbesar keunggulan cralia menjadi 2-0 pada it ke-71. Meksiko men- bangkit dari keting- m dan memperkecil ket- alan menjadi 1-2 mela- itik penalti akibat ke- han kiper Australia Zel- Kalac yang menjatuh- penyerang Luis Her- dez ketika pertandingan ggal 10 menit lagi. mien Mori melengkapi ses Australia menjadi 3- elalui gol yang dicipta- pada menit ke-90. (ska/afp) ro si utama tahun ini," Arya Setyaki. rya Setyaki yang sela- ini dijuluki raja jalan- khususnya go kart ber- akan bertarung habis- isan. "Pokoknya saya us menang dan mem- tahankan gelar juara onal di akhir 1997 ini," snya. Sementara itu, John s Brata yang didampin- Bos Trendypromo, my dan dr. Bagus Dar- yasa ketika menjawab mjelaskan, sama sekali k takut dengan reputa- Demegang gelar juara t race formula A 1997 "Saya tidak takut. Saya n berlomba dengan dia pembalap lainnya. Pe- ng saya fifty-fifty karena tanding di Bali. Namun a akan berjanji menyo- posisi Arya Setyaki dari utan kedua," ungkap an Agus Barata. (077) 198 (or) AZ MINGGU PON, 14 DESEMBER 1997 Bali Post FENOMENA ? Masyarakat Masyarakat "Cuek", Gugatan Perwakilan Jadi tak Populer "C Mass Action" (gugatan perwakilan), merupakan upaya hukum alternatif yang dapat digunakan untuk mencegah kehancuran sumber penghidupan. Benarkah? Bagaimana caranya? Simak laporan berikut. red GUGATAN perwakilan, inti- siri nya adalah gugatan perdata (bia- sds sanya terkait dengan permintaan -ord injunction atau ganti kerugian) BIBI yang diajukan sejumlah orang, se- sb bagai perwakilan kelas mewakili qur kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai LT9 korban. Ratusan atau ribuan orang yang diwakili tersebut diistilahkan iqste dengan class members. "Melihat -rini esensi itu, gugatan perwakilan 192 merupakan upaya hukum alterna- - tif, ketika peluang hukum yang lain sudah tertutup alias buntu," tutur Kepala Divisi Hak Sipil dan Poli- -19tik Yayasan Lembaga Bantuan BAU Hukum Indonesia (YLBHI) Cabang -uber Denpasar, Agus Samijaya, S.H. -ven saat ditemui Bali Post. iluba Menurutnya, dalam posisi ma- BJUX syarakat yang lemah atau dilemah- iggkan, upaya ini lebih baik daripada Let masyarakat melakukan upaya lain ledm di luar jalur hukum. Pendapatnya ad ini ditopang aturan yang tertuang dalam pasal 1365 BW (Burgerlijk -m Wetboek) atau KUH Perdata. BITED -60 g/ 1910 D Буртас Andre ADA tiga perkara hukum yang -dolg pernah memakai gugatan per- "yrwakilan (class action), yakni guga- tan terhadap PT IIU dalam ka- "osus lingkungan, gugatan ter- Autrhadap PLN dalam kasus pema- Ruddaman listrik se-Jawa Bali, ser- asdmta gugatan terhadap Menaker JOLA dalam kasus penyelewengan dana Jamsostek. Jika dilihat satu per satu, keti- mga kasus tersebut melibatkan ba- nyak orang sebagai pihak yang "del dirugikan. Realitas dirugikan terse- -SJ but menggerakkan mereka ramai- Bisa ramai mengajukan gugatan hu- kum. Berhubung jumlahnya ba- sti nyak, mereka lalu mewakilkan ieds pada suatu lembaga yang dinilai -ibor berkompeten. subis Kalau kasusnya menyangkut 199 lingkungan, gugatan akan diwa-kil- Jikan kepada LSM atau lembaga ter- Teg tentu yang membidangi lingku- ngan. Demikian pula pada kasus- anal kasus di bidang lain. Pola gugatan perwakilan itulah yang menandai gugatan perwakilan. Pada kasus PT IIU (Sumatera Utara), gugatan perwakilan dila- kukan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). LSM di bidang lingkungan ini menjadi per- panjangan tangan sejumlah orang yang merasa dirugikan oleh akti- vitas PT IIU. Kerugian paling nya- ta yakni tercemarnya lingkungan setempat akibat pembuangan lim- bah produksi PT IIU. Setelah melewati beberapa persidangan, akhirnya PT IIU harus mengakui kesalahan. Pen- gadilan setempat menyatakan perusahaan itu telah melakukan tindakan yang secara hukum merugikan banyak orang. Se- bagai konsekuensinya, ia harus menerima dan menjalani sejum- lah sanksi hukum. Kasus PLN dihembuskan Ya- yasan Lembaga Konsumen Indone- sia (YLKI). Lembaga ini memper- juangkan kerugian pemakai listrik akibat pemadaman sepihak di wilayah Jawa-Bali. Menurut YLKI - sesuai materi gugatan - pemada- man tersebut mengganggu aktivi- tas bisnis serta kepentingan non- bisnis. Selain kerugian immateri- al, pemadaman itu juga me-nimbul- kan kerugian material mi-lyaran rupiah. Dalam logika para konsumen, pemadaman tersebut bukan kare- na faktor teknis, melainkan ada unsur kesengajaan. Namun demi- kian, terlepas dari teknis maupun tidak, yang pasti pemadaman itu terlalu banyak mengganggu ke- pentingan pemakai listrik. Dalam pasal tersebut disebutkan, siapa pun dia baik individu, kelom- pok, badan hukum yang merasa dirugikan dan memiliki bukti-bukti material dapat melakukan gugat- an. "Ini isyarat bahwa gugatan per- wakilan sebenarnya diakui dalam hukum di Indonesia. Sedangkan aturan khusus seperti di Amerika belum ada," lanjut Agus Samijaya. Belum populernya hak melaku- kan gugatan perwakilan di Indone- sia menurut pengamat sosial, Drs. Putu Suasta karena dua hal. Perta- ma, integritas hukum dan lembaga hukum di Indonesia masih lemah. Kedua, masyarakat Indonesia masih belum kritis dan tidak bertanggung jawab. Tidak bertanggung jawab, maksudnya masyarakat kita cuek, mau enaknya saja alias tidak mau peduli dengan persoalan sekitarnya. Atau kalaupun ada yang peduli, ha nya segelintir orang. Dengan kondi si ini bagaimana masyarakat akan melakukan gugatan perwakilan," sindir Suasta. Pendapat ini disetujui Agus 7J BPM/dok yang lalu kini sedang diproses di pengadilan. Sedangkan untuk ka- sus Jamsostek sedang dipersiap- Samijaya. Bahkan Agus Samijaya menambahkan, kedua faktor yang diuraikan Putu Suasta yang juga seorang aktivis LSM ini, disebabkan PBHI," jelas Agus Samijaya. kan aturan yang memberi peluang masyarakat melakukan gugatan perwakilan tidak disosialisasikan dengan baik. Tidak hanya pada masyarakat, aparat hukum sendi- ri banyak yang belum tahu," tegas Agus Samijaya. Jangan heran kalau aparat sendiri tidak siap, sehingga ketika masyarakat menempuh jalur ini, dianggap melakukan kekerasan. Seolah-olah, kata dia, gugatan per- wakilan dianggap prosedur hukum yang ilegal dan dipersepsikan oleh mereka sebagai upaya kekerasan, padahal prosedur ini sangat legal. Lebih lanjut dijelaskannya, pe- ngakuan gugatan perwakilan da- lam hukum di Indonesia sudah di akui secara material dan formal, khususnya pasal 1365 KUH Perda- ta. Terbukti kini gugatan YLBHI dan YLKI kepada PLN dalam ka- sus pemadaman listrik Jawa-Bali harus benar-benar menjamin ke- pentingan anggota kelas secara ju- jur atau terpercaya dan bertang gung jawab. Persyaratan ini diisti- lahkan adequacy of representation. Dalam praktik, jaminan ini yang harus diyakinkan kepada hakim pengadilan. Agus Samijaya selaku penga- cara YLBHI menjelaskan, per- syaratan adequacy of representation ini di negara lain dimaksudkan un- tuk menetapkan apakah gugatan itu termasuk upaya gugat-an per- wakilan atau gugatan biasa: Prose- dur ini biasanya diikuti de-ngan upaya memberi kesempatan kepa- da anggota kelas (yang sangat be- sar) yang diwakili untuk keluar atau masuk dalam perwakilan. Setelah itu prosedurnya sama saja dengan hukum pidana maupun hukum perdata. Ekonomis Pelaksanaan gugatan perwa- kilan untuk kasus-kasus yang ber- dimensi publik ini, menurut Putu Suasta, sangat menguntungkan masyarakat luas yang umumnya berada di pihak yang lemah. Per- tama, proses berpekara sangat ekonomis. Pengertian ekonomis di sini di mana gugatan perwakilan mampu mencegah pengulangan gugatan-gugatan serupa yang seje- nis secara individual. Manfaat ekonomis juga dialami pihak ter- gugat, karena hanya sekali menge- luarkan biaya untuk melayani gugatan masyarakat korban. kasus PLTP Bedugul, budaya dan masalah ketenagakerjaan ataupun pelayanan jasa. Berkeadilan Untuk kondisi Bali, kata Suas- ta, seharusnya pembangunan itu berasaskan keadilan. Artinya, pem- bangunan ini sesuai dengan kebu- tuhan masyarakat di mana pem- bangunan itu dilaksanakan. Per- soalannya, pembangunan di Bali itu belum menunjukkan berkeadil- an. Karena itu gugatan perwakilan merupakan jalan alternatif untuk mewujudkan keadilan itu. Kalau tidak ada jalur alternatif semacam ini, niscaya sumber alam Bali akan mengalami kehancuran," tegas Suasta. Terkait dengan kekhawatiran Putu Suasta itu, Direktur Ekseku- tif LSM Konservasi Alam Reksa Semesta, Widiana Kepakisan me- nyarankan, semua pihak, baik masyarakat, LSM, maupun LBH harus dari sekarang melakukan gugatan perwakilan untuk kasus- kasus yang mengancam sumber kehidupan masyarakat Bali. Mi- salnya PLTP Bedugul yang jelas- jelas mengancam kelangsungan hutan dan air bagi masyarakat Bali. "Jangan menunda-nunda lagi," ajak Widiana Kepakisan. Ajakan itu tentu tidak mudah dengan kondisi masyarakat seper- ti saat ini. Untuk itu Putu Suasta dan Agus Samijaya sepakat perlu diadakan penyadaran sosial kepa- da masyarakat dan aparat hukum- nya sendiri. Penyadaran itu lewat sosialisasi secara terus-menerus sehingga keduanya diberdaya- kan, Staf ahli hukum menteri Lingkungan Hidup (yang ikut ber- peran meloloskan poin gugtan per- wakilan dalam UU No. 23 Tahun 1997), Mas Achmad Santosa, S.H., LLM, dalam bukunya Konsep dan Kedua, akses pada keadilan. Penerapan Gugatan Perwakilan' Artinya, mengurangi beban yang menjelaskan secara panjang lebar ditanggung individu jika secara mekanisme beracara pada upaya sendiri mengajukan gugatan ke pe hukum gugatan perwakilan. Me- ngadilan. Ketiga, perubahan sikap nurutnya, komponen gugatan per- pelaku pelanggaran. Artinya, prose- Kunci dari upaya ini ada pada wakilan terdiri dari dua komponen dur ini memberikan akses yang le- pertimbangan hakim. Kalau objek- yaitu perwakilan kelas dan anggo- bih luas pada pencari keadilan un- tif dan bukti material kuat, optimis ta kelasnya. Kedua komponen ini tuk mengajukan gugatan dengan gugatan perwakilan dapat berjalan merupakan pihak-pihak yang cara cost efficiency. Sekaligus men- dengan baik. Untuk mencapai hara- mengalami kerugian. Dalam gugat- dorong perubahan sikap dari mere- pan itu, menurut Agus, perlu pem- an perwakilan, komponen perwa- ka yang berpotensi merugikan ke benahan baik dari segi sistem, apa- kilan kelas dalam jumlah sedikit, pentingan masyarakat luas,urat dan masyarakatnya. Asas lega- tampil atau maju sebagai peng-Secara gamblang dijelaskan litas gugatan perwakilan ini cukup gugat mengatasnamakan dan Suasta, kasus-kasus yang memung- kuat, yakni UUD 1945, agar lebih memperjuangkan kepentingan diri kinkan menempuh jalur ini di an- kuat perlu segera dirumuskan per- mereka maupun yang diwakilinya taranya yang terkait dengan HAM, undang-undangan gugatan perwa- (dalam jumlah yang biasanya sa- lingkungan semacam pemanfaatan kilan secara khusus. ngat besar). Perwakilan kelas ini pantai, hutan lindung semacam Kontrol Rakyat terhadap Pemerintah Seperti kasus PT IIU, dalam pihak lain. perkara ini, PLN harus mengakui kesalahan. Majelis Hakim PN Jakarta Selatan - tempat kasus ini disidang-memutuskan, PLN telah melakukan pelanggaran hukum. Bentuk pelanggaran, yakni secara sengaja mengganggu kepentingan Kendati demikian, kuasa hu- kum PT PLN tak mau tinggal diam atau menerima begitu saja kepu- tusan majelis hakim. Hingga kini, mereka masih sibuk mengurus pengaduan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Posisi Lemah Terakhir adalah kasus gugat- an perwakilan yang dilakukan oleh Perhimpunan Bantuan Hu- kum dan HAM Indonesia (PBHI) yang mengatasnamakan para pekerja yang tergabung dalam Jamsostek untuk menggugat Menaker dan Direksi Jamsostek. Tindakan 'class action' yang di- lakukan PBHI, menurut Direktur Eksekutif PBHI, Hendardi, ber- kaitan dengan penyalahguna-an dan penyimpangan dana Jamsos- tek yang tidak sesuai dengan atu- ran-aturan yang berlaku yaitu Mencari Kekuatan Lakukan "Class Action" TERNYATA banyak kasus gugatan perwakilan (class ac- tion) di Indonesia ditolak oleh lembaga peradilan. Tidak se- 'cara transparan dijelaskan mengapa demikian, padahal rakyat secara nyata telah men- jadi korban kesewenang- wenangan. Di manakah kita bisa mendapatkan secuil per- aturan yang bisa menjamin dan menguatkan masyarakat mela- kukan gugatan perwa-kilan? Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali, I Made Nurbawa, S.E., UU Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997 salah satu di an- taranya menjamin masyarakat atau organisasi lingkungan hidup untuk melakukan gugat-an per- wakilan. "Hal itu diatur dalam pasal 37," tegasnya. Dalam pasal tersebut ditegaskan tiga hal. Pertama, hak mengajukan gugatan secara perwakilan atau gugatan perwakilan. Ke- dua, hak masyarakat mengaju- kan laporan mengenai per- masalahan lingkungan hidup yang merugikan diri mereka. Ketiga, representative standing bagi instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan untuk bertindak mengatasnamakan masyara- kat. Nurbawa menjelaskan, pe- ngertian gugatan perwakilan pada ayat ini adalah hak kelom- pok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugi- kan atas dasar kesamaan per- masalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan kare- na pencemaran dan atau perusa- kan lingkungan hidup. "Seharusnya, kehadiran UU ini sejak dulu diimpikan ma- syarakat," tegas Direktur Ek- sekutif LSM Konservasi Alam Reksa Semesta, Widiana Kepa- kisan. Meskipun demikian, man- tan Ketua SMPT Unud ini meli- hat kelahiran UU No. 23 tahun 1997 ini sangat bermanfaat bagi memberdayakan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup. Kehadiran gugatan per- wakilan ini merupakan tolok ukur pelaksanaan demokrasi khususn- ya kedaulatan rakyat yang diatur dalam pasal 1 UUD 1945. Jadi, kehadirannya mutlak diperlu- kan," tegasnya. Soal keterlambatan hadirnya UU Lingkungan Hidup yang me- nempatkan gugatan perwakilan sebagaimana negara yang me- nganut sistem hukum anglo sa- xon-seperti di Amerika Seri- kat, menurutnya disebabkan beberapa faktor. Pertama, ada in- dikasi pemerintah lewat aparat- nya yang belum mengerti tentang produk hukum yang namanya gugatan perwakilan ini. Kedua, masyarakat kita memang lemah. Dalam artian, tidak tahu adanya peluang untuk itu. "Karena itu, secara politis pemerintah harus bertanggung jawab dalam kasus ini," tegas Widiana Kepakisan. Salah seorang tim ahli hukum Menteri Lingkungan Hidup, yang ikut menggodok keluarnya UU No. 23 tahun 1997 tentang Pe- ngelolaan Lingkungan Hidup ada- lah Mas Achmad Santosa, S.H., LL.M.. Dalam bukunya 'Konsep dan Penerapan Gugatan Perwa- kilan" memaparkan sejarah keha- diran konsep gugatan perwa-kilan dalam UU No. 23 tahun 1997. Menurutnya, konsep tersebut se- benarnya tidak ada dalam rancan- gan yang diajukan peme-rintah kepada DPR RI maupun dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Fraksi-fraksi di DPR RI. "Pasal itu muncul dalam pem- bahasan pada panitia kerja (pan- ja) DPR RI bersama peme-rintah pada bulan Juli 1997 di Hotel Kar- tika Chandra," papar Achmad Santosa. Gagasan pencantuman itu berawal dari gagasan seo- rang anggota panja dari F-KP. Gagasan itu kemudian dikem- bangkan Menteri Negara Ling- kungan Hidup Sarwono Kusu- maatmadja selaku wakil peme- rintah yang selalu hadir dalam setiap rapat panja. Saat itu Sarwono meminta tim ahli untuk merumuskan gagasan itu agar sesuai dengan konsep asli gugatan perwakilan yang diterap kan di negara penganut sistem hukum anglo saxon. Persoalan Politis Namun, sebelum masuk dalam gugatan perwakilan, menurut Nurbawa, ada beberapa persoalan pokok yang harus dicermati dalam persoalan lingkungan. Per- tama, soal struktural. Persoalan ini sifatnya politis sehingga sa- ngat rumit. Kedua, soal teknis, seperti penyiapan SDM dan bagaimana agar setiap peru- sahaan memiliki teknologi daur ulang. Nurbawa mengingatkan, kalau ada persoalan lingkungan, se- Kasus-kasus yang sudah Terjadi baiknya masyarakat menempuh jalur prosedur yang sah lewat gugatan perwakilan sehingga tidak terjadi pelanggaran hu- kum. Beberapa hal yang harus dicermati sebelum melakukan gugatan perwakilan menurut- nya, kalau ada persoalan ling- kungan, langkah awal adalah menanyakan langsung ke ins- tansi terkait. Setelah dike-tahui ada pelanggaran, barulah diada- kan penyikapan terhadap kasus itu sesuai pasal-pasal dalam UU Lingkungan Hidup itu. "Di si- nilah kita melakukan gugatan perwa-kilan," ujarnya. Beberapa kasus yang dapat di- lakukan proses gugatan perwa- kilan di antaranya Nirwana Bali Resor (NBR), PLTP Bedugul dan reklamasi Pantai Padanggalak. "Namun yang lebih penting, se- jak awal masyarakat harus melakukan pengawasan ter- hadap pelaksanaan pembangu- nannya," saran Nurbawa. BEBERAPA kasus gugatan per- wakilan yang monumental di Indone- sia dan luar negeri serta kasus di Bali yang sebenarnya memungkinkan di- lakukan upaya hukum ini. 1. Kasus Agent Orange (1987) di Amerika Serikat. Kasus ini merupakan gugatan perdata yang diajukan oleh ribuan veteran perang Vietnam tehadap penghasil/pabrik kimia beracun yang menggunakan bahan tersebut sebagai defoliant dalam perang Vietnam. Peng- gugat mendalilkan bahwa bahan ki-mia beracun yakni agent orange (salah satu jenis dioxin) sebagai penyebab kerugian (nan) (nan) UU No. 23 tahun 1992 dan PP No. 28/1996. Menurut PBHI, mereka me- wakili masyarakat, khususnya para pekerja yang tergabung dalam Jamsostek memberikan kuasa hukum kepada PBHI un- tuk mengajukan gugatan. Dari catatan yang ada, aduan ma- syarakat ini mencapai ratusan orang dari berbagai kota di Indo- nesia. Menurut Hendardi, pengaju- an gugatan perwakilan ini se- bagai upaya kontrol masyarakat terhadap pemerintah. "Harap di- ingat, dalam setiap bulan, uang para pekerja ini dipotong untuk iuran Jamsostek. Oleh karena itu mereka punya hak untuk me- ngontrol ke mana uang mereka digunakan," ujarnya. Selain itu, banyaknya aduan dan keinginan untuk menggugat, menunjukkan meningkatnya ke- sadaran masyarakat terhadap hukum dan hak-haknya. Namun karena sifat 'class action' itu per- wakilan, PBHI membatasi jum- lah masyarakat yang ingin me- ngajukan gugatan. Walaupun disadari posisi masyarakat selalu lemah dalam setiap gugatan perwakilan, na- mun Hendardi optimis gugatan itu akan mempunyai dampak yang positif bagi masyarakat. Minimal partisipasi masyarakat ini dapat mengontrol tindakan pihak-pihak yang berpeluang merugikan orang banyak. (pam/jar) HALAMAN 13 SOROT Mewakili BAYANGKAN ketika peristiwa ini terjadi. Suatu hari, aliran listrik di sebagian besar wilayah Jawa dan Bali padam. Padamnya pun tak tang- gung-tanggung, puluhan jam. Maka, puluhan jam pula ribuan mesin fotokopi tak bisa bekerja. Pu- luhan jam pula ribuan komputer tak bisa menya- la. Puluhan jam pula ribuan, bahkan jutaan pe- candu telenovela ngomel-ngomel karena tidak bisa menyaksikan kelanjutan nasib Maria Mer- cedez. Puluhan jam pula ribuan orang yang biasa menggunakan jasa kereta api listrik terlun- ta-lunta, karena mencari dan me-nemukan alter- natif angkutan lain di kawasan Jabotabek (mis- alnya) sangat tidak mungkin, tidak hemat dan tidak tertib. Cerita ini masih bisa dilanjutkan dengan pu- luhan, ratusan atau bahkan ribuan cuplikan kisah lain yang beraneka ragam, namun memiliki kes- amaan karakter: bingung, kesal, marah, sekali- gus tak bisa berbuat apa-apa. Yang paling pent- ing dari semua itu berhubung dunia sekarang lebih cenderung memandang manusia semata- mata sebagai homo economicus, adalah jum- lah milyaran angka kerugian yang timbul akibat "kecelakaan" itu. Karena sejumlah transaksi bis- nis jadi tertunda, bahkan bisa jadi batal. Sejum- lah business appointment yang seharus-nya meng- hasilkan uang malah melahirkan timbunan utang karena terpaksa harus dibatalkan. Itu baru keru- gian nyata, yang dalam bahasa hukum disebut actual damages atau actual loss. Belum lagi keru- gian yang tidak nyata, yang di kalangan lawyer populer dengan istilah mental injuries-yang juga bisa, bahkan biasa, diangkakan dengan jumlah nominal yang dapat membuat kita terperanjat bukan main, karena cara menghitungnya me- mang tidak main-main. Yang menjadi pertanyaan kemudian, apakah mungkin pihak-pihak yang merasa dirugikan, yang jumlahnya ribuan bahkan jutaan itu, secara sendiri-sendiri dan dalam waktu yang bersamaan mengajukan tuntutan pembayaran kompensasi (ganti kerugian) kepada pihak yang dianggap menjadi penyebab timbulnya kerugian itu? Se- cara teoritis, bisa saja. Sebab, dalil hukumannya adalah, barang siapa yang menimbulkan keru- gian, wajib membayar kompensasi kepada pihak yang menderita kerugian." Namun, jika jumlah pihak yang menderita kerugian itu sedemikian besarnya, hal itu tidaklah mungkin dilakukan secara sendiri-sendiri dan dalam waktu yang ber- samaan, karena sangat tidak praktis, jika tak mau dikatakan mustahil. Bagaimana mungkin meng- hadirkan ribuan, bahkan jutaan orang secara ber- samaan di pengadilan untuk suatu objek perka- ra yang sama? Dari keadaan seperti itulah awal mula tim- bulnya sistem beracara yang dinamakan class action atau representative action, yang belakang- an ini mulai banyak dibicarakan, dan tampak- nya akan makin populer pada waktu-waktu yang akan datang. Prosedur class action ini adalah sa- rana atau jalan bagi sekelompok besar orang yang memiliki kepentingan terhadap suatu soal di mana lewat sarana itu mereka, melalui wakil- wakilnya, dapat menggugat tanpa perlu mengikutsertakan setiap orang dari kelompok tadi. Agar suatu gugatan dengan cara class ac- tion itu dapat dilaksanakan, paling tidak, harus dipenuhi dua kondisi. Pertama, orang yang meru- pakan satu kelompok tersebut harus sedemikian besar jumlahnya sehingga mustahil untuk mem- bawa mereka semua ke pengadilan. Kedua, pada diri mereka yang dapat dianggap mewakili ke- pentingan kelompok tersebut haruslah terdapat alasan yang cukup valid sehingga dipandang rep- resentatif untuk berbicara atas nama keseluru- han kelompok tadi. Atau, dalam bahasa hu-kum- nya, dalam diri pihak yang mewakili kelompok atau komunitas tertentu itu harus ada sebab tin- dakan untuk melakukan gugatan" atas nama kel- ompok tersebut dalam suatu perkara. Di samping kedua syarat tadi, juga harus ada batasan yang jelas menyangkut pengertian "masyarakat/kelompok yang berkepentingan" dengan persoalan hukum dan fakta terkait yang berpengaruh terhadap pihak-pihak yang diwa-kili. Namun, hal paling penting dari semua itu adalah, baik penggugat maupun tergugat dalam suatu gugatan class action harus diperlukan sebagaim- ana layaknya pihak-pihak dalam perkara guga- tan biasa. Sistem ini sesungguhnya bukan suatu hal baru dalam dunia hukum, terutama di negara-negara anglo saxon, khususnya di Amerika Serikat. Hal itu telah diatur dalam Hukum Acara Perdata Federal Amerika Serikat. Namun, penjelasan ini tidak bisa serta-merta diinterpretasikan bahwa gugatan class action hanya dikenal dan berlaku di negara-negara yang menerapkan anglo saxon atau negara-negara yang menganut common law system, sehingga tidak berlaku di Indonesia yang menganutcivil law system. Sebab, memang tidak ada alasan yang cukup kuat untuk menduku- ng interpretasi yang demikian. Karena yang menjadi persoalan adalah timbulnya kerugian akibat dari adanya suatu tindakan. Baik tin- dakan itu berupa kesengajaan maupun kelala- ian, dan bukan persoalan sistem hukum apa yang dianut. atau penderitaan fisik maupun emosion- pramugari American Airlines yang kini al para penggugat. Walaupun pembuk- menderita kanker paru-paru, mewa- tian kasus ini sangat kompleks, hakim kili dirinya dan 60.000 awak pesawat pengadilan memutuskan pemberian ko- lainnya di Pengadilan Negeri Miami mpensasi sejumlah 250.000.000 dolar Florida. Pengguggat mendalilkan diri- AS. Jumlah itu didistribusikan melalui nya tidak pernah merokok secara aktif, dua cara. Pertama, tunai kepada para kanker paru-paru disebabkan karena ia pengguggat dan ke-dua dalam bentuk perokok pasif selama bertugas. Penga- layanan rehabilitasi bagi para korban dilan memutuskan kepada perusahaan- dan perawatan kesehatan bagi korban perusahaan rokok untuk membayar yang sekarang diketahui maupun yang 300.000.000 dolar AS untuk melakukan nanti diketahui. studi tentang penyakit-pe-nyakit yang disebabkan oleh rokok. Individual com- pensation tidak dikabulkan oleh penga- dilan namun disarankan untuk menga- jukan secara individual. 2. Kasus Dalkon Shield (1989) di Amerika Serikat. Dalkon Shield adalah perusahaan penghasil kontraseptif se- bagai penyebab sterilisasi dan kecacat- an pada bayi bagi penggunanya. Kasus ini merupakan gugatan perwakilan yang berhasil di mana penggugat yang jumlahnya masal mendapatkan ganti rugi uang dalam waktu relatif cepat. 3. Kasus The Secondhand Smokers (1997). Gugatan perdata ini diajukan oleh Norma Broin (42 tahun) mantan Di Indonesia 1. Gugatan Bentoel Remaja. Penga- cara RO Tambunan mendalilkan dalam gugatannya bahwa ia tidak saja mewakili dirinya sebagai orangtua dari anaknya, akan tetapi juga mewakili seluruh generasi muda yang diracuni karena iklan perusahaan rokok Ben- ●Palguna toel. Kasus ini ditolak pengadilan, de- ngan alasan hukum acara Indonesia tidak mengaturnya. 2. Gugatan Demam Berdarah. Gugatan ini diajukan pengacara Muchtar Pakpahan melawan Guber- nur DKI Jaya dan Kakanwil Kesehat- an DKI Jaya, mendalilkan bahwa peng- gugat bertindak untuk kepenting-an diri-sendiri sebagai korban wabah de- mam berdarah maupun mewakili masyarakat penduduk DKI Jakarta lainnya yang menderita wabah seru- pa. Kasus ini pun ditolak pengadilan dengan alasan serupa. Kasus-kasus di Bali yang memung- kinkan dilakukan gugatan perwakilan menurut beberapa nara sumber yang dihubungi BPM adalah kasus NBR (Nir- wana Bali Resor), reklamasi Pantai Padanggalak dan Serangan, PLTP Bedu- gul, Jembatan Jawa Bali dan kasus Taman Nasional Bali Barat. (nan) 2cm Color Rendition Chart
