Tipe: Koran
Tanggal: 2017-02-03
Halaman: 08
Konten
8 SEBAGAI SAKSI Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Ma'ruf Amin hadir menjadi saksi pada persidangan kedelapan perkara dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Gedung Kementerian Pertanian Jakarta, Selasa (31/1). Langkah Luhut Dipertanyakan hanya untuk Ahok. Seorang yang di mata publik kini dikenal gemar bikin gaduh dengan prestasi medioker," kata Firman. LINTAR SATRIA, AMRI AMRULLAH Kedatangan Luhut justru memperlihatkan keberpihakan Istana. JAKARTA - Langkah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menemui Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Ma'ruf Amin, Rabu (1/2) malam, menuai per- tanyaan dari sejumlah pihak. Apalagi, pertemuan dilakukan di saat kemarahan warga Nahdlatul Ulama dan umat Islam terhadap terdakwa perkara penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mencapai titik didih. Menurut pengajar komunikasi politik Universi- tas Muhammadiyah Jakarta, Harmonis, kedatang- an Luhut beserta Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Teddy Lhak- smana telah merusak citra pemerintah. Sebab, Lu- hut sebagai menko kemaritiman tidak memiliki tugas yang berkorelasi dengan polemik yang timbul pas- capersidangan Ahok. "Respeknya semakin turun, seharusnya kavling itu tidak diambil," kata Harmonis di Jakarta, Kamis (2/2). Kedatangan Luhut justru memperlihatkan de- ngan terang benderang keberpihakan Istana. Selain itu, dia membawa Kapolda dan Pangdam Jaya. Harmonis mengatakan, sebagai menko kemari- timan, Luhut tidak memiliki garis komando dengan Kapolda dan Pangdam Jaya. "Harusnya Wiranto kalau memang masalah keamanan, lagi pula partainya Wiranto (Hanura) mendukung Ahok," ujar Harmonis. Selain itu, kata dia, Iriawan dan Teddy datang menggunakan pakaian dinas harian. Seakan-akan kedatangan mereka mewakili institusi Polri dan TNI. Harmonis mengatakan, kedatangan Kapolda dan Pangdam Jaya ke rumah Kiai Ma'ruf bersama Luhut setelah polemik terjadi memperlihatkan keberpihakan. "Bukan menyelesaikan masalah, tapi malah memperumit masalah," ujar Harmonis. Menurut dia, warga dan pemilih dalam Pilkada DKI Jakarta justru akan melihat tidak adanya netralitas dalam kontestasi pilkada. Sebab, ketiga- nya salah menunjukkan komunikasi nonverbal me- reka ke publik. Tim Advokasi Gerakan Nasional Pengawal Fat- wa (GNPF) MUI, Kapitra Ampera, menilai keha- diran Luhut, Iriawan, dan Teddy sebagai atribut negara sangat jelas menunjukkan bentuk dukungan negara kepada Ahok. "Itu sulit untuk dibantah," kata dia dalam acara diskusi publik "Apakah Ahok akan Dipenjara?", Kamis (2/2). Menurut Kapitra, walaupun Presiden berkali- kali menegaskan netral, sikap ketiga atribut negara mendatangi rumah Kiai Ma'ruf, Rabu (1/2) malam, sulit untuk membantah pandangan publik bahwa negara telah berpihak kepada Ahok. Belum lagi tuduhan adanya bukti percakapan antara Kiai Ma'ruf Amin dan mantan presiden SBY, yang menurutnya jelas mengindikasikan adanya penyadapan yang dilakukan Ahok dan timnya. "Bagaimana bisa tim kuasa hukum bisa me- nyadap itu, kecuali atribut negara apakah intelijen atau polisi menjadi bagian dari penyadapan ini," ujar dia. Oleh karena itu, Kapitra secara tegas meminta masyarakat, khususnya umat Islam, harus meng- kritisi cara-cara seperti ini. Karena, ini akan me- rusak sistem hukum dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengamat politik Firman Noor menegaskan, meskipun kehadiran Luhut yang turut disertai Iria- wan dan Teddy diklaim tidak terkait Ahok, publik melihat kesan itu ada. Kedatangan Luhut pun tak lama setelah Ahok meminta maaf kepada Kiai Ma'ruf terkait sikapnya di pengadilan. "Sayangnya, Ahok sendiri bukan tokoh yang kualitasnya layak untuk dibayar mahal seperti itu," ujarnya di Jakarta, kemarin. Firman berharap pemerintah agar lebih bersi- kap netral dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017. Menurut dia, terlalu mahal biaya yang harus dibayar pemerintah bila terlibat manuver politik Jakarta. Apalagi jika terkesan memberikan dukungan kepada Ahok. Jika dilihat dari gelagat yang ada, Firman menilai kesan ini sudah terlihat sejak tahun lalu. "Maka, tidak salah kalau berbagai manuver itu ujung-ujungnya memang terkesan kuat mendu- kung Ahok. Jelas tidak perlu semua waktu dan tenaga pemerintah dikorbankan dan turun tangan ISRA TRIANSYAH/ANTARA Bantahan Luhut Di sela-sela kunjungan kerja ke Pulau Nipa, Ke- pulauan Riau, kemarin, Luhut mengatakan, perte- muan dengan Kiai Ma'ruf terjadi karena hubungan teman baik. Pada pertemuan tersebut, dia dan Kiai Ma'ruf sepakat untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. "Saya datang bukan sebagai menteri, tapi seba- gai teman baik, teman yang sudah kenal lama. Hu- bungan saya dengan Nahdlatul Ulama kan sangat baik, beliau juga rais aam syuriyah PBNU. Kebe- tulan pada saat itu hadir juga Kapolda dan Pang- dam Jaya," ujar Luhut. Ketika ditanya apa saja yang dibicarakan pada pertemuan itu, Luhut menjawab tidak ada yang istimewa. Pembahasan hanya seputar peristiwa se- hari-hari. "Kiai Ma'ruf seperti yang sudah dikatakan sebe- lumnya kepada media, mengatakan ia memaafkan Ahok. Itu saja," kata Luhut. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono yang turut mendampingi Iriawan saat mengunjungi Kiai Ma'ruf menjelaskan, pertemuan hanya silaturahim biasa. Dalam per- temuan tidak dibicarakan pernyataan kontroversial Ahok dalam sidang kasus penodaan agama di Aula Kementan, Jakarta, Selasa (31/1). "Nggak ada sama sekali kita menyinggung itu (pernyataan Ahok), kita silaturahmi saja dengan pak kiai kan wajar. Namanya bapak sama anak kan boleh saja," ujar Argo. Dalam pertemuan tersebut, juga hadir Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan. Namun, Argo enggan menanggapi terkait kehadiran Luhut itu. "Tanya Pak Luhut aja kalau itu," katanya. Sementara itu, Pangdam Jaya Mayjen TNI Teddy Lhaksmana menyatakan kunjungannya ke kediaman Kiai Ma'ruf hanya untuk bersilaturahim. Tidak ada sesuatu yang spesial dari pertemuan. "Nggak ada, biasa, saya silaturahim saja di sana ya, terima kasih untuk konfirmasinya ya," ujar Teddy kepada Republika. Seperti pejabat lainnya yang datang, Teddy juga enggan mengungkap isi pembicaraan dalam perte- muan tersebut. intan pratiwi/muhyiddin ed: muhammad iqbal DESSY SUCIATI SAPUTRI, EKO SUPRIYADI JAKARTA-Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, pertemuan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin merupakan inisiatif menterinya. Ia pun mendukung pertemuan tersebut. "Ya, inisiatif-inisiatif setiap mente- ri, menko saya kira kan. Baik-baik kalau untuk kebaikan negara," kata Jokowi di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (2/1). la pun mengaku belum mengeta- hui perihal pembahasan dalam perte- muan tersebut. Kendati demikian, Jokowi mengaku akan meminta laporan dari Luhut. Staf Khusus Presiden Bidang Ko- munikasi Johan Budi menceritakan langkah Luhut merupakan inisiatif yang bersangkutan. Sebab, Luhut juga telah mengenal Kiai Ma'ruf secara pribadi. >> Resonansi Johan menyampaikan cerita tersebut didapatkannya langsung dari Luhut, kemarin pagi. "Jadi, Pak Luhut tadi seperti yang dikonfirmasi Pak Presiden itu inisiatif Pak Luhut. Dan, tadi pagi saya dikasih tahu Pak Luhut, Pak Luhut kenal dengan Pak KH Ma'ruf Amin," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (2/2). Johan pun membantah pertemuan Luhut yang didampingi oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan dan Pangjam Jaya Mayjen Teddy Lhaksmana merupakan perwakilan dari pemerintah. Oleh NASIHIN MASHA Semua Merasa Benar, Semua Merasa Tersakiti S iapa paling nyaman saat ini? Jawabnya politisi. Lho, kok bisa? Lihat saja par- lemen adem ayem saja. Lihat saja partai- partai tenang-tenang saja. Lihat saja politisi diam saja. Mengapa bisa begitu? Pendap- atan mereka tak terganggu ekonomi yang lesu. Kehidupan mereka tak terusik demo-demo masyarakat. Lalu siapa lagi paling nyaman? Pejabat negara dan pemerintahan. Juga para aktivis yang kini nangkring di komisaris BUMN, staf khusus pejabat, maupun tenaga ahli pejabat. Itu sebagian petikan pembicaraan. Tentu, bersifat snapshot. Namun, realitas itu ada dan dirasakan. Ada lagi realitas yang lebih mencemaskan. Kaum minoritas Kristen dan Tionghoa saat ini merasa ketakutan dan terancam. Ada perasaan tak ada kesetaraan. Ada gejala menguatnya ortodoksi di sebagian umat Islam. Kendati diyakinkan itu hanya suara nyaring dari kelompok kecil, tapi mereka tetap merasa takut dan terancam. Apakah Indonesia akan menjadi negara Islam? Apakah Indonesia akan menjadikan Piagam Jakarta sebagai konstitusi? Jika itu terjadi, mereka berketetapan lebih baik memisahkan diri. Tak ada lagi Indonesia alias Indonesia akan pecah menjadi beberapa negara. Orang-orang Tionghoa juga merasa takut dan terancam dengan ujaran-ujaran kebencian anti- Tionghoa. Pada sisi lain juga muncul serangan terha Islam. Ulama diolok-olok, MUI dikuyo- kuyo. Islam disebut pemecah belah bangsa. Ada penggiringan memisahkan Islam dari budaya bangsa, termasuk mengejek istilah berbahasa Arab dan berupaya menggantinya dengan kata yang disebut sebagai bahasa lokal. Padahal, itu bahasa Sanskerta, bukan bahasa lokal dan masuk berbarengan dengan agama Hindu. Selain itu, umat Islam yang umumnya tertinggal secara ekonomi dan sosial merasa gelisah, diperlakukan tidak adil, dan diintimidasi. Mereka menuntut perbaikan dan perubahan. Tema-tema populisme dan nasionalisme- proteksionisme menguat. Namun, tuntutan itu kemudian dibalik sebagai rasialis dan intoleran, bahkan anti-NKRI, anti- Bhinneka Tunggal Ika, dan anti-Pancasila. Aparat bertindak represif dan banal terhadap tuntutan ini. Kritisisme dan perbedaan pendapat dikriminalkan. Semua realitas itu berkelindan menjadi satu lalu muncul menjadi simtom-simtom di setiap kulit bumi yang paling tipis. Seperti geliat bumi, ia menjadi gempa bumi, lelehan lahar, ataupun letusan gunung berapi. Saat ini, simtom itu muncul dalam fenomena pilkada. Indonesia menjadi panas, resah, dan gelisah. Seolah tak ada optimisme. Kini kita terbiasa dengan nilai tukar rupiah yang kian rendah. Harga kebutuhan pokok melambung dan menjadi kelaziman. Pengangguran meningkat, tetapi serbuan tenaga kerja asing meningkat. Duit makin tak berarti karena naiknya harga barang. APBN tertekan, pajak digenjot, dan tarif terus meningkat. Sedangkan, korupsi makin menggila. Harga cabai, bawang, gula, daging, susu yang dipermainkan kartel dan tengkulak mencabik kantong rakyat, dan tak ada yang peduli. Kehidupan sehari-hari makin berat. Cakar- cakaran sosial mengganas. Namun, elite easy going seolah tak ada masalah. Kelompok- kelompok mainstream tergagap dengan situasi ini. Pertarungan ortodoksi agama yang berkelindan dengan nasionalisme-proteksionisme melawan fundamentalisasi liberalis membutuhkan peta dan resolusi baru karena ini kejadian tanpa preseden sebelumnya. Situasi ini mirip di Amerika Serikat, Inggris, Italia, India, maupun Filipina. Di negeri-negeri itu pandangan populis-pro- teksionis memenangkan pertarungan. Situasinya hitam-putih. Bahkan, Donald Trump sangat ekstrem de- ngan tekadnya membangun tembok di perbatasan Meksiko (seperti tembok Berlin yang sudah la menceritakan, pertemuan Luhut di kediaman Kiai Ma'ruf hanya ber- langsung sebentar. Cerita yang disam- paikan terkait pertemuan itu pun, kata dia, tak ada yang ditutup-tutupi. Pada Rabu (1/2) malam, Luhut beserta Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan dan Pangjam Jaya Letjen Teddy Lhaksmana menemui Kiai Ma'- ruf di kediamannya, di Koja, Jakarta Utara. Usai pertemuan, Kiai Ma'ruf mengimbau umat Islam agar tenang dan tidak terprovokasi dengan kondisi terkini. "Semuanya jangan membuat hal- hal yang bisa merusak suasana dan keadaan," ujarnya. REPUBLIKA JUMAT, 3 FEBRUARI 2017 Menurut Ma'ruf, pertemuan terse- but hanya dilakukan untuk bersilatu- rahim. la juga meminta agar masya- rakat tidak mengaitkan pertemuan tersebut dengan pernyataan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) me- ngenai dirinya dalam sidang perkara penodaan agama, Selasa (31/1). Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa mempertanyakan kedatangan Luhut beserta Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya ke kediaman Kiai Ma'ruf. "Ini kan yang datang, Kapolda, Pak Luhut, itu kan orang-orang terhormat yang datang ke Kiai Amin. Ini inisiatif atau diperintah? Kok persoalan Ahok jadi hal yang luar biasa," kata Desmond. Desmond mengaku heran, Ahok yang membuat kegaduhan, tapi yang mendatangi Kiai Ma'ruf pejabat negara. Dengan begitu, ada kesan penguasa terlibat melindungi Ahok, dengan datangnya para petinggi negara tersebut.ed: muhammad iqbal diruntuhkan atau tembok Cina yang dibangun pada abad sebelum Masehi) dan menutup pintu pendatang dari tujuh negara. Konfigurasi sosial di Indonesia berbeda de- ngan negara-negara itu sehingga tidak bisa dila- kukan dengan cara hitam-putih, menang-kalah. Fragmentasi di Indonesia sangat kompleks dan tak ada yang bisa memenangkan pertarungan dengan mutlak. Memuji Inisiatif Pribadi MA: Sampaikan ke Majelis Hakim UMAR MUKHTAR Yang kaya beretnis Tionghoa, tapi ia berkelindan dengan agama Kristen. Kendati keduanya minoritas, tapi kuat secara ekonomi dan menguasai infrastruktur dan elite, seperti media massa, lembaga riset, dan partai politik. Yang miskin Muslim dan terpecah dalam banyak kelompok yang saling berkompetisi, bahkan "bermusuhan". Mereka ada di partai- partai kecil. Namun, rasa senasib membuat mereka bisa bersatu dalam kondisi tertentu. Kerumitan itu paling kentara dalam konfigurasi di parlemen dan pemerintahan. Tak begitu mudah membangun koalisi yang solid. Realitas ini harus menjadi kesadaran bersama bahwa tidak bisa menang-menangan. Tak bisa zero sum game. Menang di sini, kalah di sana-yang saling tumpang-tindih antara status ekonomi, agama, teritori, dan etnis. Karena itu, jika pun ada-dan-yang harus dimenangkan adalah memenangkan masa depan Indonesia. Hanya ada satu caranya, yaitu mewujudkan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945. Itu sudah dibuat founding fathers ketika menyusun UUD 1945. Dalam pembukaan disebutkan cita-cita Indonesia. Negara Indonesia harus merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Tugas pemerintah melindungi warganya, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Adapun dasar kerja pemerintah adalah kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Di situ jelas ditekankan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Selama 71 tahun kemerdeka- an, Indonesia sibuk mengurusi elitenya. Walau pemerintah berganti, rezim berubah, dan presiden dipergilirkan, tetapi keadaan tetap sama: hanya pergiliran di antara elite untuk berbagi jarahan. Rakyat hanya mendapatkan remah-remah dan hanya untuk bisa berproduksi. Kini, ada satu yang tak bisa dilawan, yaitu perubahan profil demografi sosial. Mereka menuntut perbaikan dan perubahan. Namun, kaum establishment masih tak mau berbagi, justru bertahan dan berekspansi serta melakukan represi dengan segala manipulasinya. Perseteruan ini menimbulkan pertarungan simetris. Tak jelas mana kawan mana lawan. Tak jelas panah datang dari mana dan tertuju ke mana. Terjadilan kegaduhan di mana-mana, termasuk di medsos. Perkawanan menjadi retak, persaudaraan menjadi belah, perkawinan menjadi perseteruan. Hal ini berbeda dengan situasi 1998 yang bersifat asimetris: antara penguasa dan rakyat, antara rezim Orba dan publik yang menuntut perubahan. Karena itu, situasi saat ini ada yang mengatakan mirip situasi menjelang geger 1965. Ini yang paling mengkhawatirkan: semua merasa benar, semua merasa tersakiti. Hei, apakah kenyataan ini masih belum juga membuat kita menjadi bijak? Seorang kawan berpendapat: kita sibuk bicara ke-Bhinneka-an, tapi justru meninggalkan ke-Ika- an. Teriak perbedaan, melupakan persatuan. Persatuan itu berempati, bersimpati, dan welas asih. Bukan hanya logika dan hukum, bukan kuat dan kuasa. Ngono yo ngono ning ojo ngono, jangan berle- bihan nanti ada batas kesabaran. Norma ini di- langgar sehingga mengusik rasa. Kita mengetahui rasa setelah kita mengalaminya. Namun, tak semua orang bisa mengalaminya. Karena itu, kita harus silih asah, silih asuh, silih asih. Kearifan inilah yang membuat Indonesia tetap satu.■ JAKARTA - Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi me- nuturkan, jika ada keberatan atau keluhan terhadap jalannya proses persidangan, semestinya itu bisa disampaikan kepada ke- tua majelis hakim persidangan yang bersangkutan. Hal tersebut disampaikan Suhadi dalam me- nanggapi keluhan Majelis Ulama Indonesia terhadap proses per- sidangan kasus dugaan peno- daan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Selasa (31/1) kemarin. "Ketua majelis hakim yang punya otoritas untuk memimpin persidangan. Dia kan diberikan tugas oleh ketua pengadilan," tutur dia saat dihubungi Repu- blika di Jakarta, Kamis (2/2). Hanya saja, dalam hal ini, ke- betulan ketua pengadilan Ja- karta Utara dalam perkara kasus Ahok ini sekaligus menjadi ketua majelis hakim sidang. Otoritas jalannya pemeriksaan persi- dangan itu, kata Suhadi, ada di tangan pengadilan. "Kalau (keluhannya) ke pe- nasihat hukum, itu kan ada orga- nisasinya, kita enggak bisa me- negur penasihat hukum kecuali dalam proses persidangan dia melanggar hukum acara. Ini bisa diluruskan oleh ketua majelis." Lagi pula, lanjut Suhadi, MA saat ini belum menerima laporan apa pun terkait keluhan pihak MUI. Namun, menurut Suhadi, ti- dak ada kejanggalan apa pun da- lam persidangan kasus penista- an agama dengan tersangka Ba- suki Tjahaja Purnama. Menurut dia, agenda pemeriksaan saksi di persidangan dari awal hingga sidang terakhir kali sudah ber- jalan lancar. Terkait keluhan yang disam- paikan pihak MUI, Suhadi me- ngatakan belum mengetahui per- soalan atau materi yang menjadi keberatan MUI. Untuk itu, MA masih harus mendalami apa yang sebetulnya menjadi keberatan MUI dalam persidangan Ahok. "Kalau (sidang) yang terakhir itu, apa yang menjadi keberatan MUI itu belum kita lihat. Kita ha- rus melihat dulu apa yang men- jadi keberatan MUI. Kita enggak bisa menduga-duga apa materi yang menjadi keberatannya MUI itu," kata Suhadi. Sebelumnya, Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid me- ngatakan, dalam pemeriksaan Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin, tim pengacara Ahok me- nyampaikan hal yang tidak fokus pada substansi materi. Zainut menilai, tim kuasa hukum Ahok cenderung menekan dan mele- cehkan kebenaran dari kete- rangan yang disampaikan Ma'- ruf. Dengan demikian, posisi Kiai Ma'ruf saat itu seperti se- bagai pemberi keterangan palsu. ed: muhammad iqbal REPUBLIKA JUMAT, 3 FEBRUARI 2017 POLITIK PALESTINA Ketua Palestinian Cultural Organizatio Kamis (2/2) malam. Muslim memberikan pandangan terkait: WNI di A ●LIDA PUSPANINGTYAS Kekhawatiran dipicu kebijakan mendepor- tasi imigran gelap. NEW YORK-Indonesia tak ma- suk dalam daftar negara mayoritas Muslim yang warganya dilarang me- masuki wilayah Amerika Serikat. Kendati demikian, warga negara Indonesia (WNI) di negara tersebut tetap mengkhawatirkan dampak ke- bijakan yang ditandatangani Presiden AS Donald Trump pada pekan lalu tersebut. Konsul Jenderal RI di New York Abdul Kadir Jailani menuturkan, pi- haknya menerima banyak pertanyaan terkait perintah eksekutif Trump ter- sebut. "Yang menimbulkan pertanya- an bagi WNI adalah executive order tentang border security and immi- gration enforcement improvement," kata Abdul kepada Republika, kema- rin. Menurut dia, poin tersebut ada- lah satu isi pokok executive order itu. Isinya tentang pengetatan rezim keimigrasian melalui langkah pe- nangkapan dan pendeportasian imi- gran gelap di Amerika Serikat. Abdul Dalam perintah eksekutif- nya, Trump melarang warga Su- dan, Iran, Irak, Suriah, Yaman, Libya, dan Somalia selama 90 hari. Selain melarang warga dari tujuh negara mayoritas Muslim, Trump juga menghentikan se- mentara penerimaan pengungsi ke AS selama 120 hari. Kementerian Pertahanan AS menyatakan pada Rabu (1/2), jangka waktu pembatasan terse- but bisa diperpanjang. Tak ha- nya itu, Pemerintah AS juga bisa menambah jumlah negara yang dicekal, bila negara bersangkut- an tak bisa menjamin pemerik- saan keamanan yang memadai terhadap warganya yang hendak Color Rendition Chart mengatakan, kebija bulkan kekhawatira yang saat ini bekerj rikat. diungkapkan. fatwa Gerah dituding memesan MUI, SBY langsung meng- gelar konferensi pers, kemarin. SBY mengakui, pernah berko- munikasi dengan KH Ma'ruf Amin. Namun, SBY menambah- kan, dengan penuh penekanan terhadap kata 'penyadapan'. Ke- mungkinan jika dirinya disadap merupakan hal yang serius. Me- nurut dia, jika yang menyadap adalah tim Ahok, pihak berwe- WNI di Amerika catat di semua perw: ribu orang. Di luar pat pula para imigra yang melebihi izin Lebih lanjut Abe kebijakan baru ters beda dengan kebij city alias kota suaka oleh 168 kota di Am lama ini. Sanctuar bijakan yang diamb merintahan daerah imigran dengan tic Dubes AS Sowan ke NU dan Muhammadiyah..... Meski begitu, ia berterima kasih kepada Dubes AS atas apresiasi terhadap Nahdlatul Ulama yang dianggap salah satu bentuk Islam moderat di Indo- nesia. "Sangat mengapresiasi NU, beliau merasa masih ada bentuk moderat, yaitu NU Indo- nesia," ujar Said. kan status keimigr panjang mereka tid. jahatan. Saat ini diperki juta imigran gelap d yang menikmati kell city. Kota-kota yan bijakan tersebut un negara-negara bag oleh Partai Demok York. "Oleh karena herankan apabila tahan lokal di daera lak keras penerapan Presiden Trump," k Abdul menekar 4cm ke AS. Di AS, aksi unjuk rasa menolak kebijakan yang mendiskriminasikan M tersebut terus dilakukan. lah jaksa agung, hakim, plomat AS juga menyatak beratan atas kebijakan it media-media AS, perintal kutif tersebut juga kini di sebagai 'Muslim Ban' alia. cekalan Muslim'. Lha Kok Barangnya Dikirim ke Saya?' 10.06 WIB. Ketika tudingan itu menjadi sorotan, Humphrey menyatakan yang ia miliki bukan rekaman melainkan transkrip percakapan. la enggan menyatakan, dari mana mendapat informasi terse- but. Namun, ia menjanjikan, bukti itu akan dipertunjukkan di persidangan-persidangan selan- jutnya. Cecaran kuasa hukum Ahok ini langsung ramai ditang- gapi publik. Mulai muncul di me- dia sosial tudingan ada 'penya- dapan' yang dilakukan terhadap percakapan SBY dengan KH Ma'ruf. Meskipun dalam sidang, kata 'penyadapan' itu tak pernah Saat menyambangi PP Muhammadiyah, Do berupaya meyakinkan jika tah eksekutif Presiden D Trump bukanlah laranga umat Muslim untuk mas AS. "Perintah eksekutif har peningkatan upaya perlind perbatasan Amerika. Ini b melarang Muslim masu Amerika," kata dia. Peneg serupa sebelumnya juga di paikan Donald Trump. Dalam kunjungan ke hammadiyah, Donovan menyatakan penghargaa nang mesti menindak ka penyadapan oleh pihak se lembaga negara adalah ileg "Kalau yang menyadap tusi, bola ada di Pak Jokowi ya mohon keadilan. Privasi. disadap secara tidak legal," SBY. Dalam pernyataannya, juga mengingatkan penyada politik sempat menjadi ala digulingkannya Presiden ke AS Richard Nixon. Kasus ini puler dengan istilah 'Waterg mengacu pada gedung, tem penyadapan dilakukan. Staf Khusus Presiden Bid Komunikasi Johan Budi kema juga meminta agar hal-hal ya berkaitan dengan persidang Ahok, tak langsung dikaitkan ngan Presiden. Johan juga m minta agar dugaan penyadap tersebut dikonfirmasi kemb ke tim pengacara Ahok. Sebab, menurut dia, di dala proses pengadilan tak diseb kan adanya pernyataan peny dapan terhadap SBY. "Tanya sa ke pengacara Ahok, apa ada sa tement sadap-menyadap. Ta kalau itu benar terjadi, itu m
