Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bali Post
Tipe: Koran
Tanggal: 1997-12-14
Halaman: 19

Konten


, 14 Desember 1997 Minggu Pon, 14 Desember 1997 ik Kesenian ar. Itu pun harus selektif, se- ngga budaya kita berakar mat pada anak. Yang teruta- a diperkenalkan kepada ak adalah sembahyang, spir mal. Sebab di dalam pendidi- n budi pekerti, ada empat etode yang diajarkan yaitu editasi, bernyanyi, kerja kel- pok, dan cerita. "Lewat ke- mpat metode itulah anak- ak mendapat ajaran nilai- lai kemanusiaan yang ber- sar pada lima pilar, yakni ya(kebenaran), dharma (ke- jikan), prema (kasih sayang, anti (damai), dan ahimsa lak dengan kekerasan. Tan- itu kita akan kalah," tandas- a seraya menambahkan, rdasarkan penelitian, kelom- k anak yang diajarkan ber- sarkan keempat metode sebut mempunyai inteligen- yang lebih tinggi daripada ak yang tidak diajarkan den- n metode tersebut. Untuk mengenalkan anak da lagu, orangtua jangan nya menyanyikan lagu-lagu sebut. Orangtua juga perlu enjelaskan makna yang ter- ndung dalam lagu-lagu sebut, dengan catatan cara embahasakan makna lagu cara sederhana. "Makna apa ng dapat kita petik dari lagu au cerita Bali dan apa tujua- ya, itulah yang dijelaskan n kita tekankan berulang- ang," katanya. atel Denpasar (goa) n Senyum ipamerkan di dinding lan- penerangan yang cukup ananya akan dipakai se- ir tersebut terlihat cuk- tema, gaya dan bahan ukuran kanvasnya pun nulai dari 30 X 40 cm sam- -Harga yang ditawarkan 5 juta sampai Rp 35 juta. lih kebanyakan bernuan- Atjeng yang merupakan a Gunawan ini salah satu lih Pantai Belih sebagai ia gambarkan mulai dari mpai jukung khas Bali. Bali ini juga ditekuni oleh ra, Wahyu Srikandi, Gus- ha. Gusti Ngurah Wedaga- adalah binatang, dan ter- ikis yang memilih ikat se- esinya, masing-masing M dan Nandang J Abdulwa- anusia, khususnya sosok ema sentral digagas oleh Redi Slamet Soeroto dan straksi warna dan simbol osi seni dari I Wayan Su- INR Ardika, W Cameng na, Jamil Supriatna, Sony yang ditampilkan mulai naturalis sampai abstrak erapa terlihat masih men- adisional seperti yang di- gurah Wedagama, namun terlihat dipengaruhi oleh rupa. Sedang bahan yang rekspresi mulai dari cat air at minyak, avcrylic sampai (wan) ngkupiku. Mungkin mere- a penasaran, kesal, enang, atau bahkan bunuh iri. Aku cuek. Dunia asma- a seperti lepas dari yang uatu yang berada di balik ku gariskan, seperti se- ru langit. Dan ketika dulu enasaran, aku seperti ter- ang ke langit membawa isau tajam untuk menyobek layar luas itu. Mungkin di dalamnya ada urga, neraka bidadari, Tu- an yang perkasa. Bila in- ah aku akan tinggal di alamnya. Ternyata semua uruk. Clan terbaik ali Post Pemilihan Iklan Terbaik oleh pertama bulan berikutnya. "ost yang sedang Anda baca Anda terbaik. ng tersedia di bawah ini (foto pada kartu pos( tiap kartu lir jawaban) dan nomor KTP atau identitas Dat-lambatnya pada akhir st 01 2 bulan berikutnya. sing-masing jam dinding Bali Post. sing-masing T. Shirt Bali Post BULAN ESEMBER 97 Ibu GALANITA, Parade Sajak NIDESI ASA GITA (Tabanan) GITA Semanggi semanggi ngambang pada genangan air diantara rimbun hijau padi padi mengantar langkahku ke puncak keyakinan cahayaMU, segalang matahari Dengan doa kubajak pematang hati agar cucuran keringat setulus buin buih ombak garami hampa jiwa BerkahMU, tak mungkin kubentang tak cukup tualang ke seribu pulau semanggi semanggi ngambang pada genangan air diantara rimbun hijau padi padi suluh bagi ketajaman mataku agar tak melangkahi mata hati NYANYIAN BURUNG PANTAI SERANGAN Nyanyian burung kehilangan nuansa ketika rantingranting makin tak utuh seperti letih teriak gelombang tak punya keramahan makna pada dindingdinding pantai Nyanyian burung kehilangan irama ketika daundaun setia digugurkan sedang musim gugur tak musimnya mencukur dan gelisahi gelisah Di pematang gelombang angin malas bersulang karna daun daun yang biasa dilambaikan bagi semangat tualang anak anak sampan digusur dari semaknya galangi sarang nelayan tanpa jejak tanpa bayang GANGSANG Lalanglalang telanjang sisakan embun bagi kematangan rinduku merangkai seikat perjuangan Pada ladang lalang kutata dedaunan menjadi gubuk kutata suara suara menjadi kidung kutata hari hari menjadi cermin kutata perasaan menjadi tekad Tekadku, pagari ladang lalang agar burung burung tak enggan berkumandang sedamai ricik air pancuran nafasi anak anak sungai kabarkan cerita ke pantai Pada ladang lalang kurangkai perjuangan sehangat ubi ubi mematangkan kematanganku DI WANTILAN TAMAN BUDAYA II RUMAH TANPA JENDELA tapi, Rumah tanpa jendela, hanya ini milikku selamat datang pada debu dan sampah yang belum sempat kuakrabi" Segelas kopi tumbuk dan seiris labu rebus menyapa tanpa suara, nikmati seadanya karena haru merengkuhku atas kehadiranmu yang tak kubayang datang Malam ini suara suara sarat makna membawa rasaku tak gelap oleh malam dari rumah tanpa jendela ini hanya salam sahaja dapat kuberi, selamat jalan matahari dan bulan suluh kembara jiwaku sepanjang hari" BIAR KATA ITU LURUH Biar kata kata keruh itu luruh menjadi angin yang samar irama katakan dengan bisikan atau cahaya air mata derita apa merindukan hari harimu agar lahir biru langit biru samudra Biar derai air matamu berhanyut meraba asin keringat gelombang ceritakan kejujuran pedihmu kepada pasir yang setia menggunung agar karang hatimu tak hilang jiwa KETIKA TANGIS MENGUSIK LELAP TENGAH MALAM : ibu srisca mahalini Adakah impian kau mainkan dalam tidur malam? karena tangis anakmu gemuruh angin pantai tak henti hentinya memainkan air menjadi gelombang dan ingin menepi pada teduh pangkuan pesisir Adakah impian kau mainkan dalam tidur malam? karena kau pesisir yang ramah dan gelombang anakmu terus memanggil manggil sebelum kau lelap di keheningan Karena kau pesisir yang ramah tangis mengusik lelap tengah malam semakin menjadikan kau ibu yang kasih membelai teriak gelombang menjadi hening samudra mesiki matamu samar cahaya meski darahmu lelah melangkah Debu debu rumahi rumah budaya sebab baleganjur, pendet, dan lelambatan menabuh, menari ketika pesta dirindukan ketika pesta usai kesepian mulai bersahutan di panggung bisu, debu debu meneriakkan kemenangan sementara, kursi kayu makin kotor dan lapuk Kutanya pada diam yang biasanya jujur mengapa kebisuan dirindukan? mengapa kematian didiamkan? mengapa aku makin tak mengerti ? ternyata diamku memilih diam. TUKAD YEH SUNGI Tangga tangga tebing batu paras subak gangsang DI WANTILAN TAMAN BUDAYA III Bintang bintang, kunang kunang, bulan dan matahari selamanya kasih berumah kata hati, bersua kata rasa. lihat, lihatlah ibu! to eG BLO semakin berlumut dekil emas impian yang kau lahirkan semakin gigil kesepian ini menjaga dingin malam. lihat, lihatlah ibu! kusam raut wajah emas yang kau lahirkan rambut selebat lalang kini menipis dan kusut. Ibu, kau lahirkan kematian. kemesraan hanya ngombak sesaat dan keinginanmu hanya bayang bayang impian. CERITA DARI IBU Ibu, lewat ketulusanmu kau tuang secangkir cerita perjalanan hidup. : hidup adalah perjuangan yang tak pernah berakhir seperti air, berjuang memadu rindu ke samudra lalu kelangit melukis gumpalan awan kabarkan teduh pada gerah napas menemani keseharianku bersua bening air. Ibu, Ingat masa kecil ketika diajari ibu menembangkan tembang sekar alit sambil girang bermain kecipak air seperti betah akar akar pepohonan menjaga retak tebing dari keruntuhan Ketika bertandang ke kota hanya gerah dapat kutuai dan akupun ingin segera pulang pada bening air tukad yeh sungi karena bertahun tahun kujalin tali kesetiaan saling menjaga bersama tebing bersama air Bagi tukad yeh sungi tembang sekar alit dan bermain kecipak air adalah irama suka duka menjaga ricik bening air Membayangkan tukad yeh sungi ketika kuingat di kota ricik sungainya mengalirkan limbah akupun ingin bertanya pada ibu pada nganga tanah pada layu daun daun lewat kehangatanmu kau rakit sepenggal cerita. : hidup adalah cobaan yang tak pernah bosan menggoda seperti gula akrabi semut semut kenikmatan lalu mengiringnya sampai kapan kutembangkan tembang sekar alit? DI WANTILAN TAMAN BUDAYA I : kepada. Putu Wijaya Kata katamu mengalir, terus mengalir seperti air salami batu batu bisu dari mana asal kata katamu? kemarau panjang ini, gersang meladang debu debu gumpali sesak dada suaraku dibenam tatah gairah mungkin aku batu batu bisu yang kau salami dengan kata kata mengalir, terus mengalir Dari mana asal kata katamu? kemarau panjang ini, kata kataku mencari cari setelaga rindu, sepertimu sembur bening air ke ujung langit menjadi guratan awan menjadi gerimis melahirkan sungai kata kata mengalir, terus mengalir sepanjang hari ke jendela derita ke jendela kematian. MEMBAYANGKAN IBU Pagi buta Bali Post Halaman 19 Ibu GALANITA, Parade Sajak NURMALA DEWI (Jembrana) PERTEMUAN Waktu adalah jarak kerinduan mendiami rumah batin kita Dan dari jendela ini kubuka kenangan lalu terbang bersama camar pagihari Masihkah hatimu di kapal itu? saat arus menuntun pelayaranmu menuju karang di bawah lampu muara Di sinilah malam terkulai dengan dinginnya melelapkan mimpi kita yang sama PANTAI TERAKHIR Mari mengembara bersama duka mendayung perasaan ke pantai-pantai diri berbekal sepotong mimpi dari bayangan bulan yang mengembang Siapa tahu biduk yang kita layari akan membagi warna pelangi bumi di atas savana hijau dan keluasan matahati CATATAN SEPI Jiwa yang sepi dalam hati remuk redam berapa kemarau mesti dilewatkan tanpa makna asin keringat? Taman-taman langit yang kujaga dari kekeringan hanya menunggu airmataku mengaliri akar bunga-bunga penantian KEMARAU PANJANG Kemarau di hatiku, Mari mengembara bersama nasib menimang-nimang sunyi ke semesta peristiwa berteman nyanyian ombak dari gelora laut yang mendewasakan cinta di pantai terakhir JALAN SETAPAK meski arah yang kita tempuh saling berseberangan langkah namun jalan setapak ini selalu saja menyimpan makna masihkah percakapan itu menjadi bekal pengembaraanmu? sebab ingin kudulang sepi sebelum lahir dari bait puisimu KEBUN ILALANG Selain bebatuan dan biji tanah hanya kekeringan mendiami kebun ilalang yang terpanggang panasnya matahari Tapi masih kupagar gelisahmu Agenda Kantong Apresiasi '97 dengan bayangan cuaca The Jepedens corner - Kick'98 ●Salah Satu Titik Akselerasi Bali versi Jatim.... BADAI Perempuan Punya DESEMBER'97 Edisi KHUSUS Hari Ibu para MAHASISWI ya BPM 21 Des'97 Lomba Drama Modern 1997 Lomba Drama Modern (LDM) 19 sampai 30 Desember 1997 HUBUNGI Panitia LDM-FS Unud Jln. Nias 13-telp 224121 Menjelang MUSPA LOPAGANGGA TM'98 di Marga Tabanan Acara Tutup Tahun'97 untuk Tabanan dan sekitamya berlangsung 24 dan 25 Desember 1997 di Marga SEGERA hubungi SANGGAR CANDI Marga, telp 245469 Sejuta Rupiah Sajak Hari Ibu'97 Dengan Semangat Cinta Kasih Sayang Ibu Pertiwi'97 SAYEMBARA ditutup 31 Desember '97 sesuai STEMPEL pos.... BALI BEHIND The SEEN and..... ●DICARI 20 CERPEN ber-setting BALI segala TEMA dan GAYA... Akan diterjemahkan dalam bahasa Inggris Go Inter.... SEGERA kirim dengan KODE.... CERPEN BALI GO INTER.... ARTIST CAFE DIPO-KUTA'98 ●Coming on Age in Denpasar Hayu and Kuta Wahyu'98 Tadarus Puisi Nuzulul Al Quran'98 ●Sekali Sebulan Gradag-grudug KPSJ Bali Barat '98 Sabtu dan Minggu 17 dan 18 Januari'98 di Loloan Barat Hubungi KAKALAM Jln. Kato Lampo 29, telp 41169 atau PONDOK SENI Negara 40031 (0365) Kontak Siswi Hari Ibu '97 (Sekali Sebulan Ikuti Edisi Siswa) Kepada Adnyani, Arinie W, Krisnadi Padmi, GA Miranty, Rasmini, Lisa Darmawati, dari SMUN 1 Amlapura Karangasem Kepada I Gusti Ayu Mertayoni, Desak Nyoman Karini dari SMUN 2 Amlapura Karangasem Kepada Ida Ayu Wahyuni di Temega Padangkerta Karangasem... Kepada Ayu Yuliani di Jalan Diponegoro Amlapura Kepada Vivi Lestari - SMUN 1 Denpasar Teater ANGIN... Kepada Kumala Dewi Loloan Barat Negara Jembrana Kepada Ni Desi ASA Gita - SMU TP 45 Marga Tabanan Edisi HARI IBU PARA SISWI 14 Desember 1997, karena KESULITAN TEKNIS tak bisa tampil UTUH sebagaimana diharapkan. Berdasarkan kemampuan edisi ini mestinya diborong oleh Ni Desi ASA Gita (Tabanan) dan Kumala Dewi (Jembrana) Kepada semua muka muka baru terutama dari Amlapura Karangasem dimohon kontinu berlatih dan mengirim naskah. Kiriman-kirikan pertama Anda moga-moga ada yang LOLOS nanti dalam edisi SISWI bulan Januari 1998. Terima kasih dan selamat berkarya. ketika matahari belum beranjak kau junjung sekeranjang daun pisang dan seikat ranting ranting kering berlampu cahaya bulan yang makin menua kau jelajahi pematang licin berlumpur menyuarakan keringat pagi ke pasar desa demi segenggam gula dan seiris daging bagi kehangatan keluarga di bawah lumbung padi Tak ada waktu mematung diri, ibu bola matamu enggan biarkan anak anakmu bermain di luar jaring jaring kasih kesetiaan dinding hatimu senantiasa menyapa dengan segelas kopi dan sepiring ubi rebus pengganti cucuran keringat ketika suami pulang ladang kepasrahan pada Tuhan membuatmu tak pernah ingkar rangkai sesajen untuk ketulusan doa padaNYA ketika malam sepenggal cerita begitu tulus kau ceritakan sebagai bekal mimpi anak anakmu Tak ada waktu mematung diri, ibu keringatmu muasal tualang air sungai sebelum mengaca diri di biru samudra napasmu muasal sketsa bagi lukisan sebelum menyuarakan makna dan keinginan Membayangkan ibu aku merasa belum pernah rasakan asin keringat sendiri mungkin jiwaku sedang gigih untuk malas berjuang hanya kesetiaan matahari memaksaku berkeringat maka, beri aku waktu, ibu menjelma dari patung kemalasanku PEREMPUAN TUA DI LADANG GANGSANG Perempuan tua tanpa kebaya itu ibuku Di sini, memendam kerinduan hujan kita menggali percakapan membakar duri kenangan yang menusuk warna-warni bianglala saat embun menyusup ke serat matamu SEBUAH TAMAN Sebuah taman yang kini kujaga ramai dikunjungi kupu-kupu Sebab wangi kembang itu seakan menawarkan aroma cinta bagi kebekuan hati yang merindu Sebuah taman mimpiku kini menghampar halaman rumput Di atasnya warna-warni bunga menawan nuansa dinding hatimu Sebuah taman masih bersimpuh menggenggam akar-akar sukma yang menyerap serat cahaya saat musim semi tiba ilalang bergetar dalam dekapan nyeri yang mengantarnya tidur PUISI CINTA Cinta ini kekasih bagai aliran sungai menghanyutkan perasaan kita ke muara rindu yang masih dikunjungi camar-camar bersayap putih Seputih mimpi yang membalut mekar kembang sunyi di taman hati Cinta kita kekasih adalah bait-bait puisi yang dihantarkan angin memasuki relung percumbuan semesta PEREMPUAN DI LADANG ANGIN kepada Ariani cs. Perempuan itu berkata den- gan diri sendiri. Selembar demi selembar kertas tak dibi- ar terlipat. Ruang redup re- mang sedikit sembunyikan Red APRESIASI kerut kesal wajahnya. Bibir menyapa matahari pagi dengan tembang tembang ginanti keramahan jemarinya mengelus teduh sepasang sapi gembala tulus keringatnya napasi hijau rimbun daun daun peladangan Dari hulu pagi sampai muara senja semangatnya bergelora dijantung sepi ketika duri duri meminang setetes darah kaki telanjang dikabarkannya lewat segaris cerita kepada pertiwi lena kelana mula derita Kini wajahnya semakin kusut gigil menusuk tulang dan suara batuk bersahutan semakin akrab merapat di labuhan senja tapi ketegarannya tak jua surut seperti gelinjang anak anak bajang mengikuti kepak irama kendang :belukar belukar liar tak sejengkal dibiarkan mengakar gerogoti gembur subur tanah ladang bagi tunas tunas kehidupan memburu biru langit Perempuan tua di ladang gangsang itu ibuku pondok beratap lalang berdinding tanah liat jadi campuhan kasih ricik air antara keringat d seperti keabadian burung burung mengajari anak anaknya menyulam nap: Perempuan tua di ladang gangsang itu ibuku dari hulu pagi sampai muara senja melangkah berkawan bayangan sendiri kain yang menyaput separuh tubuh dan segulung tengkuluk dirambut gambaran kesetiaan purba Menjaga hening jiwa melangkahkan perasaan dari musim ke musim dibingkainya kristal kristal bening kering bagi cermin tualang setiap darah pewaris perah darahnya. tipis kelihatan meruncing ke depan, ketika berkali-kali si kering kurus pengembala an- gkotnya diumpat karena melakukan kekeliruan. Kadang mata lentik tampak bulat batu seperti mata bar- ong yang ngelawang di jalan- an setiap hari raya Galungan, ketika ruwetnya meletup di samping rewel pembantu yang tak henti-hentinya men- geong. telah menggugurkan daun daun kering dari tumbuhan rindu yang meranggas dalam kabut penantian Musim hanya tinggal kenangan ketika matahari yang kau terbitkan merenggut mimpi basah di halaman purnama malamku Dan embun yang kubiarkan menari telah menukar seluruh kenangan dengan sepasang misteri percintaan ke laut sunyi yang panjang HENING Hening ini, hanya napasku yang mampu menyentuh tiap getar tikaman rindu Saat belati malammu tiba di dadaku sebilah luka masa lalu masih terbaring menunggu belaianmu SERUMPUN BAMBU Serumpun bambu tumbuh dan berbaris di tebing sungai nadiku yang berkelok arus werd Di tengahnya, ibu menenun sehelai doa bagi kerudung perjalanan anganku Serumpun bambu merengkuh ketegaran napasku Di bawahnya sampan-sampan tertambat menunggu bulan menebar dingin lewat sinar di punggung malam MIMPI Angan yang kuterbangkan berkali-kali membentur awan menggugurkan bunga-bunga mimpi Tapi aku lupa berhitung ini mimpi keberapa dari tidur yang kau lelapkan di hatiku JALAN PULANG Beribu camar tersesat mencari jalan pulang ke sarangnya Mungkin arus akan mendewasakan pikiran kita di tengah pengembaraan Tapi ombak yang memintal cahaya dalam gemuruh jantungmu sepertinya menelantarkan perahu ini Di atasnya bintang kukus menyala menunjuki kita pada muara fajar yang jauh di seberang bukit cadas Beribu camar tersesat mencari jalan pulang ke sarangnya Sedang di sini, perahu kita meluncur juga resah mengarungi kesenyapan SENANDUNG PAGI Langkah kita seirama dengan senandung matahari saat pagi menanam batang cahaya di hamparan laut yang menegarkan seruling kebimbangan kita Dan gelombang pasang adalah duri kecemasan jiwa menari di ujung pembaringan Seasin itulah nanti kita memanggang keringat mengendapkannya jadi kristal hidup sepanjang waktu yang kita tapaki di jalan-jalan berlumut Catatan Kecil (Cakil) Pekan Ini IBU Apapun yang dapat dikatakan dengan kata-kata tak- kan cukup menceritakan pengorbanan ibu. Kata apa yang Perempuan itu berkata ra- pantas untuk sebutan suci dan pribadi abadi seorang ibu? mah kepada setiap tamu yang Sorga lambang kedamaian akhirat, lambang kejujuran lan- datang. Kaca mata bundar git tanpa setitik awan. Dan sorga ada di telapak kaki ibu. membuat bulat wajahnya Lalu di rambutnya, di tangannya, di matanya pantas dise- tetap tampak muda. Ditiupn- but apa? Adakah sorga di atas sorga? Betapa sulitnya ya angin kesejukan, saat mer- menceritakan dengan penuh seluruh tentang ibu. ah marah raut wajah rekan kerjanya menggeliat. Dipadu- satukan irama langkah bibir dengan gelinding bola matan- ya, agar terjaring rasa percaya seyakin-yakinnya bagi kera- guan yang menggerutu. Perempuan itu berkata nyaring kepada siapa saja yang diajak bicara. Dikabar- Dalam kehangatan sisa-sisa musim kemarau panjang, ternyata selusin bakal manusia menggantikan bangkai- bangkai anjing dan tikus di pembuangan sampah. Sekan- tong orok itu agaknya ada yang merasa lebih nikmat meni- kmati sebagai sampah. Pantaskah perempuan yang meng- gantungkan bunga-bunga perasaan menyatu sampah ke- sia-siaan menjadi ibu? Betapa kejamnya seorang ibu kalau perempuan seper- ti itu disebut ibu, karena tidak saja dalam pikirannya terlin- tas aroma kegelapan, tetapi tangannya telah sunyata kan anaknya semata wayang menuntas bakal hidup menjadi kematian. Bagaimana den- telah berhasil rengkuh puncak keinginan yang ia gariskan. gan telapak kakinya? Mungkin perempuan-perempuan dis- ebutkan menempatkan sorga di telapak kakinya hanya Dengan segar muka ditambah petuah kehidupan agar perempuan-perempuan senantiasa cahaya mata seterang mataha- jujur dalam melangkah, sehingga nantinya dapat memetik ri pagi, diceritakan dirinya se- bagai ibu yang tak pernah ke- Kejujuran dari anak-anaknya. Sayang peradaban sekarang mengarah pada pemujaan habis-habisan kepada kenik- liru membimbing anaknya. matan, bahkan lebih nikmat lagi bila dapat menyembuny- Meski kepada suami, nyaring ikan petuah demi kenikmatan. Maka perlu direnungkan lengking suaranya tetap lan dengan sungguh-sungguh, siapa yang salah jika anak- tang. Tak sedikitpun katanya anak sekarang makin nikmat menikmati keberhasilan mem- mau dibajak. Karena ia seor- permainkan ibunya. ang ibu, ia yakin lebih tahu dan berhak memutuskan ke langkah mana anak semata wayangnya harus melangkah. Perempuan itu tak lagi mampu berkata sepatah pun. Kaca mata bundar tak kuasa menopang kilau segar wajah- nya. Rambut yang tiap hari ditata pada salon kecantikan kesayangan, tampak kusut. Kemenangan adu lengking dengan suami, tak bermakna apa-apa di hadapan anakn- Nidesi Asa Gita ya, karena anak kesayangan- nya jujur bekata," Aku ingin menjadi diriku sendiri". ●Nidesi Asa Gita Denpasar Marga/29-30 November '97 2cm Color Rendition Chart