Tipe: Koran
Tanggal: 2017-02-09
Halaman: 19
Konten
zsi: an herman maji no Supported by Kota Sep-13 DOMPET DHUAFA PENANGGULANGAN KEMISKINAN JAKARTA, 2012-2016 Sep-13 Jumlah Penduduk Miskin % Penduduk Miskin Mar-14 Mar-14 Sep-14 Indeks Kedalaman Kemiskinan Keparahan -Indeks Kemiskinan Sep-14 a oleh kekerasan ne- usion), tidak diinte- najuan ekonomi kota an), dan penghuninya n hak politik sebagai tical exclusion). Mar-15 kan permukiman liar, akuan yang adil dan ra. Reproduksi ruang erupakan bentuk sejati gan kemiskinan kota. ng kota yang memper- Sep-15 Mar-15 18 KAMIS, 9 FEBRUARI 2017 Sep-15 Mar-16 RAISAN AL FARISI/REPUBLIKA Mar-16 Sep-16 Sep-16 4,2 4,1 4,0 X 3,7 3,6 3,5 3,4 3,3 3,2 % Penduduk Miskin 0,18 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 Indeks Keparahan Kemiskinan Sumber: BPS DKI Jakarta luas ruang terbuka hijau dan ruang pub- lik, pembangunan infrastruktur trans- portasi massal yang murah dan nyaman, hingga perbaikan (upgrading) dan bukan jalan tol dan MRT yang mahal, penataan ulang (reblocking) kampung dan permukiman liar, bukan penggu- suran dan relokasi paksa, akan menum- buhkan ruang sosial kota dan membuat dinamika kota didorong oleh public inter- est, dengan moralitas dan solidaritas antarkelas sebagai panglimanya. DIALEKTIKA JURNAL KEBIJAKAN PUBLIK REPUBLIKA Nuri Ikawati Peneliti IDEAS, Agung Nugroho Peneliti IDEAS Lalu Fahrizal Peneliti IDEAS Iqbal Fadli Muhammad Peneliti IDEAS KEHIDUPAN SETELAH PENGGUSURAN asifnya penggusuran paksa terhadap kam- pung dan permukiman liar di Jakarta dalam tiga tahun terakhir, dan klaim Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bahwa relokasi ke rusun telah mening- katkan kesejahteraan warga, mendorong IDEAS melakukan penelitian untuk menguji dampak kebijakan relokasi (re- settlement) ini. Penelitian ini mengambil 100 responden yang merupakan kepala rumah tangga korban penggusuran yang direlokasi ke rusun dan telah tinggal di rusun selama dua tahun atau lebih. Pengumpulan data dilakukan antara Ok- tober-November 2016 di empat rusu- nawa (Pinus Elok, Cakung Barat, Jatine- gara Kaum, dan Cipinang Besar Selatan). Temuan lapangan mengungkap fakta pra-penggusuran bahwa sebagian besar rumah tangga yang digusur, sebesar 58 persen, telah tinggal di lokasi asal peng- gusuran lebih dari 30 tahun dan 27 per- sen telah menghuni 21-30 tahun. De- ngan masa menetap yang sangat lama, tidak heran bila seluruh responden kor- ban penggusuran memiliki KTP DKI Ja- karta dengan 33 persen responden meru- pakan pendatang yang berasal dari luar Jakarta. Menurut tingkat pendidikan, 44 per- sen responden tidak tamat dan tamatan SD, 24 persen tamat SMP, 31 persen tamat SLTA, dan hanya 1 persen tamatan perguruan tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan membuat sebagian besar res- ponden, yakni 70 persen, bekerja di sek- tor informal, 28 persen sebagai karyawan swasta dan tenaga kontrak, dan 2 persen tidak bekerja. Dengan bergantung pada sektor informal, lebih dari 60 persen responden tidak memiliki BPJS ataupun Kartu Jakarta Sehat, 72 persen tanpa Kartu Jakarta Pintar, dan 48 persen tidak mendapat beras untuk rakyat miskin (raskin). Terlihat bahwa profil warga korban penggusuran mayoritas berpen- didikan rendah, bekerja di sektor infor- mal, dan tidak memiliki jaminan sosial $ 61% 70% PROFIL WARGA TERGUSUR* 64% 58% 85% USIA Kepala Keluarga di atas 41 Tahun Memiliki Jakarta Hidup Pasca Tergusur Kerentanan Warga Rusun TINGKAT PENDIDIKAN HANYA SD & SMP Pra Penggusuran 50% 77% LAMAN PRA PENGGUSURAN Lebih dari 20 Tahun 4 STATUS PEKERJAAN DI SEKTOR INFORMAL hasil survey 100 kepala keluarga yang telah tinggal 2 tahun atau lebih di 4 rusunawa di Jakarta R temuan lapangan IDEAS men- gungkap banyak janji yang tidak tereal- isasi. Warga relokasi dijanjikan menda- pat hak tinggal di rusunawa tanpa membayar selama tiga bulan pertama. Meski terealisasi, warga diharuskan membayar uang jaminan agar dapat tinggal di rusun tiga kali lipat dari biaya sewa bulanan. Keberadaan uang jaminan yang cukup signifikan ini banyak membuat warga menunggak biaya sewa. Pembayaran biaya sewa dan air yang digabung sering kali membuat tagihan ke warga berubah secara drastis sehingga sulit diprediksi. Besaran tagihan cenderung tidak transparan dan tunggakan tidak men- dapatkan peringatan sejak awal. Fasilitas antarrusun sangat beragam. Rusun Pulogebang, misalnya, Status Kepemilikan Tempat Tinggal pra penggusuran MILIK SENDIRI 78% 7 (29%) Usaha mandiri (27%) Buruh Harian (2%) Pengangguran Asal Wilayah 67% Jakarta 33% Pendatang Penggusuran merupakan bentuk gun- cangan yang signifikan terhadap kelompok rumah tangga rentan ini. Tempat tinggal dan lingkungannya (neighborhood) tidak hanya dimensi fisik semata, tetapi juga ter- bentuk dari relasi yang kompleks sehingga signifikan memengaruhi kesejahteraan individu. Ruang fisik memberi akses bagi distribusi sumber daya yang diperlukan individu untuk mendapat penghasilan, pengetahuan, dan interaksi sosial. Dalam 3 kurang dari Dibawah 100.000/bln diantara 0-200.000/bln Dibawah 49% 1.000.000/bin 2 65% 3.000.000/bin Dibawah KJS: 29% Raskin :52% IDEAS DONESIA DEVELOPMENT AND SLAMIC STUDIES 5 W Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga : air Janji dan Realisasi Relokasi elokasi ke rusun diiringi banyak janji Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, tetapi dilengkapi taman bermain, lapangan olahraga, hingga kios untuk berdagang, tetapi hal serupa tidak ditemui di Rusun Pinus Elok. Di Rusun Komarudin - Cakung, lantai bawah secara resmi digunakan untuk berdagang, dan bahkan terdapat delapan kolam pemberdayaan ikan lele serta beberapa lahan untuk bercocok tanam sayuran. Sedangkan di Rusun Jatinegara Kaum, warga eks Pedongkelan di sana berinisiatif memanfaatkan lantai dasar rusun untuk berdagang, bahkan dite- mukan warga yang berdagang di dalam unitnya. Kesenjangan bahkan terlihat di dalam rusun yang sama. Rusun Pinus Elok Blok A terlihat sangat tertib, kea- manan tinggi, dilengkapi ruang ibadah dan dilalui feeder busway. Namun, Rusun Pinus Elok Blok B terlihat tidak tertib, keamanan seadanya, tidak dilalui feeder busway, dan tidak dilengkapi ruang ibadah. Merujuk pada Instruksi Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga : listrik Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga : sewaz www Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga : Makanan Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Status Pekerjaan Jaminan Perlindungan Sosial: total penerima *"hasil survey 100 kepala keluarga yang telah tinggal 2 tahun atau lebih di 4 rusunawa di Jakarta" yang memadai. Sedikit saja guncangan dapat membuat kelompok rumah tangga rentan ini jatuh dalam kemiskinan. penelitian ini, IDEAS mengukur kualitas hidup warga pascapenggusuran dari kemampuan masyarakat untuk memban- gun sumber pencahariannya dalam setting sosial dan ekonomi yang baru di rusun, seperti status pekerjaan, tingkat pendap- atan, tingkat pengeluaran, infrastruktur ekonomi dan sosial, serta tingkat kela- yakan hunian. Di lokasi awal, 61 persen responden tinggal di rumah milik sendiri, 10 persen menumpang di rumah orang tua, dan 29 persen lainnya menyewa. Pascarelokasi ke rusunawa, seluruh responden kini adalah penyewa dengan jangka waktu tertentu. Perubahan status ini selain menjadikan warga rentan terhadap pengusiran, juga menimbulkan biaya tambahan yang sig- nifikan, seperti sewa rusun, air, listrik, dan makanan, yang sebelumnya tidak terjadi dalam pengeluaran rumah tangga mereka. Di lokasi awal, 50 persen responden hanya mengeluarkan biaya air di bawah Rp 50 ribu per bulan. Setelah di rusun, kini hanya 17 persen responden yang biaya airnya masih tetap di bawah Rp 50 ribu per bulan. Di lokasi awal, 77 persen responden mem- bayar biaya listrik kurang dari Rp 100 ribu per bulan. Setelah di rusun, tinggal 69 per- sen responden yang biaya listriknya masih tetap di bawah Rp 100 ribu per bulan. Bila prapenggusuran 61 persen res- ponden tidak mengeluarkan biaya sewa sama sekali karena tinggal di rumah sen- diri, kini di rusun 67 persen responden harus mengeluarkan biaya sewa hingga Rp 300 ribu per bulan. Di lokasi awal, 49 persen responden mengeluarkan biaya makanan di bawah Rp 1 juta per bulan. Setelah di rusun, 58 persen responden mengeluarkan biaya makanan di atas Rp 1 juta per bulan. Jauhnya lokasi rusun dari pasar membuat harga makanan menjadi lebih mahal bagi penghuni ru- sun. Lebih jauh, bila di lokasi awal 52 per- sen responden masih mendapat bantuan raskin, setelah di rusun hanya tersisa 6 persen responden yang masih mendapat bantuan raskin. Malangnya, peningkatan pengeluaran yang signifikan ini justru berhadapan dengan kenyataan pahit turunnya peng- hasilan warga di rusun. Bila prapeng- gusuran 35 persen responden mampu mendapat penghasilan di atas Rp 3 juta per bulan, setelah tinggal di rusun hanya tersisa 24 persen responden yang peng- hasilannya di atas Rp 3 juta per bulan. Temuan ini konsisten dengan perubahan status pekerjaan responden yang semula 29 persen memiliki usaha mandiri, kini menurun menjadi 21 persen. Pada saat Gubernur DKI Jakarta No 131/2016, setiap rusun seharusnya memiliki sarana dan fasilitas bagi penghuninya secara lengkap. KOLEKSI MONUMEN PERS NASIONAL mpn.kominfo.go.id KAMIS, 9 FEBRUARI 2017 Fasilitas feeder busway yang dijan- jikan diperoleh gratis, kenyataannya hanya berlaku pada masa awal relokasi. Mayoritas warga rusun juga tidak lagi mendapatkan raskin. Pengeluaran untuk makanan di rusun melonjak karena lokasi rusun yang jauh dari pasar. Lokasi rusun juga jauh dari per- mukiman modern sehingga ibu-ibu rumah tangga yang sebelumnya bekerja sebagai buruh harian untuk mencuci, memasak, dan mengurus rumah, kini kehilangan pekerjaan. Pelatihan kerja, seperti menjahit dan membatik, tidak diikuti dengan upaya lanjutan sehingga pelatihan hanya menambah pengetahuan. Pascapenggusuran, banyak terjadi anak putus sekolah tidak mendapatkan Pasca Penggusuran 67% 69% 67%2 58% 76%9 Sekitar 51.000-150.000 Dibawah 100.000/bln diantara 200.001-300.000/bln Diatas 1.000.000/bln IDEAS NOONEDA DEVELOPMENT AND SLAMIC STUDIES Dibawah 3.000.000/bln KJS: 26% Raskin : 6% 19 (21%) Usaha Mandiri (27%) Buruh Harian (8%) Pengangguran yang sama, responden yang menjadi buruh meningkat dari 27 persen menjadi 30 persen, dan bahkan pengangguran meningkat 8 persen. Hilangnya sumber penghidupan menjadikan warga korban penggusuran hilang kemandiriannya dan menjadi lebih bergantung pada bantuan. Namun, setelah tergusur justru semakin sedikit warga yang memiliki jaminan sosial. Sebanyak 74 persen responden tidak memiliki Kartu Jakarta Sehat dan 65 persen responden tidak memiliki Kartu Jakarta Pintar, padahal mempunyai anak usia sekolah. Bila semula 52 persen responden menerima raskin di lokasi awal, di rusun hanya tersisa 6 persen responden yang menerima raskin. Rumah bagi warga korban peng- gusuran tidak hanya tempat tinggal, tetapi juga tempat usaha mandiri. Seiring penggusuran, keduanya hilang, menyi- sakan ketidakpastian dan ketergantung- an hidup pada bantuan. Dengan tinggi- nya biaya hidup dan minimnya bantuan pemerintah, sebagian besar warga kesuli- tan membayar sewa rusun. Sebanyak 43 persen responden menunggak membayar sewa rusun hingga lebih dari tiga bulan, dan hanya 32 persen responden yang mampu membayar sewa rusun secara rutin. Bahkan, ada responden yang me- miliki tunggakan sewa hingga puluhan juta karena sejak tiga bulan penempatan di rusun sama sekali tidak mampu mem- bayar sewa. Dengan kebijakan penyege- lan unit yang menunggak, sebanyak 57 persen responden saat ini hidup dalam kecemasan karena ketidakpastian tempat tinggal. Relokasi ke rusun justru mem- buat warga semakin tidak memiliki ja- minan tempat tinggal. Penggusuran paksa telah mengubah masyarakat yang mandiri meski dalam sektor informal, menjadi masyarakat yang penuh ketergantungan dengan kerentanan tinggi. Ruang fisik baru yang disediakan pemerintah provinsi, yaitu rusunawa, tidak mampu menjadi penye- dia sumber daya bagi pembentukan kese- jahteraan individu. Kualitas kehidupan warga pascapenggusuran justru menu- run. Meskipun dimensi fisik rusunawa dengan infrastrukturnya dianggap lebih memadai, distribusi sumber daya eko- nomi dan sosial belum memberikan ak- ses pada warga untuk bisa membangun kehidupan secara layak di sana. Peng- gusuran paksa dan relokasi ke rusunawa tidak menyelesaikan kemiskinan, tetapi mereproduksi kemiskinan bahkan de- ngan derajat yang lebih dalam. ■ sekolah baru yang gratis di sekitar rusun. Banyak anak warga korban penggusuran yang sedang mengikuti ujian akhir sekolah dan ujian nasional di lokasi awal, sehingga ketika butuh biaya pindah yang mahal ke sekolah baru atau butuh biaya transportasi yang tinggi jika tetap bertahan di sekolah yang lama. Relokasi ke rusun juga banyak menyebabkan warga semakin jauh dari lokasi kerjanya, sehingga biaya transportasi meningkat signifikan. Untuk menekan biaya, sebagian warga hanya pulang sekali dalam tiga hari bahkan sekali dalam sepekan. Jauhnya lokasi rusun dari keramaian membuat warga rusun yang berprofesi pedagang makanan ataupun pedagang asongan, omzetnya jatuh karena pembeli kini ter- batas hanya sesama warga rusun dengan kesejahteraan yang semakin rendah. 4cm Color Rendition Chart
