Tipe: Koran
Tanggal: 2006-01-30
Halaman: 10
Konten
4cm PENDAPAT SASARAN HUBUNGAN INDONESIA DAN TIMOR LESTE Begi Hersutanto PENELITI DI CENTRE FOR STRATEGIC AND INTERNATIONAL STUDIES, JAKARTA P ertemuan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono de- ngan Presiden Timor Leste Xanana Gusmao yang sedia- nya dilaksanakan pada 27 Januari 2006 di Bali akhirnya dibatalkan. Pihak Timor Leste berpendapat bahwa pembatalan pertemuan ter- sebut merupakan reaksi keras Indo- nesia setelah Xanana menyerahkan laporan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Kofi Annan, yang berisi tuduhan keke- jaman yang dilakukan tentara In- donesia di Timor Timur. Anggapan dari pihak Timor Leste tersebut di- nyatakan Duta Besar Timor Leste untuk Indonesia. Sementara itu, tanggapan dari pi- hak kepresidenan RI yang disampai- kan juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng, agak berbeda. Dia menyatakan bahwa pertemuan ter- sebut tidak dibatalkan, tapi memang belum dijadwalkan. Jika memang bantahan yang di- sampaikan juru bicara kepresidenan benar adanya, pernyataan yang di- sampaikan oleh Duta Besar Timor Leste untuk Indonesia tersebut me- rupakan sikap yang berlebihan. Hal ini menunjukkan kecurigaan yang berlebihan terhadap pemerintah In- donesia. Karena itulah sikap keras sudah sepatutnya disampaikan pe- merintah Indonesia terhadap peme- rintah Timor Leste. Di tengah kian membaiknya hu- bungan kedua negara dan makin menurunnya tensi politik secara drastis di antara kedua negara, ini- siatif pemerintah Timor Leste terse- but berpotensi tidak akan berdam- pak baik bagi hubungan kedua ne- gara. Lebih jauh lagi, hal tersebut ti- dak akan berdampak baik bagi Ti- mor Leste sendiri. Inisiatif pemerintah Timor Leste tersebut bahkan merupakan feno- mena asimetris dalam hubungan bi- lateral Indonesia-Timor Leste se- menjak Timor Leste memperoleh ke- merdekaannya melalui jajak penda- pat. Jika kita menilik kasus penem- bakan tiga orang warga negara Indonesia oleh oknum aparat ke- polisian Timor Leste yang baru- baru ini terjadi di perbatasan, pi- hak pemerintah Indonesia meng- ambil sikap bahwa masalah itu la- yaknya diselesaikan secara bilate- ral. Pemerintah Indonesia juga menolak ide bahwa pe- merintah Indonesia seha- rusnya menyelesaikan kasus penembakan tiga warga sipil Indonesia oleh anggota kepolisian A10 KORAN TEMPO SENIN, 30 JANUARI 2006 $3 jeuri imonoto LUSTRAS GAUS SURAHMAN (TEMPO) Timor Leste tersebut ke forum in- ternasional. Dalam menanggapi ka- sus penembakan tersebut, pihak In- donesia bahkan mengajukan usul pembentukan joint investigation yang terdiri atas gabungan aparat hukum dan penyidik dari kedua ne- gara. Pilihan sikap yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam me- nanggapi kasus tersebut seharusnya dipandang oleh pihak pemerintah Timor Leste sebagai suatu leverage niat baik pihak Indonesia. Ini dila- kukan demi menjaga hubungan baik di antara kedua negara pada masa yang akan datang. Tidak bisa disangkal oleh siapa pun, kejadian kekerasan oleh militer Indonesia di masa lalu semasa pen- dudukan Indonesia di Timor Timur merupakan sejarah pedih bagi rak- yat Timor Timur yang kehilangan sanak dan saudara mereka tercinta. Namun, Timor Leste sebagai negara yang baru berdiri sebaiknya memi- liki pandangan ke depan yang mem- prioritaskan hubungan baik yang bermanfaat bagi proses pembangun- an di kedua negara. Dalam hal ini tentunya hubungan yang tidak baik di antara kedua ne- gara tidak akan bermanfaat baik bagi kedua negara, khususnya bagi Timor Leste sebagai negara yang ba- ru berdiri. Bagi Timor Leste, yang mengacu pada pembangunan di masa menda- tang, negara baru tersebut memerlu- kan hubungan yang baik dengan ne- di kawasan sekitarnya. gara-negara Ketika masing-masing negara di kawasan sekitarnya sedang dalam proses pembinaan hubungan baik satu sama lain, Timor Leste yang berpandangan jauh ke depan sela- yaknya mengikuti tren tersebut. Ini diperlukan agar Timor Leste bisa mengejar kemajuan yang dicapai ne- gara lain dan ikut serta menikmati kemajuan yang dicapai berkat inter- dependensi di antara negara-negara di kawasan sekitarnya. Dengan kata lain, tidak ada satu pun negara di kawasan tertentu yang menikmati kemajuan yang di- capainya tanpa interdependensi dan upaya berinteraksi dengan baik satu sama lain. Hal tersebut hanya bisa dicapai melalui manajemen hubung- an bilateral dan multilateral yang baik. Sudah sepantasnya Timor Leste juga ikut mengambil bagian dalam arus interaksi di kawasan sekitar- nya. Hal ini bisa dilakukan dengan mulai membuat sikap dan kebijakan yang berpengaruh baik bagi hu- bungan Timor Leste dengan negara tetangganya.. PENDAPAT Bahasa! (H)ilang Sitok Srengenge udul itu mengandaikan bahwa huruf h yang berada di dalam tanda ku- rung boleh dianggap tiada, sehingga kata hilang berubah menjadi ilang. Tentu Anda pun tahu bahwa pele- nyapan huruf h pada kata hilang seperti itu bukan hanya keliru, melainkan juga memunculkan kesan tentang kuatnya pe- ngaruh bahasa daerah (Jawa). Saling pengaruh dalam pertumbuhan suatu bahasa adalah hal yang lumrah. Ba- nyaknya unsur serapan dalam setiap ba- hasa bisa menjadi salah satu petunjuk tentang seberapa besar pengaruh bahasa lain yang diterimanya. Menyerap pelbagai unsur dari bahasa lain sama sekali tidak dianggap sebagai kelemahan, melainkan, sebaliknya, dipahami sebagai sifat akomo- datif dan produktif bahasa penyerap. Da- lam studi bahasa, istilah akomodatif se- ring dimaknai sebagai kemampuan me- nampung unsur bahasa lain dalam ben- tuknya yang utuh, tanpa perubahan; se- dangkan produktif diartikan sebagai ke- mampuan membentuk dan menghasilkan unsur baru yang dapat digunakan secara teratur. Banyaknya kata serapan dalam bahasa Indonesia membuktikan taknya yang akomodatif dan produktif. Color Rendition Chart belum pernah menemukan kata han an, di-handal-kan, atau meng-hande kan. Dari perubahan kata dasar ke berimbuhan itu, bisa dipahami jika da handal sebaiknya dilenyapkan. Salah satu kemampuan swadaya E adalah beranalogi, yakni kemampua membentuk unsur baru berdasarkan ngaruh sistem lain yang telah ada. N Chomsky menyebut kemampuan itu ngan istilah kompetensi, hampir sep tian dengan istilah Ferdinand de Sau langue, yang diyakini terdapat dalan kiran setiap penutur bahasa. Mungk jumlah penutur bahasa Indonesia, te ma yang merasa punya kuasa untuk ubah dan menetapkan aturan berbal hendak menggunakan kasus peralih- ta handal menjadi andal sebagai ana Tetapi, mengapa kata-kata sepert bus, hempas, henyak, hentak, himba himpit, hisap, dan hingar-yang tak mengalami perubahan bentuk ketik kati imbuhan-harus pula ditiadaka ruf h-nya? Kita paham mengapa ka jar tidak dilenyapkan h-nya menjac karena jika itu dilakukan yang terja kan saja perubahan bentuk, melain ga perubahan makna. Begitu pula hantar harus dijadikan antar. Kata dan ajar, juga hantar dan antar, tel punya makna berbeda. Karena perl makna itulah, maka dua varian kat yang dengan maupun yang tanpa h ma-sama dipelihara. Tetapi, bagaimana dengan kata ya tanpa h dan yang dengan h (tanpa p ubahan makna), misalnya ujung dar jung? Kebalikan dengan handal yan langan h menjadi andal, kata ujung ketambahan h saat mengalami afiks salnya ketika dilekati prefiks peN-, di peng-hujung. Mengapa kedua ber itu, ujung dan hujung, tetap dipertal kan? Dan bagaimana pula halnya ka ta lain seperti hormat, hiruk, hardik bur, haru, heran, dan masih banyak dak serta-merta dilenyapkan h-nya? Kita bisa maklum jika seseorang lih bahwa ketidakajekan pelenyapan ruf h niscaya akan terjadi, sesuai de sifat bahasa yang beranalogi tetapi t mutlak. Namun, yang patut ditegask sini, ketidakmutlakan beranalogi itu tru mengacu kepada sikap yang men dahkan bahasa sebagaimana yang hi di masyarakat. Pelenyapan h dari se lah kata, kecuali handal, selain men sifat produktif bahasa-karena men balikan kata kepada bentuk lama ya serapnya-juga abai terhadap kekua emotif dan asosiatif kata. Kembali ke masalah pelenyapan huruf h · dari tempatnya di awal kata. Beberapa waktu lalu, ketika kata hutang belum ber- ubah menjadi utang, saya menyadari ada- nya daya produktif bahasa Indonesia. Saya lebih dulu mengenal kata utang (dari kha- zanah bahasa Jawa) daripada kata hutang dalam bahasa Indonesia. Kehadiran huruf h pada kata hutang dan hutan saya hargai sebagai daya produktif itu, karena membe- dakannya dari bentuk lama yang diserap- nya, yakni utang dan utan. Kini h pada hutang lenyap, tapi pada hutan tetap. Selain hutang menjadi utang, kata-kata yang mengalami pelenyapan h sebagai hu- ruf pertama, di antaranya, adalah handal menjadi andal, hembus menjadi embus, hempas menjadi empas, hentak menjadi en- tak, henyak menjadi enyak, himbau menja- di imbau, himpit menjadi impit, hisap men- jadi isap, dan hingar menjadi ingar. Mungkin Anda bertanya, mengapa hu- ruf h pada kata-kata tersebut mesti dile- nyapkan? Jujur saja, saya tak tahu jawab- nya. Saya hanya ingat, pada suatu masa, kata handal dan andal sama-sama digu- nakan dengan beberapa pengertian, di an- taranya: cakap, pandai, tangguh, dapat di- percaya. Kita tentu merasa tak asing, juga paham, kalimat "Muhammad Ali adalah seorang petinju yang handal," misalnya. Entah mengapa, ketika handal tidak tam- pil sebagai morfem bebas, huruf h-nya se- lalu lenyap, seperti tampak pada andal- an, di-andal-kan, meng-andal-kan. Saya HILANG : 2cm
