Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Republika
Tipe: Koran
Tanggal: 2017-02-06
Halaman: 25

Konten


si encana terkait i itu menjadi kan investasi- erang' Trump. erja Ford bakal asan imigran ngan bisnis di uslim dan di Hah melontar- migran Trump. United Auto Williams juga Trum. "UAW yang menilai ama dan asal JAW dilansir igran Trump pernyataan. ya. CEO Star- kan sekadar an Starbucks bu pengungsi un ke depan. ki kemudian aman boikot, mendukung g kebijakan sekelas Coca- ar Kent, CEO pembatasan anggu opera- mendukung ebijakan apa- nilai-nilai kor- aan AS, kami negara dan SUSAN WALSH/AP Presiden AS andatangani COREY PERRINE/AP kawasan, kami menghormati setiap orang dari berbagai latar belakang serta keberaga- man dalam sistem global kami yang menca- pai sekitar 700 ribu mitra kerja," dikutip LA Times. Seperti sebuah paduan suara, korporasi informasi dan teknologi raksasa AS, yang kebanyakan bermarkas di Silicon Valley, juga melengkingkan teriakan kritik. Google, Mi- crosoft, dan Uber menyuarakan protes ter- hadap kebijakan imigran Trump. Tim Cook, CEO Apple, menyebarkan memo kepada seluruh stafnya. "Apple tidak mendukung kebijakan itu, dan perusahaan akan terus memberikan pemahaman kepada White House kalau kebijakan itu berdampak buruk pada rekan kerja dan perusahaan," begitu antara lain isi memo Tim seperti dilansir The Financial Times. "Apple sangat terbuka bagi siapa saja, tidak memandang dari mana asalnya, bahasa dan cara mereka berdoa," tulis Tim. Pendiri Apple, Steve Job sendiri disebut memiliki ayah biologis seorang pengungsi Suriah. Tim bahkan menegaskan Apple sebagai sebuah korporasi 'tidak akan ada' tanpa imigran. CEO Google, Sundar Pichai, senada. "Sangat menyakitkan jika memperhitungkan biaya personal yang muncul akibat kebijakan tersebut," tulis Sundar dalam sebuah inter- nal memo, seperti dilansir Bloomberg. Google pun memanggil pulang stafnya yang sedang berada di luar negeri. Selain itu, Google juga menyiapkan dana sebesar empat juta dolar AS dana krisis guna membantu karyawannya yang terdampak kebijakan imigran Trump. Mark Zuckerberg, pendiri Facebook, pun melontarkan kritiknya. "Kita memang harus menjaga keamanan negara, tapi seharusnya kita melakukan itu dengan memberi fokus pada orang-orang yang berpotensi menim- bulkan ancaman," tulis Zuckerberg di laman Facebook-nya. Dia menjelaskan, meluaskan pengetatan penegakan hukum ke pihak yang tidak berpotensi ancaman justru menjadikan Amerika lebih rentan keamanan. Jutaan orang yang tidak berpotensi ancaman akan hidup dalam ketakutan dideportasi. "Kakek buyut saya asal Jerman, Austria, dan Polandia. Orang tua isteri saya adalah pengungsi dari Cina dan Vietnam. AS adalah negara bagi para imigran, dan seharusnya bangga dengan itu. Seperti masyarakat luas, saya juga khawatir dengan kebijakan baru ini," papar Zuckerberg. Microsoft, raksasa komputer AS, pun ikut menentang. "Kami percaya kebijakan imigrasi harus melindungi publik tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi dan beragama. Kami percaya kebijakan imigrasi seperti ini bisa berdampak baik bagi kema- nusiaan, bisnis, dan inovasi," begitu sebagian isi memo internal Presiden Microsoft, Brad Smith, dilansir cnet. CEO Microsoft, Satya Nadella menambahkan, "sebagai imigran dan CEO, saya sudah mengalami semuanya, dan melihat dampak positif imigrasi ter- hadap perusahaan." Dunia usaha, dari Wall Street sampai Silicon Valley, termasuk korporasi raksasa AS, tegas menentang kebijakan Trump terkait pembatasan imigran dari sejumlah negara yang dianggap merepresentasikan Muslim. Hampir semua korporasi raksasa AS menyayangkan kebijakan tersebut lan- taran berdampak pada sebagian besar karya- wan, yang berujung pada terganggunya ope- rasional perusahaan. Bagi presiden yang ke- rap menjanjikan penciptaan iklim bisnis positif bagi pengembangan dunia usaha AS, kebijakan pembatasan imigran justru ber- dampak buruk bagi dunia bisnis. Slogan 'America First' yang didengungkan kerap Trump mampu menguatkan perekonomian AS, justru menjadi pil pahit bagi korporasi raksasa AS. TOM B KA ME YOUR TIRED POOR YOUR HUDDLED YEARNING TO BREATHE HE WRETCHED REFUSE TEEMING SHOKE THE HOMELESS ILIFT GEN OLEH AGUNG P VAZZA THE WORLD IS WATCHING Imigran mendirikan lebih dari separuh perusahaan start-up bernilai miliaran dolar. Selain itu, imigran mendominasi (70 persen) posisi kunci manajemen korporasi dan perusahaan. Kini, AS bukan lagi tempat menarik untuk berbisnis. orporasi raksasa Amerika Serikat (AS), diakui banyak kalangan, merupakan tulang punggung perekonomian AS. Pertumbuhan bisnis korporasi raksasa AS, mulai dari in- dustri keuangan sampai informasi teknologi, yang menggurita secara global memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan, bahkan pengaruh ekonomi AS ke seluruh dunia. Ti- dak mengherankan jika pemimpin-pemim- pin korporasi raksasa tersebut menjadi ang- gota Forum Kebijakan Strategis bagi Presi- den ke-45 AS, Donald Trump. Desember tahun lalu, para pemimpin korprasi raksasa itupun sepakat bertindak sebagai mitra kon- sultasi Trump. Silicon Valley, harus diakui, sudah meng- ekspor teknologi sekaligus mengimpor pe- kerja-pekerja terbaik dari berbagai penjuru dunia. Inilah yang menjadi salah satu pen- dorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing AS. Namun, akhir Januari lalu, semua itu menjadi seperti tak berarti. Hanya dalam tempo sekitar sebulan, pemimpin-pemimpin korporasi itu bersuara senada; Trump bukan hanya gagal menyadari perekonomian AS sangat bersandar pada imigran, tapi lebih dari itu, imigran merupakan fondasi dan platform utama perekonomian AS. Sekitar 40 persen perusahaan yang ada dalam daftar Fortune 500, dilansir The Atlantic, didirikan imigran atau generasi penerusnya. Perusahaan-perusahaan seperti AT&T, IBM, Coca-Cola, Microsoft, McDo- nald's, Goldman Sachs, eBay, Kohls, Com- SHI Peran Imigran dalam Perekonomian AS S gus peluang. Tak beda dengan kebijakan imigran Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang melarang masuk siapapun yang berasal dari tujuh negara mayoritas Islam; Suriah, Irak, Iran, Sudan, Libya, Somalia, dan Yaman. Kebijakan terse- but diperkirakan berdampak pada industri travel dan pariwisata di AS. Meski kebijakan itu bersifat se- mentara, namun sejumlah kalangan berpendapat konsekuensi dan dam- paknya bisa jangka panjang. "Kebijak- an tersebut menyimpan potensi dampak negatif bahkan sampai setelah masa pembatasan berakhir. Setidaknya begitulah dari sudut pandang industri travel," ungkap Thomas M. McDonell, profesor hukum internasional di Pace University, New York, AS, dikutip The Hill. REFUGEES TERNATIONA DEPARTURES cast, Pfizer, Yahoo!, dan banyak lagi, selu- ruhnya didirikan imigran atau anak-anak keturunannya. Dalam perkembangan selan- jutnya, korporasi dan perusahaan yang dibangun dan dikembangkan imigran men- jadi sesuatu hal yang biasa (lazim). The Atlantic juga melansir ada studi yang mem- perlihatkan kalangan imigran mendirikan lebih dari separuh perusahaan start-up bernilai miliaran dolar. Selain itu, imigran mendominasi (70 persen) posisi kunci ma- najemen korporasi dan perusahaan tadi. Jadi, adalah sebuah kewajaran jika ka- langan eksekutif korporasi-korporasi raksasa AS banyak yang langsung membuat pernya- taan mendukung imigran sekaligus menjaga jarak perusahaannya dengan lingkungan kepresidenan. Sebagian pemimpin korporasi bahkan ingin memanfaatkan posisinya dalam Forum Kebijakan Strategis untuk menekan Trump. Kekhawatiran terkait masa depan korporasi-korporasi raksasa tadi mulai membayangi. Vivek Wadhwa, professor di Carnegie REPUBLIKA SENIN, 6 FEBRUARI 2017 PATRICK T FALLON/REUTERS Mellon University Engineering di Silicon Valley, dalam pemaparannya di Market- Watch, menyebutkan peran imigran tidak perlu diragukan. Para pendatang itu me- manfaatkan program-program pendidikan seperti ilmu komputer, matematka, fisika, dan ilmu-ilmu lain. Imigran itu pula yang di kemudian hari memainkan peran penting dalam perkembangan riset dan inovasi di AS. Pada 2012, Vivek mempublikasikan paper risetnya bertitel 'America's New Immigrant Entrepreneurs: Then and Now', yang menyebutkan sekitar 24,3 persen perusahaan pemula engineering dan teknologi di AS, dan 43,9 persen perusahaan yang berbasis di Silicon Valley, didirikan kalangan imigran. Riset yang sama juga mengungkapkan kalangan imigran berkon- tribusi lebih dari 60 persen hak paten ino- vatif. Dan yang dinilai Vivek cukup menge- jutkan adalah lebih dari 40 persen hak paten internasional yang diajukan pemerintah AS melibatkan peran pekerja asing. Di tempat terpisah, Organisasi Turis Dunia (WTO) yang berbasis di Madrid, Spanyol, mengeluarkan pernyataan menyesalkan kebijakan Trump. WTO menilai kebijakan terse- but akan menghilangkan manfaat dan profit di sektor pariwisata, khususnya terkait pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Kebijakan itu justru menghadirkan ketegangan dan ancaman ketimbang meningkatkan keamanan," ujar Kepala WTO, Taleb Rifai, dilansir Business Times. Bagi AS, kebijakan pembatasan imigran Trump boleh jadi mengancam pertumbuhan industri travel dan pari- wisata. Tapi di kawasan lain dunia, sebut saja Asia, kebijakan kontrover- sial itu justru menghadirkan peluang. Perusahaan dan pemerintahan di Asia Peluang Industri Pariwisata Asia Tenggara etiap kebijakan boleh jadi me- munculkan ancaman sekali- asing tidak diterima di AS," ujar Jonathan Grella, executive vice presi- dent Asosiasi Travel AS. Ketujuh negara target kebijakan pembatasan imigran Trump, menurut data Asosiasi Travel AS, memang tidak termasuk negara pasar utama indus- tri travel dan pariwisata AS. "Tapi bayangkan, seorang muslim asal Arab Saudi (negara yang bukan target kebi- jakan Trump), mungkin akan berpikir dua kali sebelum memutuskan berkunjung ke AS, untuk keperluan bisnis atau berwisata. Orang itu mungkin akan berpikir, selama Trump jadi presiden, siapa yang tahu apa yang bakal terjadi," tambahnya. Pihak Asosiasi Travel AS memang mengatakan terlalu dini untuk menghitung dampak riil kebijakan tersebut terhadap industri travel dan pariwisata AS. "Banyak orang mungkin juga memaklumi jika alasan- nya adalah keamanan. Tapi, masalah- nya jadi berbeda kalau ada kebijakan yang justru menimbulkan kesan orang hal- 24-25 Sejumlah studi, menurut Vivek, juga menjelaskan imigran cenderung memulai usaha dan bisnis yang membantu membuka lapangan kerja. Bukan hanya di bidang tek- nologi, tapi juga di hampir semua sektor ekonomi. Pada 2014, sebanyak 20 persen perusahaan dalam Inc. 500 melibatkan imigran sebagai pendiri. Padahal, saat itu, populasi imigran tercatat hanya sekitar 15 persen dari populasi AS. Sedangkan menu- rut riset ekonom Robert Fairlie pada Small Business Administration, imigran berperan dua kali lebih besar menciptakan bisnis dibanding non-imigran. Selain itu, sekitar 7,1 persen imigran pendiri bisnis mengek- spor produknya ketimbang 4,4 persen non- imigran pendiri bisnis yang mengekspor produknya. muslim travel 10 WAREHOUSE berpeluang mendorong industri pari- wisatanya dengan menarik wisatawan, khususnya wisatawan muslim, yang menghindari AS. CEO AirAsia, Tony Fernandes, berpandangan negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim di Asia Tenggara, bisa menangkap peluang tersebut. "Ketika dunia sekarang ini menunjukkan kecenderungan mengisolasi diri, maka sekarang merupakan saat tepat bagi negara- negara Asia Tenggara untuk menarik wisatawan mancanegara," ujar Tony dikutip Business Times. Mempertimbangkan hasil riset-riset tersebut, Vivek berpendapat menutup jalan imigran masuk ke AS, tak ubahnya memutus sumber daya pertumbuhan yang justru mengantar pada kedigdayaan ekonomi. Menciptakan lingkungan yang memu- nculkan kekhawatiran imigran soal masa depannya kemungkinan mengurangi insen- tif bagi imigran untuk berbisnis. Connecting Suppliers and Distributors in the Muslim Travel Market Peluang itu pula yang siap diman- faatkan Thailand. Kebijakan kontro- versial Trump dinilai mampu mendongkrak jumlah wisatawan ke Thailand. "Timur Tengah merupakan pasar besar bagi kami. Mereka mungkin akan menjadikan Thailand sebagai pilihan pariwisata, dan ini Pendukung kebijakan imigran Trump sah-sah saja mengatakan kebijakan dimak- sud bertujuan menghambat arus orang yang berasal dari negara-negara yang diduga sebagai sumber teroris. Tapi, masih menurut Vivek, solusinya tidak sesederhana itu. "Dengan memberlakukan pembatasan imigran lebih ketat hanya berdasar paspor atau negara kelahiran dibanding menerap- kan kriteria yang lebih objektif, sama halnya menyamaratakan seluruh imigran berperi- laku buruk. Bayangkan jika dulu ayah Steve Jobs, yang asal Suriah, dilarang masuk AS," paparnya. Mungkin, tak ada Apple Begitupun, Vivek mengakui negara-ne- gara yang terkena dampak langsung kebijak- an pembatasan imigran Trump, bukan sum- ber terbesar imigran pengusaha. Hanya saja, pembatasan serupa bisa menjadi preseden bagi presiden atau politisi selanjutnya untuk menggunakan kebijakan yang sama sebagai senjata terhadap negara lain. "Apa jadinya jika ke depan, presiden terpilih membatasi imigran asal Cina, Meksiko, atau India. Ske- nario yang selama ini tidak pernah terpikir- kan, kini menjadi dimungkinkan," jelasnya. Kebijakan pembatasan imigran Trump ditengarai memunculkan kekhawatiran besar bagi imigran akan disisihkan dalam perekonomian AS, meski seseorang sudah secara legal menjadi warga negara. Setiap kali ke luar negeri, faktor agama dan asal kelahiran bakal jadi penentu apakah seorang warga negara asal imigran bisa kembali masuk AS atau tidak. Dalam kondisi ini, imigran yang memiliki keterampilan kerja bukan tak mungkin justru memilih mening- galkan AS. Sebaliknya, pengusaha yang ingin beroperasi di AS akan berpikir panjang. Kebijakan pembatasan imigran Trump, saat ini memang bisa dikata bersifat semen- tara. Namun, banyak pakar bisnis di AS me- nilai meski bersifat sementara tapi kon- sekuensinya bagi perekonomian AS mung- kin baru terasa dalam jangka panjang. LA Times mengutip pendapat Thomas Cooke, profesor di Georgetown's McDonough School of Business, "Melalui kebijakan pem- batasan imigran, Trump sedang mengirim pesan pada dunia, AS bukan tempat yang baik dan menarik untuk berbisnis." BAGUS INDAHONO/EPA akan memicu pertumbuhan sektor pariwisata kami," ujar Gubernur Otoritas Pariwisata Thailand, Yuthasak Supasorn seperti dilansir Kantor Berita Reuters. Selain menarik wisatawan non- Asia, terbuka pula peluang bagi indus- tri pariwisata di Asia untuk menarik wisatawan dari Asia sendiri. Jika berbicara soal keamanan, wisatawan Asia diperkirakan bakal mempertim- bangkan kembali AS sebagai tujuan wisata meskipun negara di Asia tidak menjadi target kebijakan Trump. "Bicara pariwisata, wisatawan-tentu ingin mencari ketenangan, dan AS sebagai tujuan wisata bakal dipertim- bangkan mencari alternatif tujuan lain, termasuk di kawasan Asia sendiri," ungkap Alicia Seah, direktur hubungan masyarakat Dynasty Travel, Singapura. Barangkali, sekarang ini merupakan saat tepat bagi negara- negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menggenjot industri pari- wisata demi memanfaatkan peluang yang terbuka lantaran kebijakan kon- troversial Trump. agung p vazza 4cm Color Rendition Chart