Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Singgalang
Tipe: Koran
Tanggal: 2015-01-25
Halaman: 14

Konten


khasanah SINGGALANG MINGGU» 25 Januari 2015 (4 Rabiul Akhirl 1436 H ) » Halaman B-14 BAKABA Mangaku Patugeh Gardu Islam, Kesetaraan Gender dan Matrilineal di Minangkabau Nan manggili : Tan Ambo Sungai Musi Rahmah Eka Saputri Sajak duo minggu lalu selera lelaki. Sedang dalam agama Yahudi martabat pe- rempuan sama dengan pem- bantu. Ayah berhak menjual anaknya. Ajaran mereka me- nganggap bahwa perempuan adalah sebagai sumber laknat Allah karena dialah yang me- nyebabkan Adam terusir dari surga. Ada lagi yang lebih mengerikan, datang dari per- adaban Hindu dan Budha, hak hidup seorang perempuan yang bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya, isteri harus dibakar hidup- hidup pada saat mayat sua- minya dibakar (Quraisy Shi- hab, 2010:297). Demikian pula halnya dengan masyarakat jahiliyah yang menganggap bahwa anak perempuan ha- nyalah sebagai aib bagi ke- luarga, sebab fisiknya yang lebih lemah dari pada laki-laki sehingga tidak dapat dibawa berperang layaknya anak laki- laki. HAL yang paling identik ketika menyebutkan kata Mi- nangkabau, selain adagium Adat Basandi Syaria' Syara' Basandi Kitabullah, sebagai ciri bahwa orang Minang- kabau beragama Islam, adalah sistem kekerabatan yang di- anutnya, yaitu sistem keke- rabatan menurut garis ketu- runan ibu atau matrilineal. Matrilineal adalah bentuk garis keturunan yang paling tua di muka bumi, yang dalam pro- sesnya berkembang ke arah patrilineal. Di samping bentuk kekerabatan yang paling tua, sistem ini juga yang paling langka di dunia. Sanderon, seorang antropolog, menye- butkan bahwa hanya 14% dari masyarakat dunia yang meng- gunakan sistem matrilineal (Atmazaki, 2002:31). Di Indo- nesia hanya Minangkabaulah yang menggunakan sistem matrilineal, bahkan di dunia hanya terdapat di salah satu tempat di India dan sekitar salah satu danau di Afrika (Musyair Zainuddin, 2010:63). Lah sanang karajo tek Lulu Dirumah lah punyo pambantu Padusi asa Indramayu untuk ikut berpartisipasi da- lam kehidupan sosial serta terjamin hak-haknya. Kondisi ini tidak pula menempatkan perempuan Minang jauh di atas kedudukan laki-laki. Se- mangat menghargai dan meng hormati perempuan melalui sistem matrilineal yang di- anutnya, tidaklah menjadikan perempuan sebagai penguasa satu-satunya. Laki-laki dengan gelar datuak atau mamak, tetaplah berada ada posisi le- gal formal kepemimpinan pengambil keputusan. Se- dangkan perempuan dengan bundo kanduangnya adalah juga yang ikut serta dalam menentukan keputusan, na- mun tidak berbaju legal for- mal. Jadi sekalipun Minang- kabau menganut sistem matri- lineal, sistem sosialnya bu- kanlah matriarkat, dimana perempuanlah yang menjadi kepala dan penguasa negeri secara legal formal. Oleh sebab itu, karena be- sarnya peranan perempuan di dalam tatanan adat matrilineal di Minangkabau, dalam meles- sistem kekerabatan tarikan matrilineal adat Minangkabau ini, maka tumpuannya adalah bundo kanduang. Sosok bundo kanduang dalam literature dan pelajaran adat Minang digam- barkan sebagai seorang pe- rempuan atau ibu yang ideal, sebagai ibu yang berwibawa, yang arif dan bijaksana, tem- pat undang sangkutan pusaka, tempat meniru meneladan, serta memakai rasa dan juga periksa. Sosok bundo kan- duang adalah perempuan yang diberi kehormatan dan ke- dudukan di dalam adat. Ia sebagai penerima ketentuan keturunan menurut garis ibu, penerima ketentuan bahwa harta dan sumber ekonomi diutamakan untuk perempuan, penerima ketentuan bahwa yang menyimpan hasil usaha perekonomian adalah juga perempuan, serta pemegang hak suara istimewa dalam musyawarah (Ibrahim Dt Sang gono Diradjo, 2009: 346). Namo padusi tu Nunu Umua duo puluah baru Sikola SMP kelas satu Baranti dek gaek indak mampu Maliek wajahnyo an lugu Etek picayo ka paja tu Indak mungkin nyo manipu Atau barang dibawo e lalu Kapatang ko dek ari Minggu Tek Lulu ado paralu Pai jo lakinyo Badu Baralek ka Simpang Haru Pasan Etek ka Nunu "beko kok ado tamu, bukak-an pintu tanyokan apo paralu" Sistem kekerabatan matri- lineal pada prinsipnya ber- implikasi pada kuatnya kedu- dukan perempuan di ranah Minang. Kenyataan lain, bah- wa pemilihan bentuk keke- rabatan menurut garis ibu di Minangkabau pada dasarnya memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan pemuliaan dan penghormatan terhadap perempuan. Perempuan di Minangkabau dilambangkan sebagai sosok yang memiliki peran dan kedudukan yang tinggi yang tidak ditemui pada laki-laki Minang, seperti lim- papeh rumah nan gadang, dan sumarak kampuang pamenan nagari. Sasudah pai Tek Lulu Indak lamo sasudah tu Datang duo urang tamu Mangaku mamareso lampu Ini merupakan beberapa pandangan yang memang ber- tentangan sekali dengan naluri kemanusiaan. Selanjutnya, di samping pandangan-panda ngan yang memarjinalkan kaum wanita, ada pula yang mempertanyakan apakah wa- nita itu semacam manusia ataukah tidak, apakah ia me- milki ruh ataukah makhluk tanpa ruh, dalam seminar tahun 586 di Prancis disim- pulkan bahwa nama manusia telah dianugerahkan kepada wanita, sedang kehadiran mereka tidak lain hanya untuk melayani kaum lelaki. Atau pernyataan yang ditetapkan oleh parlement Inggris pada periode Henry VIII yang mela- rang kaum wanita membaca kitab suci karena dianggap tidak suci dan kotor (Zakir Naik, 2009:121). Dari jabaran ini dapat dilihat betapa besar dan kuatnya posisi perempuan dalam ta- tanan adat Minangkabau. Pe- rempuan Minang yang diana- logikan sebagai seorang bundo kanduang memiliki peranan yang kompleks. Ia pemersatu di dalam kaum, ia pula lah yang menjaga perekonomian di dalam kaumnya, jika dalam perundingan maka suara nya mesti didengarkan. Menurut penulis, adat matrilineal yang asal menempatkan perempuan pada posisi yang terhormat serta terjamin hak-hak hidup- Sistem matrilineal di Mi- nangkabau, tidak menjadikan satu pihak lebih tinggi dari pihak lain. Juga bukan pula menjadikan satu pihak lebih rendah dari pihak lain terkait peran dan fungsinya dalam struktur sosial. Akan tetapi matrilineal di Minangkabau menjadikan kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan) sejajar. Perempuan tidak ber- ada di belakang laki-laki, seperti yang lumrah terjadi di dalam sistem patriarkat, juga tidak berada di depan laki-laki seperti yang seharusnya ada di dalam konsep matriarkat, namun perempuan di Mi- nangkabau berdiri sejajar pada garis yang sama dengan laki-laki, tidak di belakang untuk dijajah, juga bukan di depan untuk dijadikan imam, namun teman dan partner yang berjalan beriringan. Inilah kekhasan dari matrilin- eal yang ada di Minangkabau, senafas dengan spirit Islam tentang menghargai hak-hak peremuan dan kesetaraan gender. Sasudah mangetok pintu Dibukak an dek Nunu Urang tu maliek an kartu : "kami dari patugeh gardu, ingin mamareso lampu, kabelnyo kadiganti baru" nya. Sasudah masuak duo urang tu Langsuang dipacik e Nunu Muncuang e disampa jo tissu Tangan dikabek an ka bangku Barang baharago dirumah tu Dek urang tu disapu Mulai tarompa jo sipatu Tamasuak pitih dalam saku Nan ado di sawa jo baju Tagantuang dibaliak pintu usish Sebutan-sebutan itu bu- kanlah sekedar lambang atau istilah sanjungan, tetapi mem- punyai arti dan tanggung ja- wab yang dalam. Di Minang- kabau perempuan memiliki sifat menentukan, perempuan memegang peranan dalam banyak hal. Perempuan meru- pakan titik tumpuan dalam menjaga pusako kebesaran. Perempuan dilibatkan di da- lam setiap perundingan yang diadakan. Perempuan dilin- dungi oleh sistem pewarisan matrilineal, di mana rumah diperuntukkan bagi perempu- an. Kemudian ikatan antara anak dan ibunya juga kuat. Setelah menikah perempuan tetap tinggal di rumah ibunya atau lingkungan kerabat ma- trilinealnya. Islam dengan konsep Rah- Di sisi lain penulis juga matan Lil Alamin melalui nabi melihat bahwa apa yang diper-Muhammad datang dengan tahankan dan diperjuangkan oleh sistem matrilineal di Minangkabau merupakan sa- lah satu perintah Rasul tentang menghormati perempuan. Ter- utama ketika Rasul menye- butkan ummuka sebanyak tiga kali sebagai orang yang harus dihormati. Dengan demikian, anggapan yang menyebutkan bahwa matrilineal di Minang- kabau tidak merujuk kepada islam, agaknya perlu diper- tanyakan. Justru secara haki- kat, penulis melihat kesamaan yang nyata antara spirit Islam dalam menjaga dan memu- liakan perempuan dengan nilai yang dibawa oleh matrilineal yang juga menjaga dan melin- dungi hak-hak perempuan. ajaran untuk berlaku adil dan menghargai perempuan. Jika pada awalnya perempuan pada masa lalu tidak memiliki hak dari pembagian harta, namun setelah Islam masuk, Islam justru menjelaskan dan memberi hak waris kepada perempuan. Hal ini pulalah yang dilakukan oleh adat Mi- nangkabau. Adat Minang bah- kan menghormati perempuan dengan memberi hak waris yang lebih besar kepada pe- rempuan dari pada kepada laki-laki, dalam hal ini harta pusako tinggi. Sasudah dapek nan dituju Kaduo urang tu balalu Sapaningganyo tu Nunu Malapehkan kabek jo tisu Kiro-kiro pukua satu Pulang etek jo laki e Badu Didapek i nyo pambantu Sadang manangih dakek tungku Dari uraian ini, terlihat bahwa di Minangkabau mela- lui sistem matrilinealnya kedu- dukan perempuan sangat ting- gi. Perbedaan jenis kelamin di Minangkabau tidak meng- akibatkan terjadinya bias jender, atau anggapan bahwa yang satu lebih baik dari pada yang lain. Artinya di Minang- kabau laki-laki dan perem- puan memang memiliki karak- teristik yang berbeda tapi perbedaan itu tidaklah berarti bahwa laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan, yang mana, dalam pandangan umum perempuan hanyalah sebagai secondary creation (makhluk pelengkap), justru Minangkabau memberi pe- luang yang ama bagi laki-laki dan perempuan untuk aktif di lembaga sosial, keagamaan, dan adat. Batanyo Etek Lulu : "manga kau tasadu-sadu" Dicaritokan lah dek Nunu Kajadiaan 3 jam lalu Anak-anak perempuan Mi- nangkabau semenjak kecil sudah dibawa serta dalam kegiatan kerabat seperti ken- duri, upacara keagamaan, mengantarkan makanan ke rumah kerabat ayah di hari- hari istimewa. Secara psiko- logis ini mempunyai pengaruh yang kuat dalam merentang hubungan babako-babaki di Minangkabau. Jika masalah atensi dalam memelihara sila- turrahmi antar keluarga itu merupakan nilai yang diles- tarikan secara turun temurun, maka menurut penulis hakekat dari "penjagaan" itulah yang dalam adat Minangkabau di- tumpahkan pada perempuan Minang. Tanyato nan datang tu mangaku Patugeh resmi dari gardu Tanyato patugeh palsu Tamasuak identitas di kartu Sehingga menurut penulis, kesamaan seperti ini tidak akan terjadi jika budaya Mi- nangkabau tidak menganut matrilineal. Matrilineal meng- hargai hak kepemilikan pe- rempuan seperti Islam yang juga menghargai dan me- lindungi hak-hak milik pe- rempuan. Inilah kekhasan budaya Minangkabau. Ke- khasan inilah yang harus di- pertahankan tanpa mesti me- ngubahnya secara fundamen- tal sekalipun terjadi beberapa pergeseran. Ibarat pepatah Minang usan-usang dipabaha- Ajaran rasul untuk meng- hormati perempuan tentu tidak terlepas dari bagaimana seja- rah pernah memperlakukan perempuan sebelum keda- tangan Islam. Realitas masya- rakat Yunani misalnya, yang kaya akan pemikiran filsafat namun miskin dalam pem- bicaraan tentang hak dan kewajiban perempuan. Perem- puan di kalangan elit disekap di dalam istana, sedangkan perempuan yang berada di kalangan bawah diperjua- lbelikan, nasib mereka kian tidak jelas, mereka tidak memi- liki hak-hak sipil, serta tidak pula mendapat hak waris, puncaknya kehadiran perem- puan hanya untuk memenuhi rui. Palajaran bagi nan alun tahu Pasankan bana ka pambantu Sakironyo ado tamu Kalau curiga atau ragu Jan langsuang bukak an pintu Akan tetapi, meskipun Mi- nangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal, yang menjadikan perempuan me- miliki peranan besar dalam kaumnya, katakanlah mereka mendapat ruang yang besar Bahkan pada sisi tertentu perempuan jauh lebih tinggi dari pada laki-laki. Sehingga penulis lagi-lagi berkesimpul an, bahwa semangat yang dibawa oleh matrilineal di Minangkabau senafas dengan semangat Islam tentang kesetaraan gender.* Mahasiswa Aqidah Filsafat, Ushuluddin IAIN IB, Pegiat Forum Lingkar Pena Sumatera Barat Sia tahu antah panipu (*) MINANG SAISUAK Abuan Guru-guru, Fort de Kock KANTOOR ABOEAN GOEROE pokan sekolah di Fort de Kock pada masa itu dibagi atas 4 sektor: I, II, III, dan IV. Kesadaran berorganisasi muncul di kalangan kaum pribumi seiring dengan me- ningkatnya kemajuan di Hin- dia Belanda. Berbagai go- longan dan aliran profesi membentuk serikat atau perkumpulan untuk mem- perjuangkan hak-hak mere- ka dan juga dengan tujuan untuk meningkatkan kese- jahteraan para anggotanya. Minangkabau termasuk pelo- por dalam hal ini karena ide kemajuan menyebar dalam masyarakatnya sudah lebih awal muncul di abad 19. Para guru pun muncul kesa- darannya untuk berorgani- sasi. uang pensiun di hari tua. reka adalah: 1) M. Thaib gelar Penilik sekolah dan guru St. Pamoentjak (Ketua/Voor- dipungut iyuran sebesar 2,5 zitter), pensiunan Kepala gulden dan guru bantu sebe- Penilik Sekolah (Hoofdschool sar 1 gulden. Pada 1921 AGG poziener); 2) Dt. Bagindo memiliki 167 anggota dengan (Wakil ketua/Onder Voorzit jumlah uang simpanan sebe- ter), Kepsek di Fort de Kock sar 3.728,50 gulden. Pada I; 3) Kasip (Sekretaris), guru 1928 anggotanya meluas bantu di Fort de Kocok; 4) St. sampai ke Jambi, Palembang Saripado (Bendahara/Thesau dan Borneo (Kalimantan) yang jumlahnya mencapai 422 orang, dengan jumlah uang simpanan sebesar 25.- 112 gulden, Uang itu 'didja- lankan djoega oentoek ment- jahari keonetoengan jang halal." Pada 1927 AGG telah me- nerbitkan pula sebuah ber- kala untuk sarana komu- nikasi dan bertukar infor- masi di antara para ang- gotanya dan masyarakat luas pada umumnya. Sebagian eksemplar ber- kala ini masih tersimpan sekarang di Leiden Univer- sity Library, Belanda. rier), guru pensiun. Sedang kan sisanya adalah anggota komisaris: 5). Manan, Penilik sekolah (Schoolopziener) Fort de Kock I; 6) Dt. Radja Ibadat, Kepala sekolah Fort de Kock IV; 7) St. Paménan, guru kelas 1 HIS Fort de Kock; 8) H. St. Ibrahim, guru bantu Fort de Kock III; 9) Dj. St. Machoe doem, guru bantu Fort de Kock IV; 10) B. Soetan Ma roehoen, Kepala sekolah Fort de Kock II; 11) Z. St. Sinaro, Kepala sekolah Fort de Kock III. Jadi, rupanya pengelom Selama 7 tahun pertama AGG tidak punya kantor. Pada 1928 AGG berhasil menyewa sebuah rumah di Fort de Kock untuk kantor nya. Dalam foto ini terlihat anggota pengurus (berstuur) AGG berkodak bersama. Me- Rubrik Minang saisuak kali ini menurunkan kodak lama pengurus Aboean Goe- roe-Goeroe (AGG) yang didi- rikan di Fort de Kock (Bukit- tinggi) pada tahun 1921. Demikianlah sedikit infor- masi tambahan mengenai AGG. Seperti telah dicatat dalam sejarah pendidikan di Sumatera Barat, AGG cukup berperanan pada masanya, dan aktivitas mereka pun sering mendapat perhatian Pemerintah. (Sumber foto: Pandji Poestaka No. 26-27, Th VII, 29 April 1929: 418). Sur yadi - Leiden, Belanda. Pelopornya adalah beberapa orang penilik sekolah (School opziener) dan guru-guru yang ditugaskan di Sumatra Barat. Para anggota AGG me- ngumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk tambahan SULUAH IDUIK Adaik Nan Ampek namo DI Minangkabau angko atou bilangan tamasuak nan banyak dipakai, baiak untuak kampuang jo nagari atou untuak namo tampek-tampek tatantu lainnyo. Untuak namo kampuang jo nagari, sajak dari; Tigo Koto, sampai ka Sapuluah Koto. Ado pulo nan lain sarupo; Tigo Tumpuak, Tigo RB.Khatib Jangko, Ampek Nagari, Ampek Pahlawan Kayo Angkek, Ampek Jurai, Tigo Ruang, Limo Ruang jo Sambilan Ruang untuak rumah gadang, dan sabagainyo. Kini kito bicaro tantang Adaik Nan Ampek. Adopun nan dimukasuik jo Adaik Nan Ampek adolah, manunjuakkan bahaso Adaik Minangkabau tu tabagi kapado ampek tingkatan nan disabuikkan dalam Tambo, yaitu; Partamo; Adaik Nan Sabana Adaik, kaduo; Adaik Nan Taradaik, katigo; Adaik Nan Diadaikkan, nan kaampek; Adaik Isti'adaik. Pangaratian dari masiang- masiangnyo adolah, Partamo; Adaik nan Sabana Adaik, yaitu sagalo sasuatu nan mustinyo bagitu dan kabaradaannyo mutlak. Misanyo adaik aia mambasahi, adaik api mambaka. Hukum adaik sarupoko disabuik Indak lakang dek paneh, Indak lapuak dek ujan. Aratinyo adaik nan barasa dari hukum Allah nan sasuai jo fitrah. Hukum itulah nan disabuik syari'at (syarak) dalam falsafah adaik Minangkabau nan tamasuak hukum babuuah mati. Aratinyo adaik nan musti dijadikan patunjuak untuak kasalamaiktan iduik urang Minangkabau dunie jo akhiraik. Kaduo; Adaik Nan Taradaik, yaitu kabiasaan nan dipakai dalam masyarakaik suatu nagari nan indak balawanan jo katantuan hukum adaik nan sabana adaik. Adaik nan taradaik ko bisa dipakai taruih manaruih salagi sasuai jo kamajuan pamikiran dan budaya dalam nagari nan basangkutan, sainggo alun tantu samo jo nagari di sabalah nan barbatasan. Mako disabuik dalam papatah adaik "Lain Padang lain balalang, lain lubuak lain ikannyo". Katigo; Adaik nan diadaikkan, yaitu tradisi nan ditatapkan bardasarkan mupakaik manuruik alua jo patuik dalam sidang Karapatan Adaik Nagari (KAN) masiang-masiang nagari. Hukum adaik dalam kalompok katigo ko tamasuak nan disabuik hukum babuuah sentak. Aratinyo hukum nan bisa dirubah ateh kaputusan KAN, karano indak sasuai lai jo kabutuhan masyarakaik. Kaampek; Adaik Istiadaik, yaitu kabiasaan nan alah dibiasokan dalam masyatakaik na gari, sarupo mode nan dibarlakukan dalam upacara-upacara dan diizinkan dek pamuka adaik. Biasonyo adaik nan sarupoko murah barubah sasuai jo mode nan bakambang di lingkuangan. Sabaliknyo bisa juo maningkek manjadi Adaik nan Diadaikkan. Kalompok kaampek ko tamasuak juo nan disabuik hukum nan babuuah sentak. Aratinyo sawaktu- waktu bisa barubah sasuai jo parkambangan zaman.* MANTAGI Rokok ACET ASRIVALI SUATU hari saya sedang bersantai-santai di teras rumah. Datanglah seorang tetangga menghampiri saya dengan . senyum khas di wajahnya. Ia datang dengan meneteng kresek kecil warna hitam, di dalam kresek itu ada berbagai macam rokok. Seperti rokok Surya, Sampoerna Mild, Class Mild, Dji Sam Soe, dan lainnya. Kemudian ia menawarkan rokok-rokok itu pada saya (untuk saya pilih) sebatang pun dua batang dari rokok yang ada dalam kresek itu. Saya tahu betul apa maksud yang akan disampaikan tetangga itu. Sudah menjadi tradisi memang, di Ranah Minang ini, khususnya di kampung tempat tinggal saya, rokok sudah menjadi alat atau media dalam penyampaian pesan. Rokok menjadi perantara komunikasi dari kominakator kepada komunikan. Dalam hal ini rokok bertujuan sebagai media undangan agar penerima rokok bersedia menghadiri walimah (baralek) yang disampaikan oleh pemberi rokok tersebut. Dengan itulah, salah satu cara pendekatan emosional sekaligus penarik rasa sehingga si penerima rokok bersedia untuk datang menghadiri undangan tersebut. Disisi lain rokok juga bisa menjadikan keakraban dalam pergaulan. Misalnya ketika seseorang sedang duduk di sebuah warung, kemudian ia letakkan rokok itu di atas meja dan menawarkan kepada teman-teman yang ada di warung itu. Maka ia akan diterima di lingkungan tersebut. Begitulah cara bergaul kebanyak pemuda di desa saya. Melalui rokok, keakraban pun terjalin dengan baik. Bila rokok diletakkan di atas meja, itu berarti seseorang itu sudah luas pergaulannya. Bilamana seseorang itu menyimpan rokoknya dalam saku, maka orang tersebut akan dikatakan sangat sempit pergaulannya, ia akan dinilai tidak pandai cara bergaul. Peran rokok pun sudah menjadi tradisi di kalangan pelajar. Ironinya adalah, banyak dari kalangan pelajar yang sudah ikut-ikutan tradisi itu, tanpa memikirkan dampak dan akibat dari bahaya rokok bagi kesehatan dan uang jajannya. Suatu ketika pula, saya sempat duduk di warung di dekat sebuah sekolah. Di warung itu sangat ramai anak sekolah yang menghabiskan waktu istirahatnya dengan merokok bareng. Mereka sangat menikmati hisapan demi hisapan rokok itu. Sembari bercerita satu sama lain. Mereka lebih memilih merokok ketimbang jajan yang lainnya. Kalau ada pelajar (laki-laki) yang tak merokok maka akan dikatakan tidak gaul, tidak keren, culun, lemot, dan sebagainya. Mental-mental pelajar sudah sangat jauh dari tujuan belajar itu sendiri yang akan membentuk karakter yang baik, mental yang positif, integritas keilmuan yang memadai. Mental-mental yang ditimbulkan akibat pergaulan rokok akan menjadi negatif. Betapa buruknya jika mental-mental itu dibawa hingga bertambahnya usia mereka. Maka seperti itulah keberlangsungan sebuah tradisi yang turun temurun. Merambah ke masyarakat luas, sehingga rokok sudah menjadi tradisi dalam bersosialisasi dalam pergaulan. Saya tersenyum ketika tetangga itu menawarkan rokok pada saya. Kebetulan saya tidak merokok menjadi ragu untuk mengambilnya. Kalau tak diambil nanti takut menyakiti hati tetangga itu. Kalau diterima, saya tidak memerlukannya, di rumah saya pun tak ada yang merokok, takutnya mubazir. Dengan sedikit ragu, saya terima juga pemberiannya, sembari mendengar kan maksud dan tujuannya yang ia sampaikan itu. Di kampung saya, bila ada anak-kemenakan yang melangsungkan pernikahan, maka kerabat dari yang bersangkutan akan mendatangi rumah-rumah warga untuk mengajak menghadiri acara walimah itu. Bila yang diundang adalah kaum bapak-bapak, maka akan diberi rokok. Begitulah cara yang sudah mentradisi di kampung saya. Sesuatu yang sudah semestinya ditinggalkan, dan dicari gantinya dengan yang lebih baik. Dengan cara menghilangkan tradisi seperti itu, maka akan membantu atas penjegahan pada generasi muda yang akan mewarisi hal tersebut. Bila dari orang tua sudah membiarkan sebuah tradisi itu tetap berlangsung, maka generasi selanjutnya akan mengikuti jejak orangtua mereka. Itu pasti. Sebab, bak pepatah kata, "buah itu jatuh tak jauh dari pohon". Renungkanlah!*