Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Republika
Tipe: Koran
Tanggal: 2017-01-06
Halaman: 25

Konten


WAT/REPUBLIKA saan di menja- ruk ke- sendiri. leh Atty keke- Osi yang haram. yang sebut- dengan pelak- daerah. minasi n kroni. ata ge- banyak ng yang ni juga, ali kota mudian inya itu pemi- ni keli- minya." asaan nemer- ya saja karena menjadi dalam sumber palagi k yang ah ter- keke- peme- ru juga dalam asunan es per- orupsi. Kebijakan lama yang telah dilakukan oleh kepala daerah sebelumnya dengan mudah diikuti oleh penerusnya yang merupakan masih kerabat pejabat lama. Indonesia Corruption Watch dalam ana- lisis yang dimuat di laman resmi mereka beberapa waktu lalu menyebut, pada prak- tiknya politik dinasti cenderung melanggeng- kan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Akibat- nya, upaya mewujudkan tata kelola peme- rintahan yang baik sulit tercapai. "Fenomena politk dinasti memang meru- pakan konsekuensi dari demokrasi. Namun, jika politik dinasti terus dibiarkan, bukan hanya mencederai upaya membangun budaya antikorupsi, tetapi kontestasi politik dalam pilkada akan menjadi semu karena dinasti politik yang ikut dalam pilkada dapat menggunakan dengan mudah semua sumber daya publik yang mereka kuasai," tulis ICW dalam analisis bertajuk "Bahaya Politik Dinasti" (14/9/2016). Oleh karena itu, menurut ICW, beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk meng- hadang politik dinasti agar tidak berkembang dan menjadi bagian dari kebiasaan politik di Indonesia, di antaranya adalah dengan me- mutus mata rantai sumber-sumber penda- patan mereka. Sumber utama korupsi daerah adalah belanja daerah. Dengan menerapkan sistem pengadaan secara elektronik (e-pro- curement), sebagai contoh, peluang untuk memanipulasi pengadaan akan berkurang. Hal ini harus ditunjang dengan pembe- rian sanksi tegas kepada daerah yang enggan menerapkannya. Kebijakan penggunaan sistem e-procurement harus menjadi manda- tori bagi pemerintah daerah. Upaya lain yang bisa dilakuka , lanjut ICW, dengan mendorong transparansi dan akuntabilitas anggaran daerah sebagaimana telah dilakukan Surabaya, Jakarta, Bandung, dan sebagian kota lainnya. Ini merupa- kan salah satu prasyarat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan ke- terbukaan yang semakin tinggi, siapa pun bisa mengawasi setiap pelayanan maupun pengelolaan keuangan daerah. ICW berpandangan, oleh karena larang- an politik dinasti dalam pilkada telah dibatal- kan MK, maka kunci untuk membendung fenomena ini adalah dengan pemberdayaan pemilih. Pemilih adalah pihak yang paling menentukan apakah calon tertentu bisa menang atau tidak. Salah satu musuh besar pemilih dalam pemilu adalah politik uang. Pemilih yang rentan disuap adalah mereka yang rentan secara ekonomi. "Oleh karenanya, negara perlu memas- tikan bahwa pelaku politik uang diberikan sanksi keras, misalnya dengan pembatalan pencalonan. Dengan upaya ini, pilkada akan bisa menjadi lebih steril dari pengaruh dinasti poliik dan korupsi," sebut ICW. Namun, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai dinasti politik bukanlah penyebab terjadinya korupsi. Tjahjo berdalih kasus korupsi yang melibatkan dinasti politik hanya kebetulan di sejumlah daerah. Setiap orang memiliki hak asasi untuk berpolitik, hubungan kekeluargaan tak boleh jadi peng- halangnya. "Sebagai orang politik, saya kira sah-sah saja kalau para pengamat menilai, kasus yang ada, mayoritas dari dinasti. Tapi tidak se- muanya. Kebetulan saja ada 3-4 daerah," kata Mendagri, seperti dikutip kemenda- gri.go.id, Selasa (3/1). Pemerintah bersama DPR, lanjut Men- dagri, juga telah berusaha mengatur soal po- litik dinasti di dalam Undang-Undang Pil- kada. Tapi, MK kemudian membatalkan pa- sal tersebut yang telah menjadi putusan final dan mengikat. "Persoalan ini (politik dinasti) tak selalu jadi penyebabnya. Tidak ada jaminan. Jangan dinasti politik ini dijadikan sebuah vonis penyebab korupsi," katanya. Memang tidak ada jaminan jika kepala daerahnya bukan berasal dari dinasti politik tidak akan terjadi korupsi. Tapi, peringatan KPK harus dibaca secara makro sebagai bagian pendidikan politik bagi pemilih untuk menge- depankan integritas calon pemimpin. MK sudah menetapkan tidak ada halangan bagi dinasti untuk berpolitik atas nama persamaan hak politik. Tentu saja MK melihatnya dalam perspektif kesetaraan dan keadilan. Namun, keadilan prosedural saja tidak cukup menjamin demokrasi yang substantif. Maka peringatan KPK harus disambut seba- gai dorongan bagi pemilih untuk memper- timbangkan rekam jejak dan integritas kan- didat, baik yang ada kaitan dengan dinasti maupun tidak. NPOIN KEMENDAGRI KORUPSI KEPALA DAERAH Kumolo menjabarkan sejumlah upaya yang telah Coran keuangan daerah. Ada sembilan poin yang ia cara ini harus dilakukan sebagai upaya menghindari ala daerah. angan daerah sesuai dengan standar akuntansi an internal dengan memetakan risiko, membangun n, dan melakukan pengawasan internal. jemen keuangan, yang dimulai dari pengkajian atau dan review dokumen anggaran pada saat sebelum ja peruntukan keuangan telah tepat sasaran dan spektorat daerah melakukan pengawasan dengan korupsi yaitu area perizinan, hibah bansos, pajak dan jasa serta perencanaan anggaran. gendalian atas kinerja inspektorat daerah untuk pen- an. endalian atas kinerja satgas sapu bersih pungutan liar endalian khusus atas rencana aksi pencegahan dan ntara lain terkait transparansi pengelolaan keuangan ity audit (penilaian independen) atas pengadaan si penyelewengan, penggunaan anggaran dan engaduan masyarakat. Selain itu pembahasan peren- rintah daerah (Pemda) dan DPRD dilakukan dengan rencanaan anggaran secara terbuka dengan penera- k yang difokuskan pada prioritas program. Sumber: kemendagri.go.id OLEH NURUL S HAMAMI Dinasti politik akan berbuah menjadi bencana ketika jabatan-jabatan publik tersebut diisi oleh sanak keluarga yang tidak memiliki integritas. alam tempo sebulan pada akhir tahun lalu, dua kepala daerah ditetapkan sebagai ter- sangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Keduanya yakni wali kota non-aktif Cimahi Atty Suharti Tochija dan Bupati Klaten Sri Hartini. Sebelumnya, ada bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian yang ter- sangkut korupsi dan kasusnya sudah siap naik ke meja hijau. Parpol tak Menjalankan Fungsinya puskan dengan mereformasi partai politik. "Solusi mujarabnya melalui reformasi par- pol," ujar peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, dalam diskusi "Korupsi dan Dinasti Politik", di Jakarta, September tahun lalu. itulah akhirnya yang kemudian kita lihat dalam kemunculan para elite dan keluar- ganya dalam kontestasi pengisian posisi- posisi politik. Parpol yang gagal dalam melak- sanakan fungsi rekrutmen memerlukan tokoh populer, sementara ada elite masyara- kat yang membutuhkan parpol sebagai ken- daraan untuk mencapai kekuasaan yang diinginkannya. Kedua kepentingan pragmatis ini pun bertemu dalam kepentingannya sen- diri-sendiri. Penetapan status tersangka kepada ketiga kepala daerah tersebut seakan meneguhkan keterkaitan dinasti politik dengan korupsi di pemerintahan daerah. Baik Aty, Sri Hartini, maupun Yan Anton memiliki hubungan kekerabatan dengan kepala daerah periode sebelumnya. Bukan tidak mungkin akan ada lagi kepala daerah yang terkait dengan politik dinasti menjadi tersangka korupsi. Dalam analisis "Bahaya Politik Dinasti", Indonesia Corruption Watch melihat per- kembangan politik dinasti tidak lepas dari lemahnya partai politik menjalankan fungsi- nya. Buruknya proses kaderisasi partai poli- tik dan ketiadaan sistem internal partai yang demokratis menyebabkan bangkitnya politik dinasti. Banyak parpol yang mengader calon kepala daerah hanya berdasarkan hubungan kekeluargaan dari mereka yang sedang berkuasa tanpa mempertimbangkan kompe- tensi dan integritas. Dengan dasar pemikiran seperti itu pula, permasalahan politik dinasti dapat diha- WIDODO S JUSUF/ANTARA TAHANA 2 Sri Hartini Reformasi parpol, kata Siti, dapat dilaku- kan melalui kaderisasi parpol yang trans- paran dan akuntabel. Partai politik juga harus membangun sistem rekrutmen elite dan kaderisasi yang lebih baik. Selain harus trans- paran, sistem tersebut harus mengutamakan merit system. "Jadi tidak ada lagi yang mendadak jadi calon ketua partai atau kepala daerah. Tiap orang harus melewati proses penjaringan secara berjenjang seperti di birokrasi," kata Siti, seperti dikutip laman resmi ICW, antiko- rupsi.org. Menurut Siti, praktik politik dinasti merebak setelah era reformasi lahir. Era reformasi yang ditandai dengan diterapkan- nya demokrasi tetap menyisakan nilai-nilai lampau seperti feodalisme, praktik patrimo- nialisme, patronase, dan masyarakat komu- nal yang cenderung permisif. "Konsekuensi- nya, dinasti politik mendapat peluangnya di era demokrasi," ucapnya. Dalam sistem patrimonial misalnya, lanjut Siti, perbedaan batas privat dan publik menjadi kabur. "Semua hubungan kekuasaan seperti politik atau administrasi merupakan hubungan yang bersifat personal." Siti juga menyoroti sistem multi partai dan praktik pilkada langsung. Kedua hal tersebut berhasil meningkatkan partisipasi rakyat, namun keduanya juga menghambat konsolidasi demokrasi lokal. "Contohnya, muncul praktik politik uang dan politik transaksional dalam pilkada," kata Siti. Siti menilai, praktik pilkada saat ini juga memunculkan sifat oportunistik dan perilaku menghalalkan segala cara. Hal itu berujung pada pilkada yang sekadar digunakan untuk arena elite meraih kekuasaan atau memba- ngun dinasti. "Pilkada jadi menyimpang dari tujuannya untuk memilih pemimpin yang kompeten, berintegritas, dan mampu mema- jukan daerah." Untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang diakibatkan politik dinasti, menurut Siti, tak cukup mengan- dalkan UU Pilkada semata, namun juga diiringi penegakan hukum yang konkret. "Yang mampu memberi penalti bagi pelang- garnya tanpa pandang bulu." Direktur Eksekutif Saiful Mujani Re- search & Consulting (SMRC) Djayadi Hanan dalam kesempatan sama mengatakan, politik dinasti menghasilkan bad governance. "Ke- cenderungannya menghabiskan anggaran. Terutama untuk infrastruktur, kesehatan, dan sanitasi," katanya. Sayangnya, lanjut Djayadi, penghabisan anggaran itu tidak berdampak pada pertum- buhan ekonomi dan pelayanan publik. "Dia lebih berkorelasi dengan tingkat korupsi yang lebih tinggi," ujarnya. Buruk bagi demokrasi Kemunculan dinasti politik dalam peta perpolitikan Indonesia kontemporer tam- paknya sulit untuk dibendung. Masih lemah- nya fungsi rekrutmen kader yang dilakukan oleh parpol-parpol nasional sekarang ini menjadi lahan subur bagi tumbuh dan berkembangnya klan politik tersebut. Melihat kenyataan yang ada, parpol agaknya masih terjebak dalam kepentingan pragmatis dalam mengusung calon yang maju untuk mengisi jabatan-jabatan politik. Bila hal tersebut dibiarkan, tentu saja akan berdampak buruk bagi masa depan demokrasi Indonesia. Di mana-mana bakal lahir klan-klan politik yang menggurita, baik di tingkat lokal maupun nasional. Ini tentu REPUBLIKA JUMAT, 6 JANUARI 2017 tidak sehat bagi keberlangsungan demokrasi. Demokrasi nantinya tak lebih hanya sebuah proses prosedural karena akses kekuasaan hanya terbatas pada kalangan klan masing- masing. Dampak lebih jauh adalah akses pada sumber-sumber ekonomi yang otomatis hanya dikuasai oleh kekuatan dinasti politik tertentu saja. Parpol yang seharusnya menjadi ajang rekrutmen bagi kader-kader terbaiknya untuk maju dalam kontestasi, akhirnya tak lebih sebagai ajang tawar-menawar dengan elite masyarakat. Aroma politik uang pun merebak. Hal ini berdampak pada ongkos politik yang sangat besar bagi sang elite yang mencari kendaraan untuk maju. Maka wajar saja bila kemudian banyak kepala daerah/ wakil kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. Sebab, gaji yang mereka terima selama menjabat sebagai kepala/wakil kepala daerah selama lima tahun tak akan menutupi ongkos politik yang sudah dikeluarkan. Kita tentu tak ingin dampak buruk bagi demokrasi terus berlangsung yang pada akhirnya justru membuat kita terpenjara dalam demokrasi prosedural. Sebelum semuanya terlambat, perlu kiranya parpol sebagai aktor utama demokrasi menjalankan fungsi rekrutmen kadernya dengan maksi- mal. Jauhi politik uang dalam pengisian posisi-posisi politik sebagai kepala daerah atau wakilnya. 981 Pilkada jadi menyimpang dari tujuannya untuk memilih pemimpin yang kompeten, berintegritas, dan mampu memajukan daerah. 99 Munculnya orang-orang nonparpol yang mengisi jabatan-jabatan politik sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat dibaca sebagai pertemuan dua kepentingan. Pertama, pada satu sisi fungsi rekrutmen kader yang tak berjalan menjadikan parpol tidak memiliki kader yang cukup kuat untuk mengisi posisi politik tersebut. Di sisi lain mereka perlu merebut juga kursi-kursi jabatan itu. Sebagai jalan pintas, kebanyakan parpol akhirnya mencari tokoh-tokoh po- puler di masyarakat yang mereka dukung dan usung untuk mengikuti kontestasi jabatan- jabatan politik tersebut. 24-25 Kedua, munculnya elite masyarakat di tengah-tengah tidak berjalannya fungsi rekrut- men kader di lingkungan parpol. Mereka adalah para pengusaha, tokoh-tokoh lokal (adat), selebritas, ataupun figur publik populer lainnya. Dengan segala kepentingan pragma- tisnya, para elite masyarakat ini akhirnya masuk ke dalam parpol agar bisa duduk di lembaga legislatif atau menjadikan parpol sebagai kendaraan untuk menduduki jabatan- jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah. Pertemuan dua kepentingan pragmatis RAKHMAWATY LALANG/REPUBLIKA Yan Anton Ferdian Perbaiki fungsi rekrutmen Dinasti politik akan berbuah menjadi bencana ketika jabatan-jabatan publik terse- but diisi oleh mereka (sanak keluarga) yang tidak memiliki integritas. Dampak buruk itu dapat diminimalisasi dengan berjalannya fungsi rekrutmen yang dilakukan oleh partai politik. Bila fungsi seleksi dan penguatan kader ini berjalan dengan baik serta berjen- jang, hasilnya adalah kader-kader berkualitas yang siap dipakai untuk mengisi jabatan- jabatan publik tersebut. Namun, yang terjadi selama ini adalah miskinnya kader yang kapabel untuk mengisi posisi itu karena tak berjalannya fungsi rekrutmen politik dengan baik. Akibatnya, parpol melaku kan cara instan dengan mem- beri dukungan kepada tokoh yang memiliki kedekatan dengan elite kekuasaan ataupun elite parpol. Pada akhirnya, yang muncul adalah kera- bat keluarga elite yang berkuasa. Tidak ber- jalannya fungsi rekrutmen politik membuat banyak parpol menjadi tidak menoleh pada kader yang mereka miliki. Selanjutnya, nilai- nilai idealis untuk mencari orang terbaik yang akan diusung dalam mengisi jabatan jabatan publik dikalahkan oleh nilai-nilai pragmatis. Hal itu membuat kader yang memiliki kapabilitas dan integritas, tapi tak memiliki akses kepada elite parpol dan kekuatan modal menjadi terpinggirkan. Padahal, semakin berkualitas kader yang dimajukan, sangat besar kemungkinannya menghasilkan kinerja yang bagus pula. Ditambah dengan kecilnya ongkos politik yang harus dikeluarkan, akan semakin jauh pula sang calon melakukan korupsi bila sudah mengisi jabatan-jabatan publik terse- but. Kasus-kasus kepala/wakil kepala daerah yang tersangkut korupsi ketika menjabat, patut diduga merupakan upaya untuk mengembalikan ongkos politik yang telah dikeluarkan selama pilkada sejak mencalon- skan hingga masa kampanye. Oleh karena itu, untuk meminimalkan munculnya orang-orang yang tidak kapabel duduk di jabatan-jabatan publik, parpol harus memperbaiki sistem rekrutmen poli- tiknya yang sudah berjalan selama ini. Harus ada kemauan politik dari para pemimpin parpol untuk merombak total sistem rekrut- men politik sehingga pada saatnya nanti telah tersedia kader-kader parpol yang mumpuni untuk mengisi jabatan-jabatan politik itu. Dalam sejumlah kasus pengusungan calon yang akan maju pada pilkada ataupun calon anggota legislatif (caleg), sebagian besar parpol masih mengedepankan popu- laritas, sumber dana, serta keterkaitan sang calon dengan elite atau pejabat parpol. Hal ini memang bisa dipahami sebagai usaha parpol untuk mendapatkan suara pemilih sebanyak-banyaknya. Kualitas sang calon mungkin menjadi nomor dua. Jalan pintas yang paling gam- pang tentu dengan merekrut figur-figur po- puler, seperti pengusaha, selebritas, keluarga pejabat papol, ataupun pejabat pemerintah. Selain diyakini memiliki jaringan yang luas, orang-orang ini juga memiliki sumber dana yang cukup kuat. Namun, bila hal ini terus berlangsung maka dinasti politik akan tumbuh subur. ■ 4cm Color Rendition Chart