Tipe: Koran
Tanggal: 2015-01-25
Halaman: 04
Konten
? opini SINGGALANG MINGGU » 25 Januari 2015 ( 4 Rabiul Akhir 1436 H ) » Halaman A-4 RANCAH Mengapa Memilih Menembak Rani ALWI KARMENA BAHWA penjahat Narkoba harus dihukum berat, kita setuju. Meng- hukum mati pengedar besar yang berbahaya, kita juga bisa menerima. Tak boleh ada ampun untuk penge- dar narkoba. Negeri ini berserta generasi mudanya telah diracuni oleh kegiatan pengedar atau pedagang barang yang amat haram itu. Menjelang dini hari, lima terpidana mati di hadapkan pada regu tembak di lembah Nirbaya. Sztu dari terpidana yang dihabisi di kelam senyap yang mengerian tu - Rani namanya. Perempuan yang malang karena tak memperoleh ampunan dari Presiden Joko Wi. Tak ada yang menceritakan, apakah detik detik ketika matanya ditutup menjelang aba aba Tembak, mata perempuan itu basah oleh air mata. Air mata penyesalan, dan air mata ketidakberdayaan. Tubuh lunak perempuan yang mestinya dibelai kasih sayang, suami atau anak ...harus menerima terjangan timah panas, peluru yag dibeli dari pajak yang dihimpun dari rakyat. Selamat jalan jugalah untukmu Rani.Baya pembayar pengcara yang akan membela kau tak punya. Kabarnya, Ran ini dai kalangan sederhana. Dia "terpaksa" menerima bayaran, upah atas menjual Narkoba itu untuk pembayar hutangnya yang berjuta juta. Di deretan orang orang jahat yang pantas di pidana mati, Rani bukanlah yang terburuk. Ada puluhan pengedar besar yang lain, yang kejahatannya jauh di atas Rani. Ada ratusan penjahat keji. Pembunuh anakanak. Pemerkosa lusinan anak anak tak berdosa...selamat dari regu tembak. Minggu kelam dini hari itu, mengapa memilih Rani ?. Mengapa dia yang seorang ini, tidak bisa diampuni ?. Mengapa yang kejahatannya lebih buruk dan kotor dari Rani, Kuruptor, Teroris dan pengkhianat penjual rahasia Negara, masih bersiul siul di Lembaga ? Kita tak mau terlalu jaub membahas,kenapa, kenapa dan kenapa. Ianya telah terjadi. Dan, barangkali saja Rani telah merdeka di alam sana. Disana dia tidak perlu pengacara. Dia tidak perlu mengusap luka, liang peluru yang menembus dada ranumnya. Kita hanya tertegun, dan menahan berkelebatnya bayangan duka dan hiba. karena yang dirajam dengan ketegasan hukum itu, perempuan, sebaya ibu ibu muda, orang sederhana, yang kalau saja dia masih hidup, masih bisa membedaki pipinya....yang tak pernah lagi kan dibelai siapa siapa.(*) KOLOM Merebut Momen ERIZAL JOKOWI mulai dihinggapi ragu. Orang mengira, Jokowi akan tetap melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Apalagi, dukungan dari DPR hampir sempurna. Seperti halnya menaikkan harga BBM. Meski diprotes banyak pihak, termasuk anggota DPR, BBM tetap dinaikkan. Ia tak ciut, malah menurunkannya lagi seperti semula tanpa merasa bersalah. Tapi, masih mendingan dibandingkan SBY. Kalau SBY, sejak awal, mungkin sudah balik badan. Tak sanggup, ia berada dalam tekanan. Apalagi, sebesar tekanan yang dihadapi Jokowi. Tak salah, SBY membuat twit, agar Jokowi mendengarkan suara rakyat seperti dirinya. Tapi, itu bukan tanpa muatan politis? Karena, hanya Demokrat yang beda sendiri. Demokrat benar-benar penyeimbang. KIH dan KMP menyetujui pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri, ia beda sendiri. Status tersangka KPK terhadap Budi Gunawan tak dianggapnya sebagai kejanggalan. Dengan dalih propemberantasan korupsi, ia ingin merebut momen. Tak tanggung-tanggung, SBY serius menulis, Polri Kita di facebooknya. Tapi, Demokrat juga tak konsisten. Terhadap pemilihan pimpinan KPK antara Robby dan Busyro, ia mendesak harus segera dipilih, karena kekosongan satu kursi pimpinan KPK bermasalah untuk KPK. KPK lumpuh, karena sifatnya yang kolektif kolegial. Tapi, status tersangka Budi Gunawan dianggap legal, meski diputus empat bahkan isunya dua orang. SBY sampai mengumpulkan mantan menterinya di Cikeas, entah untuk urusan apa? Tiap menteri di zaman SBY yang berstatus tersangka, mesti mundur dari jabatannya. Tapi, itu tak ada hubungannya. Ketua KPK, Abraham Samad sempat pula mengapungkan ide itu sebagai tekanan terhadap Jokowi. Tapi, muatan politis KPK, termasuk SBY, tetap terasa. Tampaknya, Demokrat kapok habis, tentang isu korupsi ini. Satu tahun terakhir, menjadi bulan-bulanan mem- buatnya jera. Penurunan drastis suara pada pemilu lalu adalah bukti. Dukungan terhadap KPK harga mati. Meski ada yang beranggapan, itu kompensasi logis dari kasus yang masih mangkrak di KPK bertali-tali. Kejanggalan diabaikan, walau nyata. Janggal, bukan karena Budi Gunawan orang bersih, tak layak dijadikan tersangka. Tapi, penetapan tersangka yang tiba-tiba menjadi tanda tanya? Ada apa dengan KPK? Apalagi, banyak tersangka KPK yang sejak ditetapkan, tak ada lagi tindak lanjut. Status tersangka seperti diobral untuk menjegal. Makin dibantah, makin terasa politisasi hukum itu nyata. Aneh, KMP ikut menyetujui. Peta politik seperti berubah. KMP dan KIH yang sebelumnya berseteru, tiba-tiba berangkulan. Budi Gunawan termasuk yg disorot saat pilpres karena pertemuan segi tiga dengan Trimedya dan Hadar Gumay. Protes telah dilancarkan ketika penunjukan Budi Gunawan. Tapi, berubah usai KPK masuk, dengan sta- tus tersangkanya. Ada yang beranggapan, KMP memang sengaja menjebak. Jokowi dibuat berada dalam dilema. Maju kena, mundur kena. Jokowi berharap DPR menolak Budi Gunawan, karena dia titipan dari Bu Mega. Ternyata, DPR menyetujui. Bola panas kembali kepada Jokowi. Apalagi KMP punya masalah dengan KPK soal tersangka Suryadharma Ali ketika pilpres. Itu seperti menikam dari belakang. Apalagi kasusnya hingga sekarang tak ada kejelasan. Entahlah, apakah segala usaha ini menuai hasil atau tidak? Masalah makin mengarah pada hal-hal yang per- sonal, soal pengikisan orang-orang SBY di pemerintahan. Posisi Demokrat ingin lebih spesial dibandingkan kekuatan politik lain seperti KMP, termasuk KIH. Usai kisruh di tubuh Golkar, bukan mustahil Demokrat ingin menjadi kartu as politik. Penekanan pada kata penundaan, bukan pembatalan adalah usaha yang lumayan bagus dari Jokowi untuk lepas dari tekanan. Kini, bola ada di KPK. Apakah status tersangka itu bisa segera maju atau mangkrak lagi seperti kasus-kasus lainnya. Budi Gunawan sudah mengambil ancang-ancang buat melawan. Sadar atau tidak, KPK sedang dipertaruhkan. Direktur INCOST CERITA SILAT KARANGAN DAFRIANSYAH PUTRA 17 Tangan-tangan Alam keras. Raja Umboa, takluk jua kau ditanganku! Bedebah! Licik sekali permainanmu! Demi kemenangan, aku, Khu Rokin, prajurit kerajaan Paryadigda, tak peduli dengan cara apa pun merebutnya! bergidik melihat pedang Khu Rokin sudah terhunus dari sarungnya. Pedang itu kelihatan sangat tajam. Saat tersinari lampu, bilahnya memancarkan sinar yang menyilaukan mata. Set! Hanya dengan sekali tebas tubuh Raja Umboa ambruk. *** "Bajingan kau! Raja Umboa mengarahkan sepakan tepat ke mulut Khu Rokin. Sekali lagi. Sap! Sapuan kaki kiri Raja Umboa kini mengarah ke kepalanya. Khu Rokin diam saja. Tendangan Raja Umboa tak berisi, membuat Khu Rokin 20 yang memang padat ilmu itu tak merasakan apa-apa kecuali serupa dibelai oleh sebuah tangan yang halus. Prajurit berbaju zirah itu menggenggam kepala Raja Umboa yang sudah putus. Lalu dia lemparkan kepala itu, kemudian prajurit yang lain menangkap. Prajurit itu melempar lagi ke yang jauh. Dan ke mana kepala itu melambung akan di tangkap oleh prajurit yang berada di sana. Begitu seterusnya. Raja Umboa meraih pot bunga di dekat singa sananya. Dia hantam kepala Khu Rokin. Pot tanah liat itu pecah, tapi Khu Rokin tetap tak bergeming. Hal ini membuat lutut Raja Umboa gemetar. Mereka asyik bermain-main dengan kepala Raja Umboa. Bosan dengan hal itu, mereka menjadikan kepala itu seperti bola kaki. Di halaman yang luas itu mereka berganti-ganti menyepak kepala. Berebut memasukkan kepala itu ke dalam gawang yang mereka buat dari dua buah tombak yang ditancapkan ke tanah. Bersambung Episode 3 - Peralihan Kekuasaan Buk! Pintu berikat emas yang menjadi pintu masuk menuju ruang singasana Raja Umboa terhempas kuat-kuat. Dobrakan Khu Rokin terlalu Kini giliran Khu Rokin melangkah. Raja Umboa mundur ketakutan. Khu Rokin menguasai keadaan. Dia kian mendekati Raja Umboa yang pucat sambil terus mengelus-elus jenggot panjangnya. Raja Kerajaan Umboa.. Revolusi dan Garis dan Garis Depan Depan Republik WANNOFRI SAMRY PADA tulisan ini penulis ingin merefleksikan kembali Tragedi Situjuh Batua pada 15 Januari 1949 yang silam. dang menuju Bukittinggi. Kemudian diketahui bahwa Belanda menurunkan pasu- kannya dari Padang dan Danau Singkarak. Keuputsan yang diambil secara bersama adalah meninggalkan Bukit- tinggi dan bergerak ke arah Halaban Payakumbuh. Me- nurut Sekretaris PDRI Mar- djono Danubroto ("Kejar- kejaran dengan Maut", 1975?), Ide pergerakan ke Halaban sudah dirumuskan sejak dari pertemuan dengan Gubernur T.M. Hasan. kebetulan sedang bertugas di Sumatera bersama tokoh- tokoh lainnya secara cepat memikirkan dan merumus- kan untuk meneruskan ele- men pemerintahan yang se- dang kosong. Soekarno dan Hatta mengirimkan kawat/ telegram untuk meneruskan pemerintahan kepada Sjaf- ruddin Prawiranegara. Seki- ranya Sjafrududin Prawi- ranegara tidak berhasil maka Soekarno memerintah- kan kepada Prof. Dr. Soedar- sono, Mr. L.N. Palar dan Mr. A.A. Maramis di New Delhi untuk membantu pemerin- tahan pengasingan. Realitas- nya Mr. Sjafruddin Prawi- ranegara bersama pemimpin lainnya berhasil membentuk Pemerintahan Darurat Re- publik Indonesia (PDRI) yang diumumkan di Halaban, Ka- bupaten Lima Puluh Kota, tanggal 22 Desember 1948 dan Sjafruddin Prawirane- gara menjadi Ketua Peme- rintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) tersebut. Pembentukan pemerintahan ini telah menjawab keko- songan pemerintah sebagai- mana yang dikhawatirkan pemerintah pusat. Tinggi Rasjid melaksanakan tugasnya sebagai Menteri Keamanan PDRI dan Gu- bernur Militer Sumatera Ba- rat. Ikut bersama Rasjid be- berapa menteri PDRI dan pejabat lainnya. Sehari sete- lah PDRI dibentuk Rasjid dari Koto Tinggi telah mengorga- nisasi pemerintahan dan kemanan. Ia mencoba meng- hidupkan kembali berbagai organisasi yang suda kocar kacir. Kecakapan dan ketang- kasan Rasjid telah mampu menyusun kekuatan rakyat. sampai ke nagari-nagari dan desa. Kondisi ini akan men- jadi tulang punggung bagi PDRI untuk melangsungkan pemerintahan. Peristiwa itu adalah dalam rangkaian Agresi Belanda ke- 2 yang ditandai dengan pe- nyerangan Belanda terhadap Ibu Kota Negara Yogyakarta dan Bukittinggi pada 19 Desember 1948, seterusnya penyerangan terhadap ber- bagai kota di Sumatera, ter- masuk Payakumbuh yang merupakan kota yang berada di tengah basis PDRI. "Kita" sangat berterima kasih ke- pada Yayasan PDRI yang telah menyelenggarakan aca- ra ini setelah pada tanggal 19 Desember tahun yang lalu kita "merasa kesepian", se- bab hari Bela Negara yang telah ditetapkan secara na- sional melalui Kepres no 28 tahun 2006 tidak kedengar- an gemanya. Kita merasa ber hutang dan sedih karena telah melupakan kerja keras para pejuang kita yang ber- korban dengan darah, air mata dan harta. diajukan terhadap penjelas- an peristiwa ini baik oleh sejarawan maupun oleh pela- ku sejarah yang terlibat lang- sung dalam peristiwa ini. Yang jelas beberapa kejadian telah mendahului peristwa ini. Beberapa hari sebelum rapat dimulai besar kemung- kinan pasukan Belanda telah mencium adanya konsentrasi pasukan di nagari Situjuh. Pada sisi lain masih ada ketidaksolidan dalam tubuh tentara karena berbagai hal yang disebabkan oleh salah komunikasi dan tidak lan- carnya perhubungan. Kecem- buruan-kecemburuan dan percekcokan sesama pusu- kan sudah sering terjadi. Kenagarian Situjuh yang dekat dengan kota dan jalur Payakumbuh-Bukittinggi sa- ngat memudahkan pasukan Belanda untuk mencium ke- giatan rapat di Lurah Kincir. Karena itu diperlukan kearif- an sejarah untuk memahami ini secara kontekstual. Epilog Puluhan tahun sudah ber- lalu, generasi telah berganti. Sebahagian pasti tidak me- ngenal bagaimana pahitnya memperjuangkan Republik ini. Mereka tidak memahami bagaimana pentingnya PDRI sebagai bahagian dari perja- lanan Indonesia. Tanggungja wab kita bersama untuk mengajarkan sejarah kepada anak-anak dan generasi beri- kutnya. Peristiwa Situjuh Batua adalah satu kesaksian seja- rah dalam rangkaian Agresi Belanda ke-2, dengan ber- bagai fakta dan bukti yang mengapung kemudian. Ter- hadap peristiwa itu kita tidak ingin larut dalam perde- batan; apakah penyebab pe- ristiwa itu sehingga menye- babkan puluhan tokoh bang- sa di garis depan Republik In- donesia syahid. Pada masa itu, secara keseluruhan tentu ratusan korban telah jatu akibat aksi Belanda itu. Kerja mereka secara bersama su- dah selesai di garis depan Republik Indonesia, dan In- donesia tegak kembali. Na- mun sebagai pertimbangan historis berdasarkan bukti- bukti yang ada, kita bisa rekonstruksi dan mereflek- sikan kembali semua rang- kaian pristiwa itu untuk mendapatkan makna bagi bangsa ini, sehingga garis depan republik Indonesia yang kini dan masa datang akan bisa dilalui dan diba- ngun dengan lebih baik. Serangan Belanda selepas jam 9 pagi dan pembentukan PDRI telah menjadi bahagian penting dari perjalanan se- jarah Republik Indonesia, ia mengisi mata rantai dari keterputusan pemerintahan. Secara kenegaraan dan sere- monial ia telah diakui oleh pemerintah sebagai Hari Bela Negara. Makna ini yang mesti didalami. Dalam konsep bela negara ia memuat pengala man yang luar biasa, yang benar-benar menguras tena- ga, jiwa dan harta bahkan nyawa. Ia bukan slogan kosong tanpa isi sebagaimana jar- gon-jargon demokrasi dan politik yang menggelegar dan menyambar-nyambar kita hari ini. Mencoba kembali membaca dan mempelajari peristiwa demi peristiwa sejak detik-detik roh PDRI dihembuskan dari Bukit ting- gi sangat banyak yang bisa teladani, berbagai kearifan dan semangat kebangsaan bisa diambil dan diimple- mantasi pada hari ini dan buat generasi kita ke depan. Pada tanggal 20 Desember 1948 (yang berkemungkinan dini hari), setelah konsolidasi dengan antara sesama pe- mimpin di Bukittinggi di- terima kesepakatan untuk berangkat menuju Halaban Payakumbuh. Para pemim- pin itu berangkat dengan menggunakan beberapa mo- bil Jeep dan satu mobil Li- mousin Gubernur (yang biasa disebut Gajah Putih). Semen- tara Mr. St. M. Rasjid (Komi- saris Urusan keamanan dan Residen Sumatera Barat baru meninggalkan Bukittingi pa- da jam 10 malam tanggal 21 Desember 1948 dan sam- pai di Halaban pada pukul 3.00 dini hari tanggal 22 De- sember. Setengah jam setelah ketibaan beliau, maka di- umumkanlah PDRI. Pemben- tukan itu disiarkan ke berba- gai tempat, terutama ke Jawa dengan menggunakan Sta- siun raudio AURI. Di pihak lain terdengar kabar bahwa tentara Belanda semakin bergerak maju dan menye- rang berbagai kota termasuk ke arah Payakumbuh. Tang- gal 24 Desember rombongan PDRI meninggalkan Halaban, selepas itu kota Payakumbuh diduduki oleh tentara Be- landa. Sementara struktur dan organisasi pemerintahan ambruk, pegawai dan tenaga keamanan ikut mengung- sikan diri. Perjuangan yang lebih hebat sesungguhnya adalah sejak tanggal 24 De- sember itu, para pejuang di garis depan Republik Indo- nesia ini mulai "berkejar- kejaran dengan maut". Se- lama proses pengungsian para tokoh republik itu tetap diintai oleh pesawat-pesawat Belanda. Merek Dari Halaban tokoh republik itu bergerak ke arah Payakubuh-Bang- kinang, Muara Lembu, Lipat Kain, Batang Karing, Kiliran Jao, Sungai Deras-melewati desa-desa kecil di sepanjang sungai menuju ke hulu yaitu Bidar Alam, di sinilah Sjaf- ruddin Prawiranegara me- ngendalikan pemerintahan. Perjalanan ini tentulah penuh pahit dan getir, suka dan duka. Namun keramahan tamahan penduduk dan kerja sama di setiap negeri yang ditempuh menambah se- mangat perjuangan mereka. Sementara itu rombongan Sutan M. Rasjid berangkat ke Koto Tinggi, sebelah utara Kota Payakumbuh. Dari Koto Di manakah posisi Peris- tiwa Situjuh yang telah meng- gugurkan puluhan patriot bangsa yang sedang kita refleksikan ini? Peristiwa Situjuh adalah satu rang- kaian dari Agresi Belanda ke- 2 untuk mempertahankan bangsa negara Republik In- donesia. Payakumbuh, seba- gai kota yang berada di garis depan Republik juga ikut diserang. Ketika PDRI masih mengorganisasikan perjua- ngan. Pada tanggal 10 Ja- nuari 1949 Belanda menga- dakan operasi besar-besaran ke sekitar Kabupaten Lima Puluh Kota, termasuk ke Koto Tinggi yang menjadi salah satu pusat perjuangan PDRI dan pusat Gubernur Militer Sumatera Barat, basis ope- rasi militer itu di Payakum- buh. Penguasan Kota Paya- kumbuh adalah penting un- tuk menunjukkan ke dunia internasional bahwa eksis- tensi PDRI itu ada. Setelah operasi Belanda tanggal 10 Januari tersebut Rasjid ber- sama tokoh PDRI lainnya, termasuk Bupati Lima Puluh Kota Arisun Sutan Alamsyah bersepakat untuk melang- sungkan pertemuan di Lurah Kincir, Situjuah Batua, surau Makinuddin HS, wedana mi- liter Payakumbuh Selatan, tanggal 14 Januari 1949. Rapat dimulai pukul 23.00 wib dan berakhir sebelum subuh yang dipimpin oleh Ketua Markas Pertahanan Daerah (MPRD), Chatib Su- laiman. Agenda rapat antara lain menyiapkan serangan serentak ke Kota Payakum- buh serta mengkoordinasi pasukan untuk penghadang- an terhadap gerakan tentara Belanda. Namun rapat ini berakhir dengan tragedi serangan Belanda yang menewaskan Chatib Sulai- man dan Bupati Lima Puluh Kota Arisun Alamsyah ber- sama dengan puluhan orang patriot-patriot bangsa. Seba- gaian lagi rakyat sipil di Situjuh dibunuhi oleh pasu- kan Belanda. Sebahagian peserta rapat terhindar dari tragedi itu karena dini hari setelah rapat selesai mereka telah langsung pulang ke tempat masing-masing. Dalam zaman globalisasi yang penuh dengan muatan teknologi, dan serbuan ce- rita-cerita dan mitos-mitos moderen yang tidak jelas akar sejarahnya. Sejarah Bangsa Indonesia semakin terjepit dan ditinggalkan. Pada hal sejarah adalah bahagian dari perjalanan identitas kita. Kita tidak akan bisa mencintai negeri ini apabila kita megabaikan jejak-jejak sejarah dan per- juangan bangsa kita. Sejarah mewariskan proses. Karena itu mendidik bangsa yang besar adalah mendidik anak- anak yang mau mengenali prosesnya, bukan bangsa yang menyukai segala yang siap saji, bangsa yang cepat tuntas, bangsa yang tanpa jiwa perjuangan dan keja keras. Kini, tanggungjawab siapa sejarah bangsa ini ketika pemerintah dan masyarakat hanya mengejar pertum- buhan-pertumbuhan fisik dan ekonomi dan menga- baikan sejarah sebagai roh dan mentalitas dari kehi- Bukittinggi pada pagi 19 Desember itu benar-benar terasa menengangkan. Pesa- Di Garis Depan wat meraung-raung di sean- Republik 1948-1949 tero kota Bukittinggi, hilang Penyerangan Belanda ter- dan timbul. Orang-orang hadap Yogyakarta diiringi berlarian menyelamatkan dengan penangkapan tokoh- dirinya sesegera mungkin. tokoh utama Republik, Pre- Sirene meraung-raung tiap siden Soekarno dan wakil sebentar. Namun Setelah pu- Presiden Mohammad Hatta ku 12. 00 wib serangan dan - bersama sejumlah tokoh bunyi pesawat udara itu ter- lainnya ditawan dan diasing- henti. Pada malamnya Guber- kan ke Bangka. Namun ini- nur Sumatera memanggil siatif tokoh Republik muncul semua pegawai-pegawainya, bersamaan. Inisiatif tokoh- orang ramai berkumpul men- tokoh yang ada di Sumatera, dengarkan penjelasan dari Tengku Muhammad Hassan Sang Gubernur T M. Hasan. (Gubernur Sumatera) dan Mr. Di sana didapat informasi Sjafruddin Prawiranegara bahwa tentara Belanda su- (Menteri Kemakmuran) yang dah begerak dari arah Pa- dupan kita? Sudah sangat lancar diucapkan dalam pidato-pidato para elit, bah- wa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya. Tulisan ini awalnya adalah orasi yang dibacakan dalam Peringatan Peristiwa Situjuh tanggal 17 Januari 2015 di Kampus IPDN Baso, yang diselenggarakan oleh YPP-PDRI Berbagai keterangan telah SINGGALANG Pemimpin Umum: H. Basril Djabar Wakil Pemimpin Umum: H. ME Djabar, Robby Irwanto Penasehat Hukum: H. Amiruddin, SH Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Khairul Jasmi Pemimpin Perusahaan: Hj. Rilianty Dewan Redaksi: H. Basril Djabar, Khairul Jasmi, Widya Navies, Sawir Pribadi Redaktur Pelaksana: Widya Navies, Sawir Pribadi Asisten Redaktur Pelaksana: Edwardi, Korlip: Gusnaldi Saman, Soesilo Abadi Piliang Koordinator Mingguan: A.R. Rizal Redaktur: Syafrizal, Hartono, Metrizal, Adi Hazwar, Lenggogeni, Eriandi, Effendi, Yuniar, Sidang Redaksi: Khairul Jasmi, Widya Navies, Sawir Pribadi, Soesilo Abadi Piliang, Hartono, Syafrizal, Metrizal, A.R. Rizal, Lenggogeni, Eriandi, Edwardi, Gusnaldi Saman, Yuniar, Adi Hazwar Reporter Padang: Syawaldi, Guspayendri, Dede Amri, Hendri Nova, Bambang Sulistio, Reporter Jakarta: Eri Satria Dharma, Yusman Mahyuddin, Koordinator Daerah Pasaman: Ibnu Hayat, Pasaman Barat: Nefran, Tanah Datar: Musriadi Musanif (Korda), Bakhtiar Danau Bukittinggi: H. Chun Masido (Korda), Martiapri Yanti Padang Panjang: Jasriman (Korda), Ananda Utama Pesisir Selatan: Marlison (Korda), Alek Sander Hek, Sijunjung: Nasrul Rasyad (Korda) Kota Solok: Wannedi Saman (Korda) Kabupaten Solok: Rusmel Dt. Sati (Korda), Waitlem Sawahlunto: Armadison (Korda), Subandi Pariaman: Darmansyah (Korda), Indra Sakti, Tommy Syamsuar, Damanhuri, Agam: Mursyidi, Astil Gindo (Korda), Ahmad Sumardi Payakumbuh: Edward D.F (Korda), Jefri Ricardo Magno Limapuluh Kota: Muhammad Bayu Vesky (Korda) Solok Selatan: Hendrivon (Korda) Dharmasraya: Yasrizal (Korda) Sekretaris Redaksi: Putri Juita Pracetak: Atria Effendi Kabag Percetakan: Dasril. M Kabag Iklan: Rika Yosmeri Kabag Personalia: Lin Iriani Kabag Pemasaran Hj. Iva Tureyza Idroes (Daerah), Osmarwan (Padang) Kabag Keuangan, Akutansi dan Pajak: Dessi Yanti Kabag Umum: Jurnal Sekretaris Pemimpin Umum: Rosnelly Kepala Perwakilan Usaha Jakarta: Soeparto Har. Alamat Redaksi/Perusahaan: Jl.Veteran No.17, Padang, 25116 Telepon: (0751) 25001, 36923, 38338, 37306 Faxs: (0751) 33572 e-mail: hariansinggalang @Yahoo.co.id Website: www.hariansinggalang.co.id Alamat Perwakilan Jakarta: Maya Indah Building, Jalan Kramat Raya No. 3-G, Senen, Jakarta, 10450 Telepon Iklan dan Sirkulasi: (021) 3904751, 3904752, 3903112, 3929631 Facs: (021) 3929630 Harga langganan: (termasuk Edisi Minggu): Rp90.000 Luar Kota Padang / Luar Provinsi Sumatra Barat: tambah ongkos kirim Harga eceran: Rp.4000/eksemplar Tarif Iklan: Halaman satu Black and white @ Rp32.000/mmk Spot colour @ Rp60.000/mmk Full colour @ Rp72.000/mmk Halaman 2 s/d Halaman 28 black and white @ Rp16.000/mmk Spot colour @ Rp30.000/mmk Full colour @ Rp36.000/mmk Iklan keluarga @ Rp15.000/mmk Iklan mini: Tinggi maksimal 50 mm) @ Rp250.000/muat Iklan duka cita: Rp12.500/mmk Iklan Baris (Min. 3 baris Maks 5 baris) @ Rp 15.000/baris Dewan Perusahaan: H. Me Djabar (Ketua), Hj. Rosdiaty, H. Amiruddin, SH Supervisi Personalia: H. Amiruddin, SH. Pencetak: Unit Percetakan PT. Genta Singgalang Press (Padang) (Isi di luar tanggung jawab percetakan). Penerbit: PT Genta Singgalang Press (Anggota SPS) Izin: SK Menpen RI No.007/SK/MENPEN/SIUPP/A/1985, Tanggal 24 Oktober 1985.
